You are on page 1of 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyediaan energi di dunia saat ini sangat bergantung pada minyak bumi. Padahal seperti kita ketahui, minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam (SDA) yang tidak dapat diperbarui. Tak heran, persediaan minyak bumi di dunia semakin berkurang. Ditambah lagi harga minyak bumi di pasar dunia semakin tinggi. Salah satu penggunaan terbesar minyak bumi adalah sebagai bahan baku dalam pembuatan bahan bakar motor (BBM). Sedangkan menurut penelitian, penggunaan BBM dapat menyebabkan pencemaran lingkungan serta sebagai pemicu timbulnya pemanasan global (global warming). Atas dasar itulah, saat ini beberapa negara di dunia berlomba-lomba mengembangkan sumber energi alternatif, termasuk Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak bumi terbesar di dunia juga sedang mengalami penurunan produksi minyak bumi. Selain karena keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM), hal itu juga disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak di Indonesia. Cadangan minyak di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 18 tahun lagi, setelah itu diprediksi akan habis (Departemen ESDM, 2007). Oleh karena itu, pemerintah saat ini sedang menggalakkan program energi alternatif. Salah satu yang dikembangkan adalah bioetanol. Bioetanol memiliki beberapa kelebihan dibandingkan energi alternatif lainnya. Etanol memiliki kandungan oksigen yang tinggi sehingga terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih tinggi, dan ramah lingkungan (Handayani, 2007). Disamping itu substrat untuk produksi bioetanol cukup melimpah di Indonesia. Produk ini diharapkan nantinya bisa menggantikan bahan bakar minyak kendaraan bermotor dan mesin industri. Salah satu substrat yang potensial untuk dijadikan bahan baku adalah limbah padat organik seperti sisa pertanian, sampah pasar, dan sampah rumah tangga.

Sampah menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia yang hingga saat ini belum ditemukan solusinya. Populasi penduduk di Indonesia yang sangat besar berbanding lurus dengan jumlah sampah yang ditimbulkan. Sayangnya hal tersebut tidak diimbangi dengan pengelolaan yang memadai, baik dari infrastruktur maupun sistem yang digunakan. Hal itu semakin diperparah dengan kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengurangi timbulan dan memanfaatkan kembali sampah yang masih bisa digunakan atau didaur ulang. Sampah di Indonesia sebagian besar merupakan sampah organik seperti sampah pasar atau sisa makanan rumah tangga. Menurut Pramono (2004), dari total sampah organik kota, sekitar 60% merupakan sayur-sayuran dan 40% merupakan daun-daunan, kulit buah-buahan dan sisa makanan. Sampah organik terutama sampah sayuran dan buah-buahan banyak mengandung selulosa, pati, gula, dan hemiselulosa (Nugraha, 2008), sehingga sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Oleh karena itu, bioetanol dari sampah organik memiliki potensi untuk dikembangkan agar dapat menjadi salah satu solusi permasalahan energi di Indonesia.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah Pemanfaatan Sampah Organik (Biomassa) sebagai Bioethanol ini adalah sebagai berikut: 1. Memahami karakteristik limbah padat (sampah) yang dapat digunakan kembali sebagai produk bernilai guna, yakni bioethanol 2. Mengetahui manfaat penggunaan bioethanol 3. Memahami teknologi dan proses pengolahan yang digunakan dalam produksi bioethanol, mencakup peralatan teknis yang menunjang proses tersebut dan reaksi kimi yang terjadi di dalamnya 4. Mengetahui produk samping (limbah) yang dihasilkan dan bagaimana upaya pemanfaatannya untuk mereduksi timbunan sampah

BAB II BIOETHANOL

II.1 Bahan Baku Pembuatan bioetanol membutuhkan limbah pasar segar seperti sayuran dan buah segar yang dibuang dan dikumpulkan menjadi satu. Sampah kemudian dihancurkan dengan mesin giling sehingga dihasilkan cairan sampah organik yang kemudian difermentasikan selama 7 hari.
[3]

Menurut pramono (2004) dari total sampah organik kota, sekitar 60% merupakan sayur-

sayuran dan 40% merupakan daun-daunan, kulit buah-buahan dan sisa makanan. Dengan tingginya kompisi sayur-sayuran ini maka hal ini merupakan potensi yang besar untuk dimanfaatkan untuk produksi bioethanol. Sampah organik terutama sampah sayuran dan buahbuahan banyak mengandung pati, gula, dan hemiselulosa (Nugraha, 2008), sehingga sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioethanol. Oleh karena itu bioethanol dari sampah organik baik untuk dikembangkan agar dapat menjadi salah satu solusi permasalahan energi di Indonesia. [4] Bahan baku bietanol tidak hanya dapat berasal dari campuran sampah organik, tetapi dapat pula berasal dari limbah industri pabrik. Salah satu jenis industri yang cukup banyak menghasilkan limbah organik yang mengandung kadar gula yang cukup tinggi adalah pabrik pengolahan tepung tapioka. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya. Dimana limbah tersebut berupa limbah padat yang biasa disebut onggok (ampas singkong) dan lindur. Mengingat tingginya volume limbah hasil produksi tersebut, maka akan sangat menguntungkan sekiranya limbah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi produk yang lebih berdaya guna. Dalam hal ini ampas singkong dan lindur dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etanol karena kandungan karbohidrat yang tersisa pada limbah tepung tapioka tersebut masih banyak. II.2 Pemanfaatan

Pemanfaatan Bioetanol adalah sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin.
[1]

Ethanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk

bahan bakar gasolin (bensin) maupun hidrogen. Interaksi ethanol dengan hidrogen bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi fuel cell ataupun dalam mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) konvensional.[2] Selain itu bioethanol juga dapat langsung digunakan sebagai pengganti minyak tanah berkalori tinggi sepanas gas elpiji, atau di pabrik limun, atau sebagai sauce di pabrik rokok, dan lain-lain. [5] Bioetanol memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan bahan bakar konvensional. Ini berasal dari tanaman yaitu sumberdaya terbarukan dan bukan dari sumber daya yang terbatas dan tanaman itu berasal dari dapat tumbuh dengan baik di Inggris (seperti sereal, bit gula dan jagung). Manfaat lain dari bahan bakar fosil adalah emisi gas rumah kaca. Transportasi account jaringan jalan untuk 22% dari seluruh emisi gas rumah kaca dan melalui penggunaan bioetanol, beberapa emisi akan berkurang sebagai bahan bakar tanaman menyerap CO2 mereka memancarkan melalui tumbuh Selain itu, bioetanol blending dengan bensin akan membantu memperpanjang umur itu mengurangi minyak Inggris memasok dan menjamin keamanan bahan bakar yang lebih besar, menghindari ketergantungan pada negara-negara produsen minyak. Dengan mendorong gunanya bioetanol, perekonomian di pedesaan juga akan menerima dorongan dari pertumbuhan tanaman diperlukan. Selain itu, dengan menggunakan bioetanol dalam mesin yang lebih tua dapat membantu mengurangi jumlah karbon monoksida yang dihasilkan oleh kendaraan sehingga meningkatkan kualitas udara. Keuntungan lain dari bioetanol kemudahan yang dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam sistem transportasi jalan bahan bakar yang ada. Dalam jumlah sampai dengan 5%, bioetanol dapat dicampur dengan bahan bakar konvensional tanpa perlu modifikasi mesin,. Bioetanol diproduksi terbiasa menggunakan metode, seperti fermentasi dan dapat didistribusikan menggunakan forecourts bensin yang sama dan sistem transportasi seperti sebelumnya. [1]

BAB III TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIOETANOL

3.1 Persiapan Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bioetanol adalah limbah padat berupa sampah organik. Sampah bisa berasal dari sampah pasar atau sampah rumah tangga, lebih baik jika banyak mengandung sampah buah-buahan. Sebelum digunakan sebagai bahan baku, sampah memerlukan proses pretreatment yakni tahap perlakuan awal untuk menghilangkan kandungan lignin dalam lignoselulosa dan menghidrolisis selolusa dan hemiselulosa itu sendiri.menjadi gula sederhana yang selanjutnya dikonversi menjadi etanol. Proses pretreatment yang dilakukan bisa dengan tiga cara, yakni secara fisik dengan panas dan tekanan tinggi, secara kimia dengan menggunakan asam encer, serta secara biologis dengan menggunakan agen biologis. Beberapa faktor juga perlu diperhatikan agar diperoleh hasil dan produktivitas bioetanol yang tinggi, seperti jenis dan jumlah inokulum mikroba, penambahan gula, pH substrat, suhu inkubasi, dan lain-lain.[1]

http://www.alternate-energy-sources.com/images/biomasscorntoethanol.gif

III.1 Persiapan Bahan Baku III.2 Fermentasi Fermentasi bioethanol adalah salah satu fermentasi yang sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Proses fermentasinya etanol cukup sederhana dan bisa dilakukan dalam volume kecil, sekitar 500ml sampai 5000L. Bentuk fermentornya juga sangat sederhana. Fermentasi alkohol atau alkoholisasi adalah proses perubahan gula menjadi alkohol dan CO2 oleh mikroba, terutama oleh khamir Saccharomyces cerevisiae. Karbohidrat akan dipecah dahulu menjadi gula sederhana yaitu dengan hidrolisa pati menjadi unit-unit glukosa. Dalam tahap pertama fermentasi glukosa selalu terbentuk asam piruvat melalui jalur Embden Meyerhof Parnas (EMP) atau glikolisis. [2]

Piruvat tersebut diubah menjadi alkohol melalui dua tahap yaitu pertama, piruvat didekarboksilasi menjadi asetaldehid oleh piruvat dekarboksilase (1) dengan melibatkan tiamin pirofosfat dan tahap kedua asetaldehid oleh bawah ini : alkohol dehidrogenase (2) direduksi dengan NADH2 menjadi alkohol. Perubahan glukosa menjadi alkohol dapat dilihat pada Gambar 1 di

Gambar Skema Perubahan Glukosa Menjadi Alkohol

Selain alkohol, dihasilkan juga sejumlah senyawa lain seperti asam suksinat, amilalkohol dan gliserol. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap fermentasi alkohol diantaranya konsentrasi inokulum, lama fermentasi, nutrien dan pH. Konsentrasi inokulum yang ditambahkan ke dalam medium fermentasi adalah 5% dari volume keseluruhan. Sumber karbon bagi S. cerevisiae biasanya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa dan maltosa. Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu dari beberapa faktor penting yang mempengaruhi fermentasi alkohol. Derajat keasaman optimum untuk proses fermentasi adalah antara 4-5. Pada pH dibawah 3, proses fermentasi alkohol akan berkurang kecepatannya. Proses pembuatan bioetanol dari bahan lignoselulosa dalam persamaan kimia sederhana adalah sebagai berikut: 1. Lignoselulosa ------Enzim sellulase ----> Selobiosa dan Glukosa (C6H12O6) 2. Selobiosa + H2O(aq) 3. C6H12O6 (aq) -----> C6H12O6 (aq) + C6H12O6 (aq) -----> C2H5OH(aq) + 2 CO2 (g)

Bahan baku dimasukan kedalam fermentor. Di dalam fermentor ini ditambahkan nutrisi untuk ragi Sacharomyces cerevisiae dan bahan lainya berupa malt, barley sprout, dan beberapa bahan lainnya. Fermentasi dilakukan dalam waktu 6 hari. Selama proses fermentasi suhu

dipertahankan tetap rendah untuk mengurangi pembentukan asam asetat atau produk fermentasi selain ethanol.Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan. Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi. Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.[1] Peralatan pengendali yang digunakan pada fermentor yaitu flow controller (FC) yang berfungsi untuk mengontrol laju aliran dalam fermentor. Pada fermentor ini juga digunakan pressure controller (PC) yang berfungsi untuk memberikan informasi besarnya tekanan dalam fermentor dan level controller (LC) yang berfungsi untuk mengukur ketinggian cairan. Ketinggian cairan dalam fermentor dikendalikan dengan mengatur laju alir keluaran fermentor. [3]

Berdasarkan alirannya, fermentasi pembuatan bioethanol terbagi menjadi dua jenis, yakni fermentasi kontinu dan fermentasi batch.[4] Fermentasi Kontinu Proses fermentasi kontinyu dilakukan dalam mixed flow reactor yang bervolume 1 L dengan kecepatan putar 100 rpm. Proses fermentasi ini diawali dengan melakukan fermentasi semibatch selama 16 jam. Sebelum fermentasi dimulai, reaktor terlebih dahulu diisi dengan bead sampai volume mencapai 1/5 volume reaktor. Setelah 16 jam, proses fermentasi kontinyu mulai dilakukan dengan mengalirkan feed dalam fermentor menggunakan pompa peristaltik. Laju alir feed (media molasses) disesuaikan dengan variabel dilution rate yang dipakai. Pengambilan sampel dilakukan setiap 8 jam sekali untuk selanjutnya dianalisa kandungan etanol dengan metode gas chromatography, gula reduksi sisa dengan metode DNS (Dinitrosalisilic acid), dan jumlah bakteri yang terikut keluar dengan produk (washout) dengan metode counting chamber.

Gambar Skema Peralatan Fermentasi Kontinu

Fermentasi Batch Proses fermentasi batch dilakukan dalam mixed reactor yang bervolume 1 L dengan kecepatan putar 100 rpm selama 48 jam. Sebelum fermentasi dimulai, reaktor terlebih dahulu diisi dengan bead sampai volume mencapai 1/5 dari volume reaktor. Sampel hasil fermentasi dianalisa kandungan etanol dengan metode gas chromatography,

gula reduksi sisa dengan metode DNS (Dinitrosalisilic acid), dan jumlah bakteri yang terikut keluar dengan produk (washout) dengan metode counting chamber. III.3 Pemurnian/Destilasi III.4. Dehidrasi III.5 Produk Samping 5.1 Stillage Etanol Stillage merupakan produk bawah dari distilasi kaldu fermentasi bioetanol. Komposisi stillage tergantung pada bahan baku produksi bioetanol. Meski berupa cairan, tetapi di dalam stillage masih terdapat fasa padat, baik yang terlarut maupun yang berupa emulsi, sejumlah kurang dari 10%. Sebagian besar padatan itu berupa protein yang berasal dari sel-sel yeast yang terikat di kaldu fermentasi maupun dari bahan baku. Selain itu terdapat sisa gula, mineral serta lemak yang tak terkonversi saat fermentasi (Wilkins dkk., 2006). Biasanya pabrik bioetanol memproses stillage dengan cara dipekatkan sebelumnya dan dipakai sebagai pakan ternak atau diolah secara anaerobic. Stillage etanol adalah produk samping distilasi etanol hasil fermentasi yang sangat berpotensi menjadi limbah. Limbah stillage ini mengandug banyak bahan organik. Pengolahan limbah yang kandungan bahan organiknya sangat tinggi agak menyulitkan. Dari dua macam proses pengolahan limbah secara biologis, proses secara anaerobik merupakan proses yang memberikan hasil memuaskan. Tidak saja dari sisi energy yang lebih hemat, tetapi juga dari sisi keberhasilannya. (Kim dkk., 2006) Bahan organik merupakan sumber nutrisi bagi mikroba dalam proses anaerobik untuk diubah menjadi Asam Organik Volatil. 5.1.1 Asam Organik Volatil Asam organik merupakan suatu senyawa hidrokarbon yang memiliki gugus karboksil, COOH sehingga dikenal juga sebagai asam karboksilat. Yang merupakan asam organik volatil adalah asam organik dengan atom karbon C2 hingga C4. Senyawa ini memiliki berat molekul rendah dan dapat menguap pada tekanan atmosferik. (Gerardi dkk., 1994).

Asam organik dengan atom C lebih dari 3 juga dinamakan asam lemak. Asam lemak di alam dijumpai dalam bentuk gliseridanya, yaitu berupa lemak. Bila lemak dihidrolisis maka akan didapatkan asam lemak penyusun lemak. Berikut akan diulas sedikit berbagai asam organik volatil yang dighasilkan oleh proses anaerobik:
1) Asam Butirat (C4H8O2)

Asam butirat merupakan asam lemak berberat molekul 88 dengan titik didih 163,5oC dan rumus molekulnya CH3CH2CH2COOH. Dalam lemak hewan dan tanaman dijumpai dalam bentuk esternya, gliserida. Asam butirat dalam bentuk gliseridanya dapat dijumpai sebanyak 3 4% dalam mentega. Asam butirat dapat dihasilkan dari fermentasi gula dengan menggunakan mikroba anaerob obligat sesuai jalur metabolisme yang sesuai. (Shuler dan Kargi, 2002).
2) Asam Propionat (C3H6O2)

Asam propionat memiliki berat molekul 74 dengan titik didih 141oC, banyak digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur dan beberapa jenis bakteri. Dapat juga dipakai sebagai senyawa intermediate dalam pembuatan serat selulosa sintetik, pestisida. Rumus molekulnya CH3CH2-COOH.
3) Asam Asetat (C2H4O2)

Asam asetat dapat dihasilkan dari fermentasi gula (glukosa) secara anaerob dan dilaksanakan oleh mikroba genus Clostridium.

Senyawa ini merupakan senyawa karboksilat sederhana setelah asam format, berberat molekul 60. Memiliki suhu didih 118,1oC dan sangat korosif. Banyak dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan polietilen terephtalat, selulosa asetat, atau polivinil asetat. Selain itu dikenal di kalangan awam sebagai asam cuka. Rumus molekulnya CH2-COOH. (SUMBER: DIAH MEILANY, Pengaruh pH pada Produksi Asam Organik Volatil dari Stillage Bioetanol Ubi Kayu Secara Anaerobik (Tesis Teknik Kimia (23006004) ITB )) 5.2 Gas Metana dan Biogas Produksi etanol menghasilkan beberapa produk samping, antara lain residu tanaman bahan baku etanol, stillage, kondensat pada evaporator, dan lainlain. Seluruh produk samping tersebut ternyata memiliki potensi untuk menghasilkan gas metana. Stillage, residu proses distilasi etanol dari cairan fermentasi akan dihasilkan sebanyak hingga 20 L untuk setiap liter etanol yang terproduksi. Residu tanaman bahan baku etanol juga dapat dimanfaatkan untuk produksi biogas. Pada produksi etanol selulosik, produk hidrolisis nonfermentable juga dapat dikonversi menjadi metana. Seperti halnya proses produksi biogas dari bahan baku lainnya, seluruh produk samping ini dapat dikonversi menjadi biogas di dalam sebuah digester dengan bantuan mikroorganisme. (SUMBER: baru-biogas&catid=42:berita&Itemid=18) 5.3 Produk Samping Bernilai Ekonomi Dalam penjelasan produk samping produksi bioetanol ini, walaupun dapat dikatakan sebagai produk sampingan, namun dapat menjadi produk utama karena http://www.yusonda.com/new/index.php? option=com_content&view=article&id=121:by-product-biodiesel-dan-etanol-sumber-

memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan hasil pendapatan dari penjualan bioetanol itu sendiri. 1) Pupuk Organik Cair (POC) Limbah bioetanol memiliki nilai ekonomi yang sangat potensial. Limbah cair bioetanol bisa diolah menjadi pupuk organik cair atau POC. Bahkan jika dihitung dari nilai ekonominya, POC memiliki harga yang lebih tinggi dari etenolnya sendiri yang merupakan produk utama. Perkiraan keuntungan penjualan POC Pabrik bioetanol dengan bahan baku molases. Volume fermentat yang diolah kurang lebih 5000 L. Etanol yang dihasilkan sebanyak 400 L. Berarti limbah cairnya sebanyak 4600 L. Harga Etanol kurang lebih Rp. 20.000/L. Berarti omzetnya sebesar Rp. 8.000.000,-. Sedangkan POC dapat dijual dengan harga Rp. 20.000/L. Berarti omzetnya sebesar Rp. 92.000.000,-. Harga-harga tersebut adalah harga kasar. Harga POC bisa bervariasi, kalau dilihat di pasaran POC bisa dijual sampai harga Rp. 30.000/L. Pasaran pupuk organik cair sangat besar sekali, apalagi saat ini pemerintah sedang menggalakkan pemakaian pupuk organik dan masyarakat juga sedang demam produk-produk organik.

Jadi kalau dilihat dari nilai omzetnya saja sebenarnya POC justru bisa jadi produk utama, karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi. 2) Onggok

Etanol dari singkong juga menghasilkan limbah padat selain limbah cair. Limbah padat ini sama seperti limbah padat pada pabrik tepung tapioka, yaitu onggok. Saat ini onggok bukan jadi limbah lagi. Onggok bisa dijual dengan harga yang cukup lumayan. Onggok kering bisa dijual dengan harga kurang lebih Rp. 1.600/kg.

(SUMBER: http://isroi.wordpress.com/2009/08/08/bioetanol-dan-pupuk-organik-cair/) III.6 Perlengkapan Teknis Peralatan Proses Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut: Peralatan penggilingan Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi External Heat Exchanger Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators) Tangki Penampung Bubur Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol Boiler, termasuk system feed water dan softener Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting

Beberapa instrumen yang digunakan dalam peralatan pabrik adalah : 1. Reaktor

Instrumen yang digunakan pada reaktor adalah Temperature Controller (TC) yang berfungsi untuk mengamati dan mengontrol temperatur fluida di dalam reaktor. Reaktor dilengkapi dengan sight glass yang berfungsi sebagai Level Controller (LC). Reaktor juga dilengkapi dengan sensing elemen yang peka terhadap perubahan suhu sehingga temperatur reaktor dapat dilihat pada temperatur indikator. Jika suhu terlalu tinggi, maka secara otomatis valve yang terdapat pada aliran steam akan tertututertutup dan sebaliknya. Valve pada aliran steam juga dilengkapi dengan valve by pass. 2. Heater

Instrumen yang digunakan pada heater adalah Temperature Controller (TC) yang berfungsi untuk mengamati dan mengontrol temperatur fluida di dalamnya. Apabila fluida yang keluar berada di bawah temperatur yang diinginkan, maka

Temperature Controller (TC) akan menggerakkan Flow Controller (FC) untuk membuka valve sehingga laju alir steam yang masuk menjadi lebih besar.

3. Kolom Destilasi

Instrumen yang digunakan pada kolom destilasi adalah Temperature Controller (TC) yang berfungsi apabila suhu dalam kolom destilasi meningkat, maka Temperature Controller (TC) akan menggerakan Flow Controller (FC) pada reboiler bottom sehingga steam yang disuplai menjadi menurun. Apabila ketinggian fluida dalam kolom destilasi terlalu besar, maka efektifitas destilasi akan menurun sehingga dipasang Flow Controller (FC) untuk memperkecil laju alir bahan yang masuk. Kondisi kolom destilasi juga dipengaruhi oleh efek kondensasi destilat sehingga pada kondensor diperlukan Temperature Controller (TC) yang akan menggerakkan Flow Controller (FC) air penddingin yang disuplai pada kolom destilasi. 4. Kondensor

Instrumen yang digunakan pada kondensor adalah Temperature Controller (TC) yang berfungsi untuk mengamati dan mengontrol fluida di dalam kondensor. Apabila fluida yang keluar berada di atas temperature yang diinginkan dalam kondensor, maka TC akan menggerakan Flow Control (FC) untuk membuka valve sehingga laju air pendingin yang masuk lebih besar, 5. Reboiler

Instrumen yang digunakan pada reboiler adalah Temperature Controller (TC) yang berfungsi untuk mengamati dan mengontrol fluida di dalam reboiler. Apabila fluida yang keluar berada di bawah temperature reboiler, maka TC akan menggerakan Flow Control (FC) untuk membuka valve sehingga laju alir steam yang masuk menjadi lebih besar. Pressure Indicator (PI) juga dipasang agar tekanan di dalam reboiler tidak berjalan di atas atau di bawah batas yang diinginkan. 6. Pompa

Instrumen yang digunakan pada pompa adalah Flow Control (FC) yang berfungsi untuk memperkecil laju fluida yang masuk apabila laju alir fluida di dalam pompa berada di atas batas yang ditentukan.

7. Tangki penyimpanan

Pada tangki penyimpanan dilengkapi dengan level controller (LC) yang berfungsi untul mengukur ketinggian permukaan cairan di dalam tangki. Prinsip kerja adalah jumlah aliran fluida diatur oleh control valve, dimana nantinya akan mendeteksi dan menunjukkan tinggi permukaan pada set point. Alat penting yang digunakan adalah berupa pelampung atau transducer difragma untuk mendeteksi dan menunjukkan tinggi permukaan cairan di dalam tangki. 8. Fermentor

Peralatan pengendali yang digunakan pada fermentor yaitu flow controller (FC) berfungsi untuk mengontrol laju alir dalam fermentor. Pada fermentor ini juga digunakan pressure controller (PC) yang berfungsi untuk memberikan informasi besarnya tekanan dalam fermentor dan level controller (LC) yang berfungsi untuk mengukur ketinggian cairan. Di dalam fermentor ketinggian cairan dikendalikan dengan mengatur laju alir keluaran fermentor.

BAB IV PENUTUP 6.1 Kesimpulan 6.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
[1 kiki]

http://www.scribd.com/doc/41870166/BIOETANOL diakses terakhir tanggal 20 Maret http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1121436790 diakses terakhir tanggal http://bloggertouch.appspot.com/xteknologi/post/5896096915079297518 diakses terakhir

2011 pada pukul 12.58


[2kiki]

20 Maret 2011 pada pukul 20.35


[3kiki]

tanggal 20 Maret 2011 pada pukul 20.55


[4 kiki]

Kusnadi, dkk. (2009). Pemanfaatan Sampah Organik Sebagai Bahan Baku Produksi Bioetanol Sebagai Energi Alternatif. Laporan Penelitian Strategis Nasional : 8
[5 kiki]

http://www.bic.web.id/in/energi-baru-terbarukan/258-api-biru-dari-sampah-organik.html diakses terakhir tanggal 20 Maret 2011 pada pukul 21.35

Jamal

[4] http://eprints.undip.ac.id/22693/1/B-05.pdf

[1]http://www.alpensteel.com/article/51-113-energi-lain-lain/510-proses-produksibioetanol.html, diakses terakhir tanggal 20 Maret 2011 [2] http://file.upi.edu/Direktori/ diakses terakhir tanggal 20 Maret 2011
[3] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/11723/1/10E00479.pdf diakses terakhir tanggal 20 Maret 2011

Henri: http://file.upi.edu/Direktori/D%20-%20FPMIPA/JUR.%20PEND. %20BIOLOGI/196805091994031%20-%20KUSNADI/Laporan%20akhir%20HIBAH %20STranas2009.pdf

You might also like