You are on page 1of 7

Model Pembelajaran Scramble

14 November 2009 Rachmad Widodo Tinggalkan komentar Go to comments

Model Pembelajaran Scramble tampak seperti Model Pembelajaran Word Square, bedanya jawaban soal tidak dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi sudah dituliskan namun dengan susunan yang acak, nah siswa nanti bertugas mengkoreksi ( membolak-balik huruf ) jawaban tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat/benar. Media : 1. Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai 2. Buat jawaban yang diacak hurufnya Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut : 1. Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai. 2. Membagikan lembar kerja sesuai contoh. Susunlah huruf-huruf pada kolom B sehingga merupakan kata kunci (jawaban) dari pertanyaan pada kolom A! Kolom A 1. Sebelum mengenal uang orang melakukan pertukaran dengan cara 2. digunakan sebagai alat pembayaran yang sah 3. Uang saat ini banyak dipalsukan 4. Nilai bahan pembuatan uang disebut nilai 5. Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah barang atau jasa disebut nilai 6. Nilai perbandingan uang dalam negeri dengan mata uang asing disebut 7. Nilai yang tertulis pada uang disebut nilai 8. dorongan seseorang menyimpan uang untuk keperluan jual beli disebut 9. perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai rekening di sejumlah uang disebut bank untuk membayar

Kolom B 1. TARREB . ( Contoh : jawaban yang benarBARTER ) 2. GANU 3. TRASEK 4. KISTRINI 5. LIRI 6. SRUK 7. MINALON . 8. SAKSITRAN 9. KEC

Demikianlah, mudah-mudahan postingan ini dapat menambah khasanah pembelajaran kita sehingga pembelajaran yang dirancang Bapak/Ibu Guru dapat lebih bervariatif, lebih bermakna, menantang sekaligus menyenangkan. Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal (Isjoni, 2009: 8). Merujuk pada hal ini perkembangan model pembelajaran terus mengalami perubahan dari model tradisional menuju model yang lebih modern. Model pembelajaran berfungsi untuk memberikan situasi pembelajaran yang tersusun rapi untuk memberikan suatu aktivitas kepada siswa guna mencapai tujuan pembelajaran. Sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah model pembelajaran kooperatif. Kooperatif berasal dari bahasa Inggris yaitu Cooperate yang berarti bekerja bersama-sama. Pembelajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni,2009 : 14). Menurut Slavin (1985) dalam bukunya Isjoni (2010: 12) mengatakan, bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Model pembelajaran koperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Terdapat empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu, adanya peserta didik yang terbagi dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai (Sanjaya, 2008: 241). Pembelajaran kooperatif adalah miniatur dari bermasyarakat, dan

belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing (Suyatno, 2009: 51) Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran saat ini yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok, oleh karena itu banyak guru yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kooperatif karena menganggap telah terbiasa menggunakannya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, namun tidak setiap kerja kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif. Roger dan David dalam Bukunya Suprijono (2010: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar berkelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Prosedur pelaksanaan model pembelajaran kooperatif yang benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu yang bercirikan memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat dan diakui dari perolehan pengetahuan yang didistribusikan dalam bentuk nilai hasil belajar. Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota memiliki peran, terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran sebagaimana dikemukakan Slavin (1995) dalam bukunya Isjoni (2009: 33), yaitu : 1. Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok ini diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan. 2. Pertanggung jawaban individu, pertanggungjawaban ini menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membentu dalam belajar. 3. Kesempatan yang sama untuk berhasil, setiap siswa baik yang berprestasi rendah atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Tipe Pembelajaran Kooperatif Macam tipe pembelajaran model pembelajaran kooperatif sangat beragam seperti yang terdapat dalam buku Suyatno (2009) tentang Menjelajah Pembelajaran Inovatif ada 96 variasi model pembelajaran kooperatif, antara lain Student Teams Achievement Division, Numbered Head Together, Jigsaw,Think Pairs Share, Teams Games Tournament, Group Investigation, Contextual Teaching and Learning, Team Assisted Individualy, Problem Based Instruction, Realistic Mathematics Education, Problem Posing, Open Ended, Probing-Prompting, Cycle Learning, Reciprocal, Somatic Auditory Visualization Intellectually, Visualization Auditor Kinestic, Auditory Intellectualy Repetition, Means-Ends Analysis, Creative Problem Solving, Think Talk Write, TwoSatay-Two Stray, Connecting Organizing Reflecting Extending, Survey Question Read Recite Review, Survey Question Read Reflect Recite Review, Meaningful Instructionnal Design, certainly of Response Index, Double Loop Problem Solving, Cooperative Integrated Reading and Composition, Inside Outside Circle, Diskursus Multy Reprecentacy, KUASAI, Tari Bambu, Artikulasi, Debat, Role Playing, Talking Stick, Student Facilitator and Explaining, Course Review Horay, Demonstration, Explicit Instruction, Scramble, Pair Check, Make-a Macht, Mind Mapping, Examples Non Examples,

Direct Instruction, Picture and Picture, Cooperative Script, Laps-Heuristik, Improve, Circuit Learning, Complete Sentence, Concept Sentence, Kumon, Time Token, Take and Give, Superitem, Hibrid, Trefinger, Induktif, Deduktif, Interaktif, Integratif, Generatif, Science Environment Technology & Society, Tematik, Fragmeted, Connectec, Nested, Sequenced, Shared, Webbed, Threaded, Integrated, Immersed, Networked, Grammer, Read, Audiolingual, Reseptif, Produktif, Komunikatif, Mind Mapping, Game, Nature Learning, Dol Speak, Learning Together, Deep Dialogue, Project Based Learning, Active Learning, Reflective Learning, AktifReflektif, inul Dance, Concept Song, dan Beyond Center and Circle Time. Akan tetapi dari banyak macam tipe pembelajaran koperatif di atas yang banyak dikembangkan adalah model STAD dan Jigsaw. Group Investigation sendiri adalah model pembelajaran yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan, sehingga hal inilah yang menjadi dasar peneliti menerapkan model GI dan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran. 1. Student Team Achievement Division (STAD) Tipe STAD adalah model pembelajaran kooperatif untuk pengelompokkan kemampuan campur yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota. Keanggotaan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. 2. Jigsaw Ciri-ciri pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu setiap anggota tim terdiri dari 5-6 orang yang disebut kelompok asal, kelompok asal tersebut dibagi lagi menjadi kelompok ahli, kelompok ahli dari masing-masing kelompok asal berdiskusi sesuai keahliannya, dan kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk saling bertukar informasi. 3. Group Investigation Tipe ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip belajar demokrasi. Tipe ini dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran akan memberi peluang kepada siswa untuk lebih mempertajam gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah sehingga guru dapat memperbaiki kesalahannya. Secara ringkas sintak pembelajaran tipe pembelajaran GI adalah pemilihan topik, perencanaan kooperatif, implementasi, analisis dan sintesis, presentasi hasil final, dan evaluasi. Jadi tipe GI merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja menggunakan inquiri kooperatif, perencanaan, proyek, diskusi kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada kelas. Tipe ini paling kompleks dan sulit diterapkan dibandingkan metode kooperatif yang lain. Asumsi Asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : (Joyce, 2009 : 302) 1. Sinergi yang ditingkatkan dalam bentuk kerjasama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar daripada dalam bentuk lingkungan kompetitif individual. 2. Anggota-anggota kelompok kooperatif dapat saling belajar satu sama lain. Setiap pembelajar akan memiliki bantuan yang lebih banyak daripada dalam sebuah struktur pembelajaran yang menimbulkan pengucilan antar satu siswa dengan siswa lainnya. 3. Interaksi antaranggota, akan menghasilkan aspek kognitif semisal kompleksitas sosial, menciptakan sebuah aktivitas intelektual yang dapat mengembangkan pembelajaran ketika dibenturkan pada pembelajaran tunggal.

4. Kerjasama meningkatkan perasaan positif terhadap satu sama lain, menghilangkan pengasingan dan penyendirian, membangun sebuah hubungan, dan memberikan sebuah pandangan positif mengenai orang lain. 5. Kerjasama meningkatkan penghargaan diri, tidak hanya melalui pembelajaran yang terus berkembang, namun juga melalui perasaan dihormati dan dihargai oleh orang lain dalam sebuah lingkungan. 6. Siswa yang mengalami dan menjalani tugas serta merasa harus bekerjasama dapat meningkatkan kapasitasnya untuk bekerjasama secara produktif. Dengan kata lain, semakin banyak siswa mendapat kesempatan untuk bekerjasama, maka mereka akan semakin mahir bekerjasama, dan hal ini akan sangat berguna bagi skill sosial mereka secara umum. 7. Siswa, termasuk juga anak-anak, bisa belajar dari beberapa latihan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam bekerjasama. Keuntungan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Sharan (1990) mengatakan bahwa pembelajaran dengan sistem pengelompokan dapat menyebabkan berpindahnya motivasi dari tataran eksternal pada tataran internal (Joyce, 2009: 309). Dengan kata lain, ketika siswa bekerjasama dalam menyelesaikan sebuah tugas, mereka akan tertarik pada materi pembelajaran tersebut karena menyadari kepentingannya sebagai siswa terhadap materi tersebut. Secara rinci keuntungan menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah : 1. Dapat memberikan efek yang sangat ampuh pada waktu singkat, baik dalam aspek pembelajaran akademik maupun aspek skill. 2. Memberikan seorang (atau beberapa orang) pendamping belajar yang menyenangkan dan bersama-sama mengembangkan skill bersosial serta berempati terhadap orang lain. 3. Dapat meningkatkan perasaan positif terhadap diri sendiri maupun orang lain. Menurut Sanjaya (2008: 249) keunggulan dan kelemahan dari pembelajaran kooperatif adalah : Keunggulan 1. Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri. 2. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan. 3. Dapat membantu anak untuk merespon orang lain. 4. Dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. 5. Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial. 6. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. 7. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata. 8. Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Kelemahan 1. Dengan leluasanya pembelajaran maka apabila keleluasaan itu tidak optimal maka tujuan dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai.

2. Penilaian kelompok dapat membutakan penilaian secara individu apabila guru tidak jeli dalam pelaksanaannya. 3. Mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang panjang. Selanjutnya dalam bukunya Isjoni (2009: 36) Jarolimek & Parker mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran ini adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Saling ketergantungan yang positif. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antar siswa dan guru. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Kelemahan model pembelajaran kooperatif adalah : 1. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu. 2. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. 3. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 4. Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. http://elearning.unesa.ac.id/myblog/alim-sumarno/model-pembelajaran-kooperatif

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Selain itu, matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, artifisial, dan menghendaki suatu pembuktian. Sifat-sifat matematika tersebut menuntut siswa untuk menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah, seperti berpikir logis dan berpikir strategik. Pemecahan masalah merupakan materi pemecahan masalah dalam mata pelajaran matematika. Materi pemecahan masalah diajarkan untuk membelajarkan siswa tentang pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan suatu usaha dengan menggunakan matematika maupun aplikasinya dan ilmu pengetahuan lain secara kreatif yang menjadikan suatu strategi untuk menyelesaikan suatu masalah atau kesulitan sehingga tujuan yang diinginkan segera tercapai. Dalam membelajarkan pemecahan masalah di kelas VI SDN Plumbangan 03 Kec. Doko Kab. Blitar, guru dan siswa mengalami permasalahan, sehingga siswa tidak dapat mencapai SKM yang ditentukan. Karena itulah peneliti melakukan penelitian tindakan kelas untuk mencapai ketuntasan siswa dalam belajar sesuai dengan SKM yang ditetapkan dalam KTSP SDN Plumbangan 03. Tindakan yang dilakukan dengan menerapkan pemecahan masalah model Polya. Penelitian dirancang dengan menggunakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian tindakan kelas. Tahapan penelitian dilakukan menurut tahap yang

dikemukakan oleh Lewins. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data hasil belajar siswa dan kemampuan menyelesaikan pemecahan masalah menggunakan pemecahan masalah model Polya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi, tes, angket, dan wawancara. Teknik analisa data disesuaikan dengan instrumen dan untuk hasil belajar digunakan SKM sebagai standar ketuntasan siswa dalam belajar. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut; pada siklus I, 55% siswa sudah mampu memahami masalah, 30% siswa mampu menyusun rencana penyelesaian, 25% siswa mampu melaksanakan rencana penyelesaian, dan 20% siswa mampu menguji kembali jawaban. Kemudian pada siklus II, 85% siswa mampu memahami masalah, 40% siswa mampu menyusun rencana penyelesaian masalah, 45% siswa mampu melaksanakan rencana penyelesaian, dan 40% siswa mampu menguji kembai jawaban. Sedangkan untuk hasil tes, pada siklus I hasil tes awal diperoleh 41,30% dan pada siklus II diperoleh 51,05%. Pada siklus I, tes akhir diperoleh 47,20% dan siklus II diperoleh 71,20%. Kegiatan guru pada siklus I mendapatkan nilai 19 dan pada siklus II mendapatkan nilai 21. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pemecahan masalah model Polya dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang pemecahan masalah. Dari hasil penelitian tersebut, diharapkan guru mencoba menerapkan model ini untuk membantu mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan pemecahan masalah sekaligus sebagai rangsangan pada guru untuk dapat mencipatakan inovasi dalam meningkatkan pembelajaran.

You might also like