You are on page 1of 14

Membangun Polri Sebagai Polisi Sipil

Dalam masyarakat yang Demokratis

DR.CHRYSHNANDA DWILAKSANA,MSI

Pendahuluan

Polisi Indonesia (Polri) saat ini banyak mendapat kritikan dan tanggapan yang negatif atas
kinerjanya. Sebagai contoh dalam pengungkapan kasus peledakan bom di Legian Bali (2002)
ada yang menganggap hal tersebut sebagai hasil rekayasa atau pimpinan Polri sendiri
sebagai dalangnya dsb . Hal tersebut sebagai gambaran ketidak percayaan masyarakat
akan kinerja Polri di samping itu peran dan fungsi Polri sering dijadikan sebagai alat
kekuasaan atau pemerintah yang kadang menyimpang sebagai pelayan, pelindung dan
pengayom masyarakat. Hal tersebut timbul dalam image masyarakat salah satunya dari
sikap dan tindakan petugas polisi dalam melaksanakan tugasnya. Mereka sering berlaku
yang menyimpang seperti melakukan korupsi, berkolusi dengan para pelanggar hukum. Di
dalam organisasi Polri sendiri yang tumbuh dan berkembang adalah para anggotanya
berorientasi pada jabatan tertentu yang dianggap basah atau yang mempunyai kewenangan
dan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhannya. Hal lain yang juga berkembang adalah sikap
loyalitas kepada pejabat tertentu yang dianggap dapat memberikan atau menempatkan
pada jabatan-jabatan yang basah tersebut. Pedoman atau acuan keberhasilan kinerjanya
bukan pada prestasi kerjanya tetapi kedekatan dan kemampuan melayani atasannya.
Dampak dari hal tersebut berkembang sistem yang tidak fair (despotic) yang dikuasai
beberapa gelintir elit polisi dan bagi Polri harus dibayar mahal yaitu buruknya citra Polri di
mata masyarakat .

Untuk mereformasi Polri menuju polisi yang demokratis dan dipercaya, dicintai dan
dibanggakan oleh masyarakatnya salah satunya dengan membangun kebudayaan
organisasi Polri, yang dapat diajdikan pedoman atau kerangka acuan bagi setiap anggota
Polisi dalam melaksanakan peran dan fungsinya dalam masyarakat.

Di negara modern yang demokratis polisi mempunyai fungsi pelayanan keamanan kepada
individu, komuniti (masyarakat setempat), dan negara. Pelayanan keamanan tersebut
bertujuan untuk menjaga, mengurangi rasa ketakutan dari ancaman dan gangguan serta
menjamin keamanan di lingkungannya secara berkesinambungan untuk meningkatkan
kualitas hidup dan produktivitas masyarakat yang dilayaninya. Dalam memberikan
pelayanan keamanan polisi mempunyai kewenangan untuk menegakan hukum dan keadilan
serta Memerangi kejahatan yang mengganggu dan merugikan masyarakat,warga
masyarakat dan negara. Hal tersebut dilakukan untuk mengayomi warga masyarakat, dan
negara dari ancaman dan tindak kejahatan yang mengganggu dan merugikan.

Tulisan ini tentang tentang Polisi yang demokratis dan dalam tulisan ini berusaha
menunjukan membangun polri yang demokratis yang tercermin dari kebudayaan organisasi
yang dijadikan pedoman dalam pemolisiannya. Menurut Reksodiputro (1996) Pemolisian
adalah suatu initiasi dari pencegahan dan pengendalian terhadap kejahatan serta peradilan
pidana dari hampir keseluruhan konteks sosio kultural.

Tugas polisi senantiasa dituntut untuk menggunakan otak, otot dan hati nurani (Rahardjo,
2000), Karena yang dihadapi dalam tugasnya adalah masyarakatnya, manusia yang harus
dibimbing, dilindungi dan dihormati hak-haknya sebagai manusia

Mendefinisikan Demokrasi

1 | Page
Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dimana kekuasaan tertinggi ditangan rakyat
dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem
pemilihan bebas. Dalam ucapan Abraham Lincoln : " Demokrasi adalah suatu pemerintahan
dari rakyat , oleh rakyat dan untuk rakyat ".

Robert A. Dahl menyatakan bahwa demokrasi yang kita kenal sekarang sebenarnya
merupakan hasil gabungan dari empat sumber, yakni paham demokrasi Yunani, tradisi
Republiken, paham pemerintahan perwakilan, dan logika kesamaan politik. Franz Magnis-
Suseno mengemukakan bahwa logika kesamaan politik merupakan unsur yang paling
universal. Yang dimaksudkan oleh Robert A. Dahl sebagai logika kesamaan politik adalah
sebuah gagasan yang muncul di banyak lingkungan budaya dan tradisi yang menganggap
bahwa semua anggota sebuah kelompok atau asosiasi sama saja berhak dan mampu untuk
berpartisipasi secara sama dengan rekan-rekannya dalam proses pemerintahan kelompok
atau asosiasi itu.

Sementara, paham demokrasi Yunani juga merupakan bagian yang penting dalam
mewujudkan demokrasi modern yang kita kenal sekarang. Suatu tatanan demokrasi
sekurang-kurangnya harus memenuhi enam persyaratan:

1. Warga negara harus cukup serasi dalam kepentingan mereka sehingga mereka sama-
sama memiliki suatu perasaan yang kuat tentang kepentingan umum dan bertindak
atas dasar itu, sehingga tidak nyata-nyata bertentangan dengan tujuan atau
kepentingan pribadi mereka.
2. Warga negara benar-benar harus amat padu dan homogen dalam hal ciri-ciri khas.
3. Jumlah warga negara harus sangat kecil.
4. Warga negara harus dapat berkumpul dan secara langsung memutuskan undang-
undang dan keputusan-keputusan mengenai kebijakan.
5. Namun demikian, partisipasi warga negara tidak hanya terbatas pada pertemuan-
pertemuan Majelis. Mereka juga berpartisipasi dengan aktif dalam memerintah kota.

Dalam masyarakat otoriter, senua organisasi dikendalikan, didaftar, diawasi atau sebaliknya
bertanggung jawab kepada pemerintah. Dalam masyarakat yang demokratis, kekuasaan
pemerintah diuraikan secara jelas jelas dan dibatasi dengan tajam. Dalam masyarakat
demokratis warga dapat menjajagi kemungkinan kebebasan dan tanggung jawab
pemerintahan sendiri tanpa ditekan oleh tangan negara yang berpotensi kuat. Landasan
dasar demokrasi adalah sbb:

• Kedaulatan rakyat.
• Pemerintahan berdasarkan dari yang diperintah.
• Kekuasaan mayoritas.
• Hak - hak minoritas.
• Jaminan hak - hak asai manusia.
• Pemilihan yang bebas dan jujur.
• Proses hukum yang wajar.
• Pembatasan pemerintah secara konstitusional.
• Pluralisme sosial, ekonomi dan politik.
• Nilai- nilai toleransi, pragmantisme,kerjasama dan mufakat.

Masyarakat sipil (civil society), Pembangkangan sipil (Civil Disobedience)

Demokrasi disuatu masyarakat atau negara dapat berdiri tegak apabila kedudukan
masyarakat sipilnya kuat. Dinegara berkembang umumnya kondisi masyarakat sipilnya
sangat lemah. Karena itu timbul pemikiran untuk menegakkan demokrasi di neagara

2 | Page
berkembang seperti di Indonesia, maka masyarakat sipil harus diperkuat.Proses demokrasi
tersebut melalui pemberdayaan masyarakat sipil / Civil society (CS).

Pemberdayaan masyarakat sipil salah satunya melalui Civil dis obidience . Istilah Civil
Disobedience (CD), pembangkangan warga, awalnya berarti ketidaktaatan warga kepada
negara. Gerakan ini sudah lama berlangsung, tetapi sebagai konsep gerakan dan
perumusannya relatif baru. Selama ini pandangan masyarakat masih menilai CD terbatas
pada ketidaktaatan hukum, jadi negatif. Ia bukan hanya bisa dilakukan tetapi menjadi wajib
dilakukan, sebab merupakan pengakuan akan hak-hak sipil (Sudiardja,: 2001). Karena itu,
CD pun bisa ditempatkan sebagai rintisan tumbuh dan berkembangnya civil society (CS).

CD Bentuknya bukan sebagai "pembangkangan fisik", meskipun bila perlu bisa dilakukan,
tetapi semacam penguatan kelompok-kelompok CS sebagai gerakan bersama. Sebagai
gerakan, CD bukanlah teori politik atau ajaran moral. Awalnya CD hanya sebuah gerakan
melawan hukum, yang disebabkan hukum tidak bisa lagi memberi perlindungan seperti
halnya pada pengungkapan kasus-kasus KKN di mana terjadi praktik impunity.

Robert T Hall, salah satu pakar yang merumuskan CD, mengatakan hanya dua unsur yang
membedakan CD dan tindakan protes lain, yakni ilegalitas tindakannya dan motivasi moral.
Tokoh pelaku CD di zaman modern dan boleh dikatakan sebagai guru adalah Mahatma
Gandhi. Melawan supremasi hukum tidak adil yang dilakukan pemerintah penjajah, Inggris,
Gandhi melakukan CD dengan perjuangan tanpa kekerasan. Mula-mula dia sebut
perlawanan pasif (passive resistence), kemudian dia ubah jadi satyagraha. CD model Gandhi
memang jauh dari tindakan kekerasan. Tetapi dalam perkembangannya, CD bisa saja
menjadi jalan fatalistis karena tidak memperhitungkan faktor realitas, sebaliknya bisa
menjadi anarki kalau dilakukan dengan pemaksaan.

Kasus-kasus unjuk rasa di Indonesia yang marak akhir-akhir ini, bisakah digolongkan sebagai
CD? Berangkat dari batasan Hall maupun penjelasan Sudiardja, kasus-kasus itu bukanlah
CD. Kasus-kasus itu lebih pada pemaksaan kehendak. Yang diperjuangkan bukanlah
kepentingan umum, tetapi kepentingan kelompok. Apalagi kalau dilakukan dengan
kekerasan atau dibayar oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Pertimbangan yang harus dilakukan adalah, apakah pelaku CD dapat membatasi diri dan
tidak malakukan provokasi umum yang melawan pemerintah. gerakan CD jauh dari
semangat makar. Memperkenalkan gerakan CD sekadar menunjukkan jalan alternatif di
tengah kebuntuan dan kelesuan semangat mengembangkan CS di negeri ini. Dalam sejarah
ketatanegaraan dan praksis bernegara, konsep, semangat, dan gerakan CS sudah sarat
makna dan selalu diperbarui, termasuk upaya membawa dalam konteks agama. Semangat
utama CS adalah semangat bagaimana praksis kenegaraan memperhitungkan kehadiran
rakyat.

CD tidak bisa menjadi norma umum, karena sifatnya yang spontan dan kasuistik sebagai
gerakan moral. CD bukan ideologi keagamaan atau program partai. CD juga tidak bisa
dipromosikan secara terencana seperti halnya CS. Namun demikian, catatan Sudiardja,
berkembang tidaknya gerakan CD bisa menjadi tanda berkembang tidaknya kesadaran
masyarakat. Karena itu, CD boleh dikatakan sebagai rintisan yang baik bagi tumbuh dan
berkembangnya masyarakat warga (CS).

Masyarakat sipil diidentikan dengan masyarakat berbudaya ( civilized society ) dan


lawannya adalah masyarakat liar (savage society).Pemahaman tersebut memberikan
gambaran dalam membandingkan bahwa masyarakat sipil ( civil society ) menunjuk pada
masyarakat yang saling menghargai nilali- nilai sosial dan kemanusiaan ( termasuk dalam
kehidupan berpolitik ).Masyarakat sipil merupakan prasarat demokrasi dan merupakan

3 | Page
elemen kunci dalam menentukuan terwujudnya masyarakat demokratis yang efektif.
Masyarakat sipil mungkin ada tanpa demokrasi tetapi demokrasi tidak bisa ada tanpa
masyarakat sipil yang kuat.

Tata hukum dan Proses hukum yang wajar

Tata hukum berasal dari kata dalam bahasa Belanda "recht orde" adalah Hukum positif
sebagai lembaga penata normatif di dalam kehidupan masyarakat. Fungsi hukum yang
paling dasar adalah mencegah bahwa konflik kepentingan itu dipecahkan dalam konflik
terbuka artinya, semata-mata atas dasar kekuatan dan kelemahan pihak-pihak yang terlibat.
Dengan adanya hukum konflik kepentingan tidak lagi dipecahkan menurut siapa yang paling
kuat, melainkan berdasarkan aturan yang berorientasi pada kepentingan-kepentingan dan
nilai-nilai obyektif tidak membedakan antara yang kuat dan lemah. Orientasi itu disebut
keadilan.

Menurut Coing yang dikutip Franz Magnis Suseno (1998: 78) dalam bukunya Etika Politik,:
Ubi societas ibi ius (dimana ada masyarakat di sana ada hukum). Dari fungsi hukum dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang hakiki dari hukum adalah harus pasti dan adil karena
pedoman perilaku itu menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar dan dapat dilaksanakan
fungsinya dengan pasti.

• Kepastian hukum

Kepastian hukum berarti kepastian dalam pelaksanaannya ialah hukum yang yang resmi
diperundangkan dilaksanakan dengan pasti oleh negara. Kepastian hukum berarti bahwa
setiap orang dapat menuntut agar hukum dilaksanakan dan tuntutan itu dipenuhi, dan
setiap pelanggaran hukum akan ditindak dan dikenai sanksi menurut hukum juga. Dalam hal
ini termasuk bahwa alat-alat negara akan menjamin pelaksanaan hukum dan bertindak
sesuai dengan norma dari hukum yang berlaku.

• Keadilan

Dalam arti formal keadilan menuntut bahwa hukum berlaku umum. Dalam arti material
dituntut agar hukum sesuai mungkin dengan cita-cita keadilan dalam masyarakat.

Keadilan menuntut agar semua orang dalam situasi yang sama diperlakukan dengan sama.
Dalam bidang hukum itu berarti bahwa hukum berlaku umum atau bahwa hukum tidak
mengenal kekecualian. Kalau ada kekecualian itu maka kekecualian itu harus tercantum
dalam aturan hukum itu. Jadi dihadapan hukum, semua orang sama derajatnya, dan berhak
mendapatkan perlindungan hukum serta tidak ada yang kebal terhadap hukum Ini yang
dimaksud asas kesamaan hukum (rechtsgleichheit ).

Keadilan hukum juga berarti material hukum (isi hukum) harus adil untuk mewujudkan
tatanan kehidupan bersama yang adil termasuk tatanan hukum itu sendiri. Yang tentunya
diakui dan dikehendaki oleh masyarakat, bukan sembarang tatanan normatif, tetapi juga
menunjang kehidupan bersama berdasar apa yang dinilai baik dan wajar.

Setiap negara harus mempunyai kekuasaan untuk memelihara ketertiban dan menghukum
tindak pidana, tapi aturan dan prosedur yang digunakan negara untuk melaksanakan
undang-undang harus terbuka, jelas, tidak rahasia, tidak sewenang-wenang dan tidak
tunduk pada manipulasi politik negara.

Rumusan arti 'Kepentingan Umum'

4 | Page
Pengertian kepentingan umum di kalangan masyarakat umum ternyata memang dipahami
bermacam-macam. Sekurang-kurangnya ditemukan pengertian yakni sebagai: (1) ketertiban
umum (public order), (2) kebaikan umum atau diterjemahkan menjadi, (3) bonum publicum,
dan (4) kesejahteraan umum.

Menurut doktrin yang dihubungkan dengan yurisprudensi, pada pokoknya kepentingan


umum dimaksudkan sebagai public interest, yang meliputi "hak-hak dan
pertanggungjawaban (legal rights and the liabilities) yang dimiliki dan oleh karena itu harus
diberikan kembali kepada orang banyak" (to the community at large).

Perwujudan hak-hak dan pertanggungjawaban yang bersifat publik itu, dapat berupa antara
lain:

• Kedudukan pada suatu jabatan sebagai pendelegasian kekuasaan pemerintahan


(public office).
• Pelayanan bagi kebutuhan masyarakat yang bersifat umum (public service),
• Penggunaan fasilitas untuk kebutuhan dan kenyamanan bagi masyarakat banyak
(public use),
• Pelayanan terhadap komoditi dan jasa dengan mempergunakan sarana milik umum
(public utility),
• Penyelenggaraan kesejahteraan umum (public welfare), yang di dalamnya termasuk
kebutuhan pokok yang bersifat sosial (primary social interest), dan
• Pekerjaan yang dilakukan berdasarkan belas kasihan (charity) demi kemanfaatan dan
kebaikan umum (public interest law atau pro bono publico).

Secara teoretis di dalam pengertian kepentingan umum itu, terkandung prinsip keamanan,
kesejahteraan, efisiensi kehidupan dan kemakmuran bersama (common wealth).
Dihubungkan dengan konsepsi negara hukum modern tentang penyelenggaraan negara
kesejahteraan (welfare state), maka salah satu tugas negara itu adalah untuk menciptakan
masyarakat sejahtera dan selanjutnya menjamin pencapaiannya dengan peraturan hukum
yang adil. Dengan itulah dapat dipahami bahwa pemerintah (pusat dan daerah) selaku
penyelengara tugas-tugas negara, lalu kemudian mengatur dan/atau melaksanakan sendiri
perwujudan kepentingan umum itu melalui berbagai tindakan dan keputusannya menurut
hukum publik.

Selama ini tolok ukur pengertian kepentingan umum itu, pada prakteknya diambil dari
peraturan perundang-undangan mana saja, di mana ada yang menyatakan mengenai
kepentingan umum. Beberapa ketentuan yang menyatakan itu antara lain,

(1) Hukum Positif yang mengatur tentang Pertahanan dan Keagrariaan yang pada pokoknya
menyatakan bahwa (a) kepentingan umum merupakan sesuatu yang terpisah, namun
sejajar kedudukannya di dalam hubungan dengan kepentingan bangsa, negara, rakyat, dan
pembangunan (UU No.20/1961 jo. PP No.39/1973); (b) kepentingan umum sebagai kesatuan
yang melekat pada sifat di dalam kegiatan pembagunan yang meliputi kepentingan bangsa
dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan pembangunan (Inpres No.9/
1973); (c) kepentingan umum sebagai kesatuan yang sama dari kepentingan seluruh lapisan
mesyarakat (Keppres No.55/ 1993).

(2) Hukum Positif yang mengatur tentang Penekanan Hukum pada pokoknya menyatakan
bahwa (a) kepentingan umum disamakan kedudukannya dan menjadi alternatif atau
kumulasi dari kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat luas (UU No.5/1991); (b)
kepentingan umum sebagai alternatif dari salah satu kumulasi dari kepentingan bangsa,
negara, masyarakat bersama, dan pembangunan (UU No.5/1986).

5 | Page
Membangun Polisi yang Demokratis

Dalam era reformasi yang telah dan sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan
untuk dapat mencapai suatu kehidupan berbangsa, bernegara dan masyarakat sipil (civil
society) yang demokratis. Menurut Suparlan(1999) Dalam tatanan demokrasi ada tiga unsur
yang mendasar yang sakral, yaitu:individu, masyarakat atau komuniti dan negara, ketiga-
tiganya selalu berada dalam konflik kepentingan atau selalu dalam proses persaingan untuk
saling mengalahkan,tetapi salah satu dari ketiganya tidak dapat dikalahkan secara absolut,
karena ketiga-tiganya harus dalam keadaan seimbang untuk dapat tercapainya
kesejahteraan dan kemajuan masyarakatnya. Masyarakat madani atau masyarakat sipil
menurut Gelner 1995:32; Adalah sebuah masyarakat dengan seperangkat pranata-pranata
non pemerintah yang cukup kuat uintuk menjadi penyeimbang dari kekuasasaan negara dan
pada saat yang sama, mendorong pemerintah menjalankan peranannya sebagai penjaga
perdamaian dan penengah diantara berbagai kepentingan utama dalam masyarakat serta
mempunyai kemampuan untuk menghalangi atau mencegah negara untuk mendominasi
dan mengecilkan peran masyarakat. Masyarakat sipil/ madani yang modern dibangun
berlandaskan demokrasi yang mencakup prinsip, prinsip kedaulatan rakyat, pemerintahan
berdasarkan persetujuan yang diperintah, kekuasaan mayoritas, hak-hak minoritas, jaminan
hak asasi manusia, proses hukum yang wajar, pembatasan kekuasaan pemerintah, secara
konstitusional, kemajemukan ekonomi, politik, nilai-nilai toleransi, paragmatisme kerja sama
dan mufakat (suparlan, 1994). Kehidupan demokrasi pada dasarnya sebuah kebudayaan
konflik yaitu menekankan pada perolehan sesuatu dengan melalui persaingan. Persainagan
harus melalui aturan-aturan main atau hukum yang adil dan beradab yang berada di bawah
pengawasan wasit, dalam kehidupan demokrasi, polisi dapat dilihat perannya atau berperan
sebagai wasit yang adil untuk ditaatinya hukum oleh warga masyarakat.

Dalam masyarakat sipil yang modern, setiap masyarakat dituntut untuk berproduksi dan
berguna atau setidak-tidaknya dapat menghidupi dirinya sendiri serta dapat saling
menghidupi satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka yang tidak berproduksi
dianggap sebagai beban atau benalu masyarakat. Tindak kejahatan atau kerusuhan dapat
merusak atau menghancurkan produktifitas dan dapat menghancurkan masyarakat. Dalam
masyarakat modern tugas polisi adalah menjaga agar jalannya produksi yang
menyejahterakan masyarakat tersebut jangan sampai terganggu atau hancur karena tindak
kejahatan dan kerusuhan Tercakup dalam pengertian menjaga jalannya produktivitas dan
tujuan utama dalam upaya menjamin keberadaan manusia dan masyarakatnya yang
beradab (Suparlan, 1999 b).

Keberadaan dan fungsi polisi dalam masyarakat adalah sesuai dengan tuntutan kebutuhan
dalam masyarakat yang bersangkutan untuk adanya pelayanan polisi (Suparlan;1999).
Fungsi polisi adalah untuk menjaga agar keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang
diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan menjaga agar individu,
masyarakat, dan negara yang merupakan unsur-unsur utama dalam proses tidak dirugikan.
Menurut Rahardjo, 2000 :"Sosok Polisi yang ideal di seluruh dunia adalah polisi yang cocok
masyarakat. Dengan prinsip tersebut diatas masyarakat mengharapkan adanya polisi yang
cocok dengan masyarakatnya, yang berubah dari polisi yang antagonis (polisi yang tidak
peka terhadap dinamika tersebut dan menjalankan gaya pemolisian yang bertentangan
dengan masyarakatnya) menjadi polisi yang protagonis (terbuka terhadap dinamika
perubahan masyarakat dan bersedia untuk mengakomodasikannya ke dalam tugas-
tugasnya) atau yang cocok dengan masyarakatnya. Harapan masyarakat kepada polisi
adalah sosok polisi yang cocok atau sesuai dari masyarakatnya dan hal tersebut tidak dapat
ditentukan oleh polisi sendiri. Dapat dikatakan bahwa polisi adalah cerminan dari
masyarakatnya, masyarakat yang bobrok jangan berharap mempunyai polisi yang baik
(Rahardjo, 1999). Fungsi kepolisian dalam struktur kehidupan masyarakat sebagai
pengayom masyarakat, penegakkan hukum, yaitu: mempunyai tanggung jawab kusus untuk
memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalam bentuk tindakan

6 | Page
terhadap kejahatan maupun bentuk pencegahan kejahatan agar para anggota masyarakat
dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram (Bahtiar: 1994 :1). Dengan kata
lain kegiatan-kegiatan polisi adalah berkenaan dengan sesuatu gejala yang ada dalam
kehidupan sosial dari sesuatu masyarakat yang dirasakan sebagai beban/ gangguan yang
merugikan para anggota masyarakat tersebut (Suparlan: 1999). Menurut Bayley 1994
:Untuk mewujudkan rasa aman itu mustahil dapat dilakukan oleh polisi saja, mustahil dapat
dilakukan dengan cara-cara bertindak polisi yang konvensional-yang dilibat oleh birokrasi
yang rumit , mustahil terwujud melalui perintah-perintah yang terpusat tanpa
memperhatikan kondisi setempat yang sangat berbeda dari tempat yang satu dengan
tempat yang lain (Kunarto, 1998,xi).

Dari bahasan di atas fungsi polisi bukanlah sebagai alat penguasa atau hanya untuk
kepentingan pejabat pemerintah. Di dalam menciptakan tertib hukum, keamanan tidak
dapat lagi dengan menggunakan kekuasaan atau alat paksa yang bersifat otoriter
militeristik. Dalam masyarakat yang otoriter militeristik mempunyai ciri-ciri kekejaman dan
kekerasan terhadap rakyatnya sendiri (Van den Berge, 1990, dalam Suparlan, 2001). Hampir
di semua negara yang otoriter, gaji pegawai negeri sipil, polisi dan militer amat kecil, yang
besar adalah fasilitas dan pendapatan atau tunjangan yang diterima karena jabatan yang
didudukinya (Suparlan, 2001). Hal tersebut di dalam organisasi Polri dapat menimbulkan
tumbuh dan berkembangnya sistem yang tidak fair dan orientasi pada jabatan tertentu.

Sebagai konsekuensi dari hal-hal yang diuraikan di atas, maka orientasi polisi untuk
menciptakan suatu kondisi keamanan dan ketertiban di masyarakat diperlukan kepolisian
yang cocok dengan masyarakatnya dan demokratis. Dengan mengacu pada acuan dasar
demokrasi polisi dapat menunjukan adanya kesetaraan antara masyarakat dengan aparat
kepolisiannya, mengcu dan berdasar pada supremasi hukum, menjamin dan memberikan
perlindungan hak asasi manusia (HAM), adanya transparansi atau keterbukaan, pembatasan
dan pengawasan kewenangan serta dalam memberikan pelayanan berorientasi pada
masyarakat yang dilayaninya.

Dengan demikian maka prioritas pemolisian tidak hanya melihat dari sisi kepolisian saja
melainkan juga melihat harapan dan keinginan masyarakat. Dalam memberikan pelayanan
keamanan kepada masyarakat. Gaya pemolisian yang dilakukan tidak lagi bersifat reaktif
atau menunggu laporan/pengaduan atau perintah melainkan proaktif dan senantiasia
menumbuhkan kreativitas dan inovasi -inovasi baru dalam menyelesaikan berbagai masalah
sosial yang terjadi dalam masyarakat. Untuk menentukan gaya pemolisian yang terbaik bagi
masyarakat tidak hanya ditentukan atau diatur dari atas saja (top down) yang diatur secara
sentralistik atau diseragamkan melainkan tumbuh atau muncul dari tingkat bawah yang
disesuaikan dengan lingkungan masyarakatnya atau dengan sistem bottom up
(desentralisasi). Prinsip desentralisasi akan lebih memberdayakan masyarakat dan
meningkatkan kreativitas serta inovasi bagi petugas kepolisian di tingkat bawah atau
daerah. David Bay Ley dalam bukunya Police for The Future yang merupakan hasil penelitian
kepolisian di lima negara maju Autralia, Inggris, Canada, Jepang dan Amerika Serikat dengan
sistim pemerintahan dan kepolisiannya berbeda-beda, menyebutkan : "semua negara
tersebut mengutamakan kesatuan kepolisian yang paling dekat dengan masyarakat
dinamakan basic police unit (a basic police unit wold be the smallest full service teritorrial
command unit of a police force). Di Amerika Serikat seperti LAPD, NYPD, SPD, di Inggris di
sebut sub division, di Jepang police station di Belanda distric politie. Bay Lay,(1998)
menyatakan basic Police unit, wold be responsible for delevering all but the most specialized
police services their essencial function would be to determind local needs and to devized
strategics to meet those needs.

Dari uraian tersebut di atas apakah Polri (kepolisian negara Republik Indonesia) sudah dapat
dianggap telah berorientasi pada masyarakat yang mengedepankan community policing dan

7 | Page
cocok dengan masyarakatnya? Apakah keberadaan polisi memang benar-benar dapat
dipercaya dan dibutuhkan oleh masyarakat? Apakah ada pandangan negatif tentang sikap
dan penampilan polisi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat? Apabila
pertanyaan tersebut belum dapat memenuhi kriteria yang diharapkan, hendaknya Polri
melakukan reformasi.

Reformasi Polri dapat dilakukan melalui perubahan baik secara struktural, instrumental dan
kultural salah satu sasarannya adalah bentuk kepolisian nasional yang pelaksaan
operasionalnya difokuskan pada tingkat Polres sebagai komando operasional dasar (KOD)
atau basic police unit atau kepolisian pada kota madya ataupun kabupaten. Trojanovicz
(1998) kepolisian yang berorientasi pada masyarakat perlu adanya :"An equal commitment
to community-oriented government - Community-oriented government adapts the principles
of community policing to the delivery of municipal services to neighborhoods". Polres
dijadikan sebagai KOD karena sebagai satuan kepolisian yang terdepan dan terlengkap
unsur ataupun fungsi dan bagian-bagiannya. Dengan KOD pada tingkat polres berarti
adanya kewenangan ataupun otonomi dari polres untuk memberikan pelayanan yang prima
kepada masyarakat, serta dapat mengembangkan berbagai kreatifitas dan inovasi baru
dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial ataupun bekerja sama dengan masyarakat
dalam menciptakan Keamanan dan ketertiban. Permasalahan yang terjadi di masyarakat
tidak bisa disamaratakan antara daerah satu dengan daerah yang lain. Masing masing
daerah mempunyai situasi, kondisi dan karakteristik yang berbeda dari satu daerah dengan
daerah lain. Demikian halnya dalam menangani masalah keamanan dan ketertiban tidak
bisa diseragamkan antara satu daerah dengan daerah lain. Di dalam organisasi Polri
kepolisian di tingkat kabupaten atau Kota madya ditangani oleh Kepolisian Resort (Polres),
yang merupakan kesatuan yang terlengkap pada tingkat daerah kabupaten tentunya lebih
mengetahui dan memahami tingkat kebutuhan ataupun ancaman serta gangguan
kamtibmas yang terjadi di darerahnya.

Peran dan fungsi Polri bukan sebagai alat kekuasaan atau pemerintah tetapi sebagai
pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat, yang merupakan institusi wakil rakyat dalam
melaksanakan fungsi kepolisian. Oleh sebab itu Polri dalam melaksanakan tugasnya
hendaknya menggunakan sistem O2H yaitu senantiasa menggunakan otak, otot dan hati
nurani (Rahardjo, 2000), Karena yang dihadapi dalam tugasnya adalah masyarakatnya,
manusia yang harus dibimbing, dilindungi dan dihormati hak-haknya sebagai manusia .

Dalam wacana politik saat ini demokrasi telah diterima secara luas di berbagai negara
belahan dunia tanpa mempedulikan budaya, agama, idiologi, ras, jenis kelamin, letak
geografis dan suku bangsa mereka . Demokrasi dianggap lebih memadai dalam praktek
berbangsa dan bernegara, beberapa keuntungannya antara lain:

• Mencegah sistem pemerintahan autokrasi yang keji dan sewenang - wenang.


• Menjamin hak asasi warganya.
• Membantu warganegaranya untuk melindungi kepentingan fundamentalnya.
• Menjamin perkembangan kemanusiaaan.
• Menjamin kesetaraan politik antara warganya dengan pemerintah. Sistem demokrasi
representatif modern suka menghindari perangt terhadap negara lain.
• Cenderung lebih makmur dari negara yang non demokratis.

Masyarakat kita yang majemuk, militeristik dan otoriter perlu direformasi menjadi sebuah
masyarakat sipil yang demokratis dan bercorak Bhineka tunggal Ika. Menurut Parsudi
suparlan dengan syarat - syarat sbb :

8 | Page
1. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat menganut faham
masyarakat sipil , tidak ada dominasi militer atau adanya peran atau adanya peran
sosial politoik dari militer . militer dalam kehidupan sehari - hari adalah sebagai
masyarakat sipil yang harus tunduk pada hukum yang berlaku dalam masyarakat
sipil yang bersangkutan. Untuk menghindari kekhilafan sehingga berperan dalam
bidang sosial politik maka para militer dididik berbagai ketrampilan dan kemampuan
yang dibutuhkan dalam masyarakat sehingga sat dibebas tugaskan dari tugas militer
mereka akan tetap menjadi tenaga- tenaga produktif yang handal yang berguna bagi
terwujudnya kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakat.
2. Pemahaman yang benar mengenai konsep demokrasi dan penerapannya dalam
berbagai pranata nasional.Pemerintahan oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat
haruslah dipegang teguh. Prinsip yang berlaku dalam demokrasi adalah konflik
diantara unsur - unsur yang tercakup didalamnya. Konflik bukan untuk saling
menghancurkan tetapi untuk saling memeriksa guna terwujudnya keseimbangan
( Chek and balances ), terutama dal;am kaitannya dengan eksekutif, legislatif dan
yudikatif.
3. Hak individual atau hak asasi manusia, hak budaya komuniti atau masyarakat dan
negara atau pemerintah harus diperlakukan sama sakral atau posisinya dalam
hubungannya antara yang satu dengan yang lainnya.
4. Hukum harus ditegakkan unytuk menjamin terrwujudnya keteraturan didalam
kehidupan masyarakat, sehingga warga masyarakat dapat melakukan kegiatan -
kegiatan berproduksi sesuai bidang masing - masing untuk kesejahteraan demim
kelangsungan hidup masyarakat.( Jurnal antropologi Indonesia: 2000 )

Selama ini konflik - konflik sosial terjadi karena adanya isu ketidakadilan dan karena
kehidupan mereka secara ekonomi tidak sejahtera.

Kebudayaan polisi yang demokratis

Menurut Suparlan, 2000 "Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan


pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan
menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah
lakunya." "Sebagai pengetahuan, kebudayaan adalah suatu satuan ide yang ada dalam
kepala manusia dan bukan suatu gejala (yang terdiri atas kelakuan dan hasil kelakuan
manusia). Sebagai satuan ide, kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai-nilai, norma-norma
yang berisikan larangan-larangan untuk melakukan suatu tindakan dalam menghadapi suatu
lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam, serta berisi serangkaian konsep-konsep dan
model-model pengetahuan mengenai berbagai tindakan dan tingkah laku yang seharusnya
diwujudkan oleh pendukungnya dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan,
dan alam.

Kebudayaan polisi yang demokratis dibangun melalui adanya atauran-aturan atau pedoman
yang secara legal dan formal yang dapat dihayati dan dijadikan kerangka acuan bagi setiap
anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya.

Disamping hal tersebut juga perlunya kesadaran bagi setiap anggota Polisi bahwa dirinya
sebagai pelayan keamanan yang dibiayaai oleh rakyatnya untuk menjalankan peran dan
fungsinya dalam masyarakat. Hal lain yang penting adalah pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman bagi anggota polri masyarakat sipil (civil society) sebagai
landasan demokrasi, Tata hukum , etika dan moral dan tugasnya adalah untuk menegakan
hukum dan keadilan serta kepentingan umum.

9 | Page
Dalam membangun Kebuayaan Polri di era reformasi dalam menuju masyarakat demokratis
hendaknya berdasarkan pengetahuan tersebut di atas dan dijadikan landasan pada aturan -
aturan dan kebijaksanaa

Setiap anggota Polri berorientasi pada masyarakat yang dilayaninya dengan berpedoman :

1. Kebenaran, kebebasan, kejujuran.


2. Keadilan atau komunitas atau toleransi.
3. Cinta dan kasih.
4. Tanggung jawab dan
5. Penghargaan terhadap kehidupan.

Menghadapi krisis kepercayaan dan situasi yang kurang kondusif saat ini Polri juga perlu
memperhatikan dan membangun sikap-sikap kepribadian yang kuat sbb :

• Etika dan moral

Etika yang menjadi pokok bahasan di sini dapat dipandang sebagai sarana orientasi bagi
usaha manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental : bagaimana
saya harus hidup dan bertindak ? Etika membantu kita untuk mengetahui bagaimana saya
harus bertindak, mengapa saya harus bertindak begini atau begitu serta kita dapat
mempertanggungjawabkan kehidupan kita tidak asal-asalan ataupun ikut-ikutan(franz
magnis suseno 1985 :14).

Etika berbeda dengan ajaran moral ( yang berisi ajaran-ajaran, kotbah-kotbah, patokan-
patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan baik lisan ataupun tertulis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar bisa menjadi manusia yang baik).

Etika adalah sebuah ilmu bukan ajaran, etika mau mengerti mengapa,atas dasar apa kita
harus mengikuti ajaran moral tertentu atau bagaimana mengambil sikap yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan berbagai ajaran moral.Sedangkan ajaran moral merupakan
petunjuk bagaimana kita harus bertindak /berperilaku?

Untuk apa manusia mengembangkan etika? Berbeda dengan ajaran moral etika tidak
mempunyai pretensi secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Setiap
orang perlu moralitas tetapi tidak setiap orang perlu beretika .Etika adalah pemikiran
sistematis tentang moralitas, yang dihasilkan bukan kebaikan melainkan suatu pengertian
yang lebih mendasar dan kritis.

Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia saebagai manusia.Bidang moral adalah
bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikan manusia. Norma-norma moral adalah
tolok ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi
baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.

Ada banyak macam norma yang harus kita perhatikan ada norma - norma umum dan norma
- norma khusus yang hanya belaku dalam bidang dan situasi yang khusus.

Norma umum ada tiga macam :

1. Norma- norma sopan santun : menyangkut sikap lahiriah manusia .Meskipun sikap
lahiriah dapat mengungkapkan sikap hati karena itu mempunyai kualitas
moral,namun sikap lahiriah sendiri tidak bersifat moral.

10 | P a g e
2. Norma- norma hukum adalah norma yang tidak dibiarkan bila dilanggar .Orang yang
melanggar hukum pasti dikenai hukuman sebagai sangsi.Hukum tidak dipakai untuk
mengukur baik buruknya seseorang sebagai manusia ,melainkan untuk menjamin
tertib umum.
3. Norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur
kebaikan seseorang.Maka dengan norma moral kita benar-benar dinilai.Itulah
sebabnya penilian moral selalu berbobot.Kita tidak dilihat dari salah satu segi
,melainkan sebagai manusia.

• Kesadaran moral

Polisi sebagai bagian dari masyarakatnya yang mempunyai tugas danggung jawab
memberikan pelayanan keamanan hendaknya bisa menjawabpertanyaan untuk hidup dan
menyikapi hal tersebut ?dan bagaimana kita harus mempertanggungjawabkannya ? serta
bagaimana suara hati menyatakan diri?

Norma-norma kelakuan kita tidak hanya datang dari luar dengan demikian batin kita sudah
mengumandangkan tuntutan-tuntutan masyarakat terhadap kita. Dalam psikologi suara
dalam batin kita disebut Superego. Superego menyatakan diri dalam perasaan malu,
bersalah yang muncul secara otomatis dalam diri kita apabila kita melanggar norma-norma
yang telah kita batinkan itu. Superego tidak mempunyai norma-norma sendiri hanya
menyuarakan norma-norma dari lingkungan sosial kita atau dari idiologi.

Suara hati adalah kesadaran kita akan kewajiban dan tanggung jawab saya sebagai manusia
dalam situasi konkret. Suara hati adalah pusat kemandirian manusia. Tuntutan-tuntutan
lembaga-lembaga normatif ,masyarakat dengan pelbagai wakilnya, ideologi-ideologidan
juga superego kita sendiri tidak berhak mengikat hati begitu saja.

Suara hati memuat tuntutan mutlak untuk selalu bertindak dengan baik, jujur, wajar dan
adil, apapun biaya dan apapun pendapat lembaga-lembaga normatif.

• Kejujuran

Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran.Tanpa kejujuran
kita sebagai manusia tidak bisa maju selangkahpun karena kita belum bisa menjadi diri kita
sendiri dan kita belum mampu untuk mengambil sikap yang lurus.Tanpa kejujuran nilai-nilai
moral lainnya akan tidak berarti/bernilai.Sebagai contoh kita berbuat baik kepada orang lain
tanpa kejujuran yang timbul adalah kemunafikan,sikap yang terpuji seperti "Sepi ing pamrih
rame ing gawe (bahasa jawa )" akan menjadi kelicikan.Orang yang tidak jujur senantiasa
dalam pelarian : ia lari dari orang lain karena takut atau merasa terancam, lari dari dirinya
sendiri karena tidak berani menghadapi dirinya sendiri.

Bersikap jujur terhadap orang lain berarti adanya sikap terbuka dan fair:kita bersikap sesuai
hati nurani dan bersikap wajar. Kita tidak menyembunyikan diri kita.kita bersperilaku sesuai
standart-standart/norma -norma yang dilakukan orang lain kepada kita. Kita menyesuaikan
bukan karena ketakutan atau kemunafikan , kebohongan, munafik melainkan sesuai hati
nurani dan menghormati orang lain.

• Nilai-nilai otentik

Untuk menjadi matang dan kuat kita harus menjadi otentik yang berarti keaslian atau kita
menjadi diri kita sendiri, hal ini sangat berkaitan dengan kejujuran.

11 | P a g e
Manusia yang tidak otentik tidak dapat menunjukan jati dirinya/kepribadianannya
senantiasa terombang-ambing dalam segala-galanya menyesuaikan dengan harapan
lingkungan. Dalam organisasi kepolisian nilai yang tidak otentik ini ditemukan disegala
bidang contohnya dalam bidang penugasan atau pembinaan karier adanya upaya -upaya
untuk memberi pelyanan atau mengikuti selera pimpinan yang dianggap mempunyai
jabatan penting yang dapat menentukan kariernya namun sebaliknya selalu menekan pada
bawahannya atau rakyatnya.

• Kesediaan untuk bertanggung jawab

Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi operasional dalam kesediaan
bertanggung jawab, melakukan apa yang seharusnya dilakukan dengan sebaik mungkin.
Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang harus kita selesaikan dengan
sebaik-baiknya dan juga mengatasi etika pertaturan, membuka wawasan secara luas,
bersikap positif, kreatif, kritis dan obyektif. Kesediaan untuk bertanggung jawab menunjukan
sikap batin yang kuat dan mantap.

• Kerendahan hati

Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang mantap adalah kerendahan hati.
Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya.
Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya saja tetapi juga kekuatan dan
kelebihannya serta menyadari akan keterbatasannya. Dengan rendah hati kita betul - betul
bersedia menanggapi pendapat orang lain /lawan bahkan untuk seperlunya mau mengubah
pendapat kita sendiri.

Tanpa kerendahan hati ini keberanian moral akan menjadi kesombongan atau kedok bahwa
kita tidak bersedia memperhatikan orang lain atau bahkan kiat tidak berani membuka diri
dalam dialog kritis.

Karena kita menyadari keterbatasan kita maka kita tidak akan memutlakannya atau dalam
hal-hal yang tidak jelas /tidak penting kita mau menerima bahkan mendukung pendapat
orang lain tanpa merasa kalah.

Orang yang rendah hati sering menunjukan daya tahan yang paling besar apabila betul-
betul harus diberikan perlawanan dan berani untuk mempertaruhkan diri apabila ia sudah
meyakini sikapnya sebagai tanggung jawabnya.

Yang harus ada juga dalam reformasi Polri adalah Sistem Reward and Punishment yang
kosisten dan konsekuen serta adanya Standarisasi dan formalisasi tugas yang mencakup:
standaritation of work input, standaritation of work process dan standaritation of work out
put.

Penutup

Membangun kebudayaan Polisi yang demokratis bukanlah hal yang mudah dan cepat untuk
dilaksanakan. Dan lagi polisi di masa lalu sebagai bagian dari Abri lebih dari tiga puluih
tahun sehingga pengaruh budaya militer tertanam dalam setiap angota Polisi Indonesia.
Tetapi apabila hal tersebut tidak mulai dirintis secara konsisten dan konsekuen maka situasi
dan kondisi kepolisian Indonesia tidak akan lebih baik dari kondisi masa lalu atau bahkan
dapat lebih buruk lagi.

12 | P a g e
Polisi yang demokratis merupakan sistem kepolisian yang berdasarkan pada landasan dasar
demokratis dalam melaksanakan pemolisiannnya yang secara hakiki mencakup :

• Berdasarkan pada Supremasi Hukum.


• Memberikan jaminan dan perlindungan HAM (hak asasi manusia).
• Adanya transparansi.
• Adanya pertanggung jawaban publik (acountabilitas public).
• Pembatasan dan Pengawasan kewenangan kepolisian.
• Berorientasi pada masyarakat.

Pemolisian yang Demokratis saat ini mengacu pada Community policing (pemolisian
komunitas) yaitu (1) Polisi dan masyarakat bekerja sama untuk menyelesaikan berbagai
masalah social yang terjadi di dalam masyarakat (2) Polisi berupaya untuk mengurangi rasa
ketakutan masyarakat akan ganngguan kriminalitas atau dengan kata lain berupaya
memberikan jaminan keamanan, (3) lebih menekankan tindakan pencegahan kriminalitas
(crime prevention), (4) berorientasi pada masyarakat dan (5) Senantiasa berupaya untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.

Pentingnya penanaman nilai-nilai dan pengetahuan yang menjadi landasan polisi demokratis
hendaknya sudah diajarkan sejak mereka dalam pendidikan dasar kepolisian. Disamping itu
perlu adanya keteladanan dan kerelaan pada tingkat elit kepolisian untuk membatasi
kewenangan dan mentaati aturan. Sehingga sistem yang berkembang bukan sistem
terpusat tetapi adanya pendelegasian kewenangan yang otonom (desentralisasi) dan
bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan.

Hal lain yang penting diperhatikan adalah tingkat kesejahteraan anggota polisi dan
pemenuhan kebutuhan operasional untuk menghindarkan tumbuh dan berkembangnya
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Dalam membina organisasi yang senantiasa ditumbuhkembangkan adalah sistem


pembelajaran dan sistem kompetisi secara fair dan transparan untuk menghasilkan
kreatifitas dan ide - ide baru dalam menyelesaikan masalah sosial dalam masyarakat.

Standar keberhasilan Polri bukan lagi diukur keberhasilan mengungkap kasus tetapi
manakala kejahatan tidak terjadi, dan tercipta ketertiban serta keteraturan.

Polisi hendaknya dapat menjadi simbol persahabatan dengan masyarakat yang cepat dalam
menangani laporan atau keluhan serta senantiasa dekat dan dipercaya oleh masyarakatnya.

Daftar Pusataka

• Bertens, K. Etika, cetakan ke 4. Jakarta: Gramedia, 1999.


• Dahler Franz dan Yulius Chandra, Asal dan Tujuan Manusia. cetakan ke 12 Yogyakarta:
Kanisius, 1995
• Djamin,Awaloedin, 1999, Menuju Polri Mandiri yang profesional, Yayasan Tenaga
Kerja, Jakarta
• Hadi Wardoyo Purwo; Moral dan Masalahnya, Yogyakarta :Kanisius,1998
• Hermawan Irman Dkk ( ed),2000, Mengasah Naluri Publik Memahami nalar Politik,
LkiS, jakarta.
• Hikam Muhammad AS, 1998, Demokrasi dan Civil Society< LP3ES, Jakarta.
• Kartika Sandra ( ed ), 1999, Dari keseragaman mnenuju keberagaman, LSPP, Jakarta
• Marijan Kacung, Wajah Demokrasi Kita, Repiblika, 23 Januari 1999.

13 | P a g e
• Muis A, 1999, Titian jalam Demokrasi, Kompas, jakarta.
• Rahardjo,Satjipto, 2002, Polisi Sipil, gramedia,Jakrta.
• Sindhunata,2000, Sakitnya Melahirkan Demokrasi, Kanisius, Yogyakarta.
• --------------------, Peregulatan Intelektual dalam Era Kegelisahan, kanisius, Yogyakarta.
• Mangun Wijaya YB.!999 (a), Pasca Indonesia Pasca Einstein. Kanisius,
• --------------------, 1999 (b) Memuliakan Allah Mengangkat Manusia, Kanisius,
Yogyakarta.
• Rekso diputro Mardjono, 1994, Kemajuan pembangunan ekonomi dan Kejahatan
Kumpulan karangan buku ke I , Pusat pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI ,
Jakarta.
• --------------------, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan karangan buku ke
II, Pusat pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI , Jakarta.
• --------------------, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana Kumpulan
karangan buku ke III, Pusat pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI , Jakarta.
• --------------------, Pembaharuan Hukum Pidana Kumpulan karangan buku ke IV, Pusat
pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI , Jakarta
• --------------------, 1997, Bunga rampai Permasalahan dalam sistem Peradilan Pidana
Kumpulan karangan buku ke V, Pusat pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI ,
Jakarta.
• --------------------, 2002, Catatan kuliah Kebudayaan Polisi, Program doktor KIK UI.
• Sudiardja,2001, Negara Hukum dan "Civil Disobedience" dalam "Etika Politik dalam
Konteks Indonesia", Kanisius, Yogyakarta.
• Suparlan Parsudi ( ED ), 1996, Manusia kebudayaan dan Lingkungannya, rajawali
press, Jakarta.
• --------------------, 1999 a,makalah sarasehan " Etika Publik polisi indonesia", tanpa
penerbit.
• --------------------, 1999 b, Polisi Indonesia Dalam Rangka Otonomi Daerah, Makalah
Seminar Hukum Nasional VII, Departemen Kehakiman.
• --------------------, 2000,Masyarakat majemuk dan perawatannya, jurnal Antropologi,
Yayasan Obor, Jakarta.
• Suseno Frans Magniz, 1999, Kuasa dan moral, gramedia, Jakarta.
• --------------------, 1999, Etika Politik, gramedia, Jakarta.
• --------------------, 2000,Mencari sosok Demokrasi, Gramedia Jakarta
• --------------------, 1999, Etika Dasar.cetakan ke10. Kanisius, Yogyakarta.
• --------------------, 1999 (c), Menjadi Generasi Pasca Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.
• Sutrisno Mudji, 1999, Nuansa-Nuansa Peradaban. Kanisius , Yogyakarta.

14 | P a g e

You might also like