You are on page 1of 26

OVERVIEW SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL DI INDONESIA

Tinjauan Umum Transfer dana di Indonesia memiliki karateristik khusus, yaitu penggunaan secara luas terhadap 2 (dua) sistem yang berbeda. Satu sistem dioperasikan oleh sistim perbankan, sedangkan jenis kedua dioperasikan oleh PT. POS Indonesia. Walaupun secara umum terdapat keterkaitan diantara kedua sistem tersebut, namun secara prinsip keduanya bekerja secara terpisah. Secara historis sistem pembayaran di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat. Namun demikian, piranti elektronis khususnya untuk pembayaran-pembayaran dengan nilai besar menjadi makin berperan dengan dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November 2000. Penggunaan sistem ini memungkinkan cara-cara tradisional dalam transfer dana (misalnya : penggunaan piranti berbasis warkat untuk pembayaran berbagai tagihan) yang selama ini dipergunakan, mulai beralih kepada transaksi berbasis elektronis yang lebih maju. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya penggunaan pembayaran melalui EFTPOS pada berbagai pusat perbelanjaan dan gerai ritel, serta makin maraknya penggunaan fasilitas ATM dibandingkan dengan penarikan secara tunai pada counter bank. Transfer dana bernilai kecil (low value payments) pada umumnya dilakukan melalui lembaga kliring yang sebagian besar dimiliki dan dioperasikan oleh Bank Indonesia (selanjutnya disebut BI) dengan melakukan setelmen antar rekening di BI. Sedangkan transaksi bernilai besar diwajibkan untuk melalui sistem BIRTGS. 1. Aspek kelembagaan 1.1. Kerangka hukum dan peraturan Aturan hukum pokok yang menjadi dasar sistem pembayaran di Indonesia adalah KUHD dan UU Bank Sentral tahun 1999. KUHD menetapkan berbagai ketentuan tentang warkat pembayaran tertentu, antara lain cek, surat promes, wesel aksep dan lain-lain. Sedangkan UU Bank Sentral No. 23 tahun 1999 meletakkan dasar bagi penyelenggaraan sistem kliring dan penyelesaian transaksi antarbank, namun juga ditambah dengan berbagai Surat Keputusan Bank Indonesia yang mengatur berbagai aspek sistem pembayaran. Hukum di Indonesia yang terkait dengan sistem pembayaran mensyaratkan keberadaan warkat sebagai bukti dan pendukung. Misalnya, sesuai ketentuan yang berlaku menengai pembuktian transaksi, seluruh instruksi pemindahan dana antarbank harus didasari atas warkat instruksi atau bukti transfer. Meskipun sudah diberlakukan undang-undang tentang pengarsipan perusahaan

yang menetapkan bahwa dokumen keuangan dapat disimpan dalam bentuk tanpa warkat berupa data elektronis (paperless form), tetapi belum ada undangundang pemindahan dana yang mengatur pembayaran tanpa warkat pendukung. Hal ini menyebabkan penyelenggaran sistem pemindahan dana antar bank secara paperless saat ini hanya didasari pada hukum perjanjian. Saat ini, belum terdapat peraturan perbankan yang secara khusus diarahkan untuk melakukan pengawasan yang terkait dengan aktivitas pencucian uang. Namun demikian, bilamana terdapat permintaan dari pihak-pihak yang memiliki otoritas (misalnya pemerintah) maka BI dapat melakukan pemblokiran terhadap rekening nasabah individu yang terdapat pada bank umum tertentu yang diperkirakan terkait dengan praktek pencucian uang, semisal korupsi. Lebih dari itu, BI melalui produk-produk peraturannya mengharuskan bank-bank umum untuk mengenal nasabahnya (know its customers). Saat ini sedang diambil langkah penting dalam rangka penyempurnaan ketentuan hukum yang mengatur sistem pembayaran. Termasuk di dalamnya rencana untuk mempersiapkan Undang-Undang Transfer Dana dan penyebarluasan dasar hukum sistem pembayaran termasuk diantaranya menyediakan jasa sistem pembayaran tanpa warkat. Perlu dicatat adanya sebuah tahapan penting sebelum pemberlakuan transaksi tanpa warkat adalah pemberlakuan Undang-Undang Pasar Modal pada 1995, yang diantaranya mengatur pelaksanaan transaksi tanpa warkat di dalam pasar modal. 1.2. Kelembagaan 1.2.1 Penyelenggara jasa pembayaran Lembaga yang melayani jasa pembayaran di Indonesia dapat digolongkan sebagai bank dan lembaga keuangan bukan bank. Kondisi dan karakteristik dari masing-masing lembaga tersebut adalah sebagai berikut : Bank Indonesia dan bank-bank umum Perbankan Indonesia terdiri dari Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral di Indonesia, bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR). Meskipun demikian, jasa pembayaran hanya disediakan oleh BI dan bank umum. Saat ini BI adalah penyedia utama dari fasilitas kliring dan setelmen antarbank. Sistem kliring di BI ini terbagi atas sistim elektronis, otomasi, semi otomasi, dan manual. Sistem kliring elektronis memungkinkan bank untuk mengirimkan data transaksinya secara elektronis dari komputer yang ada di peserta kepada komputer penyelenggara (BI);sistem ini diterapkan di Jakarta. Sistem kliring elektronik memproses warkat kliring dengan mesin baca pilah (reader sorter), diterapkan di Medan, Surabaya, dan Bandung. Sistem semi otomasi menggunakan disket berisi rekaman data warkat dan diterapkan di Kantor-kantor Bank Indonesia penyelenggara kliring selain Medan, Surabaya, dan Bandung.

Pada kota-kota dimana tidak terdapat kantor BI, sebuah kantor bank komersil yang beroperasi di kota atau daerah dimaksud dapat berfungsi sebagai agen penyelenggara kliring. BI menyediakan jasa setelmen kepada bank-bank umum serta jasa-jasa transfer dana kepada pemerintah pusat dan daerah melalui rekeningnya yang berada di BI. Adapun semua kantor BI dihubungkan dengan suatu sistim jaringan transfer dana on-line. Bank umum merupakan bagian terbesar dalam kelompok lembaga keuangan di Indonesia yang menyediakan jasa transfer dana dan pembayaran, baik melalui rekening mereka pada BI, melalui hubungan bilateral, ataupun melalui jaringan transfer dana antar-cabang on-line milik mereka. Saat ini, hanya bank-bank umum yang memiliki fasilitas transfer dana antar-cabang secara on-line adalah hanya bank-bank besar. Perlu dicatat bahwa, pada saat ini terdapat 164 bank umum dengan 5.379 kantor. Sementara itu, walaupun bank perkreditan rakyat merupakan bagian dari sistim perbankan Indonesia, mereka tidak menyediakan jasa transfer dana antar bank kepada nasabahnya. Bahkan bilamana terdapat bank perkreditan rakyat yang menyediakan jasa transfer dana, nilai dan volumenya sangat rendah dan dilakukan melalui mekanisme diluar sistim kliring. Berdasarkan atas peraturan yang berlaku, bank perkreditan rakyat tidak diijinkan untuk menyediakan rekening giro untuk nasabahknya dan juga tidak diijinkan untuk memiliki rekening giro pada BI. Saat ini terdapat lebih dari 8.000 kantor bank perkreditan rakyat dan sebagian besar beroperasi secara lokal. Hal ini menyebabkan aktivitas perbankan yang dilakukan menjadi dibatasi oleh faktor luas wilayah, walaupun sejumlah bank perkreditan rakyat memiliki sejumlah kantor cabang pada kotakota sekitarnya. Lembaga lain yang terkait dengan sistem pembayaran Sejak terjadinya liberalisasi pada sektor keuangan, Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pembiayaan. Yang termasuk dalam LKBB adalah perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, dana pensiun dan pegadaian. Perusahaan pembiayaan melakukan aktivitasnya dengan menyediakan dana atau barang modal, serta menjalanan kegiatan di bidang sewa guna usaha, pembiayaan konsumen, anjak piutang dan modal ventura. Sesuai ketentuan peraturan yang berlaku pada saat ini, LKBB dapat pula menyediakan jasa kartu kredit (telah dilakukan oleh beberapa LKBB). Kegiatan PT POS Indonesia juga terkait dengan penyelenggaraan jasa pembayaran, khususnya pada produk Buku Giro untuk pengiriman uang dan penyetoran pajak. Jasa pengiriman uang ini dijalankan sebagai sistem yang mandiri, lepas dari perbankan. Untuk mendukung pelaksanaan jasa pengiriman uang tersebut, PT POS Indonesia memelihara rekening pada lebih dari 20 bank umum. Sejak bulan September 1995, PT POS Indonesia telah menjalin

kerjasama sebagai agen untuk Bank Negara Indonesia (BNI) yang merupakan salah satu bank persero -- untuk melayani program tabungan baru (postal saving) melalui kantor-kantor cabang BNI. Pemindahan dana dari PT POS Indonesia kepada sistem perbankan dilakukan melalui rekening giro kantor pusat PT POS Indonesia yang dipeliharanya di bank-bank umum. 1.2.2 Penyelenggara jasa efek Berdasarkan ketentuan Surat Keputusan Menteri Keuangan tahun 1990, kegiatan kliring dan penyelesaian transaksi bursa efek diselenggarakan oleh PT Kliring Deposit Efek Indonesia (PT KDEI) di bawah pengawasan Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM). PT KDEI yang kemudian dipecah menjadi dua entitas terpisah, yaitu PT KPEI (Kliring Penjaminan Efek Indonesia) dan PT KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) berwenang melakukan regulasi kegiatan kliring dan penyelesaian transaksi efek. Saat ini, pembayaran sehubungan dengan traksaksi bursa efek diselesaikan melalui tiga bank umum yang melayani rekening penyelesaian transaksi untuk para perusahaan perantara efek (settlement bank).

2. Cara Pembayaran 2.1. Pembayaran tunai Mata uang yang berlaku di Indonesia adalah Rupiah, yang terdiri dari uang logam dan uang kertas. Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kartal dan uang logam. Uang kertas dalam peredaran terdiri dari denominasi IDR 100, 500, 1.000, 5.000, 10.000, 20.000, 50.000 dan 100.000, sedangkan uang logam beredar dalam denominasi IDR 25, 50, 100, 500 dan 1.000. Pada tahun 2000 uang kartal dalam peredaran mencapai IDR 72.371 milyar, meningkat 19% dibandingkan angka yang tercatat pada tahun 1999. 2.2. Pembayaran bukan tunai Di Indonesia, pembayaran bukan tunai dilayani terutama oleh sistem perbankan. Bank umum menawarkan nasabahnya pilihan yang sangat beragam dalam melakukan pembukaan rekening (giro, tabungan, deposito, dll.). Sementara itu, BPR hanya dapat menawarkan rekening tabungan saja. Sebagian besar bank umum yang berukuran menengah dan besar menyediakan akses pada rekening tabungan melalui fasilitas ATM. Sedangkan transaksi baik kredit maupun debet yang dilaksanakan secara elektronik hanya disediakan untuk transaksi antar rekening di dalam masing-masing bank. Pembayaran melalui kartu (kartu debet dan kartu kredit, ATM dan POS) saat ini menjadi semakin populer. 2.2.1 Pemindahan dana (credit transfer) Bank-bank umum menyediakan berbagai jenis layanan pengiriman dana di dalam jaringan kantornya, termasuk perintah pembayaran secara reguler serta

pengiriman dana secara elektronis. Dewasa ini pemindahan dana antarbank yang melebihi IDR 1 milyar serta pemindahan dana antarbank lainnya yang bersifat mendesak, diselesaikan melalui Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement System (BI-RTGS). Layanan pemindahan dana bagi nasabah bank dapat dilakukan (oleh bank) melalui: - transfer elektronik antar bank; - sistem kliring berbasis warkat untuk transaksi lokal; - jaringan bank koresponden, bagi pemindahan dana lintas wilayah; dan - sistem RTGS baik untuk pemindahan dana lokal maupun lintas wilayah. Bank Indonesia telah melakukan beberapa penyempunaan khususnya di bidang sistem kliring. Apabila tidak ada kantor Bank Indonesia di kota setempat, Bank Indonesia telah mendelegasikan wewenangnya kepada penyelenggara kliring setempat untuk mengambil keputusan penting sehubungan dengan wilayah kliring masing-masing, antara lain untuk menyetujui peserta kliring yang baru. 2.2.2 Cek Perbankan di Indonesia umumnya menawarkan fasilitas rekening giro, yang dapat ditarik dengan menggunakan cek. BI sudah memberlakukan ketentuan yang cukup ketat sehubungan mengenai cek kosong. Cek kosong bernilai kecil apabila ditarik sebanyak tiga kali dalam jangka waktu enam bulan, dan/atau satu kali penarikan cek kosong bernilai besar, dikenakan sanksi masuk daftar hitam dan nasabah tersebut dilarang membuka dan memiliki rekening giro di bank manapun selama jangka waktu satu tahun. 2.2.3 Pendebetan secara langsung (direct debit) Pemakaian fasilitas pendebetan secara langsung ini masih dibatasi untuk transaksi di dalam satu bank. Mengingat belum ada sistem giro antarbank, perusahaan listrik dan telekomunikasi harus memiliki perjanjian dengan masingmasing bank umum dalam menangani penerimaan pembayaran tagihan dari nasabahnya. 2.2.4 Kartu-kartu pembayaran Masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai jenis kartu pembayaran, termasuk diantaranya adalah kartu kredit dan kartu debet internasional, kartu debet/ATM dan Point-of-Sale (POS), private-label cards (misalnya kartu pasar swalayan) serta beberapa kartu yang dilengkapi chip elektronik (dikenal sebagai smart card atau chip card). Kartu kredit dan kartu perjalanan wisata Kartu-kartu kredit utama dengan label terkenal, seperti VISA, Master, AMEX dan Diners sudah banyak digunakan dan diterima secara luas di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Penyelenggaraan operasional kartu kredit, pada umumnya

dilaksanakan oleh bank yang mengeluarkan (issuer), baik dengan label terkenal seperti VISA, Master dan JCB maupun berbagai kartu berlabel khusus (privatelabel cards). Kartu American Express (AMEX) dan Diners dijalankan oleh lembaga keuangan bukan bank, dengan memperoleh izin dari Departemen Keuangan. Beberapa bank juga mengeluarkan kartu kredit atas nama sendiri. Penggunaan kartu kredit sudah berkembang pesat dengan pertumbuhan yang mencapai 40% pada tahun 2000 dan 72% pada tahun 1999. Saat ini kartu kredit dilayani oleh lebih dari 35.000 penjual atau merchant di Indonesia. Jumlah pemegang kartu pada tahun 2000 mencapai sekitar 2,73 juta orang, dengan penagihan keseluruhan sebesar IDR 13.621 milyar untuk jumlah transaksi yang mencapai 37,3 juta kali. Kartu debet dan kartu ATM Layanan ATM mulai diperkenalkan pada awal tahun 1990-an. Sejak waktu itu, layanan ATM telah berkembang pesat dari 171,8 juta transaksi ATM pada tahun 1998 menjadi 474,9 transaksi ATM pada tahun 2000. Namun demikian, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Indonesia, maka pemakaian layanan ATM masih kurang berarti, yang pada tahun 2000 mencapai rata-rata hanya 0.23% transaksi per penduduk setiap tahun. Saat ini ada lima jaringan ATM bersama yang didirikan di dalam negeri (ALTO, ATM BERSAMA, CAKRA, FLASH dan BCA) dan dua jaringan ATM bersama yang internasional (CIRRUS dan PLUS). Sampai sekarang jaringan ATM bersama tersebut, belum saling terhubung, sehingga beberapa bank terpaksa menjadi anggota lebih dari satu jaringan. Kartu ATM tidak hanya digunakan untuk penarikan uang tunai dan informasi saldo rekening, tetapi juga untuk memindahan dana ke rekening lain pada bank yang sama, misalnya untuk tagihan telpon, kartu kredit, dll. Fasilitas pembayaran dengan pedebetan secara langsung di tempat penjualan (EFTPOS) semakin digemari, terutama di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Beberapa bank menawarkan kartu debet dalam rangka program Maestro dan Visa Electron. Sedangkan bank-bank lain menawarkan kartu atas nama bank sendiri, sehingga berkembang berbagai jenis terminal yang beragam di tempat merchant. Visi satu terminal untuk setiap gerai menghadapi kendala besar dikarenakan kurang adanya kesepakatan usaha antar berbagai pihak, serta adanya kekurangan pada penyediaan infrastruktur bersama untuk melakukan switching transaksi. Saat ini ada sembilan bank yang menawarkan layanan kartu debet kepada nasabahnya. Jumlah pemegang kartu pada tahun 2000 mencapai 12,1 juta orang, yang melakukan 19,4 juta transaksi dengan nilai keseluruhan mencapai sekitar IDR 4,7 milyar. Smart cards Ada beberapa bank yang telah merintis sistem smart card secara terbatas, yang dapat digunakan pada mesin ATM atau POS didalam jaringannya. Sementara itu, bank-bank lain juga sudah memiliki rencana peluncuran produk smart card dalam waktu dekat.

Pada waktu-waktu lampu PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom) telah menjual kartu telpon prabayar untuk penggunaan telpon umum. Pemakaian kartu telpon ini sudah cukup meluas di Indonesia. Melalui kerjasama yang terjalin dengan sebuah perusahaan swasta, PT Telkom juga telah meluncurkan kartu telpon dalam bentuk smart card (memori yang dilindungi). 2.2.5 Warkat pos Salah satu layanan yang cukup penting di sektor bukan-bank adalah layanan Giro yang disediakan oleh kantor pos (PT Pos Indonesia). PT Pos Indonesia menyediakan Buku Giro untuk pengiriman uang dan menyediakan layanan pos wesel baik dalam negeri maupun luar negeri. Pada umumnya wesel pos digunakan untuk mengirimkan uang kepada perorangan yang belum memiliki rekening bank. Selain ini PT Pos Indonesia menyediakan layanan rekening Cek Pos bagi perusahaan dan perorangan. Rekening giro digunakan terutama oleh instansi pemerintah untuk menerima penyetoran berbagai jenis pajak, melaksanakan pembayaran gaji dan pensiun pegawai negeri, membayar tagihan listrik dan telpon, dan berbagai transaksi pembayaran lain yang dilaksanakan oleh perorangan. Jasa lain yang disediakan PT Pos Indonesia termasuk Postal Travelers Cheques. 3. Sistem penyelesaian transaksi antarbank Ada dua sistem pembayaran antarbank di Indonesia, yaitu sistem antarbank untuk transaksi retail dan sistem antarbank untuk pembayaran bernilai besar. Sebagian besar pembayaran retail dilaksanakan oleh bank umum dengan menggunakan berbagai instrumen, yaitu cek dan bilyet giro (yang mirip cek tetapi tidak berlaku untuk penarikan tunai), warkat pemindahan dana (nota kredit) dan wesel aksep (bank draft). Sistem transfer nilai besar diselesaikan permbayarannya melalui sistem BI-RTGS. Cek dan pembayaran warkat bukan tunai lainnya diselesaikan melalui lembaga kliring yang diselenggarakan secara langsung oleh Bank Indonesia atau oleh bank umum yang memperoleh izin penyelenggaraan kliring dari Bank Indonesia. Semua lembaga kliring menggunakan metode penyelesaian secara netting atas transaksi multilateral (deferred multilateral net settlement method). Sementara transaksi ATM, EFTPOS dan kartu kredit serta sumber pembayaran lainnya, diselesaikan secara bilateral, baik bilateral secara netto maupun gross, menyerupai penyelesaian pengiriman dana antarbank secara bilateral. Sistem Kliring Bank Indonesia terdiri dari 102 lembaga kliring yang menggunakan warkat, dengan 38 diselenggarakan langsung oleh Kantor Bank Indonesia sedangkan 64 diselenggarakan oleh bank umum yang ditunjuk. Sistem kliring melakukan penyelesaian transaksi pada akhir hari terjadinya transaksi (penyelesaian pada hari yang sama atau same day settlement).

Berbeda dengan pembayaran retail yang diselesaikan secara netto, pemrosesan dan penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS yang diluncurkan pada tanggal 17 November 2000 dilaksanakan untuk seluruh transaksi antarbank bernilai besar melalui sistem elektronis secara gross. Saat ini pangsa penggunaan BI-RTGS sudah mencapai sekitar 90% dari nilai lalu lintas pembayaran di seluruh Indonesia. 3.1 Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) Pengembangan sistem RTGS di Indonesia diawali dengan meningkatnya kesadaran akan perlunya menurunkan risiko sistemik pada sistem pemindahan dana dalam bernilai besar. Sistem BI-RTGS menyediakan kecepatan, keandalan dan kepastian dalam mengirim dan menerima dana. Hal tersebut menjadi penting, terutama untuk memacu pemulihan industri keuangan di Indonesia. Bagi Bank Indonesia, sistem ini berperan sangat penting dalam mengurangi risiko di dalam sistem pembayaran. Di samping itu, sistem RTGS juga mampu menjadi sumber informasi yang sangat bermanfaat, baik dalam rangka pengawasan bank maupun pelaksanaan kebijakan moneter. 3.1.1 Kepemilikan Sistem komputer BI-RTGS sepenuhnya dioperasikan dan dimiliki oleh Bank Indonesia. 3.1.2 Peserta Saat ini peserta BI-RTGS hanya terdiri dari bank umum. Seluruh bank yang menjalankan kegiatan usahanya di Jakarta menjadi anggota RTGS sejak hari pertama sistem ini mulai operasional. Sampai dengan bulan November 2000, jumlah peserta sistem BI-RTGS sudah mencapai 123 bank, yang akan disusul oleh bank-bank lain yang berada di luar wilayah kliring Jakarta. Yatu setelah wilayah-wilayah kliring diluar Jakarta terhubung dengan sistem BI-RTGS. 3.1.3 Jenis transaksi yang dilayani BI-RTGS melayani pengiriman dana oleh bank (credit transfer), dengan mengharuskan semua bank untuk memelihara saldo yang mencukupi pada rekening giro di Bank Indonesia. Apabila saldo di rekening giro bank pengirim tidak mencukupi, maka transaksi akan masuk daftar antrian (queuing), dan pada setiap waktu yang ditentukan akan dilakukan deteksi kemacetan pembayaran (gridlock detection) disusul dengan upaya menyelesaikan kemacetan tersebut. Sistem BI-RTGS melakukan penyelesaian berbagai jenis transaksi dalam waktu seketika (real time), misalnya transaksi pasar uang antarbank, pembayaran rupiah dalam transaksi devisa, pembayaran kepada rekening pemerintah di BI, transaksi penyetoran atau penarikan uang tunai dari Bank Indonesia dan transaksi antara nasabah bank.

3.1.4 Pengoperasian Sistem BI-RTGS Nilai transaksi harian yang tercatat di BI-RTGS mencapai sekitar IDR 43 trilyun (sekitar USD 4,3 milyar), dengan volume harian mencapai rata-rata 3.200 transaksi. Tabel 1: Jadwal Pengoperasian BI-RTGS Jadwal (Window Time) WIB 06.30 06.30 12.00 06.30 10.00 06.30 16.30 06.30 17.00 12.00 17.00 17.00 17.00 18.00 18.00 18.00 19.00 18.00 19.00 19.00

No. 1. 2. a. b. c. d. e. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Kegiatan Membuka sistem Komputer Sentral RTGS Jam operasional BI-RTGS Penarikan dana tunai Penyetoran pajak ke rekening pemerintah Pemindahan dana untuk kepentingan nasabah Pemindahan dana antarbank Penyampaian data hasil kliring (clearing interface) Peringatan akan ditutup kegiatan Penyelesaian posisi antarbank Penutupan awal kegiatan Penyelesaian posisi Bank Indonesia Penyelesaian transaksi dalam rangka intervensi Tutup

3.1.5 Prosedur penyelesaian transaksi Seluruh transaksi yang diterima oleh komputer sentral RTGS dilaksanakan seketika (real time basis) sepanjang ada saldo yang mencukupi di rekening giro bank pengirim. Transaksi yang diselesaikan, dianggap final dan tidak dapat dibatalkan. Saldo diperbarahui oleh setiap pembayaran masuk dan keluar yang terjadi di dalam sistem. Rencana perluasan implementasi sistem BI-RTGS pada seluruh Kantor Bank Indonesia akan mengarahkan kepada penyelesaian transaksi antar rekening bank umum secara sentral. Melalui proses integrasi ini, rekening giro bank umum yang ada di masing-masing Kantor Bank Indonesia di daerah akan disatukan menjadi satu rekening giro di satu lokasi yang dapat diakses oleh peserta yang berada di berbagai daerah di Indonesia. 3.1.6 Pengendalian risiko Keamanan dan kepercayaan masyarakat akan perbankan sangat tergantung pada manajemen yang baik terhadap seluruh unsur operasional dan keuangan di dalam sistem perbankan. Dengan tertundanya penyelesaian transaksi (karena

dilakukan secara netto), maka juga menunda langkah identifikasi risiko likuiditas atau kredit pada tingkat bank. Selama penyelesaian (setelmen) ini masih tertunda, dapat terjadi suatu peningkatan risiko yang besarnya dapat melebihi kemampuan pengendalian yang dimiliki satu instansi selain bank sentral yang karena hal itu harus diikutsertakan untuk mengatasi risiko tersebut. Untuk mengurangi risiko sistem kliring, seluruh pemindahan dana dengan nilai sekurang-kurangnya IDR 1 milyar (sekitar USD 100.000) yang dilaksanakan oleh bank-bank di Jakarta tidak boleh diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian secara netto. Pembayaran tersebut harus diselesaikan melalui sistem BI-RTGS. Meskipun ada batasan nilai maksimum bagi transaksi yang dapat diselesaikan melalui sistem kliring sehingga harus melalui sistem RTGS, namun sistem BIRTGS tidak mengatur batas minimum yang dapat dilayani oleh sistem tersebut. Karena itu, dimungkinkan bagi bank untuk menyalurkan pembayaran dengan nilai kecil melalui sistem RTGS, apabila dianggap mendesak oleh bank. Sampai sekarang ada beberapa bank yang memanfaatkan BI-RTGS untuk tujuan ini. Untuk mencegah kemacetan atau gridlock di dalam system BI-RTGS, BI menyediakan Fasilitas Likuiditas Intrahari (intraday liquidity facility atau FLI). Fasilitas ini diberikan berdasarkan permohonan limit yang diajukan oleh bank yang didukung dengan agunan. Agunan FLI berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang merupakan instrumen yang dikeluarkan dan digunakan oleh Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka, dan/atau Obligasi Pemerintah. Kedua instrumen ini diadministrasikan pada Book Entry Registry di Kantor Pusat Bank Indonesia. Selain itu diadakan fitur lain seperti sistem antrian transaksi (queuing) dan mekanisme mengatasi kemacetan pembayaran (gridlock resolution mechanism) guna mencegah terjadinya kemacetan dalam sistem pembayaran. Dipahami oleh para peserta, bahwa sangat penting untuk mencegah kemacetan pembayaran, sehingga telah disusun tata tertib dan peraturan BI-RTGS yang mengatur tata tertib pembayaran antarbank guna mencegah terjadinya kemacetan pembayaran. Sistem BI-RTGS telah diaudit oleh auditor independen internasional yang memeriksa keamanaan sistem tersebut guna memperoleh kepastian tentang keamanan sistem tersebut. Sesuai kebijakan Bank Indonesia, sistem diuji ulang sekurang-kurangnya setiap tahun sekali. Secara umum BI-RTGS sudah memenuhi prinsip dasar bagi sistem pembayaran yang secara sistemik berperan penting (systemically important payment systems).

3.1.7 Aspek teknis

No. 1. 2.

Aspek Teknis Jenis hubungan antara sistem dengan peserta Format pesan

Uraian Hubungan antara sesama CPU Format pesan sesuai format pembuat piranti lunak (proprietary message format) Sesuai pembuat piranti lunak Message oriented proprietary SNA (LU6.2) SNA SDLC Leased line Hot standby Hot standby Seketika/jam 99.94%

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Lapisan aplikasi Penyajian dan lapisan Lapisan transmisi Lapisan jaringan kerja Lapisan hubungan data Lapisan fisik Sistem backup di situs utama Sistem backup di situs cadangan Waktu pemindahan dari sistem produksi ke sistem/situs backup Rata-rata tersedia secara on-line tahun lalu (2000)

3.1.8 Kebijakan tarif Sampai sekarang BI belum menerapkan kebijakan pembedaan tarif bagi penggunaan transaksi BI-RTGS, dengan tujuan mendorong pemanfaatan sistem BI-RTGS dibandingkan sistem lain yang lebih mengandung risiko. Selain itu, kebijakan ini ditempuh agar perbankan dapat mengirimkan transaksinya sedini mungkin. Namun demikian, bilamana diperlukan -- sistem BI-RTGS telah dilengkapi 8 celah waktu (slot) yang siap dimanfaatkan sehingga dapat diberlakukan pengenaan tarif yang berbeda-beda berdasarkan pertimbangan waktu pengiriman transaksi oleh bank (semakin awal transaksi dikirim dikenakan tarif yang semakin murah). 3.1.9 Governance Untuk memastikan adanya keseragaman praktek antarbank sehubungan dengan pembayaran antarbank sesama peserta BI-RTGS, bank-bank peserta telah menyusun tata tertib dan peraturan transaksi antarbank. Selanjutnya, bank peserta dalam melakukan pembayaran melalui sistem BI-RTGS harus memenuhi tata tertib tersebut. Tata tertib ini disusun oleh seluruh asosiasi perbankan, terdiri dari HIMBARA (Himpunan Bank Pemerintah), PERBANAS (Persatuan Bank Swasta Nasional), Foreign Banks Association (Himpunan Bank Asing), Joint Venture Banks Association (Himpunan Bank Campuran) dan ASBANDA (Asosiasi Bank Daerah). Sebagai tindak lanjut penyusunan tata tertib dan

peraturan tersebut, telah didirikan sebuah Komite (Komite Tata Tertib) oleh para asosiasi perbankan guna menyelesaikan setiap perselisihan dan/atau masalah yang timbul antara sesama bank peserta BI-RTGS sehubungan dengan transaksi BI-RTGS dan/atau penyelesaian terhadap setiap tindakan bank yang tidak memenuhi tata tertib dan peraturan. Selanjutnya komite ini bertanggung jawab atas penyusunan, pencabutan dan/atau perubahan Tata Tertib dan Peraturan tersebut. 3.2 Sistem kliring Dewasa ini terdapat sejumlah penyelenggara kliring. Masing-masing penyelenggara kliring tersebut menerapkan teknologi yang cukup bervariasi mulai dari elektronik hingga manual, sebagaimana telah disebutkan di muka. Di antara semua lembaga kliring tersebut, yang terbesar (dari segi jumlah peserta dan volume serta nilai transaksi) adalah Sistem Kliring Elektronik Jakarta. Nilai akhir (netto) yang diselesaikan melalui sistem kliring (dihitung dari posisi penutupan harian) di seluruh Indonesia (termasuk Jakarta) sebelum peluncuran sistem RTGS (menurut data sampai dengan tanggal 27 November 2000) secara harian mencapai IDR 7,3 trillion (sekitar USD 730 juta). Setelah pelaksanaan sistem BI-RTGS, terjadi pergeseran pangsa nilai kliring yang cukup besar ke BIRTGS. Sistem kliring dilaksanakan berdasarkan penyelesaian transaksi secara tertunda netto di akhir hari transaksi. Saat ini, Bank Indonesia menanggung risiko yang timbul dari ketidakmampuan bank dalam menyelesaikan kewajiban penyelesaian akhir kliring (secara netto). Meskipun demikian, jika rekening giro sebuah bank pada BI mengalami saldo negatif akibat kekurangan dana dalam rangka penyelesaian kliring dan pada jam 9.00 WIB hari esoknya belum ada penyetoran untuk mengatasi saldo negatif tersebut, maka Bank Indonesia akan menskors bank tersebut untuk sementara waktu sebagai peserta di seluruh lembaga kliring di Indonesia. Bank tersebut tidak dapat kembali menjadi peserta kliring selama Direktorat Pengawasan Bank di Bank Indonesia belum memberi persetujuannya agar bank tersebut dapat kembali menjadi peserta. 3.2.1 Kepemilikan Bank Indonesia menguasai penuh seluruh sistem kliring dan mengelola dan memiliki secara penuh 38 dari seluruh 102 operasional kliring yang ada di Indonesia. Sedangkan bank umum yang ditunjuk atau disetujui untuk menjadi lembaga kliring, memiliki sistem komputer sendiri dengan sistem aplikasi kliring yang disediakan oleh Bank Indonesia. 3.2.2 Peserta kliring Peserta kliring dibedakan menjadi 2 jenis yaitu peserta langsung dan peserta tidak langsung. Peserta langsung mengirim dan menerima pembayaran atas namanya sendiri, sedangkan peserta tidak langsung hanya dapat mengirim dan

menerima pembayaran melalui peserta langsung. Perlu dicatat bahwa istilah peserta hanya mengacu pada kantor bank (yaitu kantor cabang dan kantor cabang pembantu sebuah bank). Peserta langsung hanya diperbolehkan mengirim dan menerima pembayaran untuk kepentingan peserta tidak langsung dari bank yang sama. Jumlah peserta kliring pada tahun 2000 mengalami penurunan menjadi 1.973 peserta, dibandingkan 2.178 peserta pada tahun 1999 sebelumnya. Penurunan ini dikarenakan berbagai penutupan dan penggabungan usaha bank. 3.2.3 Jenis transaksi dan volume kegiatan kliring Warkat yang diselesaikan melalui sistem kliring terdiri dari Nota Kredit dan beberapa jenis warkat debet, misalnya cek, bilyet giro, nota debet, wesel bank untuk transfer (WBUT) dan surat bukti nota kredit (SBPT). Nota Kredit merupakan dokumen untuk melakukan pemindahan dana dari bank yang menyerahkan untuk untung bank penerima atau nasabah bank penerima. Cek adalah warkat debet yang penggunaannya mengikuti standar internasional yang berlaku untuk penggunaan dan tata laksana cek. Bilyet Giro (BG) adalah warkat debet yang tidak dapat dipindah-tangankan dan sangat menyerupai cek. Perbedaan mendasar antara BG dengan cek, adalah bahwa BG tidak dapat dicairkan secara tunai oleh pemegangnya dan dapat dibuka dengan tanggal mundur. Nota Debet adalah dokumen yang diajukan oleh bank untuk keperluan penagihan dari bank lain. Mulai tahun 1998, nilai nota debet antarbank dibatasi pada IDR 10 juta (setara degnan USD 1.000). WBUT merupakan wesel bank yang dikeluarkan oleh bank untuk keperluan pemindahan dana. SBPT merupakan surat bukti penerimaan transfer dana yang diterima oleh penerima yang bukan pemegang rekening dari bank umum yang bertindak sebagai agen untuk bank pengirim tertentu. Penerima tersebut dapat mengajukan SBPT kepada setiap bank sesuai pilihannya sendiri, baik banknya sendiri maupun setiap bank lain untuk pencairan dananya. Pencairan ini disalurkan melalui mekanisme kliring. Namun dua warkat kliring yang disebut terakhir (WBUT dan SBPT) tidak lagi digunakan dalam rangka kegiatan usaha. Pada prakteknya, hanya Nota Kredit, Cek, Bilyet Giro dan Nota Debet yang diselesaikan melalui kliring secara harian. Sebagian besar kegiatan kliring terdiri dari warkat debet (cek, bilyet giro dan nota debet), yaitu mencapai 54.6%,

sedangkan volume warkat kredit mencapai 45.5% dari seluruh kegiatan kliring. Warkat yang paling populer adalah bilyet giro, dengan pangsa penggunaan mencapai 48.2%, disusul dengan cek dengan pangsa 6.1%. Angka-angka ini menunjukkan bahwa warkat debet lainnya, jarang atau tidak pernah digunakan lagi. Seluruh warkat ini harus disajikan dalam mata uang rupiah, dengan nilai nominal sebesar 100% dan harus jatuh tempo selambat-lambatnya saat kliring. Volume dan nilai pemrosesan kliring di seluruh lembaga kliring pada tahun 2000 mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Pada tahun 2000, telah diproses sekitar 35.650.000 warkat kliring dengan nilai keseluruhan mencapai IDR 6.222 trilyun di Jakarta dan 38.057.000 warkat kliring dengan nilai mencapai IDR 1.082 trilyun diluar Jakarta. 3.2.4 Pengoperasian sistem kliring Mekanisme kliring pada SKEJ (Sistem Kliring Elektronik Jakarta) dikelola oleh Bank Indonesia melalui jaringan kerja elektronik. Sistem ini memungkinkan penyelenggaraan proses kliring yang lebih cepat, akurat dan aman. Penyampaian informasi dan pemrosesan warkat kliring, data kliring dan penyelesaian transaksi dapat berlangsung pada kecepatan yang relatif tinggi. Sistem ini juga menjamin tingkat akurasi yang lebih tinggi dalam pengolahan informasi, sekaligus mengurangi risiko terjadi warkat kliring yang tidak diproses dan menyediakan akses lebih cepat untuk memperoleh informasi tentang hasil kliring. SKEJ terdiri dari dua komponen utama, yaitu komputer kliring sentral di lokasi lembaga kliring dan terminal kliring elektronis pada masing-masing peserta. Kedua komponen saling terhubung melalui saluran komunikasi khusus. Saat ini seluruh bank peserta tetap harus menyerahkan warkat seperti cek, bilyet giro dan nota kredit sebagai bukti pembayaran. Warkat tersebut diproses melalui mesin baca pilah (reader sorter). 3.2.5 Penyelesaian transaksi kliring Sistem kliring Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi secara netto multilateral pada hari yang sama (T+0). Informasi dini tentang posisi penyelesaian transaksi secara netto dikeluarkan oleh sistem kliring Bank Indonesia setelah selesainya pengolahan awal seluruh masukan data, yaitu sekitar jam 15.30 hingga 16.00 di Jakarta dan jam 12.30 di penyelenggara kliring yang lebih kecil. Penyelesaian transaksi dilakukan pada akhir hari transaksi (penyelesaian transaksi secara netto tertunda atau deferred net settlement). Penyelenggara kliring menyampaikan hasil kliring kepada Sistem Akuntansi Kantor Cabang-BI (OSA-KBI) untuk dicatat pada rekening penyelesaian transaksi masing-masing bank. Namun sejak pelaksanaan sistem BI-RTGS di Jakarta, hasil kliring di Jakarta langsung disampaikan kepada Komputer Sentral RTGS untuk diproses melalui sistem BI-RTGS. Apabila seluruh Kantor Bank

Indonesia (KBI) telah terhubung pada sistem BI-RTGS, maka penyelesaian posisi kliring harus dilaksanakan secara langsung melalui sistem RTGS. 3.2.6 Risiko dan pengendalian risiko Rancangan dan pengoperasian sistem kliring di Indonesia pada umumnya didasarkan atas penyelesaian transaksi pada akhir hari. Karena belum ada rekening tunggal masing-masing bank umum untuk penyelesaian transaksinya (saat ini setiap bank harus memelihara satu rekening giro di masing-masing 38 KBI yang ada di seluruh Indonesia), maka penyelesaian hasil kliring berlangsung secara lokal dengan menyampaikan hasil kliring melalui sistem akuntansi yang terdapat pada KBI setempat. Dengan mekanisme tersebut, kekurangan atau kelebihan saldo rekening giro bank pada KBI tertentu sudah menjadi hal yang lazim. Setiap bank yang mengalami saldo yang kurang di Kantor Bank Indonesia tertentu dapat menutupi kekurangan tersebut dengan meminta pemindahan dana dari kantor lainnya, atau dengan mengusahakan dana dari pasar uang antarbank setempat. Penyelesaian transaksi pasar uang ini dilaksanakan melalui sistem kliring warkat di Kantor Bank Indonesia yang terkait. Sampai sekarang belum ada aturan tentang kegagalan penyelesaian akhir serta agunan yang dipersyaratkan bagi bank peserta. Namun, untuk menghindari risiko kredit atau risiko likuiditas Bank Indonesia menetapkan kebijakan penghentian sementara (skorsing) bagi peserta kliring. Diberlakukan ketentuan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko sistem pembayaran yang ada. Hal ini dilakukan dengan membatasi kewajiban Bank Indonesia apabila timbul risiko dari transaksi antarbank yang tidak dapat diselesaikan, yakni maksimal sebesar satu kali kekalahan kliring. Kebijakan skorsing kliring ini sejalan dengan ketentuan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 yang membatasi pemberian kredit dari Bank Indonesia kepada sektor perbankan. Bank yang pada akhir hari tidak mampu menyelesaikan kewajiban antarbank, akan dihentikan sementara dari kliring apabila selambatlambatnya pada pagi hari kerja berikutnya (jam 09.00) tidak mampu mengembalikan cerukan yang disediakan oleh Bank Indonesia untuk menyelesaikan kewajiban kliringnya. 3.3 Proyek dan kebijakan utama yang sedang dilaksanakan 3.3.1 Sentralisasi rekening giro untuk penyelesaian transaksi Setelah implementasi sistem BI-RTGS di kantor pusat dilaksanakan, Bank Indonesia akan mulai menerapkan BI-RTGS di KBI. Pengintegrasian sistem BIRTGS di kantor pusat Bank Indonesia dan kantor-kantor BI di daerah, akan menghasilkan sentralisasi rekening giro untuk penyelesaian akhir transaksi di mana seluruh rekening giro bank umum yang saat ini dipelihara di masing-

masing Kantor Bank Indonesia akan digabungkan menjadi satu rekening giro di satu tempat yang dapat diakses dari mana saja di Indonesia. Sentralisasi rekening giro untuk masing-masing bank tersebut akan menguntungkan baik Bank Indonesia maupun para bank peserta. Langkah ini akan membantu tugas Bank Indonesia dalam memantau kepatuhan bank umum dengan kewajiban pemeliharaan likuiditas minimum (reserve requirement). Sentralisasi rekening giro ini juga bermanfaat sebagai perangkat peringatan dini dalam rangka pemantauan terhadap masalah likuiditas yang mungkin dihadapi bank umum. Selain itu bank peserta juga memperoleh keuntungan dari sentralisasi rekening giro tersebut, karena akan membantu bank dalam pengelolaan likuiditas pada seluruh kantornya di Indonesia. Penerapan sistem BI-RTGS di KBI akan dilakukan secara bertahap, yaitu 12 KBI akan diimplementasikan pada tahun 2001, 12 sampai 15 KBI pada tahun 2002 dan sisanya pada tahun 2003. Sehingga pada akhir tahun 2003 seluruh Kantor Bank Indonesia telah terintegrasi ke dalam sistem BI-RTGS secara penuh. 3.3.2 Straight Through Process (STP) Untuk meningkatkan efisiensi di tingkat peserta serta memberikan kemudahan bagi bank-bank umum untuk melaksanakan lebih banyak pembayaran nilai kecil melalui sistem BI-RTGS, maka BI merencanakan untuk melakukan implementasi BI-RTGS berkemampuan STP pada tahun 2002. 3.3.3 Kliring antar wilayah (intercity clearing) Dewasa ini seluruh penyelenggara kliring hanya diperbolehkan memproses warkat kliring lokal (yang berasal dari wilayahnya), sehingga warkat dari luar wilayah kliring setempat harus diproses dan ditagihkan oleh bank umum melalui jaringan kantornya atau bank koresponden. Karena penyelesaian warkat yang berasal dari luar wilayah kliring yang bersangkutan dilakukan diluar sistem kliring, maka muncul ketidakpastian tentang rentang waktu dana dimaksud dapat diterima oleh penerima yang berhak. Proyek kliring antar wilayah (intercity clearing) akan mengurangi ketidakpastian tersebut, sehingga kepercayaan akan penggunaan pembayaran tanpa warkat di tingkat antar wilayah dan kepercayaan akan penggunaan sistem pembayaran secara keseluruhan akan terus meningkat. 3.3.4 Giro antarbank Karena belum terdapatnya sistem giro antarbank yang dapat menyediakan mekanisme pelaksanaan pembayaran secara masal (bulk) bagi kegiatan ekonomi, baik untuk keperluan penagihan atau pengiriman uang seperti gaji, dividen dan kupon obligasi, maka timbul kendala di pasar menyangkut permasalahan perangkat infrastruktur pembayaran yang kurang efisien.

Perusahaan listrik dan telekomunikasi serta perusahaan-perusahaan lain yang harus melakukan penagihan, terpaksa mengadakan berbagai jenis kerjasama dengan bank umum yang berbeda-beda. Hal ini menimbulkan keharusan untuk menerapkan dan menciptakan standar yang berbeda-beda, disamping tentunya masalah biaya yang tinggi. Selain itu, dalam rangka menampung pembayaran gaji karyawan dari perusahaan-perusahaan besar maka para karyawan tersebut terpaksa membuka rekening pada bank yang sama dengan bank majikannya. Proyek giro antarbank diharapkan akan mengurangi berbagai kesenjangan ini dan menyediakan tingkat efisiensi yang optimal serta membuka peluang persaingan sehat atas prinsip yang adil bagi semua bank umum. 3.3.5 Penilaian terhadap Sistem Pembayaran yang Secara Sistemik Berperan Penting (Systemically Important Payment Systems) Dengan dikeluarkannya Prinsip-Prinsip Dasar bagi Sistem Pembayaran yang Secara Sistemik Berperan Penting (Core Principles For Systemically Important Payment Systems) oleh Bank for International Settlements, Bank Indonesia bermaksud melakukan pengkajian yang cermat terhadap seluruh sistem pembayaran yang secara sistemik berperan penting di Indonesia. Bagi Bank Indonesia, hasil pengkajian tersebut diharapkan akan memberi arahan yang lebih jelas tentang penyempurnaan sistem pembayaran nasional pada umumnya, dan tentang penyempurnaan sistem pembayaran yang secara sistemik berperan penting pada khususnya. 3.3.6 Rencana mengatasi kegagalan transaksi Sistem pembayaran nasional harus dirancang dan dioperasikan berdasarkan prinsip penyelesaian transaksi dilaksanakan setiap saat pada setiap hari transaksi. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan risiko kredit dan risiko likuiditas yang berkaitan dengan sistem pembayaran. Selanjutnya, terhadap risiko sistem pembayaran yang belum diselesaikan perlu dilakukan pengamatan, pemantauan, pengendalian dan pengurangan semaksimal mungkin. Dalam pada itu, seluruh penyelenggaraan kliring yang tidak melakukan penyelesaian transaksi melalui sistem BI-RTGS, harus membuat dan mengatur ketentuan yang pasti dan mengikat guna mengatasi kemungkinan kegagalan pembayaran. Ketentuan tersebut, selanjutnya harus mengarahkan agar risiko sistem pembayaran dapat dikendalikan dan dihilangkan, dengan tujuan agar bank peserta kliringlah dan bukan Bank Indonesia yang memikul biaya yang timbul dari kegagalan salah satu bank peserta dalam kewajiban membayarnya. Selanjutnya, Bank Indonesia akan memprakarsai pembuatan ketentuan yang mengatur kegagalan penyelesaian akhir pada sistem penyelesaian transaksi secara netto tertunda, yang saat ini dilakukan oleh Bank Indonesia. Sebagai langkah pertama akan dilakukan pengkajian tentang berbagai rencana mekanisme untuk mengatasi kegagalan pembayaran. Sedangkan langkah kedua adalah upaya untuk memperoleh komitmen dari seluruh peserta kliring.

Rencana tersebut mendatang.

akan

dilaksanakan

selambat-lambatnya

tahun

2003

4. Sistem Penyelesaian Pasar Modal 4.1. Obligasi Pemerintah (Government bonds) Defisit anggaran belanja pemerintah yang merupakan akibat dari pembiayaan pembangunan nasional, termasuk diantaranya biaya restrukturisasi dan revitalisasi perbankan nasional, diatasi antara lain dengan penerbitan obligasi pemerintah. Pada awalnya, obligasi pemerintah ini hanya dapat dimiliki oleh bank-bank rekap. Namun, saat ini beberapa seri dari surat hutang tersebut juga dapat dimiliki oleh kalangan masyarakat. Bank Indonesia telah diberikan wewenang untuk melakukan administrasi dan pencatatan kepemilikan atas obligasi pemerintah sejak tahun 2000, yaitu sejak pertama kalinya obligasi pemerintah diterbitkan. Obligasi pemerintah tersebut diterbitkan berdasarkan atas Peraturan Pemerintah No. 84/1998 tentang Program Rekapitalisasi Perbankan, Keppres No. 55/1998 tentang Pinjaman Dalam Negeri dalam bentuk Surat Hutang, dan Keputusan Menteri Keuangan No. 183/KMK.017/1999 tanggal 28 Mei 1999 tentang penerbitan Surat Hutang dalam rangka Program Rekapitalisasi dan Revitalisasi Sektor Perbankan Nasional yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 564/KMK.017/1999 tanggal 24 Desember 1999. 4.1.1. Perdagangan Kondisi Pasar Terdapat tiga jenis obligasi pemerintah, yaitu Fixed Rate Bond (FRB), Variable Rate Bond (VRB), dan Hedge Bond (HB) atau Indexed Bond. FRB adalah obligasi dengan tingkat bunga tetap dan berjangka waktu sepuluh tahun, dengan pembayaran kupon dilakukan setiap semester. VRB adalah obligasi dengan tingkat bunga mengambang dan berjangka waktu antara tiga sampai sepuluh tahun, dengan pembayaran kupon setiap tiga bulan. HB adalah obligasi yang dikaitkan dengan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), dengan tujuan menutup resiko perubahan nilai tukar dari kewajiban bank-bank rekap. Tidak seluruh seri dari obligasi pemerintah ini dapat diperdagangkan kepada masyarakat di dalam pasar modal dan surat berharga. Beberapa seri obligasi pemerintah yang tidak dapat diperdagangkan antara lain adalah obligasi dengan klasifikasi non-tradable dan obligasi pemerintah yang dimiliki bankbank rekap yang tercatat sebagai penyertaan pemerintah. Sampai akhir Desember 2000, pemerintah telah menerbitkan obligasi senilai Rp. 430,4 trilyun, atau meningkat 52,7% dari posisi pada akhir Desember 1999 sebesar Rp. 281,8 trilyun. (lihat tabel 11) Aktivitas perdagangan obligasi pemerintah meningkat secara tajam. Bila dibandingkan dengan saat pertama kali obligasi tersebut diperdagangkan pada

pasar sekunder (1 Februari 2000) dengan rata-rata harian volume perdagangan sebesar Rp. 258,7 juta, maka pada 31 Desember 2000 angka rata-rata harian volume telah mencapai Rp. 230,5 milyar. Sistem Perdagangan Hak dan kewajiban dari peserta diatur di dalam ketentuan-ketentuan berikut : a. Undang-Undang Pasar Modal no. 8/1995 b. Keputusan Menteri Keuangan no. 183/KMK.017/1999 tentang Obligasi dalam rangka Rekapitalisasi. c. Peraturan Bank Indonesia no. 2/2/PBI/2000 perihal Penatausahaan dan Perdagangan Obligasi Pemerintah. d. Surat Edaran Bank Indonesia no. 3/24/DPM perihal Tata Cara Penatausahaan Obligasi Pemerintah. e. Surat Edaran Bank Indonesia no. 2/2/DPM perihal Persyaratan dan Tata Cara Penunjukan Sub-Registry Untuk Penatausahaan Obligasi Pemerintah. Peraturan-peraturan di atas mengijinkan lima jenis peserta untuk menatausahakan pendaftaran surat berharga/obligasi di dalam Book Entry Registry, yaitu : a. Bank Indonesia b. Bank umum c. Market Makers d. Sub-Registries e. Pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia Seluruh penyelesaian akhir dari obligasi pemerintah dilalukan secara scripless. Bank Indonesia telah membangun dua-lapis sistem penatausahaan, yaitu Central Registry dan Sub-Registry. Sebagian besar aktivitas harian penatausahaan dilakukan oleh Sub-Registry. Bank Indonesia selanjutnya juga melakukan penatausahaan dari repayment terhadap pokok hutang tersebut pada saat berakhirnya jangka waktu obligasi. Terdapat dua jenis perdagangan obligasi pemerintah. Pertama, di dalam pasar primer dan pasar sekunder. Pasar sekunder merupakan pasar yang pertama kali terbentuk pada saat bank rekap sebagai pemilik pertama dari obligasi tersebut melakukan penjualan baik kepada investor lokal maupun asing. Di dalam pasar sekunder, perdagangan obligasi pemerintah antar investor juga dimungkinkan untuk dilakukan. Penjual dan pembeli juga dapat melakukan transaksi secara Over the Counter (OTC), dimana harga (bid dan offer), pembayaran, penyelesaian akhir dan informasi lainnya dilakukan atas dasar kesepakatan antar mereka sendiri. Di dalam pasar OTC, pencatatan ke dalam Central Registry hanya dilakukan bilamana terjadi pengalihan kepemilikan.

Tidak terdapat batasan kepemilikan, baik terhadap penduduk maupun bukan penduduk Indonesia. Hal ini menyebabkan, obligasi dapat dimiliki oleh bank, dana pensiun, yayasan, perusahaan dan masyarakat umum. 4.1.2. Pra-setelmen Konfirmasi Perdagangan Seluruh pemegang obligasi pemerintah didaftarkan pada Sistem Kliring, Registrasi, dan Informasi Obligasi Pemerintah milik Bank Indonesia (BI-SKRIP). Karena seluruh obligasi yang diterbitkan bersifat scripless, maka pengalihan kepemilikan obligasi pemerintah didaftar dan dicatat pada sistem Book Entry Registry (BER). Setelah transaksi dengan pihak pembeli selesai dilakukan, penjual akan mengirimkan permohonan pengalihan kepemilikan obligasi pemerintah berupa SPPR kepada Sub-Registry yang dipilihnya. Bilamana pihak pembeli bukan merupakan bank, pembeli harus mengirimkan permohonan pembayaran (obligasi pemerintah) berupa SPPP kepada banknya dan selanjutnya akan diteruskan kepada Central Registry. Selanjutnya, Central Registry akan memeriksa kesesuaian SPPR dan SPPP, serta memeriksa saldo dari nilai obligasi pemerintah yang dimiliki oleh pihak penjual pada sistem BER. Bilamana SPPP dan SPPR telah sesuai, dan saldo mencukupi maka BER akan secara otomatis mengirimkan pesan pembayaran melalui terminal BI-RTGS yang terletak pada Central Registry. Instruksi-instruksi SPPR dan SPPP disampaikan kepada Central Registry antara pukul 8.00 dan 16.00 WIB setiap harinya. Penyelenggara Kliring Penyelesaian akhir terhadap transaksi perdagangan obligasi pemerintah dilakukan secara gross oleh Bank Indonesia sebagai Central Registry. Sistem BER yang saat ini dioperasikan oleh Bank Indonesia tidak terhubung secara online dengan seluruh peserta pasar surat berharga. Bank Indonesia merencanakan untuk mengganti sistem BER yang ada saat ini dengan sistem BER yang terhubung dengan seluruh peserta pasar surat berharga serta sistem BI-RTGS. Bilamana rencana ini dapat direalisasikan, maka hal ini akan mewujudkan delivery versus payment (DVP). Kemampuan Melakukan STP Mengingat masih rendahnya frekuensi perdagangan dalam pasar surat berharga serta masih belum on-linenya BER dengan seluruh peserta pasar surat berharga, maka kebutuhan akan STP dirasakan tidak terlalu mendesak. Lebih lanjut, terkait dengan rencana penggantian BER dengan sistem yang lebih maju, maka direncanakan implementasi Scripless Securities Settlement System (SSSS) pada tahun 2003.

Siklus Penyelesaian Akhir Perpindahan dana antara rekening penjual dan pembeli pada BER, akan terlaksana secara seketika bilamana saldo dari rekening pembeli (atau bank dari pembeli) mencukupi. Penyelesaian akhir dari transaksi dalam pasar surat berharga dilakukan pada hari yang sama (T+0) bilamana SPPR dan SPPP diterima Central Registry sebelum pukul 14.30 WIB. Instruksi yang diterima setelah waktu tersebut, akan diproses pada hari kerja berikutnya. Terhadap transaksi yang telah diselesaikan, Central Registry akan mengirimkan konfirmasi perubahan pemilikan surat berharga pada hari yang sama kepada Sub-Registry yang bertindak atas nama pembeli dan penjual. Central Securities Depositories Bank Indonesia sebagai Central Registry juga bertindak sebagai Central Security Depositories (CSD) untuk obligasi pemerintah. Dalam rangka melakukan tugasnya tersebut, Bank Indonesia telah melakukan implementasi sistem BISKRIP yang fungsinya adalah mendaftar serta melakukan penyelesaian terhadap obligasi pemerintah di Indonesia secara elektronis. BI-SKRIP terdiri atas Central Registry (BER) di Bank Indonesia dan sejumlah Sub-Registries berlisensi. Bank Indonesia juga bertindak sebagai agen pembayaran kupon bunga dan pengembalian pokok dari obligasi pemerintah tersebut. Pajak pendapatan dikenakan dan dilakukan pada level sub-registry, serta diperhitungkan untuk otoritas pajak. Central Counterparty Tidak terdapat Central Counterparty dalam perdagangan obligasi pemerintah. Bilamana terjadi kegagalan penyelesaian sebagai akibat ketidakcukupan dana atau ketiadaan saldo obligasi, maka transaksi tersebut dikembalikan dan dibatalkan. Pada tahapan ini, tidak ada mekanisme yang dapat menjamin penyelesaian seluruh transaksi. Pembayaran Metode pembayaran terhadap transaksi obligasi pemerintah adalah melalui sistem BI-RTGS dan melalui sistem kliring lokal mempergunakan cek atau nota kredit. Metode pertama dapat diklasifikasikan sebagai DVP di dalam sistem BER, sementara metode kedua didefinisikan sebagai Free-Of-Payments (FOP), dimana nilai dari pengalihan kepemilikan obligasi tidak sama dengan pembayaran melalui terminal BI-RTGS pada Central Registry. Pembayaran kupon diperhitungkan dua hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo berdasarkan nilai saldo yang tercatat pada Central Registry. Central Registry dan Sub-Registries melakukan pencetakan konfirmasi yang berisi jatuh tempo pembayaran kupon dan mengirimkannya kepada masing-masing pemilik (yang terdaftar) pada akhir hari T-2. Bank Indonesia sebagai agen pembayaran melakukan pembayaran kupon pada tanggal jatuh tempo dengan mengkreditkan rekening bank pemegang obligasi pemerintah, atau mengkredit rekening giro

bank yang telah ditunjuk sebagai bank oleh Sub-Registries bukan bank, market maker bukan bank, dan pemegang obligasi pemerintah bukan bank lainnya. Pada saat obligasi pemerintah tersebut jatuh tempo, nilai pokok dari setiap obligasi pemerintah akan dibayarkan kepada pemegang yang namanya terdaftar dalam BI-SKRIP, sedangkan perhitungannya dilakukan pada akhir hari dari T-2. Pembayaran akan dilakukan dengan melakukan pengkreditan pada rekening bank dari pemilik obligasi pemerintah pada tanggal jatuh tempo (atau hari kerja berikutnya, bilamana tanggal jatuh tempo bukan merupakan hari kerja). Agen pembayaran dalam hal ini Bank Indonesia akan melakukan pembayaran kepada rekening pemilik obligasi pemerintah pada saat jatuh tempo, setelah sebelumnya menerima instruksi untuk melakukan pembayaran dimaksud. 4.2. Pasar Obligasi Swasta 4.2.1. Perdagangan Kondisi Pasar Transaksi-transaksi dari obligasi perusahaan dilakukan oleh perusahaan sekuritas (Securities Companies) pada bursa sekuritas (over-the-counter basis). Saat ini, seluruh obligasi perusahaan diperdagangkan pada Bursa Efek Surabaya (BES). Sistem Perdagangan BES telah membangun sebuah sistem elektronis bernama OTC-Fixed Income Services (OTC-FIS), yang memungkinkan para peserta untuk memasuki, melakukan penarikan, dan melakukan perubahan terhadap permintaan harga jual atau beli sebelum transaksi tersebut dieksekusi. Sistem OTC-FIS dirancang tidak hanya sebagai perangkat jual-beli, namun juga berfungsi sebagai sumber informasi, pelaporan, dan permintaan harga. Obligasi yang diperdagangkan di pasar terdiri atas obligasi yang terdaftar (listed) dan tidak terdaftar (not listed). Transaksi dapat dilakukan secara Repo atau Outright. Waktu Perdagangan Senin s.d Kamis Session I : 9.30 12.00 Session II : 13.30 17.00 Jumat Session I : 9.30 11.30 Session II : 14.00 17.00 Pengaturan Pengaturan terhadap transaksi obligasi perusahaan didasarkan atas UU Pasar Modal No. 8/1995 serta aturan main yang disepakati oleh para pihak dalam OTC-FIS BES. Selain itu, persetujuan yang terdapat dalam perjanjian penggunaan sistem komputer OTC-FIS BES juga mendukung hal tersebut.

Para Peserta Peserta yang diijinkan untuk menjadi anggota dan berpartisipasi dalam transaksi obligasi/efek perusahaan adalah perusahaan yang terdaftar pada bursa efek (BES atau BEJ) dan atau bank. Untuk menjadi anggota OTC-FIS BES, baik anggota bursa maupun bank harus menyerahkan proposal kepada BES atau BEJ. 4.2.2. Pra-setelmen Konfirmasi Jual-Beli Konfirmasi dari perdagangan efek harus dikirimkan melalui OTC-FIS sebelum akhir hari. Dalam hal tidak terdapat konfirmasi, maka perintah jual/beli yang masuk akan diabaikan dan dikeluarkan dari sistem setelah waktu perdagangan selesai. Penyelenggara Kliring Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) merupakan perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki oleh BEJ (90%) dan BES (10%). Keberadaan KPEI yang berdiri pada 5 Agustus 1996, telah diakui oleh BAPEPAM dengan lisensi yang dikeluarkan pada 1 Juni 1998. Penyelesaian Akhir (Setelmen) Penyelesaian akhir terhadap setiap transaksi yang dilakukan melalui OTC-FIS, akan efektif pada waktu yang disepakati antara penjual dan pembeli. Terhadap efek/obligasi perusahaan yang tidak dapat dialihkan kepemilikannya, penyelesaian akhir dilakukan berdasarkan atas aturan dan prosedur dari KSEI. 4.3. Pasar Saham 4.3.1. Perdagangan Di Indonesia saat ini terdapat dua buah bursa saham, yaitu BEJ dan BES. Perdagangan saham dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar bursa. Implementasi sistem C-BEST (Central Depository and Book Entry Settlement) pada bulan Juli 2000 yang merupakan sistem penyelesaian akhir BER untuk perdagangan saham, memungkinkan KSEI untuk melakukan proses kedua perdagangan saham tersebut. Tinjauan Pasar Saham Volume dari perdagangan saham dalam bursa meningkat dengan tajam mencapai 107%, yaitu dari 92,69 milyar saham pada 1998 menjadi 191,43 milyar pada 1999. Sementara, nilai transaksi dari perdagangan saham tersebut meningkat 49%, yaitu dari Rp. 100,03 trilyun pada 1998 menjadi Rp. 148,98 trilyun pada 1999. Pada tahun 1999, volume perdagangan yang diselesaikan melalui KSEI mencapai 108.68 milyar saham dengan nilai Rp. 45,95 trilyun. Hal ini

menunjukkan peningkatan sebesar masing-masing 126% dan 68.64% dibanding tahun 1998, yaitu dengan volume 48,12 milyar dan nilai Rp. 77,49 trilyun. Pada bulan Desember 2000, jumlah saham yang tercatat di bursa dan layak diperdaganglan mencapai 642,08 milyar lembar yang berasal dari 108 penerbit. Sementara itu, surat hutang yang tercatat dalam C-BEST mencapai 1,32 milyar lembar yang terdiri atas 22 jenis surat jaminan dan 25 jenis obligasi, dengan nilai Rp. 4,9 trilyun. Sistem Perdagangan IPO (Initial Public Offering) Konfirmasi terhadap jumlah lembar saham yang diperoleh dari pesanan pembelian saham, akan diterima sekitar satu minggu sejak berakhirnya masa penawaran. Dalam hal terjadi kelebihan pemesanan, penerbit akan mengembalikan kelebihan pembayaran satu minggu setelah waktu pencatatan. 4.3.2. Pra-setelmen Konfirmasi Jual-Beli Instruksi yang terkait dengan transaksi dalam bursa, penyelesaiannya akan dilakukan secara bulk. Intruksi dimaksud akan dikirimkan oleh KPEI kepada KSEI untuk segera melakukan pencatatan transfer dari rekening pengiriman anggota bursa kepada rekening penerimaan anggota bursa. Sementara itu, instruksi penyelesaian akhir terhadap transaksi di luar bursa akan dilakukan per transaksi dan secara seketika (real time basis). Instruksi yang masuk akan divalidasi dan dicocokkan, dan setelah cocok akan dicatat sebagai sebuah transaksi. Pengaturan Mekanisme perdagangan saham dan penyelesaian transaksi melalui bursa mengacu kepada aturan dan prosedur operasional yang dikeluarkan KSEI. Sebaliknya, terhadap transaksi yang dilakukan di luar bursa, tidak diatur secara khusus dan hanya didasarkan atas kesepakatan pihak penjual dan pembeli. KSEI yang didirikan pada 1997, merupakan lembaga nirlaba yang berfungsi melakukan penyelesaian akhir dan penyimpanan surat berharga. Pemegang saham KSEI terdiri atas : 11 buah bank penjamin (dengan 46% saham), 31 buah perusahaan sekuritas (33,5%), 5 buah perusahaan pencatatan saham (5%), BEJ dan BES (9%), serta KPEI (6,5%). Kepesertaan Pihak yang dapat membuka rekening pada KSEI adalah perusahaanperusahaan sekuritas dan bank penjamin. Sementara seluruh penerbit diwajibkan untuk mendaftarkan diri pada C-BEST.

Manajemen Resiko dan Fungsi Central Counterparty Setiap transaksi yang dilakukan melalui bursa telah terkunci, artinya bahwa transaksi tersebut harus diselesaikan pada waktu tertentu. Pada akhir hari, data perdagangan saham dikirimkan kepada KPEI untuk diselesaikan secara netting. Dalam transaksi bursa secara scripless, KPEI berfungsi sebagai Central Counterparty untuk menghindari kegagalan penyelesaian akhir. Mekanisme ini disebut ACS (Alternate Cash Settlement) yang mengharuskan KPEI untuk melakukan pembayaran tunai atau kombinasi dengan surat berharga, kepada pialang penerima setinggi-tingginya 125% dari harga pasar tertinggi dalam hal penjual tidak memiliki saham yang cukup dalam rekeningnya. Dalam rangka menurunkan resiko, KPEI melakukan pemantauan terhadap likuiditas anggotanya untuk memutuskan kemungkinan anggota yang bersangkutan dapat bergabung dengan kliring. Selain itu, setiap anggota KPEI harus menyerahkan dana jaminan yang dicadangkan untuk membayar kewajiban anggota dan dana pengaman yang dipergunakan untuk memelihara saldo awal para anggota. Penyelesaian transaksi yang dilakukan di luar bursa dilakukan dengan cara transfer antara rekening saham/sekuritas dengan rekening dana di KSEI. Para pelaku pasar mengirimkan perintah transaksi OTC yang pada waktu tertentu akan dicocokkan oleh sistem. Perangkat lain yang dipergunakan oleh KPEI dalam meminimalkan resiko adalah dengan menerapkan batasan transaksi berdasar COLDS (collateral deposits). Kemampuan STP C-BEST dikembangkan dengan kemampuan STP yang memungkinkan pelaksanaan penyelesaian akhir secara langsung kedalam rekening anggota bursa. 4.3.3. Penyelesaian akhir (Setelmen) Saat ini, penyelesaian akhir antara saham dan dana dilakukan secara simultan pada rekening anggota KSEI sekitar pukul 12.00 pada T+4. Dibandingkan dengan pelaksanaan kliring pada transaksi menggunakan warkat, dimana untuk saham akan diterima pada akhir hari T+4 sementara dana baru akan efektif pada T+5, maka implementasi C-BEST juga merupakan suatu upaya efisiensi waktu. Pada saat C-BEST melakukan penyelesaian akhir dari rekening kepemilikan saham, penyelesaian akhir dari dana dilakukan pada bank pembayar. Saat ini terdapat 3 buah bank pembayar yang ditunjuk oleh KSEI, yaitu ABN Amro, Bank Lippo, dan Bank Mandiri. Penyelesaian terhadap transaksi bulk dilakukan dua kali sehari pada pukul 7.00 8.00 dan pukul 12.00 13.00.

4.4. Proyek dan kebijakan yang sedang dilaksanakan 4.4.1. Scripless Securities Settlement System untuk obligasi pemerintah Bank Indonesia merencanakan untuk mengganti sistem BER yang saat ini dipergunakan dengan sistem baru berupa Scripless Securities Settlement System (SSSS) pada tahun 2003, sebuah sistem yang menghubungkan Bank Indonesia sebagai central registry langsung dengan subregistry dan bank, dengan settelement pembayaran langsung di sistem BI-RTGS sehingga tercapai Delivery Versus Payment secara penuh. 4.4.2. Scripless Securities Settlement System untuk surat berharga perusahaan Dalam upaya mengurangi resiko sistem keuangan, saat ini Bank Indonesia tengah membicarakan kemungkinan menghubungkan C-BEST dan BI-RTGS dengan pihak KSEI. Hal ini juga merupakan suatu upaya untuk menyediakan fasilitas DVP untuk surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan. 5. Fungsi Bank Sentral Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia adalah merupakan bank sentral. Tugas dan fungsinya tertuang dalam UU No. 23/1999 tentang Bank Sentral. Dalam UU ini, tugas Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kesetabilan nilai tukar. Untuk mencapainya, merupakan tugas Bank Indonesia untuk menjaga dan mengamankan kelangsungan dari sungsi sistem pembayaran. Khusus untuk bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia : Memiliki hak tunggal mengeluarkan uang logam dan uang kertas; Menyediakan jasa penyelesaian akhir kepada bank umum Menyediakan jasa pembayaran kepada sejumlah lembaga pemerintahan, lembaga internasional, dan lembaga lainnya Menyelenggarakan kliring, walaupun dalam prakteknya pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia juga dapat menyelenggarakannya. Memiliki wewenang pengawasan sistem pembayaran. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan tersebut, Bank Indonesia : - Menerbitkan aturan dan standar untuk dapat dipergunakan dan dijadikan acuan pokok oleh penyedia jasa sistem pembayaran - Mengeluarkan persetujuan penyelenggara kliring - Menyusun undang-undang dan peraturan lain menyangkut transfer dana dan hal lain yang terkait dengan sistem pembayaran yang dikeluarkan oleh pihak berwenang yang lain, seperti DPR. - Bekerjasama dengan lembaga keuangan dan industri lainnya membangun sistem pembayaran nasional yang efisien dan handal.

You might also like