You are on page 1of 43

KARAKTERISTIK EKOSISTEM LENTIK, LOTIK, MANGROVE, DAN INTERTIDAL LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG EKOLOGI PERAIRAN

Oleh : Rofiatul laila 091810401007 Ririn Rahmawati 091810401013 Dina dwi Anggraini 091810401014 Bahtiar Haris 091810401015 Muhammad Salam 0918104010 Adinta Ermahati 0918104010

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2011

DAFTAR ISI

Halaman Judul........................ Daftar isi . BAB 1. Pendahuluan ... BAB.2 Tujuan BAB 3. Metode Penelitian .. 3.1 Waktu dan lokasi penelitian ... 3.2 Alat dan bahan . 3.3 Prosedur kerja . BAB 4. Hasil dan Pembahasan ... 4.1 Hasil ... 4.2 Pembahasan .. BAB 5. Penutup .. Daftar Pustaka ... Lampiran- lampiran ..

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


2

Ekologi perairan dikelompokkan berdasarkan salinitas antara lain ekosistem air tawar terdiri dari lotik dan lentik,ekosistem air laut terdiri dari intertidal,mangrove serta coral reef dan ekosistem air payau terdiri dari estuarine. Pembelajaran ekologi perairan selain diberikan oleh dosen juga dilakukan praktek langsung ke lapangan dan dilakukan analisis laboratorium.selain itu dilakukan persentasi mengenai ekosistem-ekosistem yang bersangkutan sehingga informasi yang didapatkan mengenai karakteristik ekologi peraian pun sangat banyak. Praktikum ekologi perairan mengenai lotik dilaksanaka di sungai Antirogo,untuk Ekosistem lentik dilaksanakan di Ranu klakah Lumajang dan untuk intertidal serta Mangrove dilaksanakan di Taman Nasional Baluran. Maka untuk lebih mengerti dan dapat membedakan antara karakteristik ekosistem satu dengan yang lainnya para mahasiswa yang menempuh mata kuliah ekologi perairan melakukan studi lapang langsung ke ekosistem tersebut untuk memenuhi tujuan dari pembelajaran ekologi perairan ini.

1.2 tujuan Praktikum lapang Ekologi Perairan ini memiliki beberapa tujuan yang diantaranya adalah sebagai berikut : 2.1 Mahasiswa mampu melakukan sampling data biologi, fisika, dan kimia pada ekosistem lotik, lentik, intertidal, dan mangrove dengan benar ; 2.2 Mahasiswa mampu mengidentifikasi organisme ekosistem dan mampu menganalisis data biologi, fisika, dan kimia pada ekosistem tersebut; 2.3 Mahasiswa mampu mendeskripsikan karakteristik ekologis ekosistem tersebut

berdasarkan hasil data sampling yang telah dianalisis; 2.4 Mahasiswa mampu membedakan karakteristik masing-masing ekosistem perairan berdasarkan komponen penyusunnya. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem lotik adalah ekosistem peairan yang memiliki kecepatan aliran air yang relative deras. Yang tergolong ekosistem lotik adalah mata air, sungai, dan stream. Sungai adalah badan air tawar yang mengalir di dalam sebuah alur dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah seperti laut, waduk, atau menghilang ke dalam gua. Sungai juga didefinisikan sebagai wadah atau tempat serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara yang dibatasi kanan kirinya serta sepanjang pengaliranya oleh garis sempadan
3

(Team pembimbing praktikum ekologi perairan,2009). Ciri khas ekosistem perairan mengalir yaitu adanya pergerakan/perpindahan massa air secara terus-menerus dari satu tempat ke tempat lain. Pergerakan massa air ini yang kemudian dikenal sebagai arus. Menurut Odum (1988),Ada dua zona utama pada aliran air sungai, yaitu: Zona air deras: daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh bentos yang beradaptasi khusus atau organisme ferifitik yang dapat melekat atau berpegang dengan kuat pada dasar yang padat, dan oleh ikan yang kuat berenang. Zona ini umumnya terdapat pada hulu sungai di daerah pegunungan. Zona air tenang: bagian sungai yang dalam dimana kecepatan arus sudah berkurang, maka lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di dasar, sehingga dasarnya lunak, tidak sesuai untuk bentos permukaan tetapi cocok untuk penggali nekton dan pada beberapa kasus, plankton. Zona ini banyak dijumpai pada daerah yang landai misalnya di pantai timur Sumatera, dan Kalimantan. Ekosistem perairan tergenang (lentik). Air tergenang, atau habitat lentik ( berasal dari kata lenis yang berarti tenang ) seperti danau, kolam, rawa atau pasir terapung (E. P. Odum,1996). Berdasarkan banyaknya intensitas cahaya yang masuk ke dalam danau maka danau dapat dibedakan menjadi tiga zonasi yaitu; zona litoral, zona limnetik, dan zona profundal.

Gambar. Zonasi ekosistem lentik.

Pada zona litoral cahaya matahari dapat menembus sampai kedasar.Sedangkan pada zona limnetik cahaya masih dapat menembus tetapi zona ini tidak mempunyai dasar.Zona profundal tidak dapat tertembus matahari sedikitpun sehingga zona ini hanya mengandalkan bahan makanan dari zona diatasnya.

Pada habitat air laut terdiri dari ekosistem mangrove, intertidal, subtidal, terumbu karang, dan laut dalam. Pada praktikum di ekosistem laut, hanya dua ekosistem yang diamati yaitu, ekosistem mangrove dan ekosistem intertidal. Hutan mangrove adalah sebutan untuk sekelompok tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut pantai. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, atau juga hutan payau. Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah : memiliki jenis pohon yang relatif sedikit; memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.; memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora; memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah : tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama, tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat, daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat, airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin. Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, reptilia dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat (terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Fauna darat, misalnya kera ekor panjang (Macaca spp.), Biawak (Varanus salvator), berbagai jenis burung, dan lain-lain. Sedangkan fauna laut didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca

umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura (Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove, 2008). Zona intertidal merupakan daerah yang paling sempit diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi sampai pada surut terendah. Zona ini hanya terdapat pada daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai yang landai. Semakin landai pantainya maka zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya semakin terjal pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit (Nybakken, 1992). Zona intertidal merupakan zona yang terletak di bawah zona supratidal dan batasnya ditentukan oleh pasang tertinggi dan surut terendah pasang penuh. Sedangkan zona subtidal merupakan zona yang dimulai dari surut terendah sampai kedalaman 200 meter (Dirdjosoemarto, 1986). Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan interaksi antar atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari permukaan keperairan juga tinggi. Ekosistem intertidal merupakan salah satu ekosistem pada daerah pesisir yang sangat kompleks dan kaya. Banyak pola interaksi antar organisme laut yang dapat ditemukan pada ekosistem ini. Hewan yang hidup pada daerah ini harus dapat beradaptasi dengan keadaan yang ekstrim tersebut. Bentuk adaptasi organisme sangat berkembang utamanya bentuk morfologi yang dibentuk sedemikian rupa. Pada tiap zona intertidal organisme yang hidup sudah mampu untuk bertahan dengan karakteristik lingkungan tersebut (Ahmad, 2009 )

BAB 3. METODE

3.1 Lokasi penelitian Dalam praktikum lapang ini dilakukan di tiga lokasi yang berbeda. Lokasi pertama untuk ekosistem perairan lotik yaitu di Sungai Antirogo, Jember. Ekosistem perairan lentik dilaksanakan di Ranu Klakah, Lumajang sedangkan ekosistem intertidal dan mangrove dilakukan di lokasi Pantai Bama, Taman Nasional Baluran, Banyuwangi. 3.2 Waktu Praktikum Pengamatan ekosistem lotik di Sungai Antirogo, Jember dilakukan pada hari Rabu tanggal ... Pada ekosistem lentik pengamatan dilakukan pada hari Sabtu tanggal . Pengamatan ekosistem intertidal dan mangrove dilakukan pada hari Selasa tanggal November 2011. 3.3 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: botol pencepit air, ekman grap, jala plankton, jala surber, keping secchi, DO meter, SCT meter, refraktometer, pH meter, buku-buku pendukung identifikasi biota, tisu gulung, botol speryer, aquades, gelas benda dan penutupnya. Kuas gambar kecil, plot paralon 1x1m, tongkat dan tali plastic berskala, stopwach, pinset, cawan porselen, nampan atau bak plastic kecil, mikroskop. Formalin 4% atau alkohol 70%, kantong plastic kg, kertas label, methlein, cawan porselen, rompi pelampung, botol polyethylene, botol kaca, botol aqua kosong. 3.4 Cara Kerja 3.4.1. Ekosistem Lotik 3.4.1.1 Pengukuran data fisika Data fisika yang di ukur di lapang meliputi lebar zona, kecepatan arus, kedalaman,kecerahan, temperatur, serta menentukan jenis substrat. Kecepatan arus diukur dengan mencatat waktu yang diperlukan untuk botol plastic bergerak sampai 1 m dengan menggunakan stopwatch. 13

3.4.1.2 Pengukuran data kimia


7

Data kimia yang di ukur hanya salinitas, pH, DO dan BOD 5. Data tersebut di ukur di laboratorium sehingga perlu mengambil sampel air. Salinitas diukur dengan alat refraktometer. 3.4.1.3 Pengukuran data biologis (sampling data biota) 3.4.1.3.1 Plankton Plankton dikoleksi dengan menggunakan jaring plankton. Sampel air dimasukkan kedalam botol. Identifikasi dilakukan dibawah mikroskop di laboratorium. 3.4.1.3.2 Mikroalgabentik Mikroalgabentik yang disampling adalah yang hidup melekat di batu besar dan yang bersifat plankton. Koleksi mikroalgabentik yang dilakukan pada petak contoh seluas 25cm2. Pada seluruh luasan tersebut dilakukan pengerikan dengan sikat atau kuas kecil. Hasir kerikan atau sikatan disiram dengan aquades sebanyak 25 ml dan ditampung didalam wadah plastik. Lakukan pengerikan atau penyikatan sebanyak 3 kali pada batu yang berbeda dengan jarak antara batu 1 m. Dilakukan identifikasi di laboratorium dibawah mikroskop. 3.4.1.3.3 Tumbuhan air dan alga makrobentik Tumbuhan air dan alga makrobentik (jika ada) disampling didalam plot 1x1 m. Dicatat nama jenis (jika belum diketehui beri kode yang mudah untuk mengingatnya) dan persen penutupannya. Setelah dilakukan perhitungan persen penutupan, ambil lima spesimen setiap jenis untuk diidentifikasi di laboratorium. 3.4.1.3.4 Makroinvertebrata bentik Makroinvertebrata bentik pada perairan dangkal dikumpulkan didalam plot 1x1m dengan menggunakan jala surber. Didalam area petak contoh tersebut, makroinvertebrata bentik dikumpulkan dengan teknik klik sampling. Jika substrat didalam petak contoh berupa batu besar metode tersebut tidak bisa diterapkan melainkan hewan dikumpulkan secara langsung dengan membalikkan batuan tersebut dan memungutinya dengan pinset. Berbagai jenis insekta stadium larva dan nimfa banyak ditemukan dibalik batu-batu besar disungai. Tuang hasilnya kedalam kantong plastic dan sortir hewan invertebrate dengan pinset. Ditentukan jenisnya dengan memberika kode dan hitung jumlah individu setiap jenis. Diambil lima spesimen setiap jenis, sisanya dikembalikan ke habitat asal. Dimasukkan specimen kedalam botol yang berisi larutan alcohol 70%. Dilakukan deskripsi dan identifikasi di laboratorium. 3.4.1.3.5 Nekton dan neuston Nekton dan neuston, dikumpulkan ikan dan neuston (misalnya serangga air) dengan menggunakan jala atau jaring. Ditentukan jenisnya dengan memberi kode dan dihitung
8

jumlah individu setiap jenis. Diambil tiga atau empat specimen yang mewakili setiap jenis, sisanya dikembalikan ke habitat asalnya. Dimasukkan specimen kedalam botol yang berisi alcohol 70%. Dilakukan deskripsi dan identifikasi di laboratorium. 3.4.1.3.6 Pencatatan data pendukung Data pendukung yang dicatat meliputi vegetasi riparian (vegetasi di pinggir sungai dan danau): jarang, rimbun, sangat rimbun; tumpukan sampah ditepi sungai: sedikit, banyak, sangat banyak; saluran air buangan: ada atau tidak ada; pemanfaatan oleh penduduk: MCK, budidaya atau yang lain; tata guna lahan diatas: pertanian , permukiman, industri. 3.4.2 Cara Kerja Ekosistem Lentik 3.4.2.1 Pengukuran pada Zona Litoral Data fisika yang diukur di lapang meliputi lebar zona, kecepatan arus, kedalaman badan air, konduktivitas, kecerahan, temperature, dan warna air. Lebar zona diukur mulai dari batas tepisampai batas cahaya tidak mencapai dasar danau dengan menggunakan tali yang kemudian diukur dengan metlein. Data kimia yang diukur meliputi salinitas, pH, DO, dan BOD5. Data tersebut diukur di laboratorium sehinnga perlu mengambil sampel air. Data biota yang diambil meliputi tumbuhan air, alga makrobentik, mikroalga bentik, makroinvertebrata, plankton, nekton dan neuston. Sampling biota yang dilakukan sama dengan cara kerja pada ekosistem lotik. 3.4.2.2 Pengukuran pada Zona Limnetik Data fisika yang diukur meliputi kecepatan arus, kedalaman zona dan temperature . Data kimia yang diukur meliputi salinitas, pH, DO, dan BOD5. Data tersebut diukur di laboratorium sehinnga perlu mengambil sampel air. Biota yang disampling adalah plankton, nekton dan neuston. 3.4.2.3 Pengukuran pada Zona Profundal Pengukuran data fisika meliputi kedalaman mulai batas akhir zona limnetik sampai dasar danau, suhu, konduktivitas, warna air dan jenis substrat dasar. Sampel air diambil untuk mengukur salinitas, pH, DO, BOD5. Biota yang disampling hanya plankton dan hewan bentik. 3.4.3 Cara Kerja pada Ekosistem Intertidal Dalam melakukan sampling data hal pertama yang harus dilakukan yaitu letakkan tali tampar plastic (transek) ke arah tengah laut secara tegak lurus terhadap garis pantai, letakkan plot 1x1 m di sepanjang transek dengan jarak antar plot 10m, di dalam setiap plot tentukan jenis lamun dan makroalga; setelah itu tentukan persen penutupan setiap jenis lamun dan makroalga. Langkah selanjutnya kumpulkan semua hewan makroinvertebrata yang
9

terdapat di permukaan substrat, dan yang melekat pada lamun dan makroalga. Masukkan koleksi hewan tersebut ke dalam kantong plastic dan beri label. Juga lakukan pengukuran pH, salinitas dan suhu. Setelah pencatatan data kuantitatif biota dan lingkungan abiotik selesai, ambil specimen lamun dan mkroalga bentik. Masukkan ke dalam plastic dan beri kode. Lakukan langkah diatas sampai dengan batas surut terakhir. Setelah itu dilakukan identifikasi lamun, makroalga; bersihkan lamun dan makroalga dengan air, deskripsi karateristik morfologinya kemudian identifikasi dengan bantuan pustaka yang mendukung, berdasar hasil identifikasi tentukan nama jenisnya. Selain itu juga dilakukan identifikasi terhadap hewan makroinvertebrata, bersihkan hewan sampel menggunakan air, kelompokkan hewan-hewan yang memiliki morfologi yang sama dalam satu kelompok; beri kode masing-masing kelompok sebagai kode jenis; hitung jumlah individu masing-masing jenis; ambil lima individu setiap jenis masukkan ke dalam botol flacon yang telah berisi larutan formalin 10% dan beri label, deskripsi masing-masing jenis hewan bentik dengan pustaka yang mendukung dan tentukan nama jenisnya atau jika tidak mampu tentukan nama takson di atasnya.

3.4.4 Cara kerja pada Ekosistem Mangrove Hal yang pertama yang harus dilakukan adalah sampling data, letakkan tampar plastic (transek) kearah tengah hutan mangrove secara tegak lurus terhadap garis pantai, letakkan plot 1x1 m disepanjang transek dengan jarak antar plot 10m, di dalam setiap plot kumpulkan semua hewan yang terdapat dipermukaan substrat dan permukaan akar mangrove (epifauna). Masukkan koleksi hewan tersebut ke dalam kantong plastic dan beri label, selanjutnya galilah substrat lunak sedalam 10cm letakkan substrat hasil galian pada nampan plastic cari dan kumpulkan hewan yang tertangkap dan masukkan ke dalam kantong plastic beri label dan buang substrat yang tidak mengandung hewan, seiring dengan langkah diatas lakukan pengukuran pH substrat salinitas dan suhu dan lanjutkan langkah tersebut sampai batas akhir mangrove. Yang selanjutnya yaitu identifikasi hewan makroinvertebrata bentik yaitu a. bersihkan hewan sampel dengan cara mencucinya dengan air, b. kelompokkan hewan-hewan yang memiliki morfologi yang sama dalam satu kelompok; beri kode masingmasing kelompok sebagai kode jenis; c. hitung jumlah individu masing-masing jenis, d. ambil 5 individu setiap jenis masukkan ke dalam botol flacon yang telah berisi larutan formalin 10%. Jangan lupa beri label, e. deskripsi masing-masing jenis hewan bentik dengan pustaka yang mendukung dan tentukan nama jenisnya atau jika tidak mampu menentukan nama takson diatasnya. 3.5 Analisis Data
10

3.5.1 Analisis data hewan (makroinvertebrata, nekton dan neuston) Kelimpahan Mutlak jenis x = nx / luas plot total Kelimpahan Relatif Indeks Dominansi
jenis x = jenis x

nx / N

= ( nx / N )2

Indeks Keanekaragaman Jenis Shanon Wiener (H) = - px ln px Keterangan :

nx = jumlah individu jenis x N = jumlah individu seluruh jenis px = nx / N

3.5.2 Analisis data tumbuhan (makroalga, tumbuhan air)

INP Jenis x ( 100 %) Keterangan : INP = Indeks Nilai Penting

= CR Jenis x + FR Jenis x ( % )

H = Indeks Keanekaragaman Jenis CM = Persen Penutupan Mutlak CR = Persen Penutupan Ralatif FM = Frekuensi Mutlak FR = Frekuensi Relatif

11

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data Analisis 4.1 Hasil Tabel 1. Perbandingan komponen abiotik Ekosistem Lotik Parameter A. Fisik 1. Suhu (0C) 2. Salinitas (0/00) 3. Kecepatan arus (m/dt) 4. Konduktivitas (S/cm) 5. Kedalaman (m) 6. Lebar zona (m) 7. Warna air >1 Coklat 29 0,036 >1 6 Coklat 31 0,26 >50 Hitam 29 29 0,36 Bening Lentik Mangrove Intertidal

12

berlumpur B. Kimia 1. pH 2. DO (mg/L) 3. BOD (mg/L) 7,37 12,47 7,02 13,9

Tabel 2. Perbandingan komponen biotik (jenis yang dominan dan tersisih) Ekosistem Lotik Komponen 1. Makroinvertebrata a. Jumlah jenis b. Komposisi jenis Gambusia Amnicola Ranarta Kupu-kupu Killifish Goniobasis Lymnaea Laba-laba air Nyamuk Cyprodontiae Fundulus Bythina c. Tersisih d. Dominan 2. Makroalga bentik a. Jumlah jenis b. Komposisi jenis 12 Lentik Mangrove Intertidal

c. Tersisih

d. Dominan 3. Nekton , neuston

13

a. Jumlah jenis b. Komposisi jenis

c. Tersisih d. Dominan 4. Tumbuhan air a. Jumlah jenis b. Komposisi jenis

c. Tersisih

d. Dominan

14

4.2 Pembahasan Ekologi merupakan pengkajian hubungan organisme dengan lingkungannya. Ekologi itu sendiri berasal dari bahasa yunani oikos, berarti rumah atau tempat hidup. Ekologi dibagi menjadi tiga bagian yaitu ekologi air tawar, air laut dan ekologi estuaria (Odum, 1998). Pada masing masing ekosistem yang kami amati , di dalamnya terdapat zonasi yang menjadi karakteristik dari masing-masing ekosistem tersebut. Pada ekosistem lotik zonasinya meliputi zona tergenang(aliran relative lambat);zona arus balik(zona di belakang batuan sehingga terjadi arus balik);zona kedung(zona yang dasarnya sangat dalam);zona banjir(zona yang tercapai oleh air ketika terjadi tinggi air maksimum);zona dangkal ( zona yang dasarnya terlihat jelas)(Tim Dosen Ekoogi,2011). Pada ekosistem lentik zonasinya meliputi: zona litoral, limnetik, dan profundal.Zona litoral merupakan zona dimana akar dan cahaya mampu menembus sampai ke dasarnya.Zona limnetik bukan berarti berada dibawah zona litoral,yang membedakan hanya ada tidaknya dasar dan pada zona limnetik ini dasar tidak ditemukan.Zona Profundal adalah zona yang tidak dapat tertembus cahaya. Sedangkan dalam pembagian zonasi pada ekosistem intertidal membedakan menjadi supratidal, intertidal ataupun subtidal. Pada ekosistem intertidal ini nampak terdapat zonasi berdasarkan jenis substrat,yaitu subtrat dari pecahan karang dan substrat pasir.Zona pecahan pasir mrupakan zona yang selalu tergenang air sedangkan zona yang substratnya lumpur hanya tergebang saat pasang maksimal. Dari data kelas diketahui Kecepatan arus pada ekosistem lotik di zona arus balik yaitu 0,33 cm/s, zona dangkal 13,89 cm/s,zona kedung 0,2 cm/s dan pada zona banjir 0,143 cm/s. Perbedaan kecepatan arus pada masing-masing zona dipengaruhi oleh ketinggian,volume air,kemiringan,angin, jenis substrat dan ukuran atau lebar sungai.Untuk data temperature
15

diketahui bahwa temperatur lotik rata-tata adalah 28,90C . Pengambilan air sampel dimaksudkan untuk pengukuran oksigen yang terlarut dalam air dengan menggunkan alat yang disebut DO meter.Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa DO di zona kedung adalah 12,8 ,di Zona arus balik 12,71 ,zona dangkal 12,41 dan di zona banjir adalah 11,96.Zona kedung mempunyai nilai DO tertinggi dibandingkan dengan zona yang lainnya hal ini di karenakan pada zona kedung memiliki produsen yang cukup banyak dan produsen tersebut akan melepaskan oksigen ke lingkungan yang merupakan salah satu hasil dari proses fotosintesis,sehingga menyebabkan kadar DO di zona ini dapat dikatakan tinggi. Pengukuran kecerahan air dilakukan menggunakan alat yang disebut secchi disk,dimana alat tersebut akan dimasukan kedalam air hingga tidak terlihat lagi dan dari alat tersebutlah kita bisa menentukan sampai kedalaman berapakah cahaya matahari mampu menembus lokasi yang bersangkutan.Penetrasi cahaya yang masuk pada ekosistem lotik adalah sekitar 17 cm dari permukaan air. Kondisi air pada lotik saat itu memang sedang tidak terlalu banjir.Warna air lotik adalah keruh,kekeruhan ini mungkin berasal dari aktivitas manusia yang berlangsung dilokasi lotik.Data pendukung yang didapatkan dari lokasi lotik yaitu berupa sampah dan vegetasi riparian.Sampah yang ada di Sungai tersebut kebanyakan sampah anorganik yaitu berupa plastic sedangkan sampah organic berupa serasah. Ekosistem lentik pada hasil pengamatan di zona litoral memiliki kecepatan arus ratarata sebesar 26,30 cm/s dan pada zona limnetik 11,28 cm/s. Ciri khas ekosistem lentik yaitu memiliki kecepatan arus sangat lambat dan secara 0,1-1 cm/detik.Dari data hasil pengamatan dilapangan diketahui temperature rata-rata sebesar 310C pada ekosistem lentik

(danau).Namun data temperature lentik bukan merupakan data yang valid karena thermometer yang digunakan terjatuh dan hilang pada saat kami mengukur temperature zona limnetik. Temperatur air berpengaruh besar terhadap proses pertukaran zat bagi makhluk hidup dan juga terhadap jumlah oksigen yang larut dalam air. Temperatur banyak mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme. Pada Lentik tingginya suhu karena pengambilan data dilakukan pada siang hari ketika sinar matahari sangat menyengat, ekosistem ini langsung terpapar sinar matahari. Vegetasi yang rimbun di sekitar tepi danau tidak cukup untuk menurunkan suhu sekitarnya. Banyak sekali ditemukan Vegetasi eceng gondok di zona litoral tepatnya dipinggiran danau.Selain eceng gondok juga ditemukan kayu apu dan sejenis Graminae.Serasah yang berada dipinggir danau tidak hanya serasah yang berasal dari daun tetapi ada serasah yang berasal dari ranting.Substrat di zona litoral ini berwarna hitam.Cahaya matahari dapat menembus zona litoral sedalam 93 cm.Setelah sampai di laboratorium,data perhitungan pH yang didapatkan
16

adalah 7,02 sedangkan perhitungan DO didapatkan hasil 13,9 ppm.Setelah mencari data di zona litoral,kami berpindah ke zona limnetik.Di zona limnetik kecerahan air hanya mencapai kedalaman rata-rata 120 cm.Cahaya matahari masih mampu menembus zona limnetik.Pada zona profundal tidak diikuti semua mahasiswa namun hanya perwakilan saja.Substrat di zona profundal ini berwarna hitam dan mengeluarkan bau yang cukup menyengat.Bau yang menyengat karena adanya gas H2S yang bersal dari pembusukan organism yang mati dan sampah organic. karena kurangnya oksigen dan tidak adanya cahaya yang mampu menembus zona profundal,akibatnya zona profundal memiliki banyak bahan organic tetapi hanya bebarapa yang bisa dikonversikan.Analisis lebih lanjut mengenai sampel profundal menunjukan nilai pH sebesar .dan DO sebesar15,2 ppm. Ekosistem intertidal diamati pada pagi hari ketika air pantai mengalami surut maksimal sehingga memudahkan dalam pengamatan sepenuhnya.Jumlah plot yang diamati berjumlah 46 plot,dimana dari plot tersebut berbeda substratnya.Substrat intertidal yang diamati ada dua macam yaitu pecahan karang dan pasir.Substrat pecahan karang berada pada zona lower intertidal sedangkan substrat pasir barada pada upper intertidal.Dari keseluruhan plot ditemukan bermacam-macam jenis karang yang berwarna-warni.Suhu intertidal rata-rata 290C..Banyak hewan kecil-kecil yang hidup di lower intertidal karena hewan-hewan itu bisa bersembunyi dibawah karang ketika kondisi lingkungan tidak memungkinkan.lower intertidal selalu tergenang oleh air baik saat surut maupun saat pasang.sedangkan upper intertidal akan tergenang saat pasang naik secara maksimal.Upper intertial banyak ditemukan rumput yang memili persen penutupan beragam.Hewan yang mendominasi di upper intertidal adalah kecomang,elain itu upper intertidal memiliki ciri khas hewan yaitu kecomang. Ekosistem mangrove diamati pada siang hari pada saat air laut sedang surut. Jumlah plot yang diamati berjumlah 7 plot, pada semua plot substratnya sama yaitu lumpur.pada ekosistem mangrove dilakukan pengamatan factor abiotik seperti suhu, PH, salinitas dll. Suhu mangrove rata-rata 29 Pada ekosistem mangrove tidak dilakukan pengukuran PH karena pada saat pengamatan substrat dalam keadaan tidak tergenang air (keadaan kering). Selain faktor abiotik juga diamati faktor biotik seperti hewan, tumbuhan dan algae. Dari keseluruhan plot hewan yang mendominasi adalah ikan glodok, yang merupakan hewan jenis ikan yang hanya dapat ditemukan di daerah mangrove, selain itu juga didapatkan hewan lain seperti nyamuk, laba-laba, sejenis Crustacea dll. Sedangkan untuk tumbuhan hanya ditemukan 1 jenis yaitu Rhizopora Sp. Dengan ciri-ciri mempunyai akar tunjang untuk menancap kuat dalam tanah merupakan adaptasi dengan substrat berlumpur ,sehingga tumbuhan tersebut dapat terhindar dari erosi substrat akibat pasang surut air laut.
17

Ciri khas dari ekosoistem mangrove yaitu tidak terdapat struktur tajuk.Pada ekosistem ini dalam satu area jenis tumbuhannya selalu homogen.Untuk beradaptasi dengan linkungan yang kadar oksigennya rendah tumbuhan di ekosistem mangrove memiliki akar nafas yang berfungsi untuk mengambil oksigen dari udara.pada umumnya Substat dasar ekosaistem ini adalah lumpur,yang berasal dari pembusukan serasah dan hewan-hewan yang sudah mati yang terendam air.

Selain data fisika dan kimia juga terdapat data biologi yang meliputi hewan (infauna dan epifauna) dan tumbuhan. Pada keempat ekosistem yang telah diamati pada lentik didominasi oleh hewan ikan cetol dengan indeks donimansi sebesar 0,53. Ikan cetol dapat bertahan hidup di ekosistem ini karena kondisi lingkungan yang sesuai. Disungai antirogo juga ditemukan banyak plankton yang menjadi makanan ikan-ikan tersebut. Tingginya suplai makanan untuk ikan cetol menyebabkan tinggi dominansi hewan ini di ekosistem sungai Antirogo. Pada lotik didominasi oleh Goniobasis pada masing-masing zona, dengan indeks donimansi sebesar .. pada zona dangkal, pada zona tergenang .. dan ... Tingginya
18

indeks dominansi hewan ini disebabkan melimpahnya suplai makanan dan sedikitnya predator yang memangsa hewan ini, selain itu dikarenakan factor lingkungan mendukung karena subtratnya dari batu. Sedangkan pada ekosistem mangrove didominansi oleh Telebralia sulcata dengan indeks dominansi sebesar 0,0576. Hal ini karena di ekosistem mangrove merupakan habitat yang cocok untuk berkembang dan berlindung karena subtratnya dari lumpur, sehingga Telebralia sulcata dapat berlindung dari predator. Di mangrove juga terdapat akar akar bakau yang dapat digunakan untuk melekat. Dari data kelas yang diperoleh pada ekosistem lotik dan ekosistem lentik di dominansi oleh hewan ikan cetol dengan indek dominansi 0,147 dan pada ekosistek lentik indek dominansinya 1,45, untuk ekosistem mangrove didominansi oleh Terebralia sulcata dengan indek dominansi 0,0364, sedangkan pada ekosistem intertidal didominansi oleh Kecomang demgan indek dominansi 0,087. Dari data yang diperoleh antara data kelompok dan data kelas ada perbedaan hewan yang mendominansi, karena data yang di ambil dilakukan pada titik yang berbeda, dan pada titik yang diambil sempelnya berbeda pula hewan yang menempati. Dari data kelas juga diperoleh data infauna yang tersisih, hewan yang tersisih yaitu Kepitig, Anggang anggang, kepiting biru, kepiting, ini dikarenakan . Tumbuhan air pada keempat ekosistem tersebut memiliki karakteristik masing masing. Pada ekosistem lotik tidak banyak tumbuhan air yang ditemukan akan tetapi dari data pendukung yang banyak ditemukan adalah vegetasi riparian, sedangkan untuk tumbuhan air ada 3 macam yaitu vernonia, herbaceous, dan graminae. Hal ini dikarenaka ekosistem lotik memiliki ciri karakteristik yaitu berarus, sehingga jarang ada tumbuhan air yang dapat hidup menetap dengan arus yang berkisar antara 3,5 s/m. Berbeda dengan ekosistem lentik yang dapat ditemukan banyak tumbuhan air karena pada ekosistem ini dapat dikatakan tidak berarus atau arus sangat lemah sehingga tumbuhan air dapat tumbuh tanpa ada pengaruh arus yang tinggi. Sehingga ditemukan tumbuhan air yang dominan adalah Eceng gondok,kayu apu dan graminae. Akan tetapi hal ini berbeda pada ekosistem intertidal, meskipun tidak ada arus yang mempengaruhi keberadaan organisme di ekosistem tersebut masih terdapat pengaruh pasang surut dan factor abiotik lain yang mempengaruhi komposisi jenis tumbuhan air, sehingga masih banyak ditemukan tumbuhan air yang tumbuh di ekosistem intertidal ini, akan tetapi jenis tumbuhan air yang ditemukan sangat berbeda dengan tumbuhan air pada ekosistem air tawar yaitu lentik dan lotik. Komponen tumbuhan air antara lain seagrass, sea weed yang dapat beradaptasi dengan salinitas intertidal yang merupakan salinitas air laut. Lain halnya dengan ekosistem mangrove, tumbuhan air pada ekosistem ini hanya ditemui
19

tumbuhan bakau saja sehingga tidak ada keanekaragaman dalam komposisi jenis tumbuhan airnya.tumbuhan bakau ini mempunya peranan yang penting dalam menahan erosi substrat akibat dari gelombang arus.tumbuhan bakau mampu beradaptasi dengan kondisi salinitas yang tinggi.Tumbuhan mangrove sering kali tidak tumbuh terlalu tinggi,justru nutrisi untuk pertumbuhannya dialokasikan untuk membentuk akar nafas yang tumbuh di atas permukaan tanah dimana ketika akar itu mencapai tanah maka akar itu akan berubah fungsi menjadi batang.Hal ini sesuai dengan kondisi mangrove yang dipengaruhi pasang surut,sehingga tumbuhan mangrove lebih mendahulukan petumbuhan akar nafas agar ia tetap kokoh walau terkena hempasan air laut.

air akan menurunkan tingkat solubilitas oksigen dan dengan demikian, menurunkan kemampuan organisme akuatik dalam memanfaatkan oksigen (Odum, 1998). Kisaran temperatur yang baik dalam perairan adalah 250 C 320 C. Ekosistem lentik pada zona litoral dan limnetik memiliki temperatur yang sama yaitu sebesar 31C dan zona profundal sebesar 29C. Temperatur air di suatu ekosistem danau dipengaruhi terutama oleh intensitas cahaya matahari tahunan, letak geografis serta ketinggian danau di atas permukaan laut (Barus, 2004). Sedangkan pada ekosistem lotik memiliki temperatur sama pada zona arus balik dan dangkal yaitu sebesar 29C, sedangkan zona tergenang sebesar 27C. Pada ekosistem mangrove dan intertidal, data parameter fisika yang didapat hanya suhu. Suhu merupakan factor pembatas yang penting untuk membedakan struktur komunitas biota yang hidup di ekosistem tersebut. Suhu di intertidal sebesar 37 C karena ketika surut maksimal, wilayah intertidal terpapar atmosfer secara langsung sehingga suhunya sangat tinggi dibandingkan mangrove. Ekosistem mangrove memiliki suhu sebesar 27C, suhu yang relative rendah dibanding di wilayah intertidal itu dipengaruhi oleh adanya kanopi dari tumbuhan mangrove yang menyebabkan wilayah di ekosistem mangrove relatif stabil. Konduktivitas atau daya
20

hantar listrik, merupakan partikel-partikel yang masuk di suatu perairan. Tingkat konduktivitas perairan akan menunjukan nilai kandungan partikel-partikel yang terkandung di air sekaligus menunjukan tingkat polusi perairan (Odum, 1971). Konduktivitas pada ekosistem lentik pada zona litoral sebesar 393,375S/cm, limnetik 369,25S/cm dan

profundal 381,6 S/cm. Sedangkan pada ekosistem lotik di zona arus balik sebesar 407,475 S/cm, zona dangkal sebesar 411,3 S/cm dan zona tergenang sebesar 404,925 S/cm. Data kimia yang diukur pada praktikum ini meliputi pengukuran DO (Dissolved Oxygen) pH dan salinitas, dimana data tersebut digunakan untuk mengetahui karakteristik yang dimiliki pada setiap ekosistem. Kadar oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam volume air tertentu pada suatu suhu dan tekanan atmosfer tertentu. Pada tekanan atmosfer normal (1 atm) dan suhu 20 C, kadar maksimum oksigen terlarut dalam air adalah 9 ppm (mg/l) (Admin, 2010). Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi
terutama oleh faktor temperatur dan oleh jumlah garam terlarut dalam air. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 0 C, yaitu sebesar 14,16 mg/l O, konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dan udara dan dari proses fotosintesis .
o

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data bahwa kadar DO pada ekosistem lotik zona arus balik 9,325 mg/L ; dangkal 9,75 mg/L; tergenang 9,4 mg/L. Pada ekosistem lentik zona litoral 10,1 mg/L; limnetik 9,8 mg/L; sedangkan pada ekosistem intertidal 8,8 mg/L;dan pada ekosistem mangrove 7,3 mg/L. Pengukuran data kimia selanjutnya adalah pH yang sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air (Bangkoyoy, 2010). pH ekosistem lotik zona arus balik7,5; dangkal 7,415; tergenang 7,9. pada ekosistem lentik zona litoral 7,27; limnetik 7,33; sedangkan pada ekosistem mangrove 7,3. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan seperti gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). Untuk pengukura salinitas (kadar garam), pada ekosistem lotik zona arus balik 0,15ppt; zona dangkal 0,2ppt; dan zona tergenang 0,175 ppt; pada ekosistem lentik zona litoral 0,175 ppt; zona limnetik 0,175 ppt. sedangkan pada ekosistem intertidal dan mangrove
21

31 ppt. perbedaan salinitas yang signifikan inilah yang menjadi karakteristik pembeda antara ekosistem air tawar dan air laut. Suatu ekosistem memiliki dasar perairan yang merupakan hal terpenting sekaligus menentukan sifat komunitas serta kerapatan populasi suatu jenis. Dasar perairan yang keras terutama yang terdiri dari batu merupakan habitat yang baik bagi organisme untuk menempel atau melekat. Jadi, komposisi jenis dari komunitas habitat air mengalir akan berbeda sekali jika dibandingkan dengan komunitas habitat air tergenang seperti danau atau kolam. Data biota didapatkan melalui kegiatan identifikasi dan melakukan analisis data guna menentukan karakteristik biota yang hidup di suatu ekosistem. Faktor fisika dan factor kimia pada suatu ekosistem berpengaruh terhadap struktur komunitas biotanya. Organism yang paling dominan pada ekosistem sungai adalah golongan nekton dan neuston. Hal itu sangat dipengaruhi oleh factor fisika dari ekosistem sungai adalah kecepatan arus. Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi evolusioner. Misalnya bertubuh tipis dorsoventral dan dapat melekat pada batu. Untuk itulah, jenis nekton yang paling dominan adalah ikan cethol yang memiliki bentuk tubuh stream line yang mampu hidup dalam kondisi arus yang sangat besar. Di danau, nekton dan neuston yang paling dominan dibanding golongan makroinvertebrata. Golongan mikroinvertebrata yang paling dominan di ekosistem lotik adalah Gastropoda. Gastropoda memiliki adaptasi yang baik dengan hidup melekat di bebatuan yang merupakan substrat dari ekosistem lotik. Makroinvertebrata bentik yang ada di danau paling dominan adalah Viviparus. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus. Euglena acus, Cylindrocapsa geminella, Euglena aiplevis dan Paramecium merupakan planton yang hidup di sungai yang memiliki jumlah yang sedikit dibanding pada ekosistem lentik. Danau memiliki tiga jenis plankton yang memiliki jumlah lebih banyak. Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat di bebatuan atau tumbuhan lain, sehingga dapat mendukung rantai makanan. Mikroalgabentik yang bertindak sebagai produsen meliputi Oikomonas, Gonatizigon, Cyclotella, Ulotrix, Bitricia phaseolus, dan Lepocynclis aucularis. Mikroalgabentik yang ada di danau hanya alga jenis A. Tumbuhan air di ekosistem lotik memiliki keanekaragan jenis yang rendah disbanding pada ekosistem lentik. Tumbuhan air yang paling dominan adalah golongan Graminae. Sedangkan pada ekosistem lentik yang paling dominan adalah Hydrilla verticillata. Hydrilla verticillata paling dominan pada ekosistem lentik karena danau memiliki jenis substrat yang berlumpur. Tumbuhan air ini tumbuh di zona litoral saja karena pengaruh factor fisika dimana cahaya

22

matahari dapat menembus sampai dasar danau sehingga Hydrilla verticillata mampu tumbuh dengan baik jika ada sinar matahari yang berfungsi untuk fotosintesis. Pada ekosistem intertidal di temukan beberapa kelompok invertebrata bentik yaitu Mollusca, Gastropoda, Crustaceae dan Asteroidea. Nilai indeks dominanasi mollusca tertinggi adalah mollusca golongan B sebesar 0,0784, sedangkan ID Crusataceae yang paling besar adalah kepiting yaitu sebesar 0,0072 ; ID Gastropoda yang paling besar adalah Gastropoda jenis A sebesar 0,0144, dan pada kelompok Asteroidea indeks dominansi paling besar adalah Bintang laut yaitu sebesar 0,000049. Dari keseluruhan organisme diatas yang paling mendominasi adalah kelompok mollusca dengan nilai kelimpahan paling besar. Selain makroinvertebrata bentik pada ekosistem intertidal juga di temukan beberapa kelompok tumbuhan yaitu makroalgabentik dan spermatophyta. Analisis data untuk kelompok tumbuhan tersebut dilakukan dengan menghitung indeks nilai penting (INP). Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR). Indeks nilai penting untuk kelompok makroalgabentik yang tertinggi adalah pada jenis Caulerpa rasemosa sedangkan pada kelompok spermatophyta indeks nilai penting yang tertinggi pada jenis Thalcissia hemprichii. Dari keseluruhan vegetasi atau tumbuhan diatas yang paling mendominasi adalah kelompok spermatophyta dengan nilai kelimpahan paling besar. Dari data yang diperoleh di atas dapat diketahui bahwa kelimpahan organisme pada ekosistem intertidal baik hewan maupun tumbuhan dipengaruhi oleh factor pasang surut air laut. Ekosistem intertidal dibagi menjadi tiga zonasi antara lain zona atas, tengah dan bawah. Pada ketiga zonasi tersebut memiliki jenis substat yang berbeda, perbedaan jenis substat tersebut menyebabakan perbedaan pada organisme baik hewan dan tumbuhan yang di temukan berbeda. Pada zonasi atas yang substatnya berupa pasir banyak ditemukan organisme Mollusca dan Crustacea. Hal ini dikarenakan organisme tersebut mampu beradaptasi dengan suhu yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan zonasi yang lainnya. Suhu tinggi pada zonasi atas disebabkan karena substrat terlalu sering terpapar atmosfer secara langsung. Salah satu bentuk adaptasi yang di lakukan oleh organisme pada zonasi atas yaitu dengan memanfaatkan cangkang yang dimilikinya untuk tempat melindungi tubuhnya dari suhu tinggi.

23

Pada zonasi tengah substratnya berupa lumpur dan sebagian batu karang. Pada zonasi tengah ditemukan beberapa organisme. Vegetasi atau tumbuhan yang di temukan di ekosistem intertidal antaralain kelompok seaweed dan seagras yang jenisnya beraneka ragam. Sedangkan untuk jenis hewan yang ditemukan antara lain Lobster yang merupakan kelompok Crustaceae, Neuston dan Holoturoidea. Akan tetapi untuk jenis hewan yang mendominasi pada zonasi tengah adalah Holoturoidea. Zonasi yang ketiga adalah zonasi bawah yang substatnya berupa batu karang. Pada zonasi bawah organisme yang ditemukan adalah lamun dan seaweed yang mendominansi zonasi tersebut. Hal ini dikarenakan substrat pada zonasi ini tidak terpapar atmosfer secara langsung atau dapat di katakan selalu tergenang air, sehingga memungkinkan kelompok seagrass dan seaweed dapat hidup pada zonasi tersebut. Genangan air laut terhadap daratan pesisir yang terus berubah dengan dinamika yang cukup tinggi, memungkinkan pemilahan zona bagi kawasan ini yang banyak di pengaruhi oleh pola pergerakan pasang surut. Pasang surut merupakan fenomena pantai yang di

pengaruhi oleh gaya gravitasi bulan sebagai benda langit terdekat dengan bumi. Hingga ketinggian laut sebagai medium cair bumi pada garis pantai terlihat mencolok oleh gaya tarik tersebut. Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang hidupnya di dasar perairan atau bentos. Lumpur merupakan campuran dari lumpur halus dan lempung yang keduanya kaya bahan organik (detritus). Pada ekosistem mangrove biota yang diambil meliputi hewan infauna yang merupakan organism yang hidup menetap di dalam substrat dan hewan epifauna yang hidup di permukaan substrat dan melekat di perakaran tumbuhan di ekosistem mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove. Organism epifauna yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah Gastropoda. Sedangkan organism infauna yang paling banyak di ekosistem mangrove adalah golongan Polychaeta.

Ahmad. 2009. Ekosistem Intertidal .(http :// pkukmweb . ukm. myahmad/ kuljah/ ekoair/ ekoair. pdf). Diakses pada tanggal 19 Desember 2009. Dirdjosoemarto, S. 1986. Ekologi Lanjutan, Jakarta: Universitas Karunika.

24

Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. 2008. Ekosistem mangrove. http:// www. Imred . org/?q = content/ ekosistem mangrove di - indonesia. Diakses pada tanggal 19 Desember 2009. Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. 4rd ed. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum Rijalpurwailmiawan. 2009 .Ekosistem Lentik (sungai). http:// rijalpurwailmiawan. wordpress. Com /2009 /05 /05 /karakteristik ekosistem perairan - tergenang/. Diakses pada tanggal 19 Desember 2009. Team Pembimbing Praktikum ekologi perairan. 2009. Petunjuk praktikum ekologi perairan. FMIPA Universitas Jember:Jember

25

Lampiran 1 Ekosistem Lotik ( Sungai Antirogo) Makroinvertebrata Kelimpahan Mutlak Ganiobasis = = 26/4 =6,5 = 11/4 = 2,75

KM Limnaea

KM laba-laba air = 1/4 = 0,25 KM Gambusia KM Amnicola KM Renata KM kupu-kupu KM Killifish = 7/4= 1,74 = 1/4= 0,25 = 1/4= 0,25 = 1/4= 0,25 = 1/4= 0,25

KM Cyprodontiae = 5/4= 1,25 KM Fundulus KM Bythina = 3/4= 0,75 = 1/4= 0,25 =

Kelimpahan Relatif Ganiobasis

KR Limnaea KR laba-laba air KR Gambusia KR Amnicola KR Renata KR kupu-kupu KR Killifish

= 26/15 = 1,73 = 11/15 =0,73 = 1/15 =0,067 = 7/15 = 0,47 = 1/15 =0,067 = 1/15 =0,067 = 1/15 =0,067 = 1/15 =0,067

KR Cyprodontiae = 5/15 = 0,33 KR Fundulus KR Bythina = 3/15 =0,2 = 1/15 =0,067 = ( )2

Indeks Dominansi Ganiobasis

ID Limnaea ID laba-laba air

= (1/15)2 = 0,004 = (11/15)2 = 0,54 = (1/15)2 = 0,004


26

ID Gambusia ID Amnicola ID Renata ID kupu-kupu ID Killifish ID Cyprodontiae ID Fundulus ID Bythina

= (7/15)2 = (1/15)2 = (1/15)2 = (1/15)2 = (1/15)2 = (5/15)2 = (3/15)2 = (1/15)2 =-1,73 In1,73 =-0,73 In0,73

= 0,004 =0,004 =0,004 =0,004 = 0,004 = 0,108 = 0,04 = 0,004 = -0,95 = -0,23 = 0,186 = 0,354 = 0,27 = 0,27 = 0,27 = 0,27 = 0,366 = 0,32 = 0,27

In px Ganiobasis In px Limnaea In px Gambusia In px Amnicola In px Renata In px kupu-kupu In px Killifish In px Fundulus In px Bythina

In px laba-laba air =- 0,07In 0,07


=

-0,47In0,47

=-0,067 In0,067 =-0,067 In0,067 =-0,067 In0,067 =-0,067 In0,067

In px Cyprodontiae = -0,33In0,33 = -0,2In0,2 =-0,067 In0,067

Lampiran 2. Perhitungan Ekosistem Lentik Analisis Data Hewan Kelimpahan mutlak jenis x Kelimpahan relatif jenis x Indeks dominansi jenis x 1. Makroinvertebrata bentik a) Amnicola KM = 3/3
27

= nx / luas plot total = nx/ N = ( nx/ N)2

Indeks keanekaragaman jenis Shanon Wiener (H) = -px In px

b)

c)

d)

e)

=1 KR = 3/13 = 0,23 Indeks dominansi = ( 0,23 )2 = 0,053 H = -px In px = - 0,23 ln 0,23 = 0,36 Campeloma KM = 2/3 = 0,67 KR = 2/13 = 0,153 Indeks dominansi = ( 0,153 )2 = 0,024 H = -px In px = - 0,153 ln 0,153 Viviparus KM = 2/3 = 0,67 KR = 2/13 = 0,153 Indeks dominansi = ( 0,153 )2 = 0,023 H = -px In px = - 0,153 ln 0,153 = 0,27 Ketam KM = 1/3 = 0,33 KR = 1/13 = 0,077 Indeks dominansi = ( 0,077 )2 = 0,0059 H = -px In px = - 0,077 ln 0,077 = 0,157 Limnocalamus KM = 1/3 = 0,0,33 KR = 1/13 = 0,077 Indeks dominansi = ( 0,077 )2 = 0,0059
28

= -px In px = - 0,077 ln 0,077 = 0,157

Analisis Data Tumbuhan Lentik ( Litoral ) 1. CM Jenis x CM Enceng gondok CM Kayu apu CM Graminae CM Sp.A 2. CR jenis x (100 %) CR Eceng gondok CR Kayu apu CR Graminea CR Sp. A 3. FM Jenis x FM Enceng gondok FM Kayu apu FM Graminae FM Sp.A FM total = Jumlah cover jenis x / jumlah plot = 35% / 3 = 10% / 3 = 5% / 3 = 5% / 3 = 0,1167 = 0,033 = 0,0166 = 0,0166

= (CM jenis x / CM jenis) x 100 % = (0,1167 / 0,1829 ) x100% = 63,8 % = ( 0,033 / 0,1829) x 100 % = 18,04% = ( 0,0166 / 0,1829) x 100 % = 9,076 % = ( 0,0166 / 0,1829 ) x 100 % = 9,076 % = jumlah plot yang diduduki jenis x / jumlah total plot = 1/3 = 0,33 = 1/3 = 0,33 = 1/3 = 0,33 = 1/3 = 0,33 = 0,33+0,33+0,33+0,33 =0,132

4. FR Jenis x ( 100 %) FR Enceng gondok FR Kayu apu FR Graminae

= FM jenis x / FM seluruh jenis x 100 % = 0,33 / 1,32 x 100% = 25 % = 0,33 / 1,32x 100% = 25 % = 0,33 / 1,32 x 100% = 25 %
29

FR Sp.A

= 0,33 / 1,32 x 100% = 25 %

5. INP Jenis x ( 100 %) INP


Enceng gondok

= CR Jenis x + FR Jenis x ( % ) = 63,8 % + 25 % = 88,8 %

INP Kayu apu INP Graminae INP Sp.A INP Kangkung

= 18 % + 25 % = 43,04 % = 9,076 % + 25 % = 34,076 % = 9,076 % + 25 % = 34,076 % = 16,8 % + 23,08 % = 39,88 %

Lampiran 3. Perhitungan Ekosistem Intertidal 1. Tumbuhan (rumput)

CM jenis x = jumlah cover jenis x luas plot Plot 1 plot 12 Cm = 0 Plot 13 Cm = Plot 14 Cm = Plot 15 Cm = Plot 16 Cm = Plot 17
30

= 0,109

=0,543

= 0,435

= 0,435

Cm = Plot 18 Cm = Plot 19 Cm = Plot 20 Cm = Plot 21 Cm =

= 0,978

1,739

=1,304

=0.434

=1,522

Plot 22 Cm = Plot 23 Cm = Plot 24 Cm = Plot 25 Cm = Plot 26 Cm = Plot 27 Cm = Plot 28 Cm = Plot 29 Cm = Plot 30 Cm = Plot 31
31

=1,739

=1,957

=1,532

-=1,532

=1,739

=1,304

Cm = Plot 32 Cm = Plot 33 Cm = Plot 34 Cm =

Plot 35 Cm = Plot 36 Cm = Plot 37 Cm = Plot 38 Cm = Plot 39 Cm = Plot 40 Cm = Plot 41 Cm = Plot 42 Cm = Plot 43 Cm = Plot 44 Cm = Plot 45
32

Cm = Plot 46 Cm =

Cm seluruh jenis = 64,97

CR jenis x = Cm jenis x Cm seluruh jeniS Plot 1-12 CR=0 Plot 13 CR = Plot 14 CR = Plot 15 CR = Plot 16 CR = Plot 17 CR = Plot 18 CR = Plot 19 CR = Plot 20 CR = Plot 21 CR = Plot 22 CR = 2,234 1,240 0,249

x 100%

33

Plot 23 CR = Plot 24 CR = Plot 25 CR = Plot 26 CR = Plot 27 CR = Plot 28 CR = Plot 29 CR = Plot 30 CR = Plot 31 CR = Plot 32 CR = Plot 33 CR = Plot 34 CR = Plot 35 CR = Plot 36 CR = 2,979 2,979 3,477 3,150 2,979 4,468 4,468 4,221 3,150 4,478 4,468

34

Plot 37 CR = Plot 38 CR = Plot 39 CR = Plot 40 CR = Plot 41 CR = Plot 42 CR = Plot 43 CR = Plot 44 CR = Plot 45 CR = Plot 46 CR = 2,476 2,483 3,150 3,477 3,150 2,979

FM Jenis x = = FM Selurah Jenis = 0,717

FRjenis x

= FM jenis x / FM seluruh jenis x 100% = =100%


35

INP jenis x Plot 1-12 INP = 0 Plot 13 INP = 0,109 + 0,717 = 0,826 Plot 14 INP = 0,978 + 0,717 = 1,260 Plot 15 INP = 0,435+ 0,717 = 0,717 Plot 16 INP = 0,435 + 0,717 = 1,152 Plot 17 INP = 0,978 + 0,717 = 1,695 Plot 18 INP = 1,379 + 0,717 =2,096 Plot 19 INP = 1,304 + 0,717 = 2,021 Plot 20 INP = 0,217 + 0,717 = 0,826 Plot 21 INP = 1,522 + 0,717 = 2,239

= CR jenis x + FR jenis x x 100 %

Plot 22 INP = 1,379 + 0,717 = 2,096 Plot 23 INP =1,956+0,717=2,673 Plot 24 INP = 1,304+ 0,717 =2,021 Plot 25 INP = 1,522+0,717 = 2,239 Plot 26 INP = 1,522 + 0,717 =2,239
36

plot 27 INP = 1,379 + 0,717 = 2,096 Plot 28 INP = 1,848 + 0,717 = 2,565 Plot 29 INP = 1,304 + 0,717 =2,121 Plot 30 INP = 1,956 + 0,717 = 2,673 Plot 31 INP = 1,956 + 0,717 = 2,093 Plot 32 INP = 1,379 + 0,717 = 2,096 Plot 33 INP = 1,522 + 0,717 = 2,239 Plot 34 INP = 1,304 + 0,717 =2,021 Plot 35 INP= 1,304 + 0,717 =2,021 Plot 36 INP=1,304 + 0,717 =2,021 Plot 37 INP = 1,304 + 0,717 =2,021

Plot 3879 INP =1,379 + 0,717 =2,096 Plot 39 INP = 1,522 + 0,717 =2,239 Plot 40 INP = 1,379+ 0,717 = 2,096 Plot 41 INP = 1,848+ 0,717 =2,565 Plot 42 INP = 0,652 + 0,717 = 1,369
37

Plot 43 INP = 1,304 + 0,717 = 2,021 Plot 44 INP = 1,087 + 0,717 = 1,804 Plot 45 INP = 1,304 + 0,717 = 2,021 Plot 46 INP = 1,379 + 0,717 = 2,096 TOTAL INP=61,099

Makroinvertebrata Ekosistem Intertidal A. Kelimpahan mutlak jenis x = nx / luas plot total 1. Stromubus mutabilis = 1/30= 0,033 2. Planaxis sulcatus = 1/30= 0,033 3. Nerita undata = 1/30= 0,033 4. Terebralia sulcata = 1/30= 0,033 5. Cerethidea cingulata = 1/30= 0,033 6. Stromubus gibberulus = 2/30= 0,067 7. Cerithium nodulosum = 1/30= 0,033 8. Nassarius vitcusis = 1/30= 0,033 9. Melongena galeodes = 1/30= 0,033
38

10. Vexillum plicarium = 2/30= 0,067 11. Pyrene ocellata = 3/30= 0,1 12. Trachycardum sabrugosum = 1/30= 0,033 13. Clypeomorus balillariaeformis = 1/30= 0,033 14. Nassarius albescens = 1/30= 0,033 15. Colimbella scripta = 3/30= 0,1 16. Modulus candidus = 1/30= 0,033 17. S. arceus = 2/30= 0,067

18. Canthanus undosus = 1/30= 0,033 19. Conus glaris = 1/30= 0,033 20. Septa pilleare = 1/30= 0,033 21. Otopleura auriscati = 1/30= 0,033 22. Nassarius coronatus = 1/30= 0,033 23. Nassarius olivaceus = 1/30= 0,033 24. Conus tulipa = 1/30= 0,033 25. Pyramidella ventricosa = 1/30= 0,033 26. Vexillum subdivisum = 1/30= 0,033 27. Vexillum caffrum = 1/30= 0,033 28. Nassarius margaritiferus = 1/30= 0,033 29. Latirus smaragdula = 1/30= 0,033 30. Morula margariticola = 2/30= 0,067 31. Herbra corticata = 1/30= 0,033 32. Lophiotoma indica = 1/30= 0,033 33. M. Biconia = 1/30 = 0,033

39

B. Kelimpahan relatif

jenis x

= nx / N

17. S. arceus = 2/33= 0,06 18. Canthanus undosus = 1/33= 0,03 19. Conus glaris = 1/33= 0,03 20. Septa pilleare = 1/33= 0,03 21. Otopleura auriscati = 1/33= 0,03 22. Nassarius coronatus = 1/33= 0,03 23. Nassarius olivaceus = 1/33= 0,03 24. Conus tulipa = 1/33= 0,03 25. Pyramidella ventricosa = 1/33= 0,03 26. Vexillum subdivisum = 1/33= 0,03 27. Vexillum caffrum = 1/33= 0,03 28. Nassarius margaritiferus = 1/33= 0,03 29. Latirus smaragdula = 1/33= 0,03 30. Morula margariticola = 2/33= 0,06 31. Herbra corticata = 1/33= 0,03 32. Lophiotoma indica = 1/33= 0,03 33. M. Biconia = 1/33= 0,03
40

1. Stromubus mutabilis = 1/33 = 0,03 2. Planaxis sulcatus = 1/33= 0,03 3. Nerita undata = 1/33= 0,03 4. Terebralia sulcata = 1/33= 0,03 5. Cerethidea cingulata = 1/33= 0,03 6. Stromubus gibberulus = 2/33= 0,06 7. Cerithium nodulosum = 1/33= 0,03 8. Nassarius vitcusis = 1/33= 0,03 9. Melongena galeodes = 1/33= 0,03 10. Vexillum plicarium = 2/33= 0,06 11. Pyrene ocellata = 3/33= 0,09 12. Trachycardum sabrugosum = 1/33= 0,03 13. Clypeomorus balillariaeformis = 1/33= 0,03 14. Nassarius albescens = 1/33= 0,03 15. Colimbella scripta = 3/33= 0,09 16. Modulus candidus = 1/33= 0,03

C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

Indeks Dominansi Jenis x = (nx/N)2 ID Stromubus mutabilis ID Planaxis sulcatus ID Nerita undata ID Terebralia sulcata ID Cerethidea cingulata ID Stromubus gibberulus ID Cerithium nodulosum ID Nassarius vitcusis ID Melongena galeodes ID Vexillum plicarium ID Pyrene ocellata ID Trachycardum sabrugosum ID Clypeomorus balillariaeformis ID Nassarius albescens ID Colimbella scripta ID Modulus candidus ID S. arceus ID Canthanus undosus ID Conus glaris ID Septa pilleare ID Otopleura auriscati ID Nassarius coronatus ID Nassarius olivaceus ID Conus tulipa ID Pyramidella ventricosa ID Vexillum subdivisum ID Vexillum caffrum ID Nassarius margaritiferus ID Latirus smaragdula ID Morula margariticola = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0036 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0036 = 0,0081 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0081 = 0,0009 = 0,0036 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0009 = 0,0036

41

31. 32. 33.

ID Herbra corticata ID Lophiotoma indica ID M. Biconia

= 0,0009 = 0,0009 = 0,0009

D. Indeks keanekaragaman jenis shanon wiener (H) = - px ln px 1. Px ln p Stromubus mutabilis 2. Px ln p Planaxis sulcatus 3. Px ln p Nerita undata 4. Px ln p Terebralia sulcata 5. Px ln p Cerethidea cingulata 6. Px ln p Stromubus gibberulus 7. Px ln p Cerithium nodulosum 8. Px ln p Nassarius vitcusis 9. Px ln p Melongena galeodes 10. Px ln p Vexillum plicarium 11. Px ln p Pyrene ocellata 12. Px ln p Trachycardum sabrugosum 13. Px ln p Clypeomorus balillariaeformis 14. Px ln p Nassarius albescens 15. Px ln p Colimbella scripta 16. Px ln p Modulus candidus 17. Px ln p S. arceus 18. Px ln p Canthanus undosus 19. Px ln p Conus glaris 20. Px ln p Septa pilleare 21. Px ln p Otopleura auriscati 22. Px ln p Nassarius coronatus 23. Px ln p Nassarius olivaceus 24. Px ln p Conus tulipa 25. Px ln p Pyramidella ventricosa 26. Px ln p Vexillum subdivisum = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,06 x (- 2,8) = - 0,168 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,06 x (- 2,8) = - 0,168 = 0,09 x ( -2,4) = - 0,216 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,09 x ( -2,4) = - 0,216 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,06 x (- 2,8) = - 0,168 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105

42

27. Px ln p Vexillum caffrum 28. Px ln p Nassarius margaritiferus 29. Px ln p Latirus smaragdula 30. Px ln p Morula margariticola 31. Px ln p Herbra corticata 32. Px ln p Lophiotoma indica Px ln p M. Biconia

= 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,06 x (- 2,8) = - 0,168 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105 = 0,03 x (- 3,50) = - 0,105

43

You might also like