You are on page 1of 19

I PENDAHULUAN

1.1.Limbah Industri Pangan Limbah pengolahan pangan merupakan limbah yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan pangan. Limbah ini harus dipandang sebagai satu permasalahan serius dalam sanitasi. Penanganan limbah yang tidak memadai dapat menjadi sumber pencemaran yang membahayakan kesehatan. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan makanan dapat berupa limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat biasanya berupa bahan sisa yang tidak termanfaatkan dalam pengolahan. Sebagai contoh adalah sisa-sisa bahan nabati yang berupa kulit buah atau sayuran, bagian akar, batang, dan daun. Selain itu dapat pain berupa sisa bahan mentah yang tidak lolos pada tahap penyortiran, baik karena cacat, rusak, maupun kualitas bahannya yang rendah. Limbah padat yang berasal dan bahan hewani biasanya berasal dan sisa penyiangan hasil perikanan, ternak, atau unggas. Jenisnya dapat berupa kulit, sisik, rambut, bulu, darah. bagian jeroan, tulang, dan lain-lain. Limbah padat juga dapat berupa sisa makanan yang lidak habis setelah disajikan. Limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan makanan biasanya berupa air yang telah dikotori untuk berbagai keperluan. Sebagai contoh adalah air bekas pencucian bahan-bahan mentah baik bahan nabati maupun hewani, serta sisa air yang berasal dari pencucian peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan makanan. Limbah padat dan cair yang dihasilkan selama proses pengolahan makanan umumnya masih cukup banyak mengandung bahan-bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, atau oleh serangga dan hewan pengerat. Dengan demikian, kedua jenis limbah ini hams dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber pencemaran bagi makanan yang dihasilkan. Limbah industri pangan dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak, garam-garam mineral dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya, limbah dari industri susu, pembekuan dan pengeringan makanan, industri pengolahan daging, unggas, dan hasil laut dapat menimbulkan bau yang tidak diinginkan dan polusi berat pada perairan bila pembuanganya tidak diberi perlakuan yang tepat.

Pada umumnya , limbah industri pangan tidak membahayakan kesehatan masyarakat, karena tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit. Akan tetapi kandungan bahan organiknya yang tinggi dapat bertindak sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan mikroba. Dengan pasokan makanan yang berlimpah, mikroorganisme akan berkembang biak dengan cepat dan mereduksi oksigen terlarut yang terdapat dalam air. Secara normal, air mengandung kira-kira 8 ppm oksigen terlarut. Standar minimum oksigen terlarut untuk kehidupan ikan adalah 5 ppm dan dibawah standar ini akan menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya. Kandungan bahan organik dari suatu limbah biasanya dinyatakan dengan parameter BOD atau Biological Oxygen Demand. BOD dapat didefinisikan sebagai jumlah oksigen terlarut yang dikonsumsi atau digunakan oleh kegiatan kimia atau mikrobiologik, bila suatu contoh air diinkubasi dalam keadaan gelap ( biasanya 5 hari) pada suatu tertentu (20o C). Oleh karena oksigen dibutuhkan untuk oksidasi bahan organic, maka BOD menunjukkan indikasi kasar banyaknya kandungan bahan organik dalam contoh tersebut. Effluen ( air buangan) dengan BOD tinggi dapat menimbulkan masalah polusi bila dibuang langsung ke dalam suatu perairan atau badan air, karena akibat pengambilan oksigen ini akan segera mengganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya. Kelebihan nitrogen dan fosfor dalam air yang berasal dari industri pangan menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya. Kelebihan nitrogen dan fosfor dalam air yang berasal dari industri pangan menyebakan suatu keadaan yang tidak seimbang yang disebut eutrofikasi. Eutrofikasi adalah suatu fenomena yang melibatkan banyak faktor seperti kekeruhan , sedimen, produktivitas dan suhu rata-rata. Ganggang menyebabkan eutrofikasi karena menambah bahan organic pada sistem. Bila terdapat nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan ganggang, maka akan terjadi ledakan populasi ganggang. Selama ledakan , antara siang dan malam hari terjadi perbedaan yang besar dalam kadar oksigen air. Pada malam hari respirasi ganggang berlanjut, dan terjadi pemecahan oksigen. Ganggang yang mati akan ke bagian dasar danau dan dioksidasi oleh bakteri, menghasilkan Lumpur dan pemecahan oksigen. Bila oksigen terlarut dalam air habis sama sekali karena kadar bahan organik yang tinggi, maka akan timbul bau busuk dan warna air menjadi gelap. Bila protein yang terdapat dalam air mengandung sulfur atau kandungan sulfat alamiah dari air tinggi,maka akan dihasilkan hydrogen sulfida yang menimbulkan bau yang tidak diinginkan dan menghitamnya bangunan yang dicat di sekitarnya.

Sebagai usaha menghindarkan terjadinya polusi air ini, maka dibutuhkan suatu standar untuk buangan industri yang akan bervariasi tergantung pada dimana effluen akan dibuang, tingkat pengenceran dalam aliran penerima dan apakah fasilitas kota tersedia untuk tersedia untuk penampungan dan penangananya. Paling sedikit diperlukan penyaringan bahan-bahan padat dan penghilangan lemak serta gemuk, sebelum limbah dibuang ke dalam saluran pembuangan. Apabila tidak tersedia fasilitas kota, maka industri pangan harus menyediakan sendiri sistem penanganan, pemberian perlakuan dan pembuangan limbah industrinya. Sistem seperti ini membutuhkan perlakuan cara-cara kimia atau biologik terhadap limbah pabrik, dan hal ini umumnya membutuhkan biaya yang mahal. Guna menekan biaya tinggi ini, dapat dilakukan pemisahan kembali produk-produk yang berguna dari limbah tersebut, yang dapt dijual sebagai produk sampingan. Satu hal penting ialah limbah apapun juga harus dibuang sesegera mungkin sehingga hama-hama tidak sempat bersarang dan bau-bau yang tidak diinginkan tidak sempat terbentuk. Pengetahuan akan sifat-sifat limbah industri pangan sangat penting untuk

mengembangkan suatu sistem pengelolaan limbah yang layak. Metode penanganan dan pembuangan limbah yang telah berhasil dilakukan untuk limbah industri lain belum tentu berhasil diterapkan pada limbah pertanian, kecuali bila dimodifikasi terlebih dahulu. Limbah yang dproduksi oleh industri pertanian bervariasi dalam kuantitas dan kualitasnya. Limbah dari industri pangan merupakan limbah yang berbeban rendah, volume cairan tinggi, sedangkan yang berasal dari peternakan cenderung berbedan tinggi tetapi volume rendah. Pengetahuan mengenai sifat-sifat limbah akan sangat membantu dalam penetapan metode penanganan dan atau pembuangan limbah yang efektif. Penanganan biologik misalnya cocok dilakukan pada limbah cair yang mengandung bahan padatan organic terlarut. Limbah padat dengan kadar organic tinggi cocok untuk pembakaran atau pemupukan. Pada umumnya, dalam air limbah pengolahan pangan, bahan kimia yang membutuhkan oksigen berada dalam bentuk terlarut, sedangkan dalam limbah peternakan sebagian besar terdapat dalam bentuk partikulat. Informasi mengenai debit dan mutu limbah yang dikeluarkan diperlukan untuk merancang fasilitas yang diperlukan untuk mengelola pengeluaran yang konstan atau sewaktu-waktu, yang disebabkan karena sifat musiman dari pengolahan buah dan sayuran, serta sifat limbah peternakan. Identifikasi sumber-sumber limbah di dalam pabrik pengolahan memberikan informasi untuk pemisahan air limbah di dalam pabrik, untuk

penggunaan kembali air yang sedikit terkontaminasi, dan untuk pengaturan kondisi proses yang menghasilkan limbah dalam jumalah yang besar atau pekat.

II Pengolahan Limbah Industri Pangan Pada Limbah Cair


Limbah industri berbahan baku daging dan unggas Limbah dari pengolahan pangan berbahan daging dan unggas yang utama berasal dari bagian bukan daging dan cairan yang mengandung darah. Cairan yang mengandung darah merupakan sumber polusi yang harus ditangani dengan cepat dan benar. Sebagai contoh, darah yang dihasilkan dari pengolahan daging sapi sekitar 32.5 kg darah/ton daging dan sekitar 8% dari berat tubuh ayam adalah darah yang 70% diantaranya dapat dikeluarkan. Nilai BOD dan COD dari pengolah pengemas daging rata-rata adalah 1240 dan 2940 mg/l dan dari industri pengolah unggas adalah berkisar 150-2400 dan 2-3200 mg/l. Limbah industri berbahan baku susu Limbah dari pengolahan susu segar mempunyai bahan organik terlarut yang tinggi dan bahan tersuspensi yang rendah. Di industri susu modern, umumnya banyak digunakan surfaktan dan deterjen asam untuk proses pembersihan yang umumnya akan menyumbang jumlah BOD sekitar 1 kg/453 ton susu yang diolah. Nilai pH limbah industri susu berkisar antara 4.2-9.5 tergantung jenis industrinya dan BOD serta COD dari limbah industri susu adalah 400-9440 dan 360-15300 mg/l. Limbah industri berbahan baku hasil laut Limbah dari pengolahan pangan berbahan hasil laut sangat tergantung dari jenis hasil laut yang diolah. Pada umumnya limbah cair sangat banyak dihasilkan pada industri ini karena cairan akan dihasilkan atau air digunakan dari mulai proses pemotongan, pencucian dan pengolahan produk. Cairan ini akan mengandung darah dan potongan kecil bahan. Sebagai contoh, nilai BOD dan COD yang dihasilkan dari peternakan lele dapat mencapai 3.6 kg/1000 dan 4.9 kg/1000 ekor ikan lele. Sedangkan limbah padat banyak dihasilkan bila yang diolah adalah daging kepiting, karena limbah yang dihasilkan dapat mencapai 85% dari bahan awal. Sifat limbah industri berbahan baku buah dan sayur Limbah dari pengolahan pangan berbahan buah dan sayur umumnya mempunyai pH tinggi karena banyak digunakan larutan alkali pada prosesnya. Kecuali pada proses fermentasi buah dan sayur yang pada umumnya banyak mengeluarkan limbah cair yang bersifat asam. Nilai BOD dan COD dari limbah industri ini sangat bervariasi, sebagai contoh nilai pH, BOD dan COD industri apel dapat berkisar 4.1-7.7; 240-19000 mg/l dan 400-37000mg/l.

2.1.Sampel limbah cair Semua air limbah perlu dikarakterisasi terlebih dahulu sebelum rancangan proses dimulai. Sifat air limbah yang perlu diketahui adalah volume aliran, konsentrasi organic, sifatsifat karakteristik dan toksisitas. Laju aliran dan keragaman laju aliran merupakan factor penting dalam rancangan proses. Sejumlah unit dalam kebanyakan system penanganan harus dirancang berdasarkan proses. Sejumlah unit dalam kebanyakan system penanganan harus dirancang berdasarkan puncak laju aliran. Hal ini membutuhkan studi laju aliran dan memberikan pertimbangan untuk meminimumkan keragaman laju aliran bila mana mungkin. 2.1.1 Kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand = BOD) Uji BOD adalah salah satu metode analisis yang paling banyak digunakan dalam penanganan limbah dan pengendalian polusi. Uji ini mencoba menentukan kekuatan polusi dari suatu limbah dalam pengertian kebutuhan mikroba akan oksigen. Dan merupakan ukuran tak langsung dari bahan organic dalam limbah. Uji BOD distandarisasi pada periode 5 hari, suhu 200 C. Sampel disimpan dalam botol yang kedap udara. Stabilisasi yang sempurna dapat membutuhkan waktu lebih dari 100 hari pada suhu 200C. Periode inkubasi yang lama ini tidak praktis untuk penentuan rutin. Oleh karena itu prosedur yang disarankan oleh AOAC (Association of Official Analytical Chemists) adalah periode inkubasi 5 hari dan disebut BOD5. Nilai ini hanya merupakan indeks jumlah bahan organic yang dapat dipecah secara biologik bukan ukuran sebenarnya dari limbah organic. Air buangan domestik yang tidak mengandung limbah industri mempunyai BOD kirakira 200 ppm. Limbah pengolahan pangan umumnya lebih tinggi dan seringkali lebih dari 1000 ppm. Walaupun BOD merupakan pengukuran umum untuk polusi air, uji BOD memakan waktu dan reprodusibilitasnya rendah. Uji-uji seperti kebutuhan oksigen secara kimia (COD) dan karbon organic total (TOC) lebih cepat, lebih andal, dan lebih reprodusibel. 2.1.2 Kebutuhan oksigen secara kimia (Chemical Oxygen Demand=COD) Uji COD adalah suatu pembakaran kimia secara basah dari bahan organic dalam sampel. Larutan asam dikromat (K2Cr2O7) digunakan untuk mengoksidasi bahan organic pada suhu tinggi. Berbagai prosedur COD yang menggunakan waktu reaksi dari 5 menit sampai 2 jam dapat digunakan. Metode ini dapat dilakukan lebih cepat dari uji BOD. Oleh karena uji COD merupakan analisis kimia, uji ini juga mengukur senyawa-senyawa organic yang tidak dapat

dipecah seperti pelarut pembersih dan bahan yang dapat dipecah secara biologik seperti yang diukur dalam uji BOD. Penggunaan dua katalis perak sulfat dan merkuri sulfat diperlukan masing-masing untuk mengatasi gangguan klorida dan untuk menjamin oksidasi senyawa-senyawa organic kuat menjadi teroksidasi. Limbah hewan dan limbah pengolahan pangan seperti pengolahan saurkraut, pikel dan zaitun dapat mengandung konsentrasi klorida yang tinggi dan akan membutuhkan merkuri sulfat dalam analisis COD atau factor koreksi klorida. Senyawa-senyawa benzena dan ammonia tidak diukur oleh uji ini. Prosedur COD tidak mengoksidasi ammonia walaupun mengoksidasi nitrit. 2.1.3 Karbon organic total (Total Organik Carbon) Karbon organic total (TOC) mengukur semua bahan yang bersifat organic. TOC diukur dengan konversi karbon organic dalam air limbah secara oksidasi katalitik pada suhu 9000 C menjadi karbon dioksida. Metode pengukuran polusi ini cepat (5-10 menit) dan dapat diulang, memberikan perkiraan kadar karbon organic dari air limbah secara cepat. Nilai TOC sangat berkorelasi dengan uji-uji BOD5 standar dan COD, bila limbah relatif seragam. Uji BOD dan COD menggunakan pendekatan oksigen, TOC menggunakan pendekatan karbon. Senyawasenyawa yang dianalisis dalam uji TOC, seperti selulosa, hanya memecah secara lambat dalam lingkungan alamiah. Nilai TOC akan berubah bila limbah diberi penanganan dengan berbagai metode. 2.1.4 Kebutuhan oksigen total (Total Oxygen Demand = TOD) Kebutuhan oksigen total (TOD) dari suatu bahan didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran semua bahan pada suhu 9000 C menggunakan katalis Platinum. Proses mengoksidasi semua bahan organic dan bahan anorganik yang tidak teroksidasi sempurna. Kebutuhan oksigen dari karbon, hydrogen, nitrogen, dan sulfur dalam suatu contoh air limbah diukur dengan metode ini. 2.1.5 Proses reduksi nitrogen Efektivitas penurunan nilai BOD dan COD serta kebutuhan klorin untuk disinfeksi akan dipengaruhi oleh kandungan nitrogen pada limbah. Pada limbah yang belum diolah, nitrogen dijumpai dalam bentuk nitrogen organik dan komponen ammonium. Reduksi nitrogen dapat dilakukan dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrifikasi adalah proses biologis yang mengoksidasi ion ammonium menjadi nitrit atau nitrat. Perubahan ini melibatkan bakteri

Nitrosomonas, Nitrosospira, Nitrosococcus dan Nitrosocystis untuk mengoksidasi ammonium menjadi nitrit dan Nitrobacter, Nitrosogloea dan Nitrocystis yang mengoksidasi nitrit menjadi nitrat. Dengan demikian prosesnya adalah proses aerobik. Sedangkan denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat dan nitrit yang akan menghasilkan gas nitrogen atau nitrogen oksida yang bersifat inert dan dapat menguap di udara. Proses ini menggunakan bakteri Denitro-bacillus dan sifatnya anaerobik.

2.2.Residu dalam limbah cair Padatan terendap. Ini adalah padatan dalam limbah cair yang mengendap pada dasar dalam limbah cair yang mengendap pada dasar dalam waktu 1 jam. Padatan ini biasanya diukur dalam kerucut Imhoff berskala dan dilaporkan sebagai ml padatan terendap per liter. Padatan terendap merupakan indicator jumlah padatan limbah yang akan mengendap dalam alat penjernih dan kolam pengendapan.Teknik penetapan endapan ini mudah dilakukan dan berguna bila akan merancang system penanganan. Padatan tersuspensi total. Pengukuran ini yang kadang-kadang disebut residu yang tidak dapat disaring, ditetapkan dengan cara menyaring sejumlah volume air limbah melalui filter membran. (tikar gelas fiber) dalam cawan gouch. Berat kering dari padatan tersuspensi total diperoleh setelah satu jam pada suhu 103-1050C. 2.2.3 Padatan terlarut total. Padatan terlarut total ditetapkan dalam berat contoh yang telah disaring dan dievaporasi atau sebagai perbedaan antara berat residu setelah evaporasi dan berat padatan tersuspensi total. Oleh karena larutan ini sulit dihilangkan dari air limbah, maka pengetahuan mengenai padatan terlarut total adalah penting bila menangani air limbah. Lemak, minyak dan gemuk. Berbahaya untuk biota dan tidak diinginkan karena sifatsifatnya yang tidak estetik. Ikatan antara udara dan air dikurangi oleh lapisan tipis yang dibentuk oleh lemak tersebut, yang berbahaya untuk biota laut. Kekeruhan. Walaupun bukan polutan, sifat ini disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi. Kekeruhan merupakan sifat optik dari contoh yang menyebabkan sinar tersebar dan diserap.Sifat ini diukur dengan turbidimeter lilin dan bukan indikasi bahan tersuspensi yang tepat yang biasanya ditetapkan secara gravimetric karena metode yang terakhir berdasarkan berat partikel, sedangkan kekeruhann berdasarkan sifat optik.

Nitrogen. Dalam bahan limbah, nitrogen dapat berada dalam bentuk amoniak tereduksi sampai senyawa nitrat teroksidasi. Konsentrasi tinggi dari berbagai bentuk nitrogen beracun terhadap flora dan fauna tertentu. Polutan ini dapat diukur dengan metode nitrogen kjeldahl total. Fosfor. Fosfor terdapat dalam air limbah sebagai fosfat dalam bentuk ortofosfat dan polifosfat walaupun sejumlah kecil fosfat terlarut dalam air, bila jumlahnya meningkat akan berbahaya terhadap lingkungan air. Sulfur.Penggunaan sulfur dioksida dalam pra penanganan buah-buahan atau natrium bisulfida dalam pengolahan dapat menyebabkan kadar sulfur dari air limbah menjadi cukup tinggi untuk menyebabkan polusi. Keberadaan polutan ini terutama berbentuk sulfit dan ion sulfat atau presipitasi. Sulfit juga membutuhkan lebih banyak oksigen jika terdapat dalam air. Ion sulfit bereaksi dengan berbagai multivalent ion logam untuk membentuk presipitat tak larut yang dapat dikeluarkan dan diubah menjadi sludge. Penentuan sulfat dan sulfit mungkin dilakukan oleh teknisi terlatih dan peralatan yang minim. Sulfit menyebabkan bau dan rasa yang tidak diinginkan pada minuman. Karena itu, hal ini penting untuk diuji jika air limbah disalurkan pada aliran yang menyuplai air monum. 2.3.Penanganan Limbah Cair Ketika pangan ditangani, diproses ,dipak dan disimpan limbah cair terus dihasilkan. Jumlah polusi akan semakin besar dan konstitusi alami pada proses pengolahan limbah cair berkonskwensi pada biaya dan lingkungan sekitar pengolahan dan pendauran. Secara ekonomi pengolahan berpengaruh pada jumlah kehilangan produk dalam operasi pengolahan dan pada biaya pengolahan dari material limbah ini. Karaktristik yang signifikan harus

mempertimbangkan biaya untuk pengolahan limbah cair yang relatif besar dari limbah cair dan volume pendauraan harian. Limbah cair dapat diolah melalui pendauran. Tingkat konserfasi dan nilai olah limbah cair didasarkan pada factor-faktor seperti fasilitas pengolahan limbah cair untuk pendauran material, biaya operasai pengolahan,nilai pasar, pendauran material, peraturan pemerintah yang berdasarkan pada kualitas, biaya pengolahan tambahan dan antisipasi volume pendauran dimasa yang akan datang, ekonomi pendauran limbah padat, konsentrasi, darah, dan konsentrasi yang mempertimbangkan berapa banyak polusi padat yang dikeluarkan oleh masyarakat. Rencana pengawasan limbah cair harus dapat diubah dan bergantung pada organic padat yang menggunakan metode kering tanpa pendahuluan padatan tersebut dan menggunakan air dengan jumlah minimal pada proses pembersihan.

Senyawa pembersih dan zat pembersih sangat dibutuhkan pada fasilitas pengolahan limbah. Sifat beracun pada material ini menjadi hilang akibat aktifitas zat pembersih yang menghancurkan mikroorganisme. Persyaratan dari food and drugs administration (FDA) seperti halnya bahan tambahan makanan tak langsung, akibat senyawa organic ini dilarutkan dalam air menyebabkan sifat racun menjadi berkurang pada tingkat yang aman. Beberapa bahan yang digunakan dalam senyawa pembersih dan pelumas umumnya direkomendasikan aman seperti halnya food aditif (Bakka, 1992 ). Hal ini menunjukkan bahwa pertimbangan utama pada pengolahan limbah cair adalah pengaruh fliktuasi pH adalah kemungkinan adanya logam berat walaupun pengaruh ini dapat ditangani dan limbah dapat diminimalkan melalui pengoptimalan konsentrasi dengan menggunakan senyawa dan zat pembersih. Senyawa dan zat pembersih dapat meningkatkan BOD atau COD karena mereka menggunakan surfaktan, chelator, dan polimer pada penambahan asam organic dan alkali, pelumas tergantung pada penggunaan yang sama bahwa akan terjadi peningkatan BOD dan COD. Bagaimanapun juga jumlah senyawa ini kurang lebih 10% dari kontribusi COD/BOD pada prossesing bahan pangan. Volume air diasosiasikan dengan sanitasi dari proses bahan pangan dapat berjumlah lebih dari 30 % total air yang ditambahkan. Hal ini akibat rendahnya nilai konstribusi BOD/COD, menyebabkan pH limbah menjadi focus utama. Kondisi eutropik dapat membangun dengan penambahan biodegradable senyawa pengkonsumsi oksigen jika pengolahan limbah cukup uap atau embun. Jika kondisi ini berlangsung secara terus menerus kondisi badan air akan rusak. Secara frekuensi hal ini lebih ekonomis untuk diinfestasikan pada teknik pengolahan limbah dan penggunaan prodak limbah dibandingkan dengan fasilitas pengolahan limbah. Pengolahan bahan pangan pada saat ini masih menghasilkan polusi. Pengolahan limba cair masih membtuhkan perkembangan teknologi dan diantaranya bekerjasama dengan EPA, suplayer, dan pemeroses Teknologi penanganan limbah menggunakan separator membran banyak berkembang akhir-akhir ini. Desain membran dapat disesuaikan dengan tekanan, konsentrasi, suhu dan atau potensi elektrik limbah. Dengan teknologi ini limbah lebih mudah didaur ulang atau dimanfaatkan dan dinilai lebih ekonomis. Prosesnya relatif sederhana, cepat dan diharapkan hasilnya juga lebih aman. Teknologi ini juga menjawab keinginan sebagian besar konsumen untuk mengurangi penggunaaan bahan kimia untuk penanganan limbah. Ukuran membran yang telah dikembangkan antara lain berukuran mikro (0.1-10 ?m), ultra (0.01-0.1 ?m), nano (1-10

nm) dan reverse osmosis (0.1-1 nm). Untuk penanganan limbah dapat digunakan membran mikro hingga nano. Selain untuk penanganan limbah, teknologi ini sudah diterapkan secara luas di industri pangan untuk proses konsentrasi (menghilangkan cairan), pemurnian (pemisahan kontaminan), dan fraksinasi (memisahkan komponen).

III Pengolahan pendahuluan


Sebelum mengalami proses pengolahan perlu kiranya dilakukan pembersihanpembersihan agar mempercepat dan memperlancar system proses pengolahan selanjutnya. Beberapa keuntungan pada pengolahan pendahuluan limbah cair sesuai dengan peraturan lokal yang dipertimbangkan. Jika saluran pembuangan limbah memiliki biaya yang tinggi maka pengolahan pendahuluan dapat diekonomiskan dengan menggunakan sistim pengolahan pendahuluan yang lebih baik sehingga akan memngurangi biaya ini. Keluhan masyarakat terhadap limbah dapat diredakan dengan adanya rasa tanggung jawab dari pihak prossesor atau pengolah pangan. Beberapa kerugian pada sistem pengolahan pendahuluan limbah cair : 1. Fasilitas pengolahan pendahuluan sangat mahal dan sangat rumit pada proses pengoprasiannya 2. Modal atau biaya utama , biaya kontrol dan pencatatan pada sistim pengolahan pendahuluan sangatlah mahal 3. Fasilitas pengolahan pendahuluan dianggap sebagai pajak barang milik kecuali peraturan pemerintah mengizinkan bebas pajak untuk pengolahan limbah ini. Hasil dari surfai pada tumbuhan dan pengulangan konserfasi limbah aktif pada sisitim daur ulang limbah menunjukkan adanya keessensialan untuk dimodifikasikan, didesain dan diperkirakan biayanya pada system pengolahan pendahuluan. Biaya perkiraan termasuk bagian proses aliran pada pengolahan pendahuluan yaitu diantaranya system aerasi dan kolam lemak biaya konservasi limbah dan aerasi dapat dihitung berdasarkan pada estimasi penurunan aliran, BOD, padatan suspensi dan lemak. Secara umum proses pengolahan pendahuluan terdiri dari aliran keseimangan, separasi bahan dan SS. Separasi dilakukan secara terus menerus dengan melakukan penambahan kapur, alum, besi cloride (FeCl3) atau sebuah seleksi polimer. Tongkat (flocculation) diperkirakan akan bersatu dengan alaum dan kapur. Penambahan kapur dan besi cloride digunakan untuk membantu terbentuknya suspensi gumpalan padatan. 3.1. Prinsip dasar penanganan limbah dalam industri pangan Dengan mengetahui sifat-sifat limbah dari industri pangan yang berbeda, maka proses penanganan limbahnyapun harus disesuaikan dengan kebutuhan pengendalian limbah yang dihasilkan tersebut. Penanganan limbah dapat dilakukan secara fisik, kimia dan mikrobiologis ataupun kombinasi cara-cara tersebut. Limbah padat dapat dieliminir dengan cara fisik seperti dengan penyaringan atau sedimentasi. Untuk menetralkan asam dan basa serta menghilangkan

bahan organik dapat digunakan metode kimia atau metode fisikokimia seperti adsorbsi, pertukaran ion, dan osmosis ataupun dengan proses mikrobiologis. Pada prinsipnya penanganan limbah dapat dikelompokkan menjadi enam tahapan tergantung dari jenis limbah dan tujuan penangannya. Keenam tahapan tersebut adalah: 3.2. Penanganan pendahuluan (pre treatment). Pada penanganan pendahuluan, partikel yang berukuran besar seperti benda terapung atau benda-benda mengendap dapat dipisahkan dengan saringan atau pengerukan agar tidak mengganggu proses penanganan selanjutnya. Hasil saringan ini dapat dimanfaatkan untuk kompos atau dilakukan pembakaran untuk meminimalkan jumlahnya. 3.2.1. Keseimbangan aliran Keseimbangan dan penetralan aliran digunakan untuk mengurangi tekanan hidrolik pada saluran limbah. Fasilitas yang diharapkan adalah suatu rencana dan desain peralatan pemompaan untuk mengurangi perubahan/naik turunnya aliran yang dilepas. Operasi cara ini dapat menguntungkan secara ekonomis, perlakuan prosesing secara tetap pada limbahn itu sendiri atau pelepasan menuju desentralisasi air limbah setelah pra perlakuan. Keseimbangan tangki memiliki kapasitas untuk mengirimkan air limbah untuk didaur ulang atau pemanfaatan kembali, atau memberikan aliran secara utuh tetap pada fasilitas perlakuan siang hari dan malam hari. Unit ini dikarakterisasi dari bermacam aliran pada dan suatu aliran tetap dari tangki. Keseimbangan tangki-tangki dapat berupa danau dekat sungai, tangki konstruksi baja, atau tangki konkrit, seringkali tanpa suatu pelindung. 3.2.2. Screening Proses yang seringkali digunakan pada pretreatment adalah screening/penyaringan, dimana secara normal penyaring getar, penyaring statis, atau penyaring berputar.getaran serta putaran penyaringan lebih sering digunakan karena dapat diizinkan sebelum perlakuan pada jumlah luasan air limbah mengandung berlebih unsur organic.Penyaringan diharapkan beradaptasi secara baik pada aliran kemudian (air dalam aliran depan dan lewat dengan landungan bahan padatan yang dipindahkan dari saringan). Cara operasi dan macam luasan dalam aksi makanik dan ukuran jarring/jala penyaring. Ukuran lubang saringan digunakan dalam kisaran pre treatment dari pendekatan 12,5 mm dalam diameter untuk saringan statis berkisar 0,15 mm dalam diameter untuk perputaran getar dengan kecepatan tinggi sentuhan saringan.

Penyaringan seringkali digunakan dalam kombinasi untuk mencapai harapan efesiensi dari bahan padatan yang dipindahkan. 3.2.3. Skimming Proses ini seringkali bersatu jika luas, dimana padatan terapung. Padatan tersebut terkumpul dan berpindah menuju beberapa tempat atau mendahului alat. Lime dan FeCl3, atau polimer yang terpilih kemungkinan ditambahkan untuk menambah pemisahan padatan, dan pengadukan memungkinkan untuk manggumpalkan padatan. 3.2.4. Perlakuan pertama Prinsip utama dari perlakuan ini adalah pemindahan partikel-partikel dari air limbah. Pengendapan dan teknik pengapungan/floatation digunakan pada perlakuan ini. 3.2.5. Sedimentasi/Pengendapan Sedimentasi merupakan teknik utama pada perlakuan ini untuk memindahkan padatan dari air limbah karena air limbah memiliki perubahan kandungan yang substansial unsur padatan. Seperti 40% sampai 60% padatan, atau BOD5 mendekati 25% sampai 35% , dapat berpindah dengan penyaringan sebelum perlakuan dan sedimentasi utama. Beberapa padatan yang dipindahkan sulit larut dan tidak terukur dengan tes BOD. Suatu tangki berbentuk segi empat/bijur sangkar atau kangki sirkulasi saringan adalah sering digunakan pada perlakuan utama. Sejumlah tangki set bekerjasama slowly rotating collector dengan ikatan pengaduk dimana goresan tetap pada endapan/lumpur dari bawah tangki dan lemak susu mengapung pada permukaannya. Sistem desain dari sedimentasi bekerja sesuai ukuran dari tahanan tong dan memberikan ketenangan/keseimbangan yang tetap untuk limbah. Bermacam temperatur dari air limbah juga cenderung menghasilkan endapan karena perkembangan konveksi panas berpengaruh dan berpotensi menyebar ke sekitarnya terutama bagian tepi. Perpindahan lemak melengkapi selama pra perlakuan ini proses berlanjut mengurangi buih pada permukaan. 3.2.6. Pengapungan Pada perlakuan ini. Lemak, minyak, dan bahan endapan lainnya berpindah dari air limbah. Alasan utama bahwa pengapungan digunakan dalam industri pangan adalah bahwa cara ini efektif dalam pemindahan minyak/lemak dari limbah.

Udara yang terjebak pada pengapungan/Dissolved Air Flotation (DAF) memindahkan bahan endapan dari air limbah menggunakan gelembung udara kecil. Ketika pemisahan partikelpartikel menahan gelembung-gelembung udara yang sangat kecil, spesifik grafiti dari hasil akhir partikel menjadi berkurang dibandingkan pada air. Pemisahan partikel dari membawa cairan dalam peningkatan pemindahan dengan penahanan pada gelembung udara. Partikel-partikel yang mengapung untuk penghilangan dari air limbah.Juga, proses perlakuan sebelum ini terlibat langsung dari bahan limbah dengan suatu daur ulang. Penyaringan aliran menghasilkn tekanan udara yang disuntikan dalam tangki tekanan. Kombinasi arah aliran masuk penyaring tong dan pelep;asan tekanan menyebabkan terbentuknya gelembung-gelembung udara kecil. Dimana berpindah keatas menuju permukaan air.bersamaan dengan itu membawa partikel-partikel. Gelembung-gelembung udara, dimana bekerja sama prinsip pengapungan dengan penghilangan dari minyak dan endapan partikel, dapat terbentuk dalam air limbah dengan: 1. Menggunakan pendorong berputar atau pemecah udara untuk bentuk gelembung udara pada tekanan atmosfir. 2. Kejenuhan dari cairan medium dengan udara dan perbagian kombinasi dari campuran menuju hampa udara untuk pembentukan gelembung 3. Kejenuhan dari udara dengan cairan dibawah tekanan tinggi dan perbagian melepaskan pembentukan gelembung. Flocculating agen digunakan sebelum perlakuan dengan DAF unit. Perlakuan dengan DAF sangat luas karena relatif terlalui dan karena padatan awal sama rendah densitasnya dibandingkan air dapat dipindahkan. Teknik perlakuan ini memakan modal tinggi dan memerlukan biaya operasi, khususnya untuk kimia tambahan dan penanganan lumpur limbah. Sistem utama DAF suatu konsentrasi dari bakteri dimana dipelihara hidup dengan system pendegradasian biologis polusi dalam aliran. Rencana peniadaan air, seperti sabuk penyaring, dapat bekerja sama dengan DAF. Setelah pengapungan minyak dan lemak terperangkap, dapat dikenai perlakuan secara kimiawi dan bahan pengkondisi, mirip proses pemisahan cairan dan padatan. Teknologi pengapungan juga dapat beradaptasi pada penanganan lumpur dan penanganan kedua dan perlakuan tersier. Pengolahan pangan dengan jumlah yang substansial dari minyak dan lemak dalam system penanganan limbah. Sebelumnya, salah satu masalah pengapungan merupakan perpindahan aliran; bagaimanapun, jumlah rata-rata tertinggi komersial pengapungan

bertujuan mengurangi pergolakan/perputaran aliran sekarang memungkinkan. Instalasi dari lamella dapat mempertahankan ketiadaan rasa yang berlaku dan memotong sirkuit dan dengan desain lengkap memasukkan secara baik dapat sesuai dengan pemisahan padatan-cairan, memproduksi padatan yang lebih kental dan kualitas aliran yang lebih baik pada penyaring. 3.3. Penanganan primer (primary treatment). Pada penanganan primer, benda-benda yang belum dipisahkan pada tahap awal dipisahkan dengan cara dibiarkan mengendap dengan sendirinya atau dengan penambahan bahan kimia tertentu agar proses pengendapan dapat segera terjadi. Selain itu, kadang-kadang juga dilakukan proses penghembusan udara sehingga partikel dapat mengapung dan mudah untuk diambil. 3.4. Penanganan sekunder (secondary treatment). Pada penanganan sekunder, limbah yang mengandung bahan organik dikurangi dengan bantuan mikroba. Mikroba dapat berasal dari limbah itu sendiri atau ditambahkan dari luar. Mikroba yang akan berperan sebagai mikroba penghancur limbah dapat bersifat aerobik atau anaerobik. 3.4.1. Penanganan limbah secara aerobik dan anaerobik Pada penanganan limbah sekunder, dikenal dua jenis penanganan limbah dengan bantuan mikroba yaitu penanganan secara aerobik dan anaerobik. Pada penanganan limbah secara aerobik dapat digunakan instalasi unit lumpur aktif, filter menetes, kolam/parit oksidasi dan kolam aerasi. Sedangkan pada penanganan secara anaerobik dapat digunakan instalasi unit filter anaerobik, digester dan kolam anaerobik. Keuntungan sistem aerobik bila dibandingkan dengan sistem anaerobik adalah pada sistem aerobik tidak dibutuhkan insulasi atau penutup khusus sehingga biayanya lebih rendah, namun kerugiannya adalah tidak dapat dihasilkan produk akhir yang bernilai ekonomis seperti halnya gas metana yang dihasilkan dari sistem anaerobik. Pada sistem anaerobik selain dapat dihasilkan gas metana, pada umumnya sistem ini diaplikasikan karena laju reaksinya yang tinggi, dan produk akhirnya dapat ditangani dengan mudah. Penanganan aerobik seperti halnya pada penggunaan parit oksidasi dapat mengurangi BOD sekitar 80-90% dan penurunan COD hingga 50-60%.

3.5. Penanganan tertier (tertiary treatment). Pada penanganan tertier, biasanya digunakan berbagai jenis saringan seperti saringan pasir, saringan multi media, saringan mikro, saringan vakum dan berbagai jenis saringan lainnya tergantung dari kebutuhan. 3.6. Disinfeksi (disinfection). Pada proses disinfeksi, mikroba direduksi konsentrasinya dan mikroba patogen dihilangkan. Caranya dapat dengan cara fisik menggunakan pemanasan atau dengan cara kimia dengan penambahan bahan disinfeksi. Disinfektan yang digunakan dapat berupa klorin, iodium, dan ammonium kuartener. Klorin merupakan bahan disinfektan yang banyak digunakan dan selain sebagai disinfektan, klorin juga berguna menghilangkan bau limbah. 3.7. Penanganan lanjutan (extended treatment). Proses ini bertujuan untuk menangani hasil pengolahan limbah yang meliputi proses pemekatan, penstabilan, pengeringan dan pembuangan. Misalnya proses pemanfaatan lumpur yang dihasilkan dari penanganan limbah untuk suatu keperluan yang bermanfaat. Lumpur dapat digunakan untuk pupuk atau untuk penimbun lubang.

IV Daftar Pustaka

Nanda Nurdiansyah, (2008), Limbah Industri Pangan, Berbahayakah?, www.Bloger.com Slentingan, (2008),Pemanfaatan Sludge Industri Pangan, www.SKIMA-MADIUN.com Winiati P. Rahayu, (2010), Penanganan Limbah Industri Pangan, www.LJS.Forum Masyarakat Peduli Lingkungan.blogspot.com

LAMPIRAN

Filtrasi Grace Trap Koagulasi Adjust pH

Biological Aerobic System Proses Recucling (Oven Slube dibuang) Sedimentasi

Konsentrasi Mikroba yang ada di kolam tersebut stabil Diharapkan nilai COD & BOD turun hingga 90% Di pompakan

Filtrasi

Dari proses Water Treatment Biasanya dengan menanam ikan

Kolam Hayati

Proses Penanganan Limbah Cair Cara Aerob

You might also like