You are on page 1of 11

MAKALAH KULTUR JARINGAN

Disusun oleh: Nama NIM : Ririk Kusuma H : K4308050

Prodi/ Kelas : P. Biologi/ A

PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Kultur Jaringan untuk Ketahanan Terhadap Logam Berat


Kultur Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri & bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utamanya adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman, menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Teknik kultur jaringan pada saat ini telah berkembang menjadi teknik perkembangbiakan tanaman yang sangat penting pada berbagai spesies tanaman. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional. Kultur jaringan atau biakan jaringan sering disebut kultur in vitro yakni teknik pemeliharaan jaringan atau bagian dari individu secara buatan yang dilakukan di luar individu yang bersangkutan. In vitro berasal dari bahasa Latin yang artinya "di dalam kaca". Jadi Kultur in vitro dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut, setiap sel berasal dari satu sel.

Keuntungan perbaikan tanaman melalui kultur in vitro antara lain: 1.


2. 3.

Kemungkinan melakukan seleksi pada tingkat sel (kultur sel, kultur protoplasma) Mempercepat didapatnya tanaman homozigot (kultur anter) Kemungkinan melakukan hibridisasi jarak jauh dan tanaman yang secara seksual inkompatibel (fusi protoplasma) Kemungkinan ( transforasi gen) menambahkan atau memodifikasikan gen khusus

4. 5.

Kemungkinan memperbaiki sifat dari tanaman yang steril atau sukar menghasilkan bunga (kultur sel, kultur protoplasma) (Wattimena, l992). Tahapan-tahapan yang dilakukan pada perbanyakan vegetative secara

kultur in vitro antara lain :


1. Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan

dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
2. Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus

dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
3. Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan

menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
4. Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya

pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang

terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
5. Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan

aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Syarat yang perlu diperhatikan agar kultur jaringan dapat berjalan dengan baik diantaranya adalah : 1. Pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus 2. Penggunaan medium yang cocok 3. Keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bjibiji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi Adapun beberapa metode yang dilakukan dalam melakukan kultur in vitro antara lain adalah :
1. Penyelamatan Embrio (Embrio rescue)

Embrio dapat diselamatkan dengan mengkulturkan embrio tersebut pada media aseptik, media ini yang menggantikan fungsi endosperm, yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan embrio rescue adalah untuk mendapatkan embrio yang utuh dan komposisi media yang tepat. Tujuan dari persilangan jarak jauh adalah untuk mendapatkan tanaman yang resisten terhadap penyakti, hama dan kekeringan, suhu tinggi, suhu rendah, toleransi terhadap garam atau Al tinggi dan tertua donor yang berasal dari tetua liar.

2. Kultur Anter Tujuan kultur anter adalah untuk mendapatkan tanaman haploid (tanaman yang mempunyai jumlah kromosom yang sama (N), yang unggul yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan kultivar baru atau hibrida F1. Keuntungan dan kegunaan dari tanaman haploid adalah sebagai berikut : Semua sifat dapat ditampilkan pada keadaan monohaploid baik sifat dominan maupun resesif. Seleksi pada tingkat haploid (mono dan dihaploid) jauh lebih mudah dibandingkan pada tingkat ploidi yang lebih tinggi Penggandaan dari tanaman monohaploid akan menghasilkan tanaman dihaploid yang homozygot. Penggandaan berikutnya akan menghasilkan tanaman tetraploid yang homozygot. Hibridisasi seksual antara tetraploid dan diploid akan menghasilkan tanaman triploid, demikian pula dengan hibridisasi somatic antara monohapolid dan diploid. 3. Fusi Protoplast Fusi protoplasma merupakan suatu proses alamiah yang terdapat dari mulai tanaman tingkat rendah sampai pada tanaman tingkat tinggi. Hibridisasi somatik melalui fusi protoplas digunakan untuk menggabungkan sifat lain dua spesies atau genus yang tidak dapat digabungkan secara seksual ataupun aseksual. Pada tanaman jeruk, potensi hibridisasi ini dapat dikembangkan karena sistem regenerasinya telah mantap (Wattimena, 1992). Tujuan fusi protoplas adalah untuk mendapatkan suatu hibrida somatic atau sibrida atau mengatasi kelemahan dari hibrida seksual. Terdapat dua kelemahan dari hibrida seksual yaitu : Sukar untuk mendapatkan suatu hibrida antar spesies dan antar genera. Hibridisasi somatic dapat mengatasi hal tersebut. Sitoplasma pada perkawinan seksual hanya berasal dari tetua betina saja.

4. Keragaman Somaklonal Perbaikan tanaman melalui keragaman somaklonal terdiri dari kultur protoplas, kultur sel, kultur kalus dan regenerasi langsung. Salah satu factor yang penting untuk mencapai keberhasilan dalam pemuliaan tanaman secara bioteknologi adalah dikuasainya system regenerasi. Keragaman somaklonal disebabkan oleh beberapa hal antara lain: Penggandaan jumlah kromosom Perubahan struktur kromosom Pindah silang somatik atau perubahan sister kromatid Amplifikasi dan delesi gen Partikel loncat Perubahan kariotip
5. Seleksi In Vitro

Seleksi in vitro merupakan salah satu metoda dari variasi somaklonal, cara tersebut lebih efektif dan efisien karena perubahan lebih terarah kepada penyaringan sifat yang diinginkan. Pada berbagai tanaman, seleksi in vitro telah terbukti dapat menghasilkan varietas baru yang tahan penyakit dan sifat tersebut diwariskan pada keturunannya (Van den Bulk, l991). Manfaat menggunakan kultur in vitro antara lain: Dapat diperoleh populasi yang seragam Pengaruh lingkungan dapat dibatasi, begitu pula musim Memungkinkan adanya respon dari sel yang terpisah dari tanaman utuh. Sedangkan kekurangannya antara lain: Respon tertentu diregenerasikan Respon ketahanan dapat diperoleh apabila laju diferensiasinya tinggi. hanya akan didapatkan pada kalus yang dapat

6. Transformasi Genetik Transformasi genetik dilakukan untuk mengintegrasikan gen dalam bentuk molekul DNA ke dalam sel tanaman untuk menghasilkan tanaman baru yang mampu mengekspresikan gen tersebut. Transformasi dilakukan apabila gen yang diperlukan tidak terdapat pada suatu spesies tanaman tertentu dan memungkinkan untuk dapat diperoleh dari organisme lain seperti bakteri, virus, binatang dan tanaman lain dan dipindahkan ke tanaman. Contoh gen yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan tanaman melalui rekayasa genetik adalah gen ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik maupun abiotik dan gen untuk memodifikasi kualitas dari suatu produk tanaman. Namun saat ini penelitian transformasi adalah untuk memproduksi tanaman yang tahan terhadap serangga. Salah satu manfaat dari budidaya kultur jaringan adalah dapat digunakan untuk memperoleh tanaman baru (unggul) sari suatu jenis tanaman. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat berarti untuk mendukung keberhasilan pertanian saat ini karena penggunaan varietas unggul merupakan kebutuhan utama, mengingat saat ini lahan potensial sangat terbatas sehingga ekstensifikasi diarahkan untuk lahan-lahan marginal seperti lahan masam, lahan dengan kadar logam (Al dan Mn) tinggi, lahan kadar garam tinggi, ataupun serangan virus tanaman. Kultur jaringan dapat mendukung program perbaikan genetik tanaman terutama dalam pemecahan masalah yang tidak bisa atau sulit dilakukan secara konvensional. Perbaikan tanaman melalui kultur jaringan telah dilakukan sejak lama dan telah menghasilkan varietas baru dengan sifat ketahanan terhadap penyakit atau terhadap cekaman abiotik. Kunci dari perbaikan sifat-sifat tanaman adalah penyediaan keragaman genetik tanaman yang tinggi. Secara konvensional, peningkatan keragaman genetik dilakukan dengan memanfaatkan berbagai bahan genetik yang tersedia di alam dan selanjutnya dilakukan persilangan secara konvensional. Namun demikian, sifat-sifat tertentu sering tidak ditemukan pada sumber gen yang ada.

Dengan berkembangnya teknik kultur jaringan, keragaman genetik dapat ditingkatkan antara lain melalui keragaman somaklonal. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan melalui induksi mutasi secara kultur jaringan dengan menggunakan mutagen. Mutasi seperti ini bisa menyebabkan variasi sifat secara somaklonal (Crowder, 1993), yaitu variasi genetik yang diperoleh melalui kultur sel somatik antara lain sel daun, akar dan tunas (Soeryowinoto, 1994). Variasi somaklonal secara kultur jaringan merupakan salah satu metode pemuliaan yag paling menjanjikan untuk menghasilkan varietas baru yang tahan terhadap cekaman lingkungan. Metode ini lebih efektif dan efisien karena penyaringan sifat yang diinginkan dapat dilakukan lebih terarah. Penerapan teknik ini diarahkan untuk mempercepat pencapaian tujuan pemuliaan terutama pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Variasi dapat terjadi dalam hal sifat morfologi, sifat komponen produksi, sifat pola pertumbuhan atau sifat resistensi terhadap cekaman lingkungan seperti hama dan penyakit, kekeringan dan salinitas (Farid Bdr et al., 2006). Selain itu menurut Wenzel dan Fouroughi-Wehr (1993), seleksi kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, yaitu tidak terlalu dipengaruhi lingkungan serta memungkinkan untuk melakukan seleksi pada tingkat sel dan untuk satu faktor tunggal. Selanjutnya Ramulu (1986) menyatakan bahwa keragaman somaklonal dan seleksi kultur jaringan dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada tingkat lingkungan. Untuk membantu proses seleksi dengan tujuan akhir pengembangan tanaman resisten, maka media tumbuh ditambahkan dengan faktor stress dengan konsentrasi tinggi seperti NaCl, Al, PEG, toksin fungi dan bakteri. Dengan metode ini dapat menghemat lahan percobaan, mem-berikan tekanan seleksi yang seragam sehingga mengurangi escape, dapat dilakukan pada populasi sel yang berjumlah jutaan, waktu relatif sing-kat dan mengurangi biaya (Gunawan, 1995). Seleksi in vitro untuk mendapatkan varietas yang tahan lahan masam misalnya dapat dilakukan dengan menggunakan komponen seleksi AlCl3.6H2O dan pH rendah (sekitar 4) (Short et al. 1987). Metode tersebut telah diaplikasikan pada sel. Metode tersebut telah banyak dilakukan untuk memperoleh varian-varian tanaman yang resisten terhadap herbisida dan stres

tanaman tomat dan kentang (Starvarek dan Rains 1984), sorgum (Smith et al. 1983), wortel (Ojima dan Ohira 1986), dan tembakau (Yamamoto et al. 1994) serta dapat menghasilkan varietas baru yang tahan terhadap cekaman lingkungan. Masalah umum yang dijumpai pada pertanaman di lahan masam adalah kemasaman tanah rendah, keracunan Al, kekahatan hara dan kurang aktinya mikroba yang hidup di tanah. Keracunan Al ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan akar sebagai akibat terhambatnya pemanjangan sel. Tanaman yang digunakan untuk menguji keracunan Al adalah tanaman yang sesuai pada pH tanah yang cukup tinggi dan peka terhadap kandungan Al tinggi. Tanaman yang diuji adalah tanaman kedelai dengan varietas yang toleran terhadap pH rendah dan Al tinggi. Metode yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan terhadap Al dengan cara seleksi in vitro. Tanaman kedelai hasil seleksi in vitro akan diuji di lapangan untuk melihat penampilan tanaman pada kondisi nyata di lapang. Untuk mengetahui bahwa hasil seleksi in vitro ini paling efektif agar mendapatkan kultivar toleran perlu dilakukan pengujian di tanah masam. Jadi seleksi in vitro dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap keracunan Al dan pH rendah. Pengujian di lapang menghasilkan beberapa nomor yang memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap Al dan pH rendah daripada varietas yang toleran. Diharapkan dari pengujian kedelai yang toleran terhadap Al sehingga dapat meningkatkan produksi kedelai nasional (Mariska et al., 2004). Koo pada tahun 1982 berhasil membuat tanaman tembakau resisten terhadap logam Cu dan Hg. Bahan yang digunakan adalah kalus monoploid hasil dari budidaya kepalasari yang dikulturkan pada medium MS dengan penambahan glicin 2 mg/l, 2,4-D 0,3 mg/l dan sakarosa 30 mg/l. Perlakuan diawali dengan sterilisasi mutagen kimia, ethyl-methyl-sulphonat (EMS) dan kemudian dicampurkan pada kultur suspensi tembakau. Untuk mencapai resistensi terhadap Cu, pada medium ditambahkan CuSO4 sebesar 0,5-1 mM dan untuk resistensi Hg dengan penambahan HgCl2 0,025-0,05 mM (Suryowinoto, 1985). Penelitian pada padi yang dilakukan pada tahun 2001-2003 untuk memperoleh metode seleksi in vitro yang tepat untuk toleransi tanaman padi

terhadap Al dan pH dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumbedaya Genetik Pertanian oleh Purnamaningsih dan Ika Mariska. Penelitian menggunakan benih padi varietas Rojolele (Javanica) dan Taipei 309/T 309 (Japonica) yang merupakan varietas peka terhadap Al. Media dasar yang digunakan adalah media Murashige-Skoog (MS). Penelitian terdiri atas dua kegiatan yaitu (1) induksi kalus dan regenerasi sebelum seleksi, serta (2) seleksi kalus secara in vitro dan regenerasi setelah seleksi. Formulasi media untuk induksi kalus adalah MS + 2,4-D 0,5 mg/l + NAA 1 mg/l + BA 1 mg/l; MS + 2,4-D 2 mg/l + casein hidrolisat (CH) 3 g/l, serta MS + 2,4-D 20 mg/l, sedangkan untuk regenerasi kalus adalah MS + BA 5 mg/l + IAA 0,8 mg/l. Pada kegiatan kedua, seleksi secara in vitro dilakukan dengan menggunakan komponen seleksi AlCl3.6H2O dan pH 4,0. Konsentrasi Al yang diuji yaitu 0, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm dengan 20 ulangan. Untuk memunculkan sifat toksisitas dari Al pada media seleksi,garam-garam makro dari media MS dimodifikasi, yaitu kandungan NH4NO3 ditingkatkan dari 1.650 mg/l menjadi 2.400 mg/l, CaCl2.2H2O diturunkan dari 440 mg/l menjadi 15 mg/l, dan KH2PO4 diturunkan dari 170 mg/l menjadi 13 mg/l. Sebagai sumber Fe digunakan FeSO4 28 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua varietas mempunyai respons yang sama pada semua jenis media yang digunakan. Media MS + 2,4-D 2 mg/l + casein hidrolisat 3 mg/l lebih banyak membentuk nodul-nodul bakal mata tunas daripada media lainnya. Regenerasi eksplan setelah perlakuan seleksi menunjukkan bahwa umumnya kedua varietas dapat beregenerasi pada semua perlakuan seleksi kecuali pada perlakuan Al 500 ppm. Seleksi pada tahap kalus, regenerasi, dan tahap embrio menunjukkan hasil yang sama, yaitu makin meningkat konsentrasi Al, makin menurun daya regenerasi eksplan. Pada tahap embrio dan kalus, regenerasi varietas T 309 tidak berbeda dengan Rojolele, sedangkan pada tahap kalus, daya regenerasi T 309 (47,76%) lebih tinggi daripada Rojolele (15,38%) (Purnamaningsih dan Mariska, 2005).

DAFTAR PUSTAKA Mariska, Ika; Sjamsudin; Sopandie; Hutami;Husni,A. 2004. Peningkatan Ketahanan Tanaman Kedelai terhadap Alumunium Melalui Kultur In Vitro. Jurnal Litbang Pertanian, 23(2). Bogor. Ach-e11. 2011. Metode Kultur In Vitro. www. blogspot.com. Diakses pada tanggal 9 November 2011 Jakes Sito. 2009. Cara Kultur Jaringan. www. wordpress.com. Diakses pada tanggal 9 November 2011. Anonim. 2010. Kultur Jaringan. www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 9 November 2011.

You might also like