You are on page 1of 19

Materi 1 FRAKSINASI 1.1 Tujuan Mahasiswa mampu melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan kromatografi kolom.

1.2 Dasar teori A. Ekstraksi Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnyabahan alami)tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja,karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah. Dalam hal semacam. itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji kopi atau biji coklat dan yang dapat dilihat seharihari ialah pelarutan komponen-komponen kopi dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling. Metode dasar dari ekstraksi obat adalah maserasi dan perkolasi. Biasanya metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah obat merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi. Beberapa obat tidak dapat diperkolasi yang mengisyaratkan bahwa zatnya harus dapat digiling sehingga menjadi serbuk yang rata dan dimasukkan ke dalam perkolator dengan memadatkan dan diratakan obat-obat lain. Walaupun dapat dimasukkan ke dalam perkolator dapat melepaskan zat aktifnya dengan mudah ke dalam pealrut, dimana benar-benar dibutuhkan untuk direndam di dalamnya untuk menyediakan ekstrak yang memuaskan. Bahan tersebut dapat diekstraksi dengan maserasi, bukan dengan perkolasi. Proses perkolasi memerlukan

keterampilan operator yang lebih banyak daripada proses maserasi dan dari kedua proses, perkolasi mungkin lebih mahal dalam pelaksanaannya karena memerlukan peralatan yang khusus dan waktu yang lebih banyak diperlukan oleh operator.

Bahan awal utama dalam analisis di bidang fitokimia adalah tumbuhan. Idealnya untuk analisis fitokimia harus digunakan jaringan tumbuhtumbuhan segar. Beberapa menit setelah dikumpulkan bahan tumbuhan itu harus dimasukkan ke dalam alcohol mendidih. Terkadang ada jenis tumbuhan yang tidak dapat hidup di sembarang tempat dan hanya tersedia di benua lain. Untuk menganalisisnya kita dapat menggunakan cara tumbuhan segar tersebut disimpan kering kedalam kantung plastik atau tumbuhan segar tersebut dikeringkan sebelum diekstreksi. Adapun tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Bila kita ingin melakukan pengeringan tumbuhan segar, maka pengeringan tersebut harus dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus dikeringkan secepat-cepatnya tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik dengan aliran udara yang baik. Selain benar-benar kering, tumbuhan dapat disimpan untuk jangka waktu lama sebelum analisis.

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan, dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang ditetapkan. Proses ekstraksi bahan atau bahan obat alami dapat dilakukan berdasarkan teori tentang penyarian. Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Bahan aktif yang semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Factor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Penyiapan bahan yang akan diekstrak dan pelarut penyari. Pelarut merupakan senyawa yang bisa melarutkan zat sehingga bisa menjadi sebuah larutan yang bisa diambil sarinya.Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi antara lain sebagai berikut:

a. Pelarut polar : Pelarut yang larut dalam air. Untuk melarutkan garamnya alkaloid,glikosida,dan bahan penyamak b. Pelarut non polar : Pelarut yang tidak larut dalam air Untuk melarutkan minyak atsiri Pemilihan pelarut atau cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi criteria berikut ini: a.Murah dan mudah diperoleh b.Stabil secara fisika dan kimia c.Bereaksi netral d.Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar e.Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki f.Tidak mempengaruhi zat berkhasiat Untuk ekstraksi ini Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air,etanol,etanol air atau eter. Pengekstraksian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau etanol air. 1. Air Air dipertimbangkan sebagai penyari karena: a. Murah dan mudah diperoleh b. Stabil c. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar d. Tidak beracun e. Alamiah Kerugian penggunaan air sebagai penyari: a. Tidak selektif b. Sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak c. Untuk pengeringan diperlukan waktu lama Air disamping melarutkan garam alkaloid, minyak menguap, glikosida, tanin dan gula, juga melarutkan gom, pati, protein, lendir, enzim, lilin, lemak, pectin, zat warna dan asam organic. Dengan demikian

penggunaan air sebagai cairan penyari kurang menguntungkan. Disamping zat aktif ikut tersari juga zat lain yang tidak diperlukan atau malah mengganggu proses pembuatan sari seperti gom, pati, protein, lemak, enzim, lendir dan lain-lain. Air merupakan tempat tumbuh bagi kuman, kapang dan khamir, karena itu pada pembuatan sari dengan air harus ditambah zat pengawet. Air dapat melarutkan enzim. Enzim yang terlarut dengannya air akan menyebabkan reaksi enzimatis, yang mengakibatkan penurunan mutu. Disamping itu adanya air akan mempercepat proses hidrolisa.Untuk memekatkan sari air dibutuhkan waktu dan bahan bakar lebih banyak bila dibandingkan dengan etanol.

2. Etanol Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena: a. Lebih selektif b. Kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas c. Tidak beracun d. Netral e. Absorbsinya baik f. Etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan g. Panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Sedang kerugiannya adalah bahwa etanol mahal harganya.Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, dammar dan klorofil. Lemak, malam, tannin, dan saponin hanya sedikit larut hanya terbatas. Untuk meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang akan disari. Dari pustaka akan dapat ditelusuri kandungannya baik zat aktif maupun zat lainnya. Dengan diketahuinya kandungan tersebut dapat dilakukan beberapa percobaan untuk mencari perbandingan pelarut yang tepat. Selektivitas Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek,terutama pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu

larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua. Kelarutan Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit). Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut dalam bahan ekstraksi. Kerapatan Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal).

Reaktivitas Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponenkornponen bahan ekstarksi. Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali Ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.

Titik didih Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didit kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat, dan keduanya tidak membentuk ascotrop.Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah). MACAM-MACAM EKSTRAKSI A. Ekstraksi Cair-Cair

Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan penyedap, produkproduk minyak bumi dan garam-garam. logam. Proses inipun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi padat cair. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaltu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin. Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak. saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit). Agar terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi tetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk). Tentu saja pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh, karena akan menyebabkan terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagi atau sukar sekali dipisah. Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap ada. Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin segera disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fasa homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat dipisahkan dari cairan yang lain. Kecepatan Pembentukan fasa homogen ikut menentukan output sebuah ekstraktor cair-cair. Kuantitas pemisahan persatuan waktu dalam hal ini semakin besar jika permukaan lapisan antar fasa di dalam alat semakin luas. Sama haInya seperti pada ekstraksi padat-cair, alat ekstraksi tak kontinu dan kontinu yang akan dibahas berikut ini seringkali merupakan bagian dari suatu

instalasi lengkap. Instalasi tersebut biasanya terdiri atas ekstraktor yang sebenarnya (dengan zone-zone pencampuran dan pemisahan) dan sebuah peralatan yang dihubungkan di belakangnya (misalnya alat penguap, kolom rektifikasi) untuk mengisolasi ekstrak atau

memekatkan larutan ekstrak dan mengambil kembali pelarut.

B. Ekstraksi Padat-Cair Ekstraksi padat-cair tak kontinu Dalam hal yang paling sederhana bahan ekstraksi padat dicampur beberapa kali dengan pelarut segar di dalam sebuah tangki pengaduk. Larutan ekstrak yang terbentuk setiap kali dipisahkan dengan cara penjernihan (pengaruh gaya berat) atau penyaringan (dalam sebuag alat yang dihubungkan dengan ekstraktor). Proses ini tidak begitu ekonomis,digunakan misalnya di tempat yang tidak tersedia ekstraktor khusus atau bahan ekstraksi tersedia dalam bentuk serbuk sangat halus,sehingga karena bahaya penyumbatan,ekstraktor lain tidak mungkin digunakan. Ekstraktor yang sebenamya adalah tangki-tangki dengan pelat ayak yang dipasang di dalamnya. Pada alat ini bahan ekstraksi diletakkan diatas pelat ayak horisontal. Dengan bantuan suatu distributor, pelarut dialirkan dari atas ke bawah. Dengan perkakas pengaduk (di atas pelat ayak) yang dapat dinaikturunkan, pencampuran seringkali dapat disempurnakan,atau rafinat dapat dikeluarkan dari tangki setelah berakhirnya ekstraksi. Ekstraktor semacarn ini hanya sesuai untuk bahan padat dengan partikel yang tidak terlalu halus. Yang lebih ekonomis lagi adalah penggabungan beberapa ekstraktor yang dipasang seri dan aliran bahan ekstraksi berlawanan dengan aliran pelarut.Dalam hal ini pelarut dimasukkan kedalam ekstraktor yang berisi campuran yang telah mengalami proses ekstraksi paling banyak. Pada setiap ekstraktor yang dilewati, pelarut semakin diperkaya oleh ekstrak.Pelarut akan dikeluarkan dalam konsentrasi tinggi dari ekstraktor yang berisi campuran yang mengalami proses ekstraksi paling sedikit. Dengan operasi ini pemakaian pelarut lebih sedikit dan konsentrasi akhir dari larutan ekstrak lebih tinggi. Cara lain ialah dengan mengalirkan larutan ekstrak yang keluar dari pelat ayak ke sebuah ketel destilasi, menguapkan pelarut di situ, menggabungkannya dalam sebuah kondenser dan segera mengalirkannya kembali ke ekstraktor untuk

dicampur dengan bahan ekstraksi.Dalam ketel destilasi konsentrasi larutan ekstrak terus menerus meningkat.Dengan metode ini jumlah total pelarut yang diperlukan relatif kecil.Meskipun demikian, selalu terdapat perbedaan konsentrasi ekstrak yang maksimal antara bahan ekstraksi dan pelarut. Kerugiannya adalah pemakaian banyak energi karena pelarut harus diuapkan secara terus menerus.

Pada ekstraksi bahan-bahan yang peka terhadap suhu terdapat sebuah bak penampung sebagai pengganti ketel destilasi.Dari bak tersebut larutan ekstrak dialirkan ke dalam alat penguap vakum (misalnya alat penguap pipa atau film). Uap pelarut yang terbentuk kemudian dikondensasikan,pelarut didinginkan dan dialirkan kem bali ke dalam ekstraktor dalam keadaan dingin. Ekstraksi padat-cair kontinyu Cara kedua ekstraktor ini serupa dengan ekstraktor-ekstraktor yang dipasang seri, tetapi pengisian, pengumpanan pelarut dan juga pengosongan berlangsung secara otomatik penuh dan terjadi dalam sebuah alat yang sama. Oleh Pengumpanan karena itu dapat diperoleh output yang lebih besar dengan jumlah kerepotan yang lebih sedikit. Tetapi karena biaya untuk peralatannya besar,ekstraktor semacam itu kebanyakan hanya digunakan untuk bahan ekstraksi yang tersedia dalam kuantitas besar (misalnya biji-bijian minyak, tumbuhan). Dari beraneka ragarn konstruksi alat ini, berikut akan di bahas ekstraktor keranjang (bucket-wheel extractor) dan ekstraktor sabuk (belt extractor). Ekstraktor keranjang Pada ekstraktor keranjang (keranjang putar rotary extractor), bahan ekstraksi terus menerus dimasukkan ke dalam sel-sel yang berbentuk juring (sektor) dari sebuah rotor yang berputar lambat mengelilingi poros.Bagian bawah sel-sel ditutup oleh sebuah pelat ayak. Selama satu putaran, bahan padat dibasahi dari arah berlawanan oleh pelarut atau larutan ekstrak yang konsentrasinya meningkat. Pelarut atau larutan 287 tersebut dipompa dari sel ke sel dan disiramkan ke atas bahan padat. Akhirnya, bahan dikeluarkan dan keseluruhan proses ini berlangsung secara otomatik.

Fase ekstraksi ada dua, yaitu fase pencucian dan fase ekstraksi. Fase pencucian adalah saat penyatuan cairan ekstraksi dengan material jamu, maka sel - sel yang rusak atau terusakkan dengan operasi penghalusan langsung kontak dengan bahan pelarut. Komponen sel yang terdapat disini dengan demikian lebih mudah diambil atau dicuci. Dari sini berlangsung bahwa dalam fase pertama ekstraksi ini, sebagian bahan akan tiba tiba berpindah ke dalam bahan pelarut. Semakin halus serbuk jamu, maka semakin optimal jalannya proses pencucian jamu. Fase ekstraksi merupakan peristwa selanjutnya setelah fase pencucian yang terjadi karena bahan pelarut untuk melarutkan komponen dalam sel yang tidak terluka harus mendesak masuk ke dalamnya. Membran sel yang mengering dan menciut yang terdapat dalam jamu mula mula harus dirubah dalam suatu keadaan yang memungkinkan suatu pelintasan bahan pelarut ke dalam bagian dalam sel. Hal itu terjadi melalui pembengkakan, dengan demikian membran memgalami suatu pembesaran volume melalui pengambilan molekul bahan pelarut.

Kemampuan molekul cairan untuk mengikat zat perancah selulose menyebabkan struktur perancah tersebut menjadi longgar sehingga terbentuk ruang antarmiselar yang memungkinkan bahan ekstraksi mencapai ke dalam ruang dalam sel. Peristiwa pembengkakan ini dalam skala tinggi disebabkan oleh air, Campuran alkohol-air lebih sering digunakan. Pada pengeringan tumbuhan segar, protoplasma akan mengkerut. Dalam keadaan tumbuhan berupa jamu hanya membentuk suatu lapisan tipis. Bahan kandungan sel dipisahkan dan terdapat dalam bentuk kristalin atau bentuk amorf. Dengan mengalirnya bahan pelarut ke dalam ruang sel juga menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya. Mereka berpindah mengikuti difusi melalui ruang antarmiselar. Gaya yang bekerja adalah adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan cairan ekstraksi yang mula mula masih tanpa bahan aktif yang mengelilinginya. Bahan kandungan sel akan mencapai ke dalam cairan di sebelah luar selama difusi melintasi membran sampai terbentuknya suatu keseimbangan konsentrasi antara larutan di sebelah dalam sel dan di sebelah luar sel. Seberapa jauh koloid dapat diangkut tergantung dari lubang porinya. Proses ekstraksi bahan atau bahan obat alami dapat dilakukan berdasarkan teori tentang penyarian. Penyarian merupakan peristiwa

pemindahan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh

cairan penyari, sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Dengan demikian dari hal tersebut dapat diketahui bahwa ada beberapa factor yang mempengaruhi proses ekstraksi, yaitu: Bahan awal Pelarut Cara/ metode

B. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dsalam sel dengan yang diluar sel,maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dengan larutan di dalam sel. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, airetanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaanya lama,dan penyariannya kurang sempurna. Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya : a. Digesti Merupakan cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada su

untuk simplisia yang zat aktif nya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain: 1. Kekentalan pelarut berkurang, berkurangnya lapisan-lapisan batas. yang dapat mengakibatkan

2.

Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

3.

Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

4.

Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke dalam bejana.

b. Maserasi dengan Mesin Pengaduk Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam. c. Remaserasi Cairan penyari dibagi menjadi 2. Seluruh serbuk simplisia di maserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua. d. Maserasi Melingkar Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya. e. Maserasi Melingkar Bertingkat Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B), yang akan didapatkan : 1. Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan. 2. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil penyarian yang maksimal. 3. Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk simplisia yang baru,hingga memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal.

4. Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang lebih baek daripada yang dilakukan sekalidengan jimlah pelarut yang sama.

Caranya yaitu bahan obat yang dihaluskan sesuai dengan syarat Farmakope ( umumnya terpotong potong atau diserbuk kasar ) disatukan dengan bahan ekstraksi lalu disimpan terlindung dari cahaya langsung ( untuk mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau mencegah perubahan warna ) dan dikocok kembali. Waktu maserasi berbeda beda, masing masing Farmakope mencantumkan 4 10 hari. Kira kira 5 hari menurut pengalaman sudah memadai.

C. PERKOLASI Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah. Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien. Perbedaan maserasi dan perkolasi: Pada maserasi pengekstrasian memakai pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar sedangkan pada perkolasi ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction). Ekstrak yang dihasilkan lebih banyak dengan cara perkolasi

dibandingkan maserasi . Pada perkolasi tidak terdapat keseimbangan konsentrasi seperti maserasi karena pelarut yang digunakan selalu berubah (baru) sehingga keseimbangan konsentrasi selalu baru.

D. Daun Jambu Biji Famili Genus Spesies Nama simplisia Pemerian : Myrtaceae : Psidium : Psidium guajava L. : Psidii Folium : bau khas aromatis, rasa kelat

Makroskopis : daun: tunggal, bertangkai pendek, panjang tangkai daun 0,5 1 cm, helai daun berbentuk bundar telur agak menjorong atau bulat memanjang, panjang 5 13 cm, lebar 3 6 cm, pinggir daun rata agak menggulung ke atas, permukaan atas agak licin, warna hijau kelabu, kelenjar minyak tampak sebagai bintik bintik berwarna gelap dan apabila daun direndam tampak sebagai bintik bintik transparan yang tembus cahaya, ibu tulang daun dan tulang cabang menonjol pada permukaan bawah, bertulang menyirip, warna putih kehijauan. 1.3 Alat dan Bahan Alat : a. Labu alas bulat b. Beaker glass c. Batang pengaduk d. Gelas ukur e. Rangakaian Sohklet f. Lempeng KLT g. Statif h. Spatula

Bahan : a. Ekstrak Daun Jambu Biji b. Etanol 95 % c. Metanol d. HCL e. Kloroform f. Aseton

g. Asam format h. Silika gel i. Kapas

1.4 Cara kerja a) Preparasi Ekstrak

Masukkan sampel 0,3 g ditambah 25 ml metanol dan 0,7 ml HCL 57%, masukkak dalam beaker glass

Masukkan kedalam labu alas bulat maserator Dihidrolisis selama 30 menit pada suhu 70oC

b) Pemilihan Eluen Untuk Fraksinasi Dengan Kromatografi Kolom

Pembuatan eluen dengan perbandingan 75 : 16,5 : 8,5 dari kloroform : Aseton : Asam formiat

30 gram silika gel didalam beaker glass ditambahkan eluen kedalamnya sebanyak 50 ml kemudian diaduk ad tak tak ada gelembung

Rangkai alat kromatografi kolom, bagian bawah kolom diberi kapas yang telah dibasahi eluen

Masukkan silika gel kedalam kolom ditambahkan sisa eluen

Tutup kolom dengan kapas dan alumunium foil

Diamkan selama sehari semalam

Apabila kolom tidak retak, tambahkan eluen 0,5 cm diatas permukaan silika gel dan bila retak ulangi langkah awal, kemudian kedalam kolom ditambahkan ekstrak (1% bobot silika) yang telah dicampur dengan silika gel

Alirkan eluen dan tampung sebanyak 50 ml dalam erlenmeyer

Kran dibuka dan diatur penetesannya dan ditampung dalam vial yang telah dikalibrasi 25 ml sebanyak 15 vial

Setiap vial diuji KLT untuk melihat noda yang dihasilkan dengan menggunakan standar Quercetin sebagai pembanding

1.5 Hasil Pengamatan a. 24 November 2011 (11.00 WIB) Kegiatan yang dilakukan pada praktikum ini adalah hidolisis dan faraksinasi dengan metode kromatografi kolom. Pertama, sampel ekstrak jambu biji 0,3 gram + 25 ml + 0,7 ml HCL dicampur dalam beaker glass kemudian masukkan dalam labu alas bulat hidolisis selama 30 menit. Selanjutnya, melakukan fraksinasi dengan membuat eluen kloroform : aseton : asam format (75 : 16,5 : 8,5) + 30 g silika gel. Kemudian, rangaki alat kromatografi sesuai cara kerja diamkan selama sehari semalam. b. 25 November 2011 (11.30 WIB dan 17.00 WIB) Kegiatan yang dilakukan pada praktikum ini adalah mengulang kegiatan yang dilakukan kemarin karena pada proses fraksinasi dengan kromatografi terjadi keretakan didalam kolom. Sehingga harus mengulang kembali kegiatan kemarin. Setelah melakukan kegiatan kemarin, dilakukan penampungan

terhadap vial 25 ml sebanyak 15 vial. Sebelumnya ditampung sebanyak 50 ml didalam erlenmeyer karena eluen ini belum memebawa zat kimia tanaman sehingga dibuang. c. 1 Desember 2011 Dilakukan uji KLT setiap vial yang ditampung. Dilakukan penotolan untuk mendapatkan penampakan noda. Selanjutnya vial yang memilki warna yang sama digabung menjadi satu fraksi. Kelompok kami terdapat 4 fraksi yang

kemudian dihidrolisis dengan cara penguapan atau pemanasan dengan mengguankan hot plate. Tujuannya untuk mendapatkan fraksi yang kering. Namun, farksi no 4 mengalami penguapan terlebeih dahulu sebelum dilakukan pemanasan sehingga hanya 3 vial fraksi yang uapkan data sebagai berikut : No. 1. Berat vial awal 17,33 Berat vial + esktrak 17,36 Ekstrak 0,03 %

2.

17,56

17,61

0,05

3.

18,26

18,31

0,05

1.6 Pembahasan Dalam praktikum kali ini, kami melakukan fraksianasi dengan metode kromatografi kolom simplisia Daun Jambu Biji, Psidii Folium Simplisia yang digunakan adalah daun jambu biji. berikut adalah taksonomi dari jambu biji:

Taksonomi Kingdom: Plantae Divisio: Spermatophyta Subdivisio: Angiospermae Kelas: Magnoliopsida Subkelas: Rosidae Ordo: Myrtales Famili: Myrtaceae Genus: Psidium Spesies: Psidium guajava

Nama lain: Jambu Biji (Indonesia), Jambu Klutuk (Jawa, Sunda), Jambu Kerikil (Jawa), Jambu Petakol (Jawa), Jambu Bhender (madura), Jambu Bighi (Madura), guava (inggris). Kandungan Kimia Daun jambu biji mengandung tannin, minyak atsiri (eugenol), minyak lemak, dammar, zat samak, triterpenoid, asam malat, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guajaverin, dan vitamin. Manfaat dan Kegunaan Daun jambu biji memiliki khasiat sebagai berikut: 1. Daun jambu biji pada umumnya berkhasiat sebagai anti diare, baik diare akut maupun kronis. 2. Daun jambu biji tua ternyata mengandung berbagi macam komponen yang berkhasiat untuk mengatasi penyakit demam berdarah dengue (DBD). 3. Kelompok senyawa tanin dan flavonoid yang dinyatakan sebagai quersetin dalam ekstrak daun jambu biji dapat menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase yang berarti menghambat pertumbuhan Virus RNA. 4. Aktivitas antioksidan yang erat khasiatnya dalam mengobati berbagai penyakit. 5. Perut kembung pada bayi dan anak 6. Kadar kolesterol darah meninggi 7. Haid tidak lancer 8. sering Buang air kecil 9. luka, luka berdarah 10. Sariawan 11. Sebagai anti inflamasi 12. Sebagai anti mutagenic 13. Sebagai anti mikroba, dan 14. Sebagai anti analgesik Cara kerja untuk fraksinasi

1.7

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA Ansel, C.Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI Press Salamah, Nina . 2009. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Berpotensi Anti Angiogenesis Akar Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia, Jack) Menggunakan Pembanding Eurikumanon. Program Pascasarjana Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Voigh, Rudolf. 1994 . Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, edisi kelima. Yokyakarta : UGM Press

You might also like