You are on page 1of 8

Oleh: Asmad Yani

(UNJ) Jurusan Agama Islam (JIAI) Reguler 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada kemajuan IPTEK saat ini merupakan salah satu hasil globalisasi dunia. Dimana zaman yang sudah mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat. Dalam kemajuan zaman ini, kebudayaan ikut berkembang termasuk perkembangan agama, yang didalamnya terdapat berbagi hal yang belum tentu di zaman Rasulullah ada dan terjadi pada zaman ini. Didalam fenomena yang terjadi pada kehidupan di zaman ini terjadi gesekan. Perbedaan yang mengglobal, khususnya pada era globalisasi, yang tentunya untuk para agamis yang tertuntut untuk menjaga dan melestarikan ajaran agamanya. Ajaran islam yang agamanya tentu Up to date dengan perkembangan zaman. Dengan perkembangan dan kemajuan zaman ini, kehidupan Di indonesia sangatlah terpengaruh oleh kebudayaan barat. Yang mana dalam kehidupan ini semua kegiatan, aktifitas yang dilakukan tanpa memikirkan dasar hukum islam. Padahal dalam identitasnya mereka adalah pemeluk agama islam tetapi tidak peduli terhadap hal itu. Inilah yang sangat realita, bahwa sesuatu yang penting dianggap tidak penting. Disini pengaruh yang sangat merajalela antara lain adalah secara sex bebas, homo seksual, lesbian dan onani kiri sudah merasa merajalela dalam kehidupan di indonesia, berbuat seperti itu adalah dosa besar dan sudah termasuk itu Zina Maka dari itu, munculah istilah ijma dalam menentukan kebenaran atasa hukum-hukum islam. Untuk itu dalam makalah ini akan akan diungkapkannya fenomena yang berkaitan dengan usul fiqih dimana yang berdasarkan hukum-hukum islam yang benar. Dan dengan ajaran islam didalam usul fiqih ini mampu dalam menghantarkan bangsa dan umat manusia kepada kehidupan yang leboh baik. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian homeseksual, lesbian dan onani? 2. Bagaimana hukum dari homeseksual, lesbian dan onani menurut Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia? 3. Bagaimana pendapat ulama mengenai homeseksual, lesbian dan onani?

C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui pengertian homeseksual, lesbian dan onani. 2. Untuk mengetahui hukum dari homeseksual, lesbian dan onani menurut Perundangundangan yang berlaku di Indonesia. 3. Untuk megetahui pendapat ulama mengenai homeseksual, lesbian dan onani. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Homeseksual, Lesbian dan Onani Zaman sudah mulai berkembang dan maju secara pesat yang mengglobal. Tentunya semua manusia mencari tujuan hidupnya. Dalam perubahan zaman yang membuat kehidupan menjadi globalisasi ini banyak merubah manusia yang melangsungkan kehidupannya dengan semaunya, dengan tanpa memikirkan hukum seperti UUD. Pada era globalisasi ini banyak para homeseksual, lesbian dan onani yang semakin lama semakin meningkat. Yang mana mereka melangsungkan kehidupannya tanpa berdasarkan UUD yang berlaku dan hukum agama. Pengertian dari homeseksual, lesbian dan onani adalah sebagai berikut: a. Homeseksual Adalah hubungan seksual antara dua orang yang berkelamin sama (pria dengan pria). Homosek (liwatt) dilakukan dengan cara memasuka penis kedalam anus. b. Lesbian Adalah hubungan seksual antara dua orang yang sama jenis kelaminya (wanita dengan wanita), lesbian dilakukan dengan cara mastubasi dengan berbagai cara untuk mendapatkan puncak kenikmatan (Climax of sex at). c. Onani/masturbasi Adalah seks yang dilakukan dengan tangan sendiri. Islam memandangnya sebagai perbuatan yang kurang etis dan tidak praktis dan tidak patut untuk dilakukan. 2. Homeseksual dan lesbian menurut UUD Perbuatan kaum homo, baik scara sexs sesama pria (homosex) maupun sesama kaum wanita (lesbian) merupakan salah satu tindak kejahatan (jarimah/jinayah) yang dapat diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun menurut hukum pidana perundang-undangan RI Vide pasal 292 kitab UU hukum pidana. Bahwa pelaku homeseksual dan lesbian akan dijerat hukuman penjara paling lama lima tahun. Menuirut

fiqih jinayah (hukum pidana islam), homoseks (liwatt) termasuk dosa besar sebab sudah termasuk zina dan haram beradasarkan kesepakatan para ahli fiqih yang mengharamkan danberdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Muslim dan Altirmidzi. Artinya: Janganlah pria melihat aurat pria lain, dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain dan janganlah bersentuhan pria dengan pria lain dibawah sehelai selimut/kain, dan janganlah pula seorang wanita bersentuhan dengan wanita lain dibawah sehelai selimut/kain. Berkaitan dengan usul fiqh, perbuatan ini merupakan suatu larangan yang harus meninggalkan suatu perbuatan dari yang lebih tinggi pada yang lebih rendah (nahy/larangan). Berdasarkan usul fiqh (nahyu) itupun berdasar kaidah kedua yaitu larangan mutlak. Yakni pada dasarnya larangan yang mutlak itu menuntut (ditinggalkannya perbuatan yang dilarang) untuk selamanya. Perbuatan homoseksual dan lesbian ini harus ditinggalkan untuk selama-lamanya, sebab bertentangan dengan norma agama, norma susila dan bertentangan pula dengan sunnatullah (Gods law/natural law) dan fitrah manusia (human natural). Karena Allah menjadikan manusia terdiri dari pria dan wanita adalah agar berpasang-pasangan sebagai suami istri untuk mendapatkan keturunan yang sah dan memmperoleh ketenangan dan kasih sayang sebagaimana tersebutdalam Al-Quran surat An Nahl ayat 72: , 72 ) ) Artinya: Allah menjadikan bagimu istri dari jenis kamu sendiri (manusia) dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak, cucu-cucu dan memberikan rizki dari yang baik-baik. Mengapa mereka percaya yang batil dan mengingkari nikmat Allah. Untuk itu perbuatan ini adalah suatu perbuatan yang terlaranga dan mutlak yang harus ditinggalkan untuk selama-lamanya, agar tidak merusak kelangsungan tujuan hidup semua manusia yang beragama islam, sebagaimana firman Allah SWT: Artinya: Dan apa yang dilarangNya bagimu, maka tinggalkanlah (Al Hasyr: 7)

3. Para ahli fiqh telah sepakat untuk mengharamkan homoseksual dan lesbian, akan tetapi mereka saling berbeda pendapat mengenai hukumnya. Beberapa pendapat ulama tersebut diantaranya adalah: a. Imam Syafii Bahw pasangan homoseks itu harus dihuku mati, berdasarkan hadits Nabi: Artinya: Barang siapa menjumpai orang yang berbuat seks seperti praktek kaum Luth, maka bunuhlah si pelaku dan yang diberlakukan (pasangannya). Menurut Al Mundairi, khalifah Abu Bakar dan Ali pernah menghukum mati terhadap pasangan homoseks.

b. Al AuzaI Abi yusuf, dkk Bahwa hukumnya disamakan dengan hukuman zina yakni hukuman dera dan pengasingan bagi yang belu menikah dan dirajam (Stoning to dealt) bagi yang sudah menikah, berdasarkan hadits Nabi: ) ) Artinya: Apabila seorang pria melakukan hubungan seks dengan pria lain, maka keduaduanya adalah berbuat zina. Pendapat ini sebenarnya memakai qiyas didalam menetapkan hukumnya. c. Abu Hanifah Bahwa pelaku homosex itu dihukum tazir, sejenis hukuman yang bersifat edukatif dan besar ringannya tazir diserahkan kepada pengadilan (hakim). Hukuman tazir dijatuhkan terhadap kejahatan atau pelanggaran yang tidak ditentukan macam kadar hukumannya dalam Al Quran dan Hadits. Dari ketiga pendapat diatas, Al Syaukhani berpendapat bahwa yang pertama adalah pendapat yang terkuat, karena menggunakan Nas hadits yang jelas maknanya, pendapat dasar yang kedua dianggap lemah karena memakai qiyas, dan karena hadits yang dipakai berkualitas lemah dan yang ketiga juga dipandang lemah, karena bertentangan dengan nash yang telah menetapka hukuman mati (had), bukan hukuman tazir. Mengenai lesbian (female homosexsual) atau sahaq, para ahli fiqh juga mengharamkannya, yang didasarka dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad,. Abu daud Muslimin dan Al-Tirmidzi:

Artinya: Janganlah pria melihat aurat pria lain, dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain dan janganlah bersentuhan pria dengan pria lain dibawah sehelai selimut/kain, dan janganlah pula seorang wanita bersentuhan dengan wanita lain dibawah sehelai selimut/kain. Menurut Sayid lesbian itu hukumannya adalah di tazir sebab bahaya/resikonya lebih ringan dibanding dengan bahayanya homoseksual, karena lesbian itu bersentuhan langsung tanpa memasukan alat kelaminnya, seperti halnya seorang bersentuhan langsung. Perbuatan ini haram hukumnya dan juga bertentangan dengan norma agama, susila bahkan sunnatullah fitrah manusia. Oleh sebab itu islam melarangnya agar pelakunya mau menghentikan perbuatan yang tercela itu. Dan mengenai onani atau istimna bil yadi yaitu masturbasi dengan tangan sendiri islam memandangnya sebagai perbuatan yang tidak etis dan tidak pantas untuk dilakukan. Akan tetapi ada perbedaan pada pendapat para ahli hukum fiqih terhadap hukuman bagi pelaku onani, diantaranya sebagai berikut: 1. Ulama Maliki, SyafiI dan Zaidi Bahwa perbuatan onani itu diharamkan secara mutlak, berdasarkan Al Quran surat Al Muminun ayat 5-7: . . 7-5 :) ) Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istrinya atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesunggguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela, barangsiapa yang mencari dibalik semua itu (berbuat zina, homosek, lesbiann onani dsb), mereka itulah yang melampaui batas. Ayat tersebut diatas menegaskan bahwa manusia diperintahkan untuk menjaga kehormatannya (alat kelamin) kecuali terhadap istri dan budaknya. 2. Ulama Hanafi Secara prinsip mengharamkan onani, tetapi dalam keadaan gawat, yakni ketika seseorang memuncak nafsu seksnya dan khawatir berbuat zina, maka ia diperbolehkan nahkan wajib berbuat onani demi menyelamatkan dirinya dari berbuat zina yang jauh lebih besar dosa dan bahayanya dibandingkan onani. Hal ini sejalan dengan kaidah usul fiqih yang berbunyi:

Artinya: Wajib menempuh bahaya yang lebih ringan diantara dua bahaya. 3. Ulama Hambali Yakni megharamkan onani, kecuali bagi orang-orang yang takut berbuat zina sedangkan ia tidak mempunyai istri atau budak, dan ia tidak mampu kawin, maka ia tidak berdosa dalam melakukan onani. Menurut pendapat dari yang kedua dan ketiga diatas, onani diperbolehkan jika dalam keadaan terpaksa (darurat), tetapi dibatasi seminimal mungkin penggunaannya. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut: Artinya: Sesuatu yang diperbolehkan karena darurat hanya sekedarnya saja. 4. Ibnu Hasan Secara pandang onani itu hukumnya makruh, tidak berdosa tetapi tidak etis. 5. Ibnu Abbas, Al Hasan dkk Yakni membolehkan onani, kata Al Hasan Orang-orang islam dahulu melakukannya dalam waktu perang (karena jauh dari istri dan keluarga), dan kata mujahid seorang ahli tafsir murid dari Ibnu Abbas Orang islam dahulu (sahabat Nabi) mentoleransikan para remaja/pemudanya melakukan onani dan hukumnya adalah mubah, baik untuk pria ataupun wanita. Dapat disimpulkan dari pendapat-pendapat para ulama, secara tegas menyatakan bahwa sesungguhnya onani itu adalah sama dengan zina. Dan para ulama menegaskan bahwa onani termasuk kedalam muqodimah perbuatan zina sebagaimana firman Allah SWT: 32:) ) Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Al Isra : 32).

BAB III PENUTUP Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Homeseksual adalah hubungan seksual antara dua orang yang berkelamin sama (pria dengan pria). Homosek (liwatt) dilakukan dengan cara memasuka penis kedalam anus. 2. Lesbian adalah hubungan seksual antara dua orang yang sama jenis kelaminya (wanita

dengan wanita), lesbian dilakukan dengan cara mastubasi dengan berbagai cara untuk mendapatkan puncak kenikmatan (Climax of sex at). 3. Onani/masturbasi Adalah seks yang dilakukan dengan tangan sendiri. Islam memandangnya sebagai perbuatan yang kurang etis dan tidak praktis dan tidak patut untuk dilakukan. 4. Perbuatan kaum homo, baik scara sexs sesama pria (homosex) maupun sesama kaum wanita (lesbian) merupakan salah satu tindak kejahatan (jarimah/jinayah) yang dapat diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun menurut hukum pidana perundang-undangan RI Vide pasal 292 kitab UU hukum pidana. 5. Ulama yang mengkritisi hukum dari homoseks dan lesbian diantaranya adalah Imam SyafiI, Al AuzaI Abi yusuf, dkk dan Abu Hanifah. 6. Onani pada dasarnya hukumnya adalah haram, namun boleh dilakukan bagi orangorang yang takut berbuat zina sedang nafsunya sudah memuncak sedangkan ia tidak mempunyai istri atau budak, dan ia tidak mampu kawin. DAFTAR PUSTAKA Zuhdi Masjfuk.1988.Masail Fiqhiyah. Jakarta:CV Haji Masagung. Juhdi Masjfuk.H.1994. Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: CV Masagung Mulyanto.1985.KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Jakarta: Bina Aksara Mahjudin.2007.Masail Fiqhiyah.Jakarta: Kalam Mulia

You might also like