You are on page 1of 8

Islam sebagai agama benar-benar telah melahirkan budaya ilmu dan peradaban manusia yang sangat tinggi.

Wahyu Nabi adalah pembebas dan pencerdasan umat, surat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw (al 'alaq). adalah satu seruan pencerahan intelektual yang ternyata telah terbukti dalam sejarah mampu mengubah peradaban manusia di dunia ini dari masa kegelapan moral dan intelektual serta mambawanya kepada peradaban tinggi tinggi yang sesuai dengan petunjuk Ilahi. Membaca adalah arahan keatas umat Islam. Kalimat iqra' yang diterjemahkan kepada "bacalah" adalah fi'il amar (kata perintah). Kata perintah ini mengandung seribu satu rahasia yang jika dikupas dapat membawa umat Islam kea rah kejayaan diniawi dan ukhrawi. Membaca juga sering dikiaskan sebagai kunci kepada ilmu

pengetahuan.1Dalam surat yang sama pada ayat berikutnya ditegaskan bahwa dengan pena, al qalam, Allah mengajar manusia bagaimana dan apa yang belum diketahui. Ayat ini menunjukkan arti penting membaca sebagai suatu aktivitas intelektual dan menulis yang dilambangkan dengan qalam, dalam proses belajar mengajar dalam arti yang luas.2 Al-Quran itu sendiri tidak hanya merupakan buku panduan atau petunjuk, huda lil muttaqin, tetapi juga sebuah seruan yang memberi inspirasi terhadap upaya mencari ilmu pengetahuan. Qalam adalah symbol trasformasi ilmu pengetahuan, nilai, dan ketrampilan dari satu gengerasi ke generasi berikutnya. Transfer budaya dan peradaban tidak akan terjadi tanpa peran penting tradisi tulis menulis melalui lambang qalam, dalam proses belajar mengajar dalam arti yang luas. Jadi, Quran bukan saja sumber pengetahuan metafisis dan religius, tetapi juga sumber segala pengetahuan. Quran adalah pedoman dan sekaligus kerangka segala kegiatan intelektual Islam, yang berarti suatu konstruksi pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas sebagaimana Quran memahaminya. Konstruksi pengetahuan itu dibangun oleh Quran pertama-tama dengan tujuan agar kita memiliki hikmat yang atas dasar itu

1 2

http:/islamlib.com/id/index,php?page=article&id=428 Abdurahman masud, Menggagas hal. 23

dapat dibentuk prilaku yang sejalan dengan nilai-nilai normativ Al-Quran, baik pada level moral maupun sosial.3 Bagaimanapun islam selalu mengajarkan budaya mencari, mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan ayat al-Quran: Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga diri. (QS. At-Taubah. 122. 9.)4 Islam merupakan ajaran yang qothi (pasti: Indo). Para ulama mendefinisikan Islam sebagai suatu tatanan yang diciptakan oleh Allah swt untuk menjaga dan memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat manusia dengan perantara para nabi atau utusan- Nya[1]. Namun, yang perlu kita tanyakan sekarang adalah Apakah agama itu statis atau dinamis?. Secara umum, penulis mengatakan agama itu statis, karena dasar agama adalah wahyu yang tidak bisa dirubah atau amandemen yang tidak dapat dihapus oleh manusia (Ditinjau dari keberadaan nash di dalamnya: red). Menyadari hal tersebut, timbul pertanyaan lain yaitu Apakah kita akan membiarkan agama ini statis, dan akhirnya ditelan oleh zaman?. Allah swt menjawab sendiri dalam firman- Nya bahwa Islam merupakan ajaran Rahmatal lil Alamin. Karena dalil inilah, akhirnya muncul kata Elastisitas Syariah yang berarti syariah dapat diterima dimana saja dan kapan saja.

Perlu diketahui pembaca, disini penulis tidak ingin mengatakan bahwa agama harus menyesuaikan dengan keadaan manusia yang cenderung berubah- ubah, namun bagaimana

Kuntowojoyo, dalam pengantar Muhammad Chirzin, Glosari Al-Quran, cet. I (Yogyakarta:Lazuardi, Depag, al Quran dan terjemahnya.

2003)
4

agama tidak mempersulit kehidupan manusia dengan ke-statisan-nya tersebut. Karena ada salah satu kaidah ilmu Ushul mengatakan Mudahkanlah!! Jangan mempersulit!!.

Melihat permasalahan yang muncul di atas, penulis mencoba mengkorelasikannya dengan metode pendidikan Islam. Sebagaimana yang kita ketahui, pendidikan merupakan faktor penting untuk menentukan kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Kemajuan yang dicapai peradaban Islam pada zaman kekhalifahan tidak lepas dari keberhasilan dan kemajuan dunia pendidikan Islam. Pada zaman tersebut, kota-kota dalam negara Islam telah menjelma menjadi pusat pendidikan dan peradaban berkembang dan maju dengan pesat.

Pada zaman sekarang, kita dihadapkan dengan fenomena yang begitu ekstrim dan tragis. Kita bisa melihat masih banyaknya negara Islam yang sampai sekarang, hanya menjadi negara berkembang dan sulit untuk menjadi negara maju. Data tahun 2003 menyebutkan jumlah muslim di dunia 1.334.000.000 jiwa (Mayoritas hidup di negara Islam dan minoritas hidup di negara no-Islam: red). Negara Islam di dunia berjumlah 52 negara. Dari sekian negara, yang bisa dikatakan sebagai negara maju hanya segelintir negara, seperti : Kuwait, Malaysia, Saudi Arabia, Iran, dll. Sisanya masih terpuruk dalam perang negara (Seperti negara Palestina dan Irak), bahkan perang saudara (seperti Yaman dll) dan yang lebih menyedihkan lagi perang yang disebabkan perbedaan madzhab ( Republik Demokratik Somalia)[2], hal ini sangat memprihatinkan dan perlu adanya penyegaran.

Pertama kali, saat penulis membaca sebuah kitab Fiqih berjudul ((al-Yakut an- Nafiis)) . penulis dikejutkan dengan ayat al-quran surat At-Taubah: 122, yang berbunyi diaS.rD.forP turuneM . Aqil Siroj, dalam ranah ontologis dan gramatika pada kata Liyattafaqqohu tersebut berbentuk Fiil Mudlori atau dalam bahasa inggris dikenal dengan sebutan Present dan Future tense yang berarti mengungkapkan masa sekarang atau yang akan datang. Jika

dianalogikan dengan konteks masa sekarang, lafadz tersebut bisa diartikan kontekstual yaitu sesuai dengan keadaan yang sekarang. Dari sini, bisa disimpulkan bahwa belajar tentang ilmu agama harus kontekstual, atau dengan kata lain, bisa dikatakan Agama harus sejalan dengan peradaban (Tsaqofah). Namun, hal yang perlu diperhatikan lagi disini adalah Bagaimana memadukan sesuatu yang statis (wahyu) dengan sesuatu yang dinamis (sosial masyarakat)?. Padahal, jika kita melihat hanya pada segi sosial masyarakat yang akan muncul adalah daya rasionalis dan orientalis. Namun, ketika kita hanya berfikir dalam segi wahyu (teks) maka yang akan muncul hanyalah daya kekakuan (Ngambang: jawa) atau tidak membumi.

Dengan memperhatikan kenyataan yang terjadi saat ini, kita memahami bahwa kehidupan manusia dibumbui dengan realitas, rasionalitas, komplektifitas, pragmatifitas bahkan kebutuhan sosial yang sangat mendominasi perilaku manusia. Kemudian, Apakah yang harus kita lakukan sebagai seorang muslim? Pendidikan Agama Islam sangat penting bagi anak didik, dimana pertumbuhan dan perkembangannya sangat memerlukan tuntunan, bimbingan dan dorongan serta pengarahan agar dapat menguasai dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh. Dengan proses ini diharapkan tumbuh pribadi muslim yang tangguh, sehingga dapat menjalankan ajaran islam sebagai tugas kehidupannya untuk beribadah kepada Allah SWT. Pentingnya pendidikan agama Islam dalam kehidupan anak juga dapat ditinjau dari segi fungsinya, yaitu : Untuk membentuk manusia pembangunan yang bertaqwa kepada Allah SWT disamping memiliki pengetahuan dan ketrampilan juga memiliki kemampuan mengembangkan diri bermasyarakat serta kemampuan untuk bertingkahlaku berdasarkan norma-norma menurut ajaran agama Islam. Dari kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam itu mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pengembangan kepribadian manusia, baik secara individu maupun secara sosial. Firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 122 :

Artinya : Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalami ilmu pengetahuan agama dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga diri etiap orang Islam itu diwajibkan menuntut ilmu pengetahuan agama Islam, sehingga di dalam menjalankan tugas kehidupan dapat mencapai kehidupan. Di dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah pendidikan agama Islam merupakan kerangka landasan di dalam pembinaan anak didik agar tumbuh dan berkembang menjadi insan kamil, cerdas dan terampil sekaligus bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan demikian akan benar-benar tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Di dalam tujuan tersebut, harus ditempuh melalui proses pendidikan dan pengajaran yang penyelenggaraannya benar-benar memikirkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik, sehingga apa yang diupayakan oleh guru dalam menanamkan ilmu keagamaan terhadap anak didik dapat berjalan dengan baik. Dalam ranah pendidikan di Indonesia, pentingnya pendidikan akhlak tertuang dalam UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 sebagai berikut : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan dari rumusan pendidikan nasional tersebut, maka dengan demikian tercermin pula tujuan pendidikan agama Islam yang beriman dan bertaqwa, sedangkan pendidikan secara umum diartikan sebagai bimbingan dan asuhan yang diberikan kepada anak didik dalam rangka pertumbuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat kedewasaan. Dari hal-hal tersebut di atas dapat dimengerti bahwa untuk menciptakan aspek jasmani dan rohani yang positif tentunya agama yang sangat memegang peranan penting. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahmud Yunus, bahwa : Pendidikan agama itu mempunyai kedudukan yang

tinggi dan paling utama, karena pendidikan menjamin untuk memperbaiki akhlak anak-anak dan mengangkat derajat yang tinggi serta berbahagia dalam hidup dan kehidupannya. ilmu agama itu perlu dikaji, diketahui, dan dipahami serta diamalkan dengan penuh keyakinan, agar kelak dapat menjadi dasar kepribadian yang baik. Athiyah Al-Abrasy mengemukakan pendapatnya Pendidikan agama Islam pada hakekatnya bertujuan untuk mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa tujuan akhir daripada pendidikan agama Islam bukan berarti hanya mementingkan soal rohaniah semata, namun dari itu ditekankan kepada pendidikan akhlak. Disinilah tugas seorang pendidik/guru sangat memegang peran yang sangat penting, di dalam membentuk sikap dan kepribadian anak didik; hal ini sesuai dengan pendapat Zakiah Daradjat bahwa : Pendidikan agama itu sangat penting, maka guru agama harus dapat membawa anak didik semua kepada arah pembinaan pribadi yang sehat dan baik, setiap guru harus menyadari bahwa segala pembinaan bagi anak didik, juga yang sangat penting adalah tindakan guru dimana semua perilakunya akan merupakan unsur pembinaan yang tak disadari, disamping pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan dengan oleh guru agama dalam pembinaan anak didik, juga yang sangat menentukan adalah kepribadian guru, sikap, cara hidup, berpakaian, bergaul dan berbicara yang secara tidak langsung hubungannya dengan pengajarannya, namun dalam pendidikan atau pembinaan pribadi hal itu sangatlah berpengaruh. pendidikan agama Islam adalah merupakan bagian terpenting yang berkenaan dengan aspek sikap dan nilai-nilai yang antara lain akhlak. Karena pendidikan agama memberikan motivasi hidup dan kehidupan, dan juga merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri. Dengan demikian akan tercipta manusia yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, juga ditentukan oleh kemampuan guru karena faktor guru/ pendidik sangat menentukan keberhasilan anak dalam pendidikan. Oleh sebab itu pendidik yang telah siap untuk mengajar, dianggap sudah mampu memilih metode mengajar yang serasi untuk dipakai dalam mengajar. seorang guru itu harus luas pengetahuannya, sehingga tugas yang dibebankan dalam mendidik dapat berhasil dengan baik. Selain guru, orang tua juga mempunyai peranan penting dalam

kehidupan anak, sebab orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dan utama dalam hidup anak. Pendidikan agama Islam adalah merupakan bagian terpenting yang berkenaan dengan aspek sikap dan nilai-nilai antara lain akhlak, karena pendidikan agama memberikan motivasi hidup dan kehidupan, dan juga merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri untuk terciptanya manusia sebagaimana diharapkan. Peranan guru dalam proses pembinaan sangat berperan untuk mencapai tujuan pembelajaran di sekolah. Tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam diantaranya adalah menjadi manusia yang berakhlak mulia, sesuai dengan tutunan dan ajaran agama. Mengingat setiap guru memiliki kepribadian, kemampuan profesional, dedikasi dan tanggungjawab yang semuanya merupakan esensi dalam proses pendidikan. Esensi sebuah lembaga pendidikan adalah kualitas pembinaan yang diciptakan oleh guru yang profesional. Dalam konteks inilah peranan pendidikan agama Islam dalam pembentukan akhlak siswa dikaji secara ilmiah. Secara konseptual proses pembentukan akhlak merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum. Oleh karena itu, kurikulum yang baik harus terdapat dalam proses pembinaan. Atas dasar itu proses pendidikan agama Islam mencakup perencanaan, pelaksanaan dan penilaian dan metode bimbingan guru Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlak siswa menjadi manusia yang berakhlak mulia. Secara lebih luas, proses pembentukan akhlak siswa ditentukan oleh variabel yang lebih luas seperti peranan orang tua di rumah, lingkungan sosial, lingkungan pergaulan, media, dan secara internal kurikulum pendidikan itu sendiri. Disini, peran guru sangat menentukan dalam keberhasilan siswa menjadi manusia uyang berakhlak mulia melalui proses pembelajaran di dalam kelas dan proses bimbingan di luar kelas dengan menggunakan metode keteladanan, pembiasaan, perhatian dan nasehat. Selain itu, keberhasilan pembentukan akhlak siswa di sekolah harus didukung pula oleh lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar.

pembentukan akhlak siswa di sekolah merupakan serangkaan proses yang berlangsung dalam proses belajar mengajar dan pengaruh lingkungan internal dan eksternal. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam Gambar 1 pada halaman berikut. Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa Proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan di luar kelas dan lingkungan dalam kelas yang meliputi guru, sarana, kurikulum, dan kegiatan di dalam dan di luar kelas. Dari dua faktor tersebut yang berinteraksi dalam proses pembelajaran menghasilkan output. Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk pembentukan akhlak siswa faktor-faktor input diluar kelas (luar sekolah) atau faktor lingkungan berpengaruh terhadap keberhasilan dari tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Dalam pembentukan akhlak siswa menjadi manusia yang berakhlak mulia, variabel yang mempengaruhinya adalah kurikulum, guru, sarana, kegiatan di dalam dan di luar kelas. Disamping itu, dipengaruhi oleh lingkungan dimana siswa tinggal. Dalam penelitian ini penulis meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam pembentukan akhlak siswa.

You might also like