You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia untuk menuju pada
kehidupan yang lebih baik dan maju. Namun pada kenyataannya, masyarakat masih blum
menyadari akan pentingnya belajar dan ilmu pengetahuan untuk kehidupannya. Pada
pembahasan ini menjelaskan pentingnya pembiasaan untuk belajar secara rutin, serta
menumbuhkan kecintaan untuk membaca buku, dan mencari tahu ilmu-ilmu pengetahuan
baru demi menunjang masa depan individu tersebut.
Sugesti adanya kemalasan untuk belajar di karenakan, sebagian masyarakat kurang
bahkan tidak tau pentingnya serta tujuan dalam pembelajaran itu sendiri. Mereka
menganggap bahwa proses pembelajaran adalah pembuangan waktu yang sia-sia dan tidak
membuahkan hasil yang cepat dan nyata. Oleh karena itu mereka lebih memilih untuk
langsung bekerja sesuai dengan kemampuan yang dapat mereka lakukan tanpa adanya latar
belakang pendidikan yang menjamin kesejahteraan sosial mereka di waktu yang akan datang.

B. Tujuan
Pokok pembahasan ini bertujuan untuk menjelaskan betapa pentingnya proses
pembiasaan belajar untuk menjamin kehidupan setiap individu sebagai bekal masa depannya.
Pembiasaan ini dapat di lakukan sedini mungkin sejak seorang anak berada di taman kanakkanak atau sejak duduk di bangku sekolah dasar. Namun pembiasaan ini jangan sampai
melebihi batas, harus di lakukan secara bertahap, memerlukan waktu dan proses yang cukup
lama, dan tidak bisa sekaligus di paksakan pada setiap individu.
Proses ini harus di dasari dengan adanya rasa senang dalam dirinya untuk membaca
dan belajar tanpa adanya keterpaksaan dalam hatinya. Sehingga proses pembiasaan belajar
dapat di terapkan secara benar dan individu bisa terbiasa untuk belajar secara rutin dan
menghilangkan kebiasaan proses belajar kebut semalam ketika adanya ujian, yang sudah
menjadi tradisi pada setiap masyarakat kebanyakan. Pada dasarnya pembelajaran kebut
semalam sangat tidak efektif dalam proses masuknya ilmu pengetahuan, hal itu hanya akan
membuang waktu dan tidak menghasilkan hasil yang optimum.

Page 1 of 8

BAB II
PEMBAHASAN
Menurut teori behaviorisme, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku,
dimana perubahan tersebut muncul sebagai respons terhadap berbagai stimulus yang datang
dari luar diri subyek. Dengan demikian belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, di ukur dan di nilai secara konkret. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar
anak, baik internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon
adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan
ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku, S-R (Stimulus Respons).
Secara teoritik, belajar dalam konteks behaviorisme melibatkan empat unsur pokok
yaitu:
1. Drive
drive yaitu suatu mekanisme psikologis yang mendorong seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya melalui aktivitas belajar.
2. Stimulus
Stimulus yaitu ransangan dari luar diri subyek yang dapat menyebabkan terjadinya
respons.
3. Response
Response adalah tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan atau stimulus yang diberikan.
Dalam perspektif behaviorisme, respons biasanya muncul dalam bentuk perilaku yang
kelihatan.
4. Reinforcement
Reinforcement adalah penguatan yang diberikan kepada subyek belajar agar ia merasakan
adanya kebutuhan untuk memberikan respons secara berkelanjutan.
Berikut ini beberapa pandangan tentang teori Behavioristik oleh para ahli :
A.

Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949), Teori Koneksionisme


Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan

Amerika dan dia dikenal sebagai salah satu pelopor dalam psikologi pendidikan dalam
pandangannya mengenai teori behavioristik. Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S)
dengan respon (R ). Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering
disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
Page 2 of 8

1)

Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh


suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan
kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Prinsip pertama teori
koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara
kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang
atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya.

2) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip menunjukkan bahwa
prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan
semakin dikuasai.
3) Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil
perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan
dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak
menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a.

Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response).


Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang
menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b.

Hukum Sikap ( Set/ Attitude).


Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh
hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri
individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.

c.

Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).


Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada
stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon
selektif).

d.

Hukum Respon by Analogy.


Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum
pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum
pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau

Page 3 of 8

perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang
sama maka transfer akan makin mudah.
e.

Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)


Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang
belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit
unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya

thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :


1.

Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan
stimulus respon belum tentu diperlemah.

2.

Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk
perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.

3.

Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya
saling sesuai antara stimulus dan respon.

4.

Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu
lain.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu kecakapan

yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain.
B.

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936), Teori Classical Conditioning.


Dengan menggunakan kata kunci conditioning, Pavlov hendak menekankan bahwa

tidak semua stimulus dapat dianggap sebagai variabel anteseden dari peristiwa belajar.
Stimulus yang tidak menyebabkan terjadinya aktivitas disebut sebagai stimulus fisiologis
terutama melalui sistem reseptor. Bagi Pavlov, stimulus ini hanya melahirkan refleks dan
karena itu tidak dapat dikatagorikan sebagai respons belajar. Stimulus fisiologis biasanya
hanya dapat memunculkan refleks, sehingga diperlukan adanya stimulus yang terkondisi
untuk merubah refleks menjadi aktivitas belajar. Dengan demikian, respons belajar, lanjut
Pavlov, hanya terjadi melalui stimulus yang terkondisi dan terkontrol.
Dalam argumentasi Pavlov ini terlihat bahwa aktivitas belajar berlansung dalam suatu
proses evolusi melalui stimulus terkondisi yang dirancang secara sistematis dan dikontrol
secara ketat untuk mendapat perilaku belajar yang memadai.

Page 4 of 8

C.

Burrhus Frederic Skinner (1904-1990), Teori Operant Conditioning.


B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan

pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses
operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal,
pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Hal penting yang dapat dipelajari dari teori belajar Skiner yaitu ;
1.

proser belajar hendaknya dirancang untuk jangka waktu yang pendek


berdasarkan tingkah laku yang dipelajari sebelumnya

2.

pada awal proses belajar perlu ada reinforcement serta kontrol terhadap
reinforcement yang diberikan

3.

reinforcement perlu segera diberikan begitu terlihat adanya respons belajar


yang benar

4.

subyek belajar perlu diberi kesempatan untuk melakukan generalisasi, dan


diskriminasi stimuli sebab hal ini akan memperbesar kemungkinan keberhasilan.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :

1.

Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan,
jika benar diberi penguat.

2.

Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.

3.

Materi pelajaran, digunakan sistem modul.

4.

Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu, lingkungan


perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.

5.

Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.

6.

Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya, hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.

7.

Dalam pembelajaran digunakan shaping.

D.

Robert Gagne ( 1916-2002), condition of learning.


Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan

instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan
paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki
ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan.
Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkanpada yanglebih kompleks
( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada
Page 5 of 8

tipe belajar yang lebih tinggi(belajar aturan danpemecahan

masalah). Prakteknya gaya

belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.


E.

Albert Bandura (1925-masih hidup), .


Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta

efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
1.

Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.

2.

Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.

3.

Reprodukdi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru,


keakuratan umpan balik.

4.

Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai

prinsip prinsip sebgai berikut:


1.

Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan


sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.

2.

Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang
dimilikinya.

3.

Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai
dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka

Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku
agresi dan penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.
Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai
pendidikan secara massal.
Implikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran
Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran Berangkat dari asumsi bahwa
belajar merupakan perubahan perilaku sebagai akibat interaksi antara stimulus dengan
respons, maka pembelajaran kemudian dipandang sebagai sebuah aktivitas alih pengetahuan
(transfer of knowledge) oleh guru kepada siswa. Dalam perspektif semacam ini, terlihat
bahwa peran guru dipandang sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Kedudukan siswa
Page 6 of 8

dalam konteks pembelajaran behaviorisme menjadi orang yang tidak tahu apa-apa dan
karena itu perlu diberitahu oleh guru. Dengan demikian perubahan perilaku siswa mesti
bersesuaian dengan apa yang dikehendaki oleh guru. Jika terjadi perubahan perilaku yang
tidak sesuai maka hal tersebut dipandang sebagai error behavior yang perlu diberikan
ganjaran.
Pembelajaran dengan demikian dirancang secara seragam dan berlaku untuk semua
konteks, tanpa mempersoalkan perbedaan karakteristik siswa maupun konteks sosial dimana
siswa hidup. Kontrol belajar dalam pembelajaran behavioristik tidak memberi peluang bagi
siswa untuk berekspresi menurut potensi yang dimilikinya melainkan menurut apa yang
ditentukan.
Mengacu pada berbagai argumentasi yang telah dipaparkan, maka secara ringkas
implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1) Pembelajaran adalah upaya alih pengetahuan dari guru kepada siswa.
2) Tujuan pembelajaran lebih ditekankan pada bagaimana menambah pengetahuan.
3) Strategi pembelajaran lebih ditekankan pada perolehan keterampilan yang terisolasi
dengan akumulasi fakta yang berbasis pada logika liner.
4) Pembelajaran mengikuti aturan kurikulum secara ketat dan belah lebih ditekankan pada
keterampilan mengungkapkan kembali apa yang dipelajari.
5) Kegagalan dalam belajar atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
6) Evaluasi lebih ditekankan pada respons pasif melalui sistem paper and pencil test dan
menuntut hanya ada satu jawaban yang benar. Dengan demikian, evaluasi lebih ditekankan
pada hasil dan bukan pada proses, atau sintesis antara keduanya.

BAB III
KESIMPULAN
Page 7 of 8

Dengan adanya proses belajar behavioristik, dapat melatih individu untuk bisa
mempergunakan waktu secara efektif. Proses pembelajaran behavioristik juga terbukti efektif
bagi individu terutama pelajar dalam mencerna ilmu atau pelajaran, baik yang mudah
maupun yang sulit sekalipun dan membuahkan hasil yang memuaskan di bandingkan dengan
belajar kebut semalam.
Otak manusia dapat menerima ilmu secara bertahap dan membutuhkan proses yang
cukup lama, agar ilmu tersebut tersimpan lama dalam memori otak, sehingga ilmu yang
masuk tidak cepat hilang karena lupa.

Page 8 of 8

You might also like