You are on page 1of 24

HAMA DAN PENYAKIT

Kenali Musuh-musuh Utama pada Tanaman Cabe


Hambatan paling besar bertanam cabe biasanya datang dari keberadaan hama dan penyakit seringkali yang membuat tanaman rusak pada bagian tertentu yang bisa menyebabkan puso. Cukup banyak jenis-jenis hama maupun penyakit yang menyerang tanaman cabe ini dari fase benih sampai panen. Namun hanya beberapa yang utama dan paling merusak. Berikut adalah pembahasan mengenai hama dan penyakit utama pada tanaman cabe.

Sebagai tanaman budidaya, tentu saja pengembangan tanaman cabe tidak bisa terlepas dari pengendalian hama dan penyakit. Meskipun komoditas ini sangat menjanjikan, namun tidak sedikit dari para petani kita yang mengeluh akibat kehadiran pengganggu keberhasilan budidayanya. Tidak hanya hama, bahkan penyakit pun kerap menjadi penyebab utama kerusakan cabe. Kerugian yang diakibatkan hama maupun penyakit telah membuat tidak sedikit para petani yang bangkrut dan kapok untuk bertanam lagi. Sebagai pertimbangan, pada Harian Kompas mengungkapkan daerah Kediri sebagai salah satu sentra produksi cabe di Jatim banyak yang terserang Antracnose atau yang lebih populer dengan pathek ini beberapa waktu yang lalu. Dimana, ribuan hektar pohon cabe gagal dipanen gara-gara kehadiran penyakit itu. Ini hanya satu kasus saja, belum serangan hama maupun penyakit lain yang bisa merugikan petani. Menurut sebagian petani hingga kini belum ada cara yang benar-benar ampuh untuk mengobati buah cabe yang sudah terserang hama dan penyakit. Bukannya mereka tidak mau tahu atau pasrah terhadap kehadiran para pengganggu ini, namun sudah banyak yang dilakukan dalam upaya mengobati tanaman yang sudah terkena serangan. Salah satunya adalah dengan penyemprotan baik itu menggunakan insektisida maupun fungisida. Karena saking tingginya kekhawatiran akan meluas atau terkena serangan, penyemprotan seringkali dilakukan secara serampangan tanpa pertimbangan. Akibatnya kesalahan pemilihan pestisida yang diberikan dan teknik pengendalian yang kurang baik bisa menjadi bumerang yang berakibat fatal. Untuk itulah, teknik pengendalian yang baik yang dikenal dengan tehnik pengendalian hama terpadu sangat dianjurkan untuk mengatasi musuh-musuh utama tanaman cabe ini. Berikut adalah musuh-musuh utama petani cabe yang sering menyerang tanaman cabe.

Thrips
Hama thrips (Thrips Sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani cabe. Menurut beberapa sumber, thrips yang menyerang cabe tergolong sebagai pemangsa segala jenis tanaman, jadi serangan pada tanaman cabe hanya salah satunya saja. Dengan panjang tubuh sekitar + 1 mm, serangga ini tergolong sangat kecil namun masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya menyerang bagian daun muda dan bunga. Serangan paling parah biasanya terjadi pada musim kemarau, namun tidak menutup kemungkinan pada saat musim hujan bisa juga terjadi serangan. Gejala yang bisa dikenali dari kehadiran hama ini adalah adanya strip-strip pada daun dan berwarna keperakan. Adanya noda keperakan itu tidak lain akibat adanya luka dari cara makan hama thrips. Dalam beberapa waktu kemudian, noda tersebut akan berubah warna

menjadi coklat muda. Yang paling membahayakan dari thrips adalah selain dia sebagai hama perusak namun juga sebagai carrier atau pembawa bibit penyakit (berupa virus) yang menyebabkan penyakit pada tanaman cabe. Untuk itu, bila kita mampu mengendalikan hama thrips, tidak hanya memberantas dari serangan hama namun juga bisa mencegah penyebaran penyakit akibat virus yang dibawanya.

Areal tanaman cabe yang tidak dirawat dengan baik sangat beresiko terkena serangan hama dan penyakit Pengendalian hama ini bisa dilakukan secara kultur teknis maupun kimiawi. Secara teknis dapat dilakukan dengan melakukan pergiliran tanaman atau tidak menanam cabe secara bertahap dengan selisih waktu lebih lama, selain itu dapat juga menggunakan perangkap kuning yang dilapisi lem. Sedangkan pengendalian kimia bisa dilakukan dengan penyemprotan insektisida Winder 25WP konsentrasi anjuran 0.25 - 0.5 gr /liter atau bisa juga menggunakan insektisida bentuk cair Winder 100EC dengan konsenstrasi 0.5 1 cc/L.

Tungau (Mite)
Hama mite selain menyerang jeruk, dan apel menyerang tanaman cabe juga. Tungau bersifat parasit dimana dia merusak daun, batang maupun buah yang mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Pada tanaman cabe, serangannya adalah dengan menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagioan bawah menjadi berwarna kuning kemerahan , bentuk daun menjadi menggulung ke bawah dan akibatnya pucuk bisa mengering yang akhirnya menyebabkan daun rontok. Dalam klasifikasi tungau termasuk dalam Ordo Acarina, Kelas Arachnidae bukan termasuk golongan serangga. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang badan sekitar 0.5 mm, berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya thrips, hama ini juga berpotensi sebagai pembawa virus. Pengendalian hama mite secara kimia dapat kita lakukan penyemprotan menggunakan akarisida Samite 135EC. Konsentrasi yang dianjurkan adalah 0.25 - 0.5 ml/L.

Kutu (Myzus persicae)


Aphids merupakan serangga hama yang juga andil dalam merusak perkembangan tanaman cabe. Serangannya hampir sama dengan tungau namun akibat cairan dari daun yang dihisapnya menyebabkan daun melengkung ke atas, keriting dan belang-

belang hingga akhirnya dapat menyebabkan kerontokan. Tidak sepeti mite, kutu persik ini memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat karena selain bisa memperbanyak dengan perkawinan biasa, dia juga mampu bertelur tanpa pembuahan. Pengendalian hama aphids secara kimia dapat dilakukan dengan menyemprot insektisida Winder 100EC konsentrasi 0.5 1.00 cc/L.

Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)


Kehadiran lalat ternyata tidak hanya mengganggu sekaligus menjijikkan namun bisa menjadi hama perusak khususnya tanaman cabe. Buah cabe yang menunggu panen bisa menjadi santapannya dalam sekejap dengan cara menusukkan ovipositornya pada buah serta meletakkan telur, menetas menjadi larva yang kemudian merusak buah cabe dari dalam. Kerusakan buah dari luar bisa kita perhatikan dari bekas tusukan yang berupa bintik hitam. Buah yang rusak tentu saja tidak akan laku dijual sehingga menyebabkan kerugian bagi petani. Pengendalian hama lalat buah cabe tergolong agak sulit karena menyerangnya dari dalam buah, untuk itu satu-satunya jalan adalah dengan mencegah lalat tersebut meletakkan telurnya pada cabe. Pengendalian kultur teknis dapat dilakukan dengan membuat perangkap dari botol bekas air kemasan yang didalamnya diberi umpan yang telah diberi sex feromon seperti metil eugenol dan insektisida. Hal ini karena lalat buah betina sangat tertarik dengan bau lalat buah jantan sehingga dia akan memburunya. Selain itu dapat juga digunakan perangkap kuning seperti yang dilakukan pada hama thrips. Karena umumnya serangga-serangga tersebut sangat menyukai warna-warna mencolok.

Ulat Grayak (Spodoptera litura)


Hama ini tak berbeda dengan jenis ulat lain yang juga suka makan daun. Namun keistimewaannya adalah saat memasuki stadia larva, dia termasuk hewan yang sangat rakus. Hanya dalam waktu yang tidak lama, daun-daun cabe bisa rusak olehnya. Ulat yang setelah dewasa berubah menjadi sejenis ngengat ini akan memakan daun-daunan pada masa larva untuk menunjang perkembangan metamorfosis-nya. Ulat grayak tidak hanya menyerang tanaman cabe saja melainkan juga tanaman pisang, bawang, pepaya, kentang, padi, kacang dan lain-lain. Pengendalian hama ini dapat dilakukan terhadap ngengat dewasa yang hendak meletakkan telurnya pada tanaman inang dengan menyemprotkan insektisida, atau dikendalikan dengan insektisida biologis Turex WP konsentrasi 1 - 2 gr/Lt.

Gejala akibat serangan hama

Kerusakan daun yang

Ulat grayak merupakan hama

kutu daun (Mizus persicae)

diakibatkan serangan mite

yang paling rakus melahat daun cabe

Tikus Meskipun tidak separah serangan pada tanaman pangan, tikus juga berpotensi merusak buah tanaman cabe. Mereka biasanya menyerang bagian buahnya. Meskipun persentasenya tergolong sedikit, serangan tikus pada tanaman cabe tetap harus diwasdapai dengan cara selalu rutin membersihkan kebun cabe dari gulma dan semaksemak yang bisa menjadi tempat sarang sekaligus perlindungan tikus.

Antracnose
Tidak ada yang memungkiri bahwa Antracnose atau yang lebih dikenal dengan istilah pathek adalah penyakit yang hingga saat ini masih menjadi momok petani cabe. Bagaimana tidak? Buah yang menunggu panen dalam beberapa waktu berubah menjadi busuk oleh penyakit ini. Sudah banyak petani yang menjadi korban keganasannya. Sekali tanaman cabe kita terkena antraknosa, maka akan sulit bagi kita untuk mengendalikannya. Oleh karena itu tindakan paling baik untuk penyakit ini adalah melakukan pencegahan sebelum terjadinya serangan. Gejala awal yang dapat dikenali dari serangan penyakit ini adalah adanya bercak yang agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair. Lama kelamaan busuk tersebut akan melebar membentuk lingkaran konsentris. Dalam waktu yang tidak lama maka buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk. Ledakan penyakit ini sangat cepat pada musim hujan. Penyebab penyakit ini tidak lain adalah jamur C. capsici. Jamur ini menyerang tidak pandang bulu, karena baik buah cabe yang masih hijau atau sudah masak pun tidak luput darinya. Penyakit ini sangat mudah menyebar ke buah atau tanaman lain. Penyebarannya tidak hanya melalui sentuhan antara tanaman saja melainkan juga bisa karena percikan air, angin, maupun melalui vektor. Tidak ada satu pun cara yang bisa dilakukan agar penyakit ini bisa 100% , namun kita bisa mencegahnya dengan kultur teknis yang baik. Dapat juga dilakukan pembersihan atau pembuangan bagian tanaman yang sudah terserang agar tidak menyebar. Selain dengan cara budidaya yang baik, saat pemilihan benih harus kita lakukan secara selektif . Disarankan agar menanam benih cabe yang memiliki ketahanan terhadap penyakit pathek. Penggunaan benih sembarangan akan beresiko terjadinya serangan penyakit. Secara kimia, pengendalian penyakit ini dapat disemprot dengan fungisida bersifat sistemik yang berbahan aktif triadianefon dicampur dengan fungisida kontak berbahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide 54WDG, atau yang berbahan aktif Mankozeb seperti Victory 80WP.

Buah cabe yang busuk akibat serangan pathek/antraknose

Tanaman cabe yang terserang layu bakteri

Layu Bakteri
Bakteri penyebab layu merupakan penyakit kedua yang meresahkan petani setelah antraknosa. Penyebab layu bakteri ini adalah Pseudomonas solanacearum yang serangannya ditandai dengan gejala layu pada tanaman cabe yang mengalami kesembuhan pada waktu sore hari, tetapi lama kelamaan kelayuannya terjadi secara keseluruhan dan menetap. Bakteri ini biasanya ditularkan melalui tanah, benih, bibit, sisa-sisa tanaman , pengairan, nematoda atau alat-alat pertanian. Selain itu bakteri ini mampu bertahan selama bertahun-tahun di dalam tanah dalam keadaan tidak aktif. Bakteri layu cepat meluas terutama di tanah dataran rendah, gejala kelayuan yang mendadak seringkali tidak bisa diantisipasi. Tanaman yang sehat tiba tiba saja layu yang dalam waktu tidak sampai 3 hari besoknya langsung mati. Itulah gambaran serangan penyakit layu yang sangat menyeramkan. Untuk memastikan penyebab layu tersebut kita bisa mengambil tanaman yang terserang , kemudian pangkal batangnya dibelah untuk direndam pada gelas yang berisi air bening. Apabila bakteri maka akan ditandai dengan keluarnya cairan berwarna coklat susu berlendir semacam asap yang keluar pembuluh batangnya di dalam air. Untuk mengatasinya tak ada jalan lain selain menyingkirkan tanaman yang terserang, dan tetap menjaga agar bedengan tanam selalu dalam kondisi kering di luar. Selain itu , melakukan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak sefamili bisa mengurangi resiko serangan penyakit tersebut. Secara kimiawi, penyakit ini dapat dicegah dengan menyiram larutan Kocide 77WP konsentrasi 5 - 10 gr/liter pada lubang tanam sebanyak 200 ml/tanaman interval 10 - 14 hari dan dimulai saat tanaman mulai berbunga.

Daun yang terkena gejala penyakit bercak daun

Bercak Daun
Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak-bercak berupa bulatan seperti cacar pada daun. Bila dibiarkan akan menyebabkan daun-daun cabe gugur sehingga pertumbuhan kurang optimal. Gejala pada daun tersebut ternyata baru serangan awal saja karena bila dibiarkan, akan menyerang batang, tangkai daun serta tangkai bunga. Seperti halnya layu bakteri, cendawan Cercospora capsici penyebab bercak daun ini dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman. Pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan membuang tanaman yang terserang sekaligus membersihkan sanitasi lingkungan tanaman. Secara kimia dapat juga dicegah dengan fungisida kontak bahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide 54WDG, Kocide 77WP, dan atau fungisida bahan aktif Mankozeb yaitu Victory 80WP. (Redaksi dari berbagai sumber)

Pengendalian Hama & Penyakit Pada Tanaman Cabai

Pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai bisa dilakukan dengan cara menyemprot pestisida 2 minggu satu

kali. Disamping itu dilakukan pencucian 2 hari sekali. Selain perlakuan di atas, 1 minggu sekali tanaman cabe disemprot dengan perekat, terutama pada awal tanaman berbuah. Bila tanaman sudah berbuah, tidak perlu dilakukan. Pencucian sebaiknya dilakukan sebelum matahari terbit. Pengendalian secara kuratif hanya dilakukan setelah tanaman menunjukkan gejala serangan penyakit. A. PENYAKIT KERITING Penyebab : Penyebab penyakit keriting adalah hama trips yang menyerang ujung daun. Pengendalian : Trips pada siang hari biasanya bersembunyi, penyemprotan dilakukan dari atas dan bawah daun sehingga merata di seluruh bagian tanaman dan daun. Penyerangan trips biasanya dilakukan pada saat udara panas di musim kemarau. B. PENYAKIT CACAR DAUN & CACAR BUAH

Penyebab : Penyakit ini dis ebabkan oleh hama yang menyerang dengan cepat bagian buah maupun daun dari tanaman cabai. Pengendalian : Tanaman cabe yang telah diserang cacar, apabila yang diserang buahnya, agar buahnya dipanen semua dan ditaruh dalam karung kemudian dibakar. Demikian pula apabila daunnya diserang, agar daunnya dirontokkan, dibakar, lalu dikubur. Pestisida yang digunakan adalah Alto atau score ditambah dengan perekat dan disemprot dengan interval 2-3 hari 1 kali. C. PENYAKIT LAYU Penyebab : Beberapa penyebab penyakit layu adalah kelembaban, cacing, maupun varietas yang digunakan. Pengendalian : Untuk penyakit layu yang disebabkan oleh kelembaban, guludan agar dinaikkan dan drainase dibuat sedemikian agar tidak ada air yang menggenang. Untuk tanaman yang sudah terserang agar disemprot dengan antibiotik agrimisin 10 hari 1 kali.

erlan ardiana rismansyah


Hama dan Penyakit Budidaya Tanaman Paprika (Capsicum annuum var. grossum) di dalam Rumah Plastik Serta Pengendaliannya
24 Januari 2010 pada 2:51 am (artikel, bakteri patogen, jamur patogen, serangga hama, tehnik pengendalian, virus patogen) 4 Votes

Hama dan Penyakit Budidaya Tanaman Paprika (Capsicum annuum var. grossum) di dalam Rumah Plastik Serta Pengendaliannya Keberhasilan produksi paprika ditentukan oleh beberapa faktor, salah satu di antaranya adalah serangan hama dan penyakit. Akibat serangannya adalah kualitas dan kuantitas hasil panen paprika menurun. Menurut Prabaningrum et al. (2002), hama dan penyakit yang umum menyerang tanaman paprika adalah trips (Thrips parvispinus), ulat grayak (Spodoptera litura), tungau teh kuning (Polyphagotarsonemus latus), kutu daun persik (Myzus persicae), lalat pengorok daun (Liriomyza sp.), penyakit tepung, penyakit bercak daun serkospora, penyakit layu bakteri, penyakit layu fusarium, dan penyakit virus. Penyakit yang menyerang tanaman tidak hanya disebabkan oleh patogen saja, tetapi dapat pula disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, sinar matahari, air, nutrisi, penggunaan pestisida, dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan disebut penyakit fisiologis. Penyakit fisiologis yang umum dijumpai pada tanaman paprika di Indonesia disebabkan oleh defisiensi unsur hara. Menurut Prabaningrum dan Moekasan (2006), penyakit fisiologis yang disebabkan oleh unsur hara pada tanaman paprika adalah defisiensi unsur Fe (Besi), Mn (Mangan), Mg (Magnesium) dan Ca (Kalsium). Hama Tanaman 1. Trips (Thrips parvispinus) Trips (Gambar 1) menyerang daun-daun muda, dengan cara menggaruk dan mengisap cairan daun. Gejala serangan ditandai dengan bagian bawah daun yang terserang berwarna keperakan, selanjutnya berubah menjadi kecoklatan. Daun tampak keriput, mengeriting dan melengkung ke atas. Di samping menyerang daun, hama trips dapat pula menyerang buah paprika sehingga dapat menurunkan kualitas buah.

Gambar 1 (a) Trips pada bunga paprika, (b) imago trips, (c) serangan trips pada buah, dan (d) serangan trips pada daun (Foto: L. Prabaningrum) Pengendalian trips pada tanaman paprika yang dilakukan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) adalah sebagai berikut: 1) Penggunaan mulsa plastik perak Pada lantai rumah plastik dipasang mulsa plastik hitam perak (Gambar 2) Pemasangan mulsa plastik warna perak mampu menghalau trips, sehingga diharapkan tidak menyerang tanaman paprika. Selain itu, mulsa plastik akan menghalangi trips mencapai tanah pada saat akan menjadi pupa.

Gambar 2. Pemasangan mulsa plastik perak di atas lantai rumah plastik (Foto: T.K. Moekasan) 2) Pemasangan perangkap lekat warna biru, putih atau kuning

Sejak penanaman, di atas kanopi tanaman dipasang perangkap lekat warna biru, putih, atau kuning (Gambar 3) sebanyak 1 buah per 2 m2.

Gambar 3. Pemasangan perangkap lekat warna kuning (kiri) dan biru (kanan) (Foto: T.K. Moekasan) 3) Pemanfaatan musuh alami Musuh alami potensial yang dapat digunakan untuk mengendalikan trips adalah predator kumbang macan Menochilus sexmaculatus (1 ekor/tanaman) dan jamur patogen Verticillium lecanii (konsentrasi 3 x 108 spora/ml) (Gambar 4). Pelepasan kumbang predator dan penyemprotan jamur patogen V. lecanii dilakukan mulai tanaman paprika berumur satu minggu setelah tanam. Penyemprotan jamur patogen V. lecanii dilakukan pada sore hari sekitar pukul 16.00. Di luar negeri, musuh alami trips sudah diperdagangkan seperti kepik Orius sp., tungau predator Amblyseius sp. dan jamur patogen V. lecanii.

Gambar 4. Penggunaan predator M. sexmaculatus (kiri) dan jamur patogen V. lecanii (kanan) (Foto: T.K. Moekasan) 4) Pembuangan mahkota bunga dan penjarangan buah Mahkota bunga dan buah yang berdempetan merupakan tempat persembunyian trips. Oleh karena itu, mahkota bunga pada buah yang telah terbentuk harus segera dibuang (Gambar 5a). Penjarangan buah dilakukan agar buah tidak tumbuh berdempetan sebagai upaya untuk mengurangi serangan trips pada tanaman paprika (Gambar 5b) (Moekasan 2002).

Gambar 5. Pembuangan mahkota bunga (a) dan penjarangan buah (b) (Foto: T.K. Moekasan) 5) Penyemprotan insektisida Penyemprotan insektisida untuk mengendalikan trips pada tanaman paprika merupakan upaya terakhir. Insektisida yang dianjurkan adalah insektisida yang selektif yaitu yang berbahan aktif Spinosad (Tracer 120 EC) dan Abamektin (Agrimec 18 EC). Penggunaan insektisida dilakukan jika populasi hama tersebut telah mencapai ambang pengendalian. Menurut Moekasan et al (2005), nilai ambang pengendalian trips pada tanaman paprika adalah : - Fase vegetatif (0 5 minggu setelah tanam) adalah 2,7 ekor trips/daun atas. - Fase berbunga (6 11 minggu setelah tanam) adalah 0,3 ekor trips/daun pucuk dan 0,8 ekor trips/bunga. - Fase berbuah (> 11 minggu setelah tanam) adalah 0,3 ekor trips/daun atas. 2. Ulat grayak (Spodoptera litura F.) Ulat muda makan daun dengan menyisakan epidermis, sehingga daun menjadi transparan. Ulat tua memakan seluruh bagian daun dan yang ditinggalkan hanya tulang daunnya saja. Ulat mempunyai warna yang bervariasi, tetapi ada ciri utama, yaitu adanya garis menyerupai kalung berwarna hitam yang melingkar pada ruas ketiga. Kepompongnya berwarna coklat tua dan terdapat di permukaan tanah (Kalshoven 1981).

Gambar 6. Larva S. litura (a), serangan S. litura pada daun paprika (b), imago S. litura (c), dan kelompok telur S. litura (d) (Foto : a, b, dan d oleh Tonny K. Moekasan; c oleh van Vreden dan A.L. Ahmadzabidi 1986) Pengendalian ulat grayak pada tanaman paprika yang dilakukan dengan sistem PHT adalah sebagai berikut : 1) Pengumpulan kelompok telur dan larva Kelompok telur dan larva S. litura yang terdapat pada tanaman paprika dikumpulkan lalu dimusnahkan. 2) Pemasangan feromonoid seks atau perangkap lampu Untuk menekan populasi awal S. litura di dalam rumah plastik dipasang perangkap feromonoid seks atau perangkap lampu (Gambar 7) mulai saat tanam. Tujuannya adalah untuk menangkap imago atau ngengat S. litura. Untuk rumah kasa yang berukuran 500 m2 dipasang 2 buah perangkap.

Gambar 7. Perangkap lampu untuk menangkap ngengat S. litura (Foto: T. K. Moekasan) 3) Pemanfaatan musuh alami Musuh alami yang potensial mengendalikan ulat grayak adalah virus patogen SlNPV (Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus). Di pasaran musuh alami ini sudah dijual dengan nama Vir-X yang diproduksi oleh Perusahaan Dompet Duafa Republika. Penyemprotan virus patogen ini dilakukan mulai umur tanaman 1 minggu setelah tanam dengan interval 1 minggu. 4) Penggunaan insektisida Jika serangan ulat grayak sudah mencapai ambang pengendalian, yaitu 5% kerusakan daun baru boleh digunakan insektisida. Insektisida yang dianjurkan adalah insektisida selektif seperti Amamektin (Proclaim 5 SG) dan Spinosad (Tracer 120 EC) (Moekasan, 2002). 3. Tungau teh kuning (Polyphagotarsonemus latus) dan tungau merah (Tetranychus sp.) Hama tungau sering disebut pula tengu (bahasa Jawa), tongo (bahasa Sunda) atau mite (bahasa Inggris). Tungau dewasa berkaki delapan, sedangkan larvanya berkaki enam (Kalshoben, 1981). Tungau teh kuning berwarna kuning transparan, dengan ukuran tubuh 0,25 mm. Tungau jantan berukuran lebih kecil. Tungau Tetranychus sp. disebut pula red spider mite karena tungau ini berwarna merah dan membuat jaring-jaring seperti laba-laba. Tungau merah betina berukuran panjang 0,45 mm, sedangkan yang jantan 0,3 mm (Hussey et al. 1953). Gejala serangan ditandai dengan timbulnya warna seperti tembaga pada permukaan bawah daun, tepi daun mengeriting, daun menjadi kaku dan melengkung ke bawah (seperti sendok terbalik). Pada serangan berat, tunas dan bunga gugur (Gambar 8).

Gambar 8. Tanaman paprika yang terserang tungau (Foto: L. Prabaningrum) Pengendalian hama tungau pada tanaman paprika yang dilakukan dengan sistem PHT adalah sebagai berikut : 1) Pemanfaatan musuh alami Di luar negeri, musuh alami tungau teh kuning yang potensial dan telah digunakan sebagai agens pengendali hayati adalah tungau predator Amblyseius sp., sedangkan musuh alami tungau merah adalah Phytoseiulus persimilis. 2) Penggunaan akarisida Akarisida yang efektif untuk mengendalikan kedua jenis tungau tersebut adalah akarisida selektif seperti Propargit (Omite 570 EC) dan Dikofol (Kelthane 200 EC). 4. Kutu Daun persik (Myzus persicae) Kutu daun persik sering pula disebut sebagai kutu daun tembakau. Nimfa dan serangga dewasa menyerang daun-daun muda, dengan cara menusuk dan mengisap cairan daun. Gejala serangan ditandai dengan perubahan tekstur daun menjadi keriput, terpuntir, berwarna kekuningan, pertumbuhan tanaman kerdil, daun menjadi layu dan akhirnya mati. Di samping itu, kutu daun merupakan vektor penyakit virus PLRV dan PVY. Tubuhnya berwarna kuning kehijauan (Gambar 9), dengan panjang tubuh berkisar antara 0,8 1,2 mm. Pengendalian kutu daun persik pada tanaman paprika yang dilakukan dengan sistem PHT adalah sebagai berikut : 1) Pemanfaatan musuh alami Di alam, kutu daun persik mempunyai musuh alami yang potensial yaitu parasitoid Aphidius sp., kumbang macan M. sexmaculatus, dan larva lalat Syrphidae. Pelepasan kumbang macan

M. sexmaculatus dilakukan sejak tanaman paprika berumur 1 minggu setelah tanam dan diulang setiap minggu. 2) Penggunaan insektisida Jika populasi kutu daun persik telah mencapai ambang pengendalian, yaitu 7 ekor/10 daun, maka pertanaman disemprot dengan insektisida Fipronil (Regent 50 EC) atau Alfametrin (Fastac 15 EC).

Gambar 9. Kutu daun persik pada tanaman paprika (Foto: L. Prabaningrum) 5. Lalat pengorok daun (Liriomyza sp.) Di Indonesia spesies yang menyerang adalah Liriomyza huidobrensis, lalat tersebut tersebar sejak dataran tinggi sampai dataran rendah. Hama ini menyerang sejak dari persemaian sampai tanaman dewasa. Serangan serangga dewasa pada daun ditandai oleh bercak-bercak putih bekas tusukan ovipositor. Serangan berat akan mengakibatkan daun mengering seperti terbakar. Gejala serangan oleh larva berupa alur-alur putih pada permukaan daun paprika (Gambar 10). Pengendalian lalat pengorok daun pada tanaman paprika yang dilakukan dengan system PHT adalah sebagai berikut : 1) Pemasangan perangkap lekat warna kuning Pada saat tanam dipasang perangkap lekat warna kuning di atas kanopi tanaman sebanyak 1 buah per 2 m2. 2) Penggunaan insektisida

Insektisida yang selektif dan efektif yang dianjurkan untuk mengendalikan lalat pengorok daun adalah Kartap hidroklorida (Padan 50 SP) atau Siromazin (Trigard 75 WP).

Gambar 10. Imago (a), larva (b), pupa (c), dan gejala kerusakan oleh serangan Liriomyza sp. pada tanaman cabai (d) (Sumber: Setiawati et al. 2005) Penyakit Tanaman 1. Penyakit tepung Penyakit tepung disebabkan oleh cendawan Oidiopsis capsici. Gejala serangan ditandai dengan adanya lapisan tepung berwarna putih terutama menempel pada sisi bawah daun (Gambar 11). Daun yang terserang menjadi pucat dan cepat rontok (Semangun 1989). Pengendalian penyakit tepung pada tanaman paprika dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Pemasangan dan pengasapan dengan pembakaran serbuk belerang Untuk mencegah serangan penyakit tepung pada pertanaman paprika dipasang serbuk belerang yang diletakkan dalam belahan bambu sebanyak 1 belahan bambu per 2 m2. Pengasapan dengan pembakaran serbuk belerang seminggu sekali. Alat yang digunakan adalah yang biasa digunakan untuk pengemposan tikus. Pengasapan dilakukan pada sore hari setelah pukul 17.00 (Gambar 12), ketika suhu udara sudah menurun.

Gambar 11. Daun tanaman paprika yang terserang penyakit tepung (Foto: T.K. Moekasan)

Gambar 12. Pemasangan belerang (kiri) dan pengasapan dengan pembakaran serbuk belerang (kanan) untuk mencegah serangan penyakit tepung (Foto: T.K. Moekasan) 2) Penyemprotan fungisida Jika serangan penyakit tepung rata-rata telah mencapai 5% luas daun, maka pertanaman paprika disemprot dengan fungisida selektif Fenarimol (Rubigan 120 EC) atau Heksakonazol (Anvil 50 SC) (Moekasan 2002). 2. Penyakit layu fusarium Penyakit layu fusarium disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum (Semangun, 1989). Infeksi awal terjadi pada leher batang tanaman bagian bawah yang bersinggungan dengan tanah. Selanjutnya infeksi menjalar ke perakaran sehingga akar mengalami busuk basah. Gejala pada bagian tanaman di atas tanah adalah terjadinya kelayuan daun bagian bawah, yang selanjutnya menjalar ke atas, ke ranting-ranting muda dan akhirnya tanaman mati (Gambar 13) (Suryaningsih et al. 1996). Cendawan berada di dalam pembuluh kayu dan menyebabkan jaringan ini berwarna coklat (Semangun 1989).

Gambar 13. Tanaman paprika yang terserang penyakit layu fusarium (Foto: T. K. Moekasan) Pengendalian penyakit layu fusarium pada tanaman paprika dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Eradikasi selektif Jika dijumpai tanaman paprika yang terserang penyakit layu fusarium dilakukan eradikasi selektif, yaitu dengan cara menyingkirkan tanaman dan media tanamnya lalu memusnahkannya. 2) Penggunaan fungisida Fungisida yang selektif dan efektif dan dianjurkan adalah Benomil (Benlate) atau Klorotalonil (Daconil 75 WP). Larutan fungisida dengan konsentrasi yang dianjurkan disiramkan ke perakaran paprika dengan dosis 100 ml per polybag (Moekasan 2002). 3. Penyakit layu bakteri Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Ralstonia (Pseudomonas) solanacearum. Bakteri ini termasuk mikroorganisme patogen tular tanah atau dikenal dengan nama soil borne disease, dapat hidup bertahan dalam tanah dalam waktu yang relatif sangat lama (3-5 tahun) (Kelman, 1953). Serangan penyakit ini menyebabkan layunya daun-daun tanaman yang dimulai dari daun bagian atas. Tanaman tampak seolah-olah seperti kekurangan air. Setelah beberapa hari gejala kelayuan diikuti oleh layu yang tiba-tiba dan layu permanen seluruh tanaman, tetapi daun tetap berwarna hijau atau sedikit menguning (Gambar 14). Pengendalian penyakit layu bakteri pada tanaman paprika dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Perlakuan air penyiraman Untuk mencegah serangan layu bakteri, pada air penyiraman ditambahkan kaporit sebanyak 1 ppm (Moekasan 2002). 2) Penggunaan musuh alami Musuh alami yang potensial untuk mengendalikan penyakit layu bakteri adalah bakteri antagonis Pseudomonas fluorescens. Larutan bakteri P. fluorescens sebanyak 50 ml/polybag disiramkan ke dalam media tanam mulai umur 1 minggu setelah tanam dan diulang seminggu sekali (Moekasan 2002). 3) Eradikasi selektif Jika dijumpai tanaman paprika yang terserang penyakit layu bakteri dilakukan eradikasi selektif, yaitu dengan cara mencabut dan memusnahkannya. 4) Penggunaan bakterisida Bakterisida yang efektif untuk mengendalikan penyakit layu bakteri adalah Bactocine L. dengan konsentrasi formulasi 1 ml/l. Bakterisida tersebut secara bergantian disemprotkan pada tanaman atau disiramkan ke dalam media tanam sebanyak 50 ml/polybag dengan frekuensi seminggu sekali (Moekasan 2002).

Gambar 14. Tanaman paprika yang terserang penyakit layu bakteri (Foto: T.K. Moekasan) 4. Penyakit bercak serkospora

Penyakit bercak serkospora disebabkan oleh cendawan Cercospora capsici yang dapat menyerang daun, tunas, bunga, batang, dan bakal buah. Serangan yang terjadi pada pedisel dapat menimbulkan malformasi buah, yaitu buah tidak dapat berkembang, melainkan menjadi kerdil. Bercak berbentuk bulat melingkar dan bagian tengahnya berwarna abu-abu tua sedangkan bagian luarnya coklat tua (Gambar 15). Pada kelembaban tinggi, cendawan tumbuh seperti bintik-bintik, kemudian melebar dan berwarna abu-abu. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit bintik mata kodok, karena bintik tersebut berbentuk seperti mata kodok. Pada saat sudah berukuran lebih besar, bercak mengering dan retak, yang akhirnya bagian buah ini akan jatuh ke tanah. Daun dan buah yang terinfeksi dapat berubah menjadi berwarna kuning dan gugur ke tanah (Suryaningsih et al. 1996).

Gambar 15. Daun paprika yang terserang penyakit bercak serkospora (Foto: T. K. Moekasan) Pengendalian penyakit bercak serkospora pada tanaman paprika dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Perlakuan benih Pencegahan serangan penyakit bercak serkospora dapat dilakukan dengan cara perendaman benih paprika sebelum disemai pada larutan Propamocarb (Previcur N) dengan konsentrasi formulasi 1 ml/ l selama 24 jam (Moekasan 2002). 2) Penggunaan mulsa plastik Penggunaan mulsa plastik dapat menghambat penyebaran infeksi cendawan ini, baik dari buah, daun atau batang ke media tanam, maupun dari media tanam ke bagian tanaman (Suryaningsih et al. 1996). 3) Penggunaan fungisida

Jika serangan penyakit bercak serkospora telah mencapai 5% luas daun, maka tanaman paprika disemprot dengan fungisida. Fungisida yang dianjurkan untuk cendawan golongan Oomycetes, yaitu fungisida kontak Klorotalonil (Daconil 70 WP) dengan interval 4-7 hari dan fungisida sistemik Metalaxyl (Ridomil Gold MZ) atau Difenakonazol (Score 250 EC) dengan interval 7-10 hari. Penggunaan fungisida kontak dan sistemik dilakukan secara bergiliran untuk menghindari timbulnya resistensi cendawan tersebut terhadap fungisida. Pola pergiliran adalah 3-4 kali aplikasi fungisida kontak dan satu kali apalikasi fungisida sistemik, kemudian diulang kembali dengan pola yang sama (Suryaningsih et al., 1996). 5. Penyakit mosaik (virus kompleks) Penyakit mosaik pada tanaman paprika dapat disebabkan oleh salah satu atau gabungan berbagai jenis virus seperti virus tomat mosaik (tomato mosaic virus = ToMV), virus mosaik tembakau (tobacco mosaic virus = TMV), virus mosaik mentimun (cucumber mosaic virus = CMV), virus kentang Y (potato virus Y = PVY) dan virus X kentang (potato virus X = PVX) (Suryaningsih et al. 1996) Pertumbuhan tanaman yang terserang virus relatif lebih kerdil. Mula-mula tulang daun menguning atau terjadi jalur kuning sepanjang tulang daun. Daun menjadi belang hijau tua dan hijau muda, ukuran daun lebih kecil dan lebih sempit dari ukuran daun yang normal, atau menjadi seperti tali sepatu karena lembaran daun menghilang yang tinggal hanya tulang daun saja. Virus mosaik mentimun sering menyebabkan gejala bisul atau kutil pada buah (Semangun 1989). Virus masuk ke dalam jaringan melalui luka lalu memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh jaringan tanaman secara sistemik. Jenis virus di atas dapat menular melalui persinggungan secara mekanik seperti TMV, ToMV dan PVX; melalui biji seperti ToMV dan TMV (Suryaningsih et al. 1996) atau disebarkan oleh kutu daun seperti CMV dan PVY (Noordam 1973).

Gambar 16. Beberapa gejala serangan penyakit mosaik pada tanaman paprika (Foto: T. K. Moekasan) Pengendalian penyakit mosaik pada tanaman paprika dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Infeksi virus mosaik lewat vektornya (kutu daun) yang datang dari luar dapat dicegah dengan melakukan penyemaian benih paprika pada rumah plastik yang dindingnya terbuat dari kasa (Gambar 17). 2) Menjaga kebersihan tangan pekerja dan peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan tanaman menggunakan larutan alkohol 70% untuk mencegah penyebaran penyakit ini. 3) Pada saat melakukan pewiwilan, tangan pekerja disterilkan dengan menggunakan susu skim atau alkohol 70% (Moekasan, 2002) 4) Lakukan eradikasi selektif jika ada tanaman yang menunjukkan gejala terserang penyakit mosaik, yaitu dengan cara mencabut dan memusnahkannya.

Gambar 17. Tempat persemaian paprika yang terlindung untuk mencegah serangan penyakit mosaik (Foto: T. K. Moekasan) Sumber : Disalin dari buku Budidaya Tanaman Paprika (Capsicum annuum var. grossum) di dalam Rumah Plastik. Oleh : Nikardi Gunadi, Tonny K. Moekasan, Laksminiwati Prabaningrum, Herman de Putter, Arij Everaarts. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura bekerjasama dengan Applied Plant Research, Wageningen University and Research Centre, The Netherlands. 2006, dengan sedikit perubahan nomor gambar serta tidak disertakan daftar pustaka. Merujuklah ke buku tersebut untuk hal tersebut dan lainnya.

Bule Merajalela
Posted on March 19, 2008 by deny339

Kalau anda kebetulan sedang berjalan-jalan di sekitar kab. Magelang Jawa Tengah jangan kaget bila melihat tanaman cabai yang berdaun kuning terutama di bagian pucuknya. Bule begitu masyarakat daerah situ menyebutnya. Nggak tahu kapan mulainya dan siapa yang menularkan yang jelas si bule itu sekarang merajalela.Penyakit keriting kuning pada cabai memang sulit dikendalikan. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari golongan geminivirus. Virus ini sudah menyebar di berbagai daerah di Indonesia, baik di Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Bali, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Bengkulu, Kalimantan Timur dan Gorontalo. Sejak kapan virus ini menyebar tidak ada data, yang jelas akibat dari virus ini saat ini sudah menghawatirkan. Gejala serangan virus ini berawal dari tunas tanaman yang menguning, keriting dan kaku. Umur tanaman mulai terserang tidak pasti, kadang masih kecil, masa pertumbuhan bahkan pada waktu masa generatif bisa terserang tergantung kapan terjadinya inveksi virus tersebut. Biasanya setelah virus ini menyerang satu tanaman pada suatu hamparan maka akan cepat menular ke tanaman yang lain. Kalau virus ini menyerang dari awal pertumbuhan maka bisa dipastikan tanaman tidak akan berbuah, tapi kalau virus tertular setelah vase generatif buah yang sudah jadi akan tetap jadi tetapi tidak ada buah baru yang muncul. Virus ini ditularkan oleh vektor (pembawa virus). Biasanya di kalangan petani KUTU PUTIH/KUTU KEBUL (Whitefly, Bemisia tabaci Genn.) dikenal sebagai vektor virus ini. Ini bisa dilihat apabila terjadi keriting kuning di bagian bawah daun yang terserang biasanya terlihat adanya kutu yang berwarna putih. Kutu kebul ini merupakan hama pencucuk penghisap yang menghisap cairan tanaman terutama pada pucuk daun atau tunas tanaman. Dari pustaka yang saya dapat Geminivirus merupakan virus tanaman yang banyak menimbulkan kerusakan di daerah tropik dan subtropik. Geminivirus ini mempunyai genom berupa DNA utas tunggal (single stranded/ss DNA), berbentuk lingkaran dan terselubung protein dalam virion ikosahedral kembar (gemini) dengan ukuran 18~30 nm. Virus ini diklasifikasikan dalam famili Geminiviridae yang terbagi dalam 4 genus (Mastrevirus, Curtovirus, Topovirus, dan Begomovirus) berdasarkan struktur genom, serangga vektor dan tanaman inang. Genus Mastrevirus mempunyai genom berukuran 2.6~2.8-kilo base (kb), ditularkan oleh wereng hijau (Leafhopper) ke tanaman monokotil. Genus Curtovirus merupakan virus dengan genom berukuran 2.9~3.0 kb., ditularkan juga oleh wereng hijau (Leafhopper) ke tanaman dikotil. Genus Topovirus mempunyai ukuran genom yang sama dengan Curtovirus, namun virus ini ditularkan oleh wereng pohon (Treehopper) ke tanaman dikotil. Sedangkan genus Begomovirus mempunyai genom berukuran 2.5~2.9 kb., yang menyerang tanaman dikotil dan ditularkan oleh kutu kebul (Whitefly, Bemisia tabaci Genn.). Begomovirus mempunyai spesies yang paling banyak dan menyerang banyak tanaman di bandingan 3 genus yang lainnya. Untuk membedakan virus sampai ke tingkat spesies maka mengetahui urutan sekuen DNA merupakan cara yang paling tepat. Hasil sekuen DNA begomovirus asal tanaman cabai dari Indonesia dibandingkan dengan beberapa spesies begomovirus yang telah di ketahui di GenBank diantaranya Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV, X15656), Tomato leaf curl virus (ToLCV, S53251), Tomato yellow leaf curl Thailand virus (TYLCTHV, X63015), Ageratum yellow vein virus (AYVV, X74516), Pepper leaf curl virus (PepLCV, AF134484), Tomato leaf curl Indonesia virus (ToLCIDV, AF189018) dan Tomato leaf curl Java virus (ToLCJAV, AB100304), menunjukkan kesamaan sekuen DNA di bawah 90%. Artinya bahwa begomovirus asal tanaman cabai dari Indonesia merupakan spesies yang berbeda dengan begomovirus yang sudah di laporkan sebelumnya. Kemudian di namakan Pepper yellow leaf curl Indonesia

virus (PepYLCIDV) dan terdaftar di DDBJ (DNA Data Bank of Japan), EMBL (The European Molecular Biology Laboratory) atau GenBank dengan accession number AB189850. Secara genetik PepYLCIDV mempunyai hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan ToLCPHV asal Filipina di bandingkan spesies lainnya. (Sukamto, peneliti Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Bogor, Departemen Pertanian RI). Sampai sekarang belum ditemukan obat atau zat kimia yang dapat mematikan atau menginaktifkan virus ini. Yang dapat dilakukan oleh petani hanyalah mengendalikan vektor tersebut, baik dengan pengendalian hama terpadu ataupun dengan pestisida. Pembersihan tanaman inang lain seperti tomat, rumput babandotan (Ageratum conyzoides L.), tembakau dan tanaman lain yang disukai oleh kutu kebul dapat membantu mengurangi populasi kutu tersebut. Kita harus mulai waspada apabila salah satu tanaman kita sudah terserang virus lebih baik dicabut kemudian dibuang atau di musnahkan, karena tanaman yang sakit tersebut akan menjadi inang dan akan menularkan virus tersebut ke tanaman yang lain. Dengan pengendalian kutu kebul dari tanaman muda atau mulai tanam akan membantu mengendalikan virus ini. Kita tunggu saja apakah beberapa tahun kedepan para profesor dan orang-orang jenius di bumi ini dapat mengendalikan virus ini. Filed under: Dunia Petani

You might also like