You are on page 1of 29

EVALUASI PROGRAM PENYULUHAN HIV DAN AIDS LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KLAS II A BANDUNG

Diserahkan sebagai tugas pengganti Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah Evaluasi Program Komunikasi.

Dilaksanakan dan disusun oleh: Daniel Rusyad Hamdanny Karisma Niagara Nur Syahril Muhtarom Intan Shabrina Yulia Citra Dewi Desianti Yuanita

DAFTAR ISI

Daftar Isi Latar Belakang Analisis Kebutuhan Evaluasi Tujuan Evaluasi Sekilas tentang Penyuluhan HIV/AIDS Evaluasi Program: Reaksi Evaluasi Program: Belajar Evaluasi Program: Perilaku Kegunaan Evaluasi Prosedur Evaluasi Rujukan Penelitian Appendix Galeri Foto

2 3 3 5 7 8 15 19 23 25 27 28 99

2|Evaluasi Penyuluhan HIV/AIDS di Lapas Narkotika

I.

LATAR BELAKANG

1.1.

Analisis Kebutuhan Evaluasi

Penanggulangan HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) hingga kini merupakan program prioritas Pemerintah. Berbagai kebijakan lintas kementrian serta lusinan peraturan daerah diberlakukan sebagai upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Pasalnya, baik penyebab, penyebaran penyakit, korban, sekaligus tempat pengidap HIV dan AIDS -disebut ODHA- hidup, menyisakan permasalahan yang harus dibenahi secara sistematis. Perilaku seks bebas dan penggunaan Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) dengan alat suntik bergantian merupakan dua penyebab utama HIV dan AIDS di Indonesia. Hasil penelitian Komisi Nasional Penanggulangan AIDS pada tahun 2011 mencatat seks bebas menyumbang 76,3 persen sedangkan jarum suntik 16,3 persen dari total pengidap HIV di tanah air. Sedangkan pada 2006, sebagaimana dikutip oleh Kompas edisi 22 November 2011, pertukaran jarum suntik penyebab utama transmisi HIV/AIDS yakni 54,42 persen disusul seks bebas dengan 38,5 persen. Meski terjadi penurunan signifikan, penyebaran HIV melalui penggunaan Napza dengan jarum suntik harus tetap diwaspadai. Pasalnya, fenomena tersebut menimbulkan masalah pelik dan cenderung lebih berbahaya dari motif lainnya. Pengidap HIV yang pecandu narkoba khususnya jenis putaw- lebih berisiko menularkan virus yang menjangkitinya pada orang lain, baik sesama pemakai maupun calon pemakai narkoba. Bak mata rantai yang tak berujung, korban baru yang terjangkiti HIV pun menularkan virus mematikan tersebut pada orang bahkan komunitas lain. Pemerintah Jawa Barat menyadari pentingnya memutus mata rantai penggunaan narkoba yang berujung pada penyebaran HIV dan AIDS. Kesadaran ini terbukti dengan didirikannya Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Klas II A

3|Evaluasi Penyuluhan HIV/AIDS di Lapas Narkotika

yang resmi beroperasi pada 4 Mei 2009. Lapas Jelekong sebutan masyarakat pada lembaga tersebut- sejak awal didirikan, secara rutin mengadakan penyuluhan pada warga binaan pemasyarakatan (WBP) mengenai bahaya narkoba dan HIV serta AIDS. Penyuluhan dilaksanakan secara sinergis bersama beberapa lembaga, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Untuk informasi pembaca, Lapas Jelekong juga mengadakan penyuluhan di luar tema narkotika dan HIV atau AIDS seperti keterampilan bertani, keterampilan beternak, sablon, dan lain sebagainya sebagai bekal pasca pemasyarakatan. PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia) dan LSM IMPACT merupakan mitra kerjasama Lapas Jelekong. Pada KamisSabtu (tanggal 8-10) Desember 2011, Lapas dengan penyuluh dari PKBI mengadakan penyuluhan rutin mengenai bahaya HIV/AIDS pada warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lapas Jelekong. Tujuan penyuluhan ini tak lain dari upaya untuk menyosialisasikan sekaligus menggugah WBP Lapas untuk menjauhi konsumsi napza, khususnya dengan media jarum suntik, serta berbagai perilaku lainnya yang dapat memicu penularan HIV. Penyuluhan HIV di Lapas Narkotika merupakan program yang sangat penting untuk dievaluasi dengan tiga alasan. Pertama, program penyuluhan HIV pada komunitas pengguna atau bekas pengguna napza merupakan solusi setali tiga uang. Hasil penyuluhan yang efektif bukan saja berdampak positif pada peserta penyuluhan, namun juga pada masyarakat tempat mereka kembali pasca pembinaan. Kedua, hasil evaluasi penyuluhan dapat memberikan gambaran umum apa yang membantu atau justeru menghambat warga binaan dalam menghentikan kebiasaan penggunaan napza yang dapat berdampak pada penyebaran HIV. Last but not least, diperlukan sebuah pendekatan sistematis dalam mengukur keefektifan penyuluhan secara objektif dan sistematis dengan harapan terciptanya model penyuluhan khas terhadap WBP- yang ideal dan dapat diadopsi oleh berbagai lembaga pemasyarakatan narkotika di Indonesia.

4|Evaluasi Penyuluhan HIV/AIDS di Lapas Narkotika

Evaluasi dilaksanakan dengan teknik survai, melibatkan 30 responden dari 65 peserta penyuluhan yang juga warga binaan pemasyarakatan terkait dengan kasus penggunaan serta pengedaran napza. Setelah mengikuti serangkaian penyuluhan dari tanggal 8 hingga 10 Desember 2011, kami menyebarkan angket serta mewawancarai responden mengenai hal-hal seputar penyuluhan. Angket disusun berdasarkan pedoman evaluasi empat tahap Kirpatrick dengan mengabaikan tahap hasil. Tujuan evaluasi ini merupakan tinjauan keefektifan penyuluhan dilihat dari aspek reaksi, belajar, serta perilaku warga binaan pemasyarakatan terhadap berbagai aspek penyuluhan.

1.2.

Tujuan Evaluasi

Evaluasi Penyuluhan HIV dan AIDS di Lapas Narkotika Klas II-A Bandung bertujuan untuk mengukur perubahan perilaku pada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ditinjau dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dikotomi tujuan ini merujuk pada taksonomi Bloom. Kognitif Mengukur Pengetahuan Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan seputar HIV dan AIDS Mengukur Pemahaman Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan Mengenai Perilaku Yang Dapat Memicu HIV Dan AIDS Mengukur Penerapan pengetahuan dan pemahaman Warga Binaan

Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan Mengenai Pencegahan HIV dalam kehidupan sehari-hari

Afektif Mengukur Respon Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan terhadap Materi Penyuluhan

5|Evaluasi Penyuluhan HIV/AIDS di Lapas Narkotika

Mengukur Respon Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan terhadap Pemateri Penyuluhan

Mengukur Respon Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan terhadap Fasilitas Penyuluhan

Mengukur Respon Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan terhadap Jadwal Penyuluhan

Mengukur Penilaian Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan terhadap Proses Penyuluhan secara menyeluruh

Psikomotorik Mengukur kesadaran Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan terhadap eksistensi HIV dan AIDS Mengukur kesadaran Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan terhadap bahaya dampak HIV dan AIDS Mengukur pengetahuan Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan mengenai konsekuensi penggunaan napza dengan alat suntik berisiko pada penularan HIV Mengukur pengetahuan Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan mengenai perilaku preventif terhadap HIV/AIDS Mengukur pengetahuan Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan mengenai perilaku kuratif terhadap HIV/AIDS Mengukur kesiapan Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan untuk berhenti menggunakan narkotika serta zat adiktif lainnya. Mengukur kesiapan Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan untuk tidak melakukan hubungan seksual secara bebas (berganti-ganti pasangan). Mengukur kesiapan Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan untuk menjaga kebugaran tubuh dengan olahraga secara teratur Mengukur kesiapan Warga Binaan Pemasyarakatan Peserta Penyuluhan untuk menjaga kebugaran tubuh dengan makan makanan yang bersih dan sehat

6|Evaluasi Penyuluhan HIV/AIDS di Lapas Narkotika

1.3.

Sekilas tentang Program Penyuluhan

Tema Penyuluhan Lokasi Waktu Penyelenggara Pemateri

: HIV dan AIDS : Aula Poliklinik Lapas Narkotika Klas II-A Bandung : Jumat, 8 Desember 2011. Pukul 09.00 11.00 WIB : Lapas Narkotika Klas II-A Bandung dengan PKBI : Alam Setiabakti, Penyuluh dari Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)

Peserta Penyuluhan Metode Alat Bantu Deskripsi Ruangan

: 65 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) : Ceramah / Presentasi : Projector + Layer, Notebook (Laptop), dan Papan Tulis. : Ruang penyuluhan merupakan aula di Poliklinik Lapas dengan luas + 90 m2 bercat putih dan memiliki empat tiang.

Format Seat Peserta

: Menggunakan kursi lipat chitose. Berjajar 12 baris, dengan 10 kursi pada setiap baris.

7|Evaluasi Penyuluhan HIV/AIDS di Lapas Narkotika

1.4.

Evaluasi Program: Evaluasi Tahap Reaksi, Belajar, dan Perilaku

1.4.1. Evaluasi Reaksi Pada tahap ini, peneliti mengukur reaksi peserta penyuluhan terhadap lima komponen utama yang terdapat pada proses penyuluhan,HIV di Lapas Narkotika Klas II A Bandung, yaitu: A. Instruktur B. Materi C. Fasilitas D. Jadwal E. Penilaian umum peserta terhadap kefektifan penyuluhan Pengukuran dilakukan dengan meminta peserta memberikan penilaian suka atau tidak suka atau penting tidak penting menggunakan skala likert sebagai berikut: Tinggi 1. Bagaimana Anda menilai Materi Penyuluhan? Penting dan Membantu 2. Bagaimana Anda menilai Pemateri Penyuluhan? Menarik dan Membuat Mengerti 3. Bagaimana Anda menilai Fasilitas Penyuluhan? Nyaman, memudahkan 4. Bagaimana Anda menilai Jadwal Penyuluhan? Waktu, durasi 5. Bagaimana Anda menilai Penyuluhan ini mengubah cara Pandang Anda tentang Narkotika? 5 4 3 Rendah 2 1

8|Evaluasi Penyuluhan HIV/AIDS di Lapas Narkotika

Hasil survai pada tahap ini adalah sebagai berikut berikut:

HASIL KUISIONER FORM 1


P SANGAT TIDAK SETUJU FRE K. P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 BOBO T (1) TiDAK SETUJU FRE K. BOBO T (2) NETRAL SETUJU SANGAT SETUJU FRE K. FRE K. BOBO T (3) FRE K. BOBO T (4) FRE K. BOBO T (5) BOBO T RAT A2

16

23

115

30

140

4.7

18

10

40

14

70

30

128

4.3

10

30

28

12

60

30

119

4.0

10

30

32

35

30

105

3.5

18

24

16

80

30

125

4.2

5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 1 P1 P2 P3 P4 P5

9|Evaluasi Penyuluhan HIV/AIDS di Lapas Narkotika

A. Instruktur

Nama Pekerjaan Lembaga Pendidikan

: Alam Setiabakti : Counselor dan Aktivis Kesehatan Reproduksi : Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) : Pendidikan Psikologi dan Pembimbingan UPI

Instruktur penyuluhan mendapat penilaian (rate) rata-rata 4.3 dari nilai tertinggi 5. Pendalaman evaluasi terhadap instruktur dilakukan melalui wawancara berstruktur dengan 10 Responden dengan hasil sebagai berikut:

Instruktur mampu membangkitkan rasa takut dan was-was peserta penyuluhan terhadap HIV dan AIDS, dengan pendekatan fearappealing communication. Instruktur mendeskripsikan dampak HIV tidak semata secara lisan, gambar-gambar yang instruktur tampilkan membantu daya serap peserta terhadap materi.

Peserta penyuluhan merasa sangat terbantu oleh penjelasan instruktur yang mudah dipahami (tidak menggunakan istilah yang sangat teknis).

Peserta mempercayai instruktur berkompeten menjelaskan HIV karena pekerjaan sebagai konselor dan aktivis kesehatan reproduksi- serta posisinya di PKBI- sangat relevan dengan materi yang ia sampaikan.

Daya tarik instruktur, khususnya penampilan fisik, masih dinilai kurang baik oleh peserta penyuluhan. Peserta lebih memilih pola komunikasi, termasuk penampilan penyuluh secara informal, diselingi humor daripada penampilan serta gaya komunikasi yang serius / kaku.

10 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

B. Subject Matters

Tema Sub Tema

: HIV dan AIDS : Mengenal, Mencegah, dan Menghadapi HIV serta AIDS.

Peserta memberi rating rata-rata 4.7 dari maksimal 5 untuk materi penyuluhan. Angka ini menunjukan bahwa pada umumnya hampir seluruh peserta menganggap HIV dan AIDS sebagai tema penyuluhan yang sangat penting dan sangat membantu.

Tema HIV dan AIDS, sebagaimana didapati dalam wawancara berstruktur, terasa sangat penting untuk dipahami sebagai dorongan atau motivasi bagi sebagian peserta- untuk berhenti memakai napza, khususnya putaw yang dikonsumsi melalui jarum suntik.

Kuesioner tambahan mengenai dorongan berhenti mengkonsumsi narkotika mencatat ketakutan terinfeksi HIV mendapat rating 4.2. Angka ini diatas ketakutan pada kematian dengan rating 3.7. Artinya peserta merasa bahwa rasa was-was terjangkiti HIV lebih mendorong mereka berhenti memakai narkotika ketimbang ketakutan mereka pada kematian.

Angka 4.7 pada skala likert sebagai reaksi peserta penyuluhan terhadap materi HIV dan AIDS tidak mengherankan. Pasalnya, peserta penyuluhan dengan pengalamannya memakai narkotika merupakan pihak paling berisiko terjangkiti virus mematikan tersebut.

11 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

C. Fasilitas Penyuluhan diadakan di aula Poliklinik Lapas Narkotika Klas II A Bandung. Aula memiliki luas sekurangnya 90m2 dengan empat tiang menyangga atap. Ruangan tertutup, bercat putih dan memanjang membentuk persegi panjang. Format ruangan pada saat penyuluhan berlangsung seperti kelas di sekolahan konvensional (pedagogic style) dengan 10 kursi lipat chitose berjajar sebanyak 12 baris. Sedangkan penyuluh berdiri di depan kelas menggunakan beberapa lat bantu sebagai berikut: 1. Projector 2. Screen layer 3. Papan tulis (white board) 4. Microphone 5. Audio speaker. 6. Selebaran poster (dibagikan pada peserta)

Peserta menilai fasilitas penyuluhan dengan rating rata-rata 4.0 yang artinya nyaman. Namun perlu dicatat bahwa konteks evaluasi ini berbeda dengan evaluasi pelatihan pada umumnya. Nyaman seorang narapidana atau tahanan dalam sebuah rumah tahanan tentu akan berbeda dengan nyaman seorang peserta yang mengikuti pelatihan professional.

D. Jadwal Penyuluhan

Penyuluhan HIV dan AIDS sebagai objek evaluasi ini- diselenggarakan pada hari Jumat, 8 Desember 2011, dimulai pada pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 11.00 WIB. Penyuluhan tersebut merupakan bagian dari rangkaian penyuluhan yang diadakan Lapas di Bulan Desember 2011.

12 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

Peserta menilai jadwal penyuluhan tidak atau belum terkategori baik, dengan rating rata-rata 3.5. Peserta menilai waktu pelaksanaan kurang rapi (tidak disiplin) dan durasi penyuluhan, 2 x 60 menit, tidak cukup (tidak proporsional) untuk menyampaikan materi yang begitu banyak.

Angka 3.5 muncul bukan sekadar penilaian pada penyuluhan HIV dan AIDS yang diselenggarakan di hari Jumat (8 Desember), namun, sebagaimana didalami dalam wawancara berstruktur, juga pada beberapa kegiatan penyuluhan lainnya yang kerap kali tak sesuai jadwal atau sering mengalami pembatalan.

E. Penilaian Umum Peserta terhadap Kefektifan Penyuluhan

Penilaian ini dibatasi pada pengaruh penyuluhan secara umum mengenai pandangan peserta terhadap penggunaan narkotika. Asumsi hasil penilaian ini, jika terjadi perubahan cara pandang peserta terhadap penggunaan narkotika, berarti tujuan penyuluhan ini dapat dikategorikan berhasil.

Rata-rata responden memberi rating 4.2. Artinya secara umum, penyuluhan terasa efektif dalam menggugah kesadaran bahaya penggunaan napza yang berujung pada penularan HIV yang hingga kini belum ditemukan obatnya.

F. Lingkungan

Data mengenai lingkungan tidak peneliti peroleh melalui kuesioner, melainkan melalui observasi lapangan serta wawancara dengan pengelola, Bpk. Uan Kurniawan, AKS., serta sepuluh responden yang peneliti wawancarai, di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II-A Bandung.

13 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

Aspek Lokasi Penyuluhan

Penyuluhan dilaksanakan di Poliklinik karena belum tersedia aula tetap di Lapas untuk agenda serupa. Hal ini wajar, mengingat usia Lapas yang sejak pendiriannya -4 Mei 2009- belum genap dua tahun. Kapasitas tempat, utamanya aula Poliklinik, di Lapas Jelekong sebenarnya hanya mampu mengakomodasi 224 saja, sedangkan hingga saat ini tak kurang dari 780 warga binaan pemasyarakatan menghuni Lapas. Hal ini karena, meski bernama Lapas Narkotika, ternyata tidak semua WBP merupakan tahanan yang bermasalah dengan pemakaian, pengedaran, dan atau penjualan narkotika, namun juga termasuk pelanggar undang-undang pidana dan sebagainya.

Aspek Sosial

Lapas Jelekong nama lain dari Lapas Narkotika Klas II A Bandung- di mata warga binaan pemasyarakatan penghuninya jauh lebih baik dibanding Lapas Kebon Waru yang merupakan Lapas tertua dan terbesar di Bandung. Karena masih baru, Lapas Jelekong, sebagaimana Uan Kurnawan, Pengelola Lapas jelaskan, dianggap masih aman dan kondusif dalam upaya pembinaan tahan di dalamnya. Alasan ini pula yang menjadi preseden, banyak tahanan, utamanya mereka yang untuk pertama kali masuk penjara, memilih Lapas Jelekong sebagai rumah tahanan. Peneliti menyaksikan secara langsung interaksi antartahanan berlangsung cukup harmonis: saling berbagi rokok, menggunakan bahasa sunda sopan (tidak dengan kalimat atau frasa sumpah serapah), dsb.

14 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

G. Peserta Penyuluhan (Warga Binaan)

Peserta penyuluhan merupakan enam puluh lima (65) warga binaan pemasyarakatan (WBP)-nama terlampir dalam appendix- yang terkait dengan kasus narkotika, psikotoprika, dan zat adiktif lainnya (napza). Motivasi

belajar peserta mengenai HIV dan AIDS sebagaimana tampak dalam wawancara berstruktur sangat bergantung pada kasus serta kebiasaan penggunaan napza. Pengguna ganja atau ekstaksi, misalnya, samasekali tidak menganggap isu HIV dan AIDS penting, berbeda dengan pengguna atau pengedar putaw. Meski rata-rata peserta tertarik (rate: 4.7) dengan materi HIV dan AIDS, motivasi peserta dalam berinteraksi dengan instruktur tidak begitu tampak. Peserta hanya bersikap pasif dalam menerima materi penyuluhan. Indikatornya, tidak ada respon berupa pertanyaan dalam proses penyuluhan. Namun demikian, survai belajar, menunjukan penerimaan serta pemahaman peserta terhadap materi tergolong berhasil (rate: 4.0)

15 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

1.4.2. Evaluasi Belajar Dalam tahap ini, peneliti mengukur perubahan pada peserta pasca penyuluhan ditinjau dari aspek: Pengetahuan dasar seputar HIV dan AIDS Pemahaman mengenai perilaku yang dapat memicu HIV Dan AIDS Pengetahuan ttg aplikasi materi penyuluhan dalam kehidupan sehari-hari

Pengukuran dilakukan dengan meminta peserta menentukan benar atau salah pada setiap pernyataan dan memilih jawaban pada pertanyaan yang diajukan sebagai berikut: (n.b. pernyataan dan pertanyaan diadaptasi dari materi penyuluhan) Huruf atau kalimat bergaris bawah merupakan jawaban atau pilihan yang benar Form 2. Belajar 1. B atau S HIV adalah sejenis virus yang menyerang sistem imunitas atau kekebalan tubuh manusia. Virus HIV menular dengan bersalaman dan menggunakan wc yang sama dengan pengidap HIV. HIV adalah kutukan yang diberikan oleh Tuhan atas kejahatan yang dilakukan oleh pengidapnya. HIV dapat menyebar melalui penggunaan alat suntik dan jarum yang tidak steril (atau kotor). Obat HIV/AIDS hingga saat ini (akhir 2011) belum juga ditemukan. Berikut ini adalah orang yang berisiko tertular HIV, kecuali a. Pekerja seks komersial (pelacur) b. Pengguna Narkoba Suntik c. Anak yang terlahir dari pasangan pengidap HIV d. Kawan seruangan dengan pengidap HIV

2. B atau S

3. B atau S

4. B atau S

5. B atau S

6. ________

16 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

7. ________

Mencegah HIV menular pada anak saat akan dilahirkan dpt dilakukan dengan a. Memberi zidovudine bagi ibu pada masa persalinan b. Kelahiran melalui operasi Caesar (sesar) c. Tidak memberikan ASI alami dari ibu pengidap HIV d. Semuanya benar Upaya yang dapat dilakukan untuk memperlambat HIV menjadi AIDS adalah e. Menjaga pola konsumsi (makan makanan) sehat. f. Berolahraga teratur g. Melakukan terapi antiretroviral h. Semuanya benar

8. ________

Skala Pengukuran Belajar (n) Benar 1 2-3 4-5 6-7 8 Skala Likert 1 2 3 4 5 Ket. Sangat Buruk Buruk Cukup Baik Sangat Baik

17 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

Hasil evaluasi belajar sebagai berikut: belajar,

Responden
12 10 8 6 4 2 0 n1 n2 n3 n4 n5 n6 n7 n8

Responden

(n) Benar 1 2 3 4 5 6 7 8 Total

Frekuensi 0 0 1 2 3 5 10 9 30

Bobot 1 2 2 3 3 4 4 5 Rata-rata

Jumlah 0 0 2 6 9 20 40 45 122 4.0

18 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

Hampir sepertiga responden (9 orang) mampu mengisi kuesioner secara sempurna dengan memilih jawaban yang tepat. Disusul modus, 10 responden, dengan satu jawaban salah. Lima responden menjawab dengan dua kesalahan. Dan tak satu pun responden yang mutlak tak mampu menjawab. Hasil ini mengindikasikan keberhasilan proses belajar peserta dalam penyuluhan.

Indikator keberhasilan belajar lainnya ditemukan dalam wawancara berstruktur. Responden sudah tak asing dengan istilah teknis yang interviewer singgung dalam proses wawancara, misalnya ARV atau Anti Retro Viral, Zidovudine, IMS (Infeksi Menular Seksual), dan lain sebagainya. Responden beberapa kali mengeluarkan istilah atau prinsip-prinsip menghadapi HIV dan AIDS, misalnya: jauhi penyakit dan bukan orangnya! HIV tak menular melalui nyamuk, dan sebagainya.

Jika dikuantifikasi secara kumulatif, belajar peserta dalam proses penyuluhan tergolong berhasil dengan rate rata-rata 4.0 dalam skala Likert.

19 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

1.4.3. Evaluasi Perilaku Peneliti, pada tahap ketiga tahap akhir dalam proses evaluasi inimengukur perubahan perilaku peserta yang dibatasi pada:

Kesadaran akan eksistensi HIV dan AIDS yang bisa menjangkiti siapa saja dalam keseharian manusia,

Kesadaran akan konsekuensi-konsekuensi perilaku yang memicu HIV dan AIDS, khususnya yang berkaitan dengan narkotika.

Pengetahuan serta kesadaran tentang perilaku baik preventif maupun kuratif- dalam menghadapi HIV dan AIDS

Kesiapan peserta dalam mengubah perilaku yang berisiko mengakibatkan infeksi atau penularan HIV dan atau mempertahankan perilaku yang mencegah penularan HIV.

Pengukuran dilakukan dengan meminta peserta merespon pernyataan demi pernyataan dalam kuesioner. Respon dibuat dengan melingkari angka yang menunjukan skala prioritas merujuk pada skala likert- sebagai berikut:

20 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

FORM 3. EVALUASI PERILAKU

Silakan melingkari respon yang paling sesuai pada setiap pertanyaan. Mohon untuk mengisi angket ini dengan jujur. Kami sangat menghargai kejujuran Anda!

5 = Sangat Tinggi, 4 = Tinggi, 3 = Lumayan, 2 = Rendah, 1 = Sangat Rendah Pengetahuan, Kesadaran, dan Kesiapan Berubah 1 2 3 4 5 6 7 Saya menyadari bahwa virus HIV itu ada. Saya menyadari dampak HIV/AIDS yang mematikan Saya mengetahui penggunaan narkoba (khususnya dengan alat suntik) dapat memicu HIV/AIDS Saya mengetahui apa yang harus saya perbuat untuk mencegah virus HIV menyerang saya Saya mengetahui apa yang harus saya atau keluarga saya lakukan jika telah terjangkiti virus HIV Saya siap dan berani berhenti memakai narkoba selama-lamanya. Saya siap menjauhi hubungan seksual yang tidak seharusnya (tidak dengan pasangan resmi pernikahan) Saya siap menjaga kebugaran tubuh dengan berolahraga secara teratur Saya siap menajaga kesehatan dengan makan makanan yang bersih dan sehat Tinggi 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 Rendah 1 1 1 1 1 1 1

8 9

5 5

4 4

3 3

2 2

1 1

21 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

Hasil yang peneliti dapatkan dalam evaluasi ini adalah sebagai berikut:

HASIL KUISIONER FORM 3


SANGAT TIDAK SETUJU BOB FRE OT K. (1) 1 1 1 2 3 1 0 1 0 1 1 1 2 3 1 0 1 0 TIDAK SETUJU FRE K. 0 0 0 2 1 1 1 0 1 BOB OT (2) 0 0 0 4 2 2 2 0 2 NETRAL FRE K. 1 1 2 2 7 5 2 2 2 BOB OT (3) 3 3 6 6 21 15 6 6 6 SETUJU FRE K. 7 3 4 7 10 2 7 5 7 BOB OT (4) 28 12 16 28 40 8 28 20 28 SANGAT SETUJU FRE K. 21 25 23 17 9 21 20 22 20 BOB OT (5) 105 125 115 85 45 105 100 110 100 FRE K. BOB OT RAT A2

30 30 30 30 30 30 30 30 30

137 141 138 125 111 131 136 137 136

4.6 4.7 4.6 4.2 3.7 4.4 4.5 4.6 4.5

5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 1

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

22 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

Angka yang didapat dalam grafik mengindikasikan beberapa kesimpulan, bahwa setelah mengikuti Penyuluhan HIV dan AIDS di Lapas Narkotika Klas II A Bandung pada Jumat (8 Desember 2011), pada umumnya (rata-rata) Peserta: 1. Menyadari (mendekati sangat menyadari) rate: 4.6- bahwa HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) benar-benar ada, bukan sekadar mitos atau cerita. 2. Menyadari (mendekati sangat menyadari) rate: 4.7- dampak HIV sangat mematikan, bahwa AIDS menciptakan kondisi tubuh yang rentan terhadap penyakit yang tidak ganas sekali pun. Kesadaran dampak HIV di atas kesadaran tentang keberadaan HIV itu sendiri. 3. Mengetahui (mendekati sangat mengetahui) rate: 4.6- perilaku konsumsi napza menggunakan alat suntik dapat memicu HIV dan AIDS. 4. Mengetahui rate: 4.2- perilaku preventif (apa yang harus diperbuat untuk mencegah) penularan HIV. 5. Cukup atau tidak begitu baik mengetahui rate: 3.7- perilaku kuratif (apa yang harus diperbuat jika telah tertular atau terinfeksi) HIV dan AIDS. Angka ini merupakan yang terendah dibanding komponen lainnya. 6. Siap berhenti menggunakan narkotika rate: 4.4. Dalam kuesioner tambahan (terlampir dalam appendix). Alasan berhenti karena takut terinfeksi HIV dan AIDS mendapat rate 4.2, diatas takut pada kematian 3.7 dan dibawah ingin membuat orang tua bahagia dan hidup sebagaimana orang normal, masingmasing 4.7. 7. Siap rate: 4.5- menjauhi hubungan seks bebas atau dengan pasangan yang berganti-ganti 8. Siap (mendekati sangat siap) rate 4.6- menjaga kebugaran tubuh dengan berolahraga secara teratur. Alasan yang didapatkan dalam wawancara berstruktur, selain karena motivasi yang diperoleh dalam penyuluhan, juga karena fasilitas olahraga di Lapas yang representatif atau akomodatif.

23 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

9. Siap dengan rate: 4.5- menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang bersih dan sehat.

Sembilan kesimpulan kecil diatas, menunjukkan bahwa penyuluhan HIV dan AIDS di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II-A Bandung yang dilaksanakan pada hari Jumat, 8 Desember 2011, berhasil dengan rate rata-rata 4.4- bahwa warga binaan pemasyarakatan (WBP) peserta penyuluhan menyadari realitas HIV dan AIDS dan kaitannya dengan konsumsi napza serta perilaku lain yang dapat memicu virus tersebut. Namun demikian, kesiapan mereka yang relatif besar untuk mengubah dan atau memertahankan perilaku dalam upaya penanggulangan HIV- harus diimbangi dengan lingkungan dan kesempatan supaya berujung pada hasil (bagian yang bukan merupakan komponen penelitian ini).

24 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

2. KEGUNAAN EVALUASI

2.1.Aspek Teknis Evaluasi yang dilakukan tentunya akan menghasilkan beberapa kegunaan teknis dalam tubuh instansi, antara lain: 1. Acuan Program Lanjutan Evaluasi ini menjadi sebuah acuan untuk pengadaan program lanjutan sehingga apa yang dilakukan secara berkesinambungan dapat menghasilkan program yang lebih memiliki dampak yang efektif bagi peserta belajar yang dalam hal ini merupakan para tahanan dan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA. Program penyuluhan HIV AIDS ini dijalankan pada tiap tahun dengan bekerjasama dengan LSM, baik LSM lokal maupun LSM asing, namun berdasarkan hasil wawancara dengan staf divisi pembinaan Lapas, evaluasi pembinaan dan penyuluhan belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, secara teknis evaluasi ini dilakukan sebagai acuan bagi program lanjutan Lapas Narkotika Klas IIA ini.

2. Pantauan Keefektifan Program Dengan diadakannya evaluasi program penyuluhan HIV dan AIDS ini, akan terlihat dampak yang terjadi pada para tahanan dan warga binaan mengenai sisi material yang dipelajari dan dipahami para peserta penyuluhan. Dengan begitu, akan terpantau bagaimana keefektifan materi yang terserap ke dalam areal kognitif, afektif hingga konatif para tahanan dan warga binaan.

2.2. Aspek Ekonomis Program Penyuluhan HIV dan AIDS ini, meskipun dijalankan tanpa anggaran biaya dan dengan hasil yang tidak mengharapkan aspek ekonomi, namun hasil evaluasi ini dapat berguna terhadap aspek ekonomis bagi instansi. Tentunya dalam membuat

25 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

program pembinaan, diperlukan biaya yang cukup untuk mendatangkan penyedia program penyuluhandan atau pelatihan yang mumpuni dan akan mendatangkan keefektifan bagi para peserta. Dengan adanya evaluasi ini, instansi dapat terdorong untuk bisa membuat program penyuluhan atau pelatihan sejenis dengan mendatangkan para sumber material yang bisa mendatangkan pengembangan materi secara kesinambungan yang tentunya hal tersebut akan membutuhkan biaya yang cukup.

2.3. Aspek Sosial Kegunaan evaluasi secara aspek sosial bagi instansi dalam penyelenggaraan program ini antara lain : 1. Mendorong Tingkat Pengawasan Berefek atau tidaknya program penyuluhan ini bisa menjadi sebuah system monitoring tersendiri bagi pihak instansi dalam melihat dan memantau bagaimana aspek pergaulan yang dijalankan oleh sesama para tahanan dan warga binaan Lapas Narkotika Klas IIA dalam menyikapi perihal HIV dan AIDS ini.

2. Bekal bagi Peserta Penyuluhan Apek material yang diserap oleh para peserta dapat menimbulkan suatu sikap saling peduli antarsesama manusia, dan dengan adanya evaluasi ini pun dapat berguna bagi para Pembina Lapas untuk meningkatkan sosialisasi pembinaan dengan subjek material perihal HIV dan AIDS ini, juga sebagai pembekalan yang bisa terus dilakukan secara sinambung oleh para Pembina Lapas terhadap para warga binaannya, baik yang masih berada dalam proses binaan, maupun bagi warga binaan yang dipersiapkan untuk menjalani kehidupannya di luar lembaga tersebut.

26 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

3. PROSEDUR EVALUASI

3.1.Data Primer Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Dalam evaluasi ini yang menjadi data primer ialah hasil dari pengisian kuisioner oleh narapidana yang mengikuti pelatihan tersebut.

3.2.Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

3.3.Sumber Data: Responden

Yang menjadi responden dalam evaluasi ini ialah narapidana yang menjadi peseerta pelatihan ini. Jumlah populasi ada 120 orang, oleh karena itu, agar waktunya lebih efisien, sebagai sumber data, diambil sampel dengan teknik sampling acak

sederhana,jumlah sampel yang diambit ialah 30% dari jumlah populasi, artinya sekitar 40 orang.

3.4. Kriteria Responden Karena menggunaklan teknik sampling acak sederhana, maka tak ada kriteria khusus dalam penentuan responden.

3.5.Teknik Sampling Dalam evaluasi ini, peneliti menggunakan teknik sampling acak sederhana. Suatu sampel dikatakan random (acak) jika setiap anggota populasi memiliki kesempatan

27 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam simple random sampling, misalnya : Metode Undian Metode dengan Tabel Bilangan Random Metode membangkitkan bilangan random menggunakan paket program Ms Excel dengan kelebihannya yang sederhana dan mudah diaplikasikan pada populasi yang kecil.

3.6.Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, agar data yang terkumpul valid dan reliable, maka ada tiga cara yang peneliti lakukan dalam mengumpulkan data yaitu:

3.6.1. Penyebaran Kuesioner Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan peneliti memperlajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada. Sikap adalah apa yang dikatakan orang-orang di dalam organisasi mengenai apa yang mereka inginkan (misalnya dalam suatu sistem baru). Keyakinan adalah apa yang sebenarnya dianggap orang benar. Perilaku adalah apa yang dilakukan anggota organisasi, sedangkan karakteristik adalah sifat-sifat orang atau sesuatu.

3.6.2. Wawancara Berstruktur Konsep atau outline wawancara, peneliti disain sesuai dengan komponen atau isi dari kuesioner yang dibagikan. Wawancara bersifat probing atau pendalaman dari jawaban yang tertera dalam angket. Wawancara dilakukan secara one by one, satu peneliti berhadapan dengan satu tahanan hingga mencapai sepuluh orang. Total responden adalah 30 orang.

3.6.3. Telaah Dokumentasi

28 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

Dokumentasi yang kami telaah berupa selebaran-selebaran yang dibagikan secara berkala oleh Lapas Jelekong (terlampir dalam Appendix, arsip-arsip tahanan, dan peneliti mempelejari berbagai dokumentasi yang disediakan atau ditampilkan dalam situs resmi Lapas yaitu www.lapasjelekong.com.

4. Rujukan Penelitian Bloom, Benjamin dan David R. Krathwohl. 2002. Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals. London: Longman Group Kirkpatrick, Donald, dan James D. 2008. Evaluating Training Program: The Four Levels. San Fransisco: Berrett-Koehler Publisher.

5. Appendix Appendix 1: Surat Izin Penelitian Appendix 2: Daftar Hadir Peserta Appendix 3: Angket yang Disebarkan Appendix 4: Pegangan Wawancara Berstruktur Appendix 5: Selayang Pandang Lapas Narkotika Appendix 6: Selebaran HIV dan AIDS Appendix 7: Galeri Foto Penyuluhan dan Evaluasi

29 | E v a l u a s i P e n y u l u h a n H I V / A I D S d i L a p a s N a r k o t i k a

You might also like