You are on page 1of 8

Analisis Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja terhadap Prestasi Kerja Guru Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo

ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel-variabel kompensasi finansial, kompensasi non finansial, motiovasi berprestasi, motivasi afiliasi, dan motivasi berkuasa terhadap prestasi kerja guru, serta melihat variabel mana yang paling dominan pengaruhnya terhadap prestasi kerja guru. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka penelitian ini dirancang dalam bentuk explanatory research dengan analisis statistik untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (kompensasi finansial, kompensasi non finansial, motivasi berprestasi, motivasi afiliasi, dan motivasi berkuasa) terhadap variabel terikat (prestasi kerja guru). Model analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi berganda (multiple linier regresion). Sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang dengan pertimbangan subyek penelitian adalah heterogen dan jumlah populasi kurang dari 100 yaitu 65 dan subyek yang tidak merangkap jabatan di kantor TU dengan menggunakan metode kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Dari hasil analisis didapatkan kesimpulan bahwa secara parsial pengaruh variabel bebas (kompensasi dan motivasi kerja) terhadap variabel tidak bebas (prestasi kerja) berturut-turut menghasilkan koefisien regresi adalah kompensasi finansial sebesar 0,033, kompensasi non finansial sebesar 0,281, motivasi berprestasi sebesar 0,354, motivasi afiliasi sebesar 0,107 dan motivasi berkuasa sebesar 0,134. Dari kelima variabel bebas hanya variabel kompensasi non finansial dan motivasi berprestasi yang mempunyai pengaruh signifikan hal dapat dilihat dari nilai signifikansinya uji t kurang dari 0,05. Secara simultan dan signifikan variabel kompensasi finansial, kompensasi non finansial, motivasi berprestasi, motivasi afiliasi dan motivasi berkuasa berpengaruh terhadap prestasi kerja guru Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo, hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi uji F sebesar 0,000 < 0,05. Sedangkan kontribusi kelima variabel bebas dalam penelitian ini terhadap prestasi kerja guru dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square sebesar 0,456 yang menunjukkan bahwa prestasi kerja guru Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo dapat diterangkan oleh kelima variabel bebas sebesar 45,6% sedangkan 54,4% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel bebas dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa variabel kompensasi non finansial lebih dominan dari pada variabel yang lain hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung dan standar koefisien beta yang lebih besar dari yang lain serta taraf signifikansinya yang paling kecil yaitu 0,003. Dari hasil analisis regresi didapatkan formula hubungan antara variabel bebas kompensasi (X1 dan X2) dan motivasi kerja (X3, X4 dan X5) dengan variabel terikat prestasi kerja (Y) didapatkan persamaan regresi Y = 8,033 + 0,033X1 + 0,281X2 + 0,354X3 + 0,107X4 + 0,134X5. Kata kunci : Kompensasi, motivasi kerja, prestasi kerja guru A. Latar Belakang Masalah Globalisasi yang penuh tantangan dan persaingan, menuntut adanya profesionalisme di segala aspek kehidupan, baik keberadaan individu ataupun keberadaan sebuah organisasi. Globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang lahir akibat kemajuan jaman. Kondisi tersebut menuntut suatu organisasi untuk senantiasa melakukan berbagai inovasi guna mengantisipasi adanya per-saingan yang sangat ketat. Organisasi pada era global saat ini dituntut untuk mempunyai keunggulan bersaing baik dalam hal kualitas produk, jasa, biaya, maupun sumber daya manusia yang profesional. Dalam sebuah persaingan global, keberadaan sumber daya manusia yang handal memiliki peran yang lebih strategis dibandingkan sumber daya yang lain. Micail Amstrong (1990:1) menyatakan bahwa dumber daya manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki oleh suatu organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan suatu organisasi tersebut. Salah satu indikator dari profesionalitas sumberdaya manusia adalah bahwa sumberdaya manusia itu mempunyai prestasi kerja yang baik. Persoalan pendidikan merupakan persoalan yang sangat kompleks dari persoalan makro dan mikro. Persoalan makro pendidikan merupakan fenomena pembelajaran, fenomena ekonomi, fenomena sosial budaya yang mempunyai keterkaitan dengan proses pendidikan yang meliputi transfer knowledge, transfer of competency, dan transfer of value. Sedangkan masalah persoalan mikro pendidikan berkaitan dengan kepemimpinan sekolah, kemandirian sekolah, dan profesionalisme guru. Berhasil atau tidaknya usaha peningkatan mutu pendidikan dan mutu sekolah sangat ditentukan oleh terwujud atau tidaknya interaksi dan kerjasama yang baik dari unsur-unsur human resource dan non human

resource yang ada di sekolah. Yang termasuk dalam human resource di sekolah adalah kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, dan masyarakat (orang tua/wali murid). Berbagai unsur human resource saling berinteraksi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Keberhasilan lembaga pendidikan dalam mencapai tujuannya ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor siswa, tenaga pengajar, tenaga adimistratif, kurikulum, metode mengajar, sarana dan prasarana yang tersedia. Manajemen kepegawaian dan sumber daya manusia sangat penting bagi lembaga pendidikan dalam mengelola, mengatur dan memanfaatkan karyawan dan tenaga pendidik sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan lembaga pendidikan. Sumber daya manusia di lembaga pendidikan perlu dikelola secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan guru dan karyawan dengan tuntutan dan kemampuan lembaga pendidikan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama dari lembaga pendidikan agar dapat berkembang secara produktif dan wajar. Perkembangan lembaga pen-didikan sangatlah tergantung pada kemampuan dan produktvitas tenaga pendidik yang berada di lembaga pendidikan. Dengan pengaturan manajemen sumberdaya manusia yang profesional, maka diharapkan karyawan dan tenaga pendidik dapat bekerja dengan baik, yang pada akhirnya dapat berprestasi dengan baik pula. Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila ada asumsi bahwa manusia adalah faktor yang dominan dalam menentukan berhasil tidaknya tujuan dari suatu organisasi. Tanpa sumber daya insani, maka mustahil sebuah organisasi dapat dijalankan dengan baik. Kegiatan akademik lembaga pendidikan sangat tergantung pada kondisi para pendidik sebagai ujung tombak yang berhadapan langsung dengan peserta didik, oleh sebab itu maka aktivitas dan prestasi kerja tenaga pendidik menjadi sesuatu yang sangat penting dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan karier harus ditangani sebaik mungkin agar prestasi kerja atau kinerja dari tenaga pendidik dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu peserta didik dan lembaga pendidikan itu sendiri. Guru yang mempunyai kinerja yang baik akan sangat berpengaruh terhadap tujuan dari pendidikan, dan sebaliknya guru yang prestasi kerjanya jelek akan menghancurkan lembaga pendidikan itu pada akhirnya. Peningkatan kinerja sumber daya insani merupakan hal yang sangat penting dalam usaha memperbaiki proses belajar mengajar, sehingga perlu diupayakan secara terus menerus dan berkesinambungan. Sumber daya insani adalah aset yang paling penting dan berharga bagi suatu lembaga pendidikan yang perlu ditunjang dengan manajemen yang efektif untuk menuju keberhasilan dari tujuan lembaga pendidikan. Untuk itu maka perlu dianalisis tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pada peningkatan kinerja atau prestasi kerja guru tersebut. Tinggi rendahnya kinerja guru dipengaruhi oleh banyak faktor yang terlibat di dalamnya, antara lain kemampuan dan kemauan kerja, ketersediaan sarana dan prasarana sekolah, kebijakan kompensasi yang diterapkan di sekolah baik kompensasi finansial maupun non finansial atau kompensasi langsung maupun kompensasi tidak langsung, lingkungan kerja, budaya, motivasi guru dalam mengajar dan faktor-faktor lainnya. Pada penerapan kurikulum dengan pendekatan berbasis kompetensi menuntut guru berkinerja tinggi, karena inti dari penerapan kurikulum ini adalah pemberdayaan kemampuan siswa melalui penilaian proses pada siswa untuk mengetahui kompetensi individu masing-masing siswa bagi dari segi kognitif, afektif dan konaktifnya sehingga guru dalam menilai siswa tidak hanya di akhir semester saja atau akhir pokok bahasan saja tetapi dia menilai mulai dari awal pelajaran sampai akhir pelajaran yang ini harus dilakukan terus menerus. Kinerja guru yang tinggi akan sangat berpengaruh terhadap kesahihan hasil penilaian terhadap peserta didik, sebaliknya guru yang kinerjanya jelek akan menghasilkan penilaian terhadap siswa bersifat subyektif. Di sisi lain prestasi guru yang baik akan sangat mempengaruhi terhadap pembentukan perubahan dan karakteristik pada peserta didik, karena guru bagi peserta didik adalah contoh bagi perubahan dirinya. Prestasi kerja guru dapat dilihat dari penyelesaian beban-beban tugas yang dibebankan kepadanya oleh pihak sekolah, antara lain adalah mengajar di kelas, membuat perangkat mengajar, membuat perangkat penilaian, manganalisis hasil penilaian, dan tugas-tugas lain yang dibebankan sekolah pada dirinya. Bagi sekolah kinerja guru yang baik akan sangat membantu bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah sesuai visi dan misi sekolah tersebut yang pada akhirnya adalah dapat meningkatkan kinerja sekolah sendiri. Kinerja sekolah yang baik menunjukkan mutu dari sekolah tersebut. Apabila mutu sekolah baik maka image pada masyarakat juga baik yang pada akhirnya dapat menaikkan nilai jual sekolah di masyarakat dan sebaliknya apabila kinerja sekolah kurang baik, maka image pada masyarakat juga menurun yang pada akhirnya akan menurunkan nilai jual dari sekolah tersebut. Madrasah Aliyah adalah salah satu dari sekian banyak lembaga pendidikan yang ada di Indonesia.

Madrasah saat ini dituntut untuk bisa berkompetisi dengan lembaga-lembaga pendidikan baik yang sejenis maupun lembaga pendidikan yang tidak sejenis. Madrasah harus bisa bersaing dengan lembaga pendidikan Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan maupun dengan lembaga-lembaga pendidikan non formal yaitu Lembaga Bimbingan Belajar. Untuk bisa berkompetisi maka dituntut adanya guru yang profesional, yang salah satu bentuknya adalah guru yang mempunyai kinerja yang baik. Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo merupakan satu dari sekian banyak lembaga pendidikan yang ada di Sidoarjo terutama yang ada di sekitar Madrasah Aliyah Negeri yaitu SMA Negeri 1 Sidoarjo, SMK1 Negeri Sidoarjo, SMK2 Perkapalan, SMA Antartika dan SMK2 Antartika. Sebagai lembaga pendidikan maka Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo dituntut untuk bisa bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis yaitu dalam melaksanakan tugas dan meningkatkan kualitas kerja seiring dengan perkembangan jaman, maka dibutuhkan program kompensasi yang tepat dan benar serta motivasi untuk meningkatkan kinerja guru. Masalah prestasi kerja guru pada madrasah akan sangat berhubungan dengan kondisi peserta didik. Prestasi kerja guru yang baik akan membawa pengaruh pada proses belajar mengajar di sekolah yang pada akhirnya akan berpangaruh terhadap peserta didik dan kondisi lingkungan belajar di madrasah itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kehadiran guru di sekolah, tingkat ketepatan waktu mengajar baik jam masuk maupun jam keluar. Berdasarkan pengamatan dari penulis hampir tiap hari ada guru yang tidak masuk kerja dan berdasarkan rekapitulasi prosentasi kehadiran guru pada data kepegawaian dikantor TU diperoleh prosentasi kehadiran guru rata-rata 80% dan komplain dari murid yang sering ditinggal guru saat jam-jam efektif hanya untuk mengerjakan tugas-tugas yang bukan dari sekolah. Ini jelas akan mempengaruhi proses belajar mengajar di kelas yang pada akhirnya adalah terganggunya proses belajar mengajar di sekolah. Akibat dari guru yang sering tidak masuk kerja, atau datang terlambat atau meninggalkan jam-jam pelajaran maka banyak komplain dari peserta didik tentang layanan pendidikan yang mereka terima yang berdampak pada tingkat kedisiplinan siswa baik pada jam masuk pelajaran atau tingkat pelanggaran pada tata tertib sekolah yang sering dilakukan. Kinerja atau prestasi kerja guru Madrasah Aliyah tersebut tidak terlepas dari kompensasi yang diterima oleh guru baik kompensasi yang berupa finansial maupun kompensasi non finansial serta motivasi kerja dari para guru dalam bekerja. B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari uraian pada latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah faktor kompensasi dan motivasi kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja guru Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo ? 2. Apakah faktor kompensasi dan motivasi kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja guru Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo ? 3. Faktor manakah yang paling paling dominan pengaruhnya di antara faktor kompensasi dan motivasi kerja terhadap prestasi kerja guru Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo ? C. Kajian Pustaka 1. Pengertian Kompensasi Kompensasi yaitu imbalan berupa uang atau bukan uang yang diberikan kepada karyawan dalam perusahaan atau organisasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Desler (1997:85) bahwa kompensasi sebagai semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi dan muncul dari pekerjaan seseorang yang mempunyai dua komponen yaitu pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah/gaji, insentif, komisi, dan bonus serta pembayaran yang tidak langsung seperti dalam bentuk tunjangan keuangan semisal asuransi dan uang liburan. Handoko (1985:114) menyatakan bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Lebih lanjut dikatakan bahwa kompensasi adalah penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Sedangkan Syaifullah (2005:8) menyatakan bahwa istilah kompensasi (compensation) mempunyai kesamaan arti dengan reward yang berarti upah, ganjaran, hadiah, atau imbalan yang diterima oleh individu (karyawan) melalui sebuah hubungan kepegawaian. Simamora (1999:545), menyampaikan bahwa kompensasi merupakan bentuk imbalan yang diberikan kepada pekerja, dimana sebagai komponen utamanya adalah gaji. Dalam perkembangannya bentuk kompensasi dapat berupa ansuransi jiwa, ansuransi kesehatan, dana pensiun, program liburan, dan bentuk imbalan lainnya. Beberapa terminologi yang perlu dimengerti berkaitan dengan program kompensasi adalah : upah (wage), gaji (salary), insentif (incentive), tunjangan (benefit) dan fasilitas (perquisites) sebagaimana yang dikemukan oleh Syaifullah (2005:10) yaitu : a. Upah (wages), umumnya berhubungan dengan tarif gaji per jam (semakin lama jam kerja, semakin

besar upah yang diterima). Upah merupakan basis bayaran yang sering digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan pemeliharaan b. Gaji (salary), umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan (terlepas dari lama jam kerja), yang umumnya diterapkan pada kelompok karyawan manajemen, staf profesional, dan staf klerikal (pekerja kerah putih). c. Insentif (incentive), merupakan tambahan-tambahan kompensasi di luar gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi. Program-program insentif disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas, penjualan, keuntungan-keuntungan atau upaya-upaya efisiensi (pemangkasan biaya). d. Tunjangan (benefit), beberapa bentuk tunjangan diantaranya adalah : asuransi kesehatan dan asuransi jiwa, program pendidikan, program liburan, program pensiun, dan program tunjangan lain yang berhubungan dengan hubungan kepegawaian. e. Fasilitas (perquisites), merupakan kenikmatan/fasilitas yang disediakan organisasi seperti fasilitas kendaraan, rumah, akses informasi dan lain-lain yang dibutuhkan oleh individu dalam organisasi Penggunaan dan penerapan penghargaan (kompensasi) yang tepat dan efektif akan memberikan pengaruh yang signifikan bagi organisasi. Bila pemberian kompensasi diberikan secara benar dan tepat sasaran maka para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Penerapan kompensasi ekstrinsik dan intrinsik secara kombinatif dalam waktu yang bersamaan akan membentuk sebuah sistem penghargaan (reward system) yang kemudian berkembang menjadi sistem kompensasi. 2. Karakteristik Kompensasi Terdapat lima karakteristik (Simamora, 1999:544-545) yang harus selalu ada dalam program kompensasi agar dalam pelaksanaan program tersebut dapat optimal dan efektif dalam mencapai tujuan-tujuannya. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah : a. Arti penting, sebuah imbalan tidak akan dapat mempengaruhi seseorang jika imbalan tersebut tidak mempunyai arti penting bagi mereka. Sedapat mungkin merancang sistem imbalan yang mendekati kisaran nilai kompensasi yang diinginkan karyawan dengan menerapkan berbagai bentuk imbalan guna meyakinkan bahwa imbalan-imbalan yang tersedia adalah penting bagi semua individu dalam organisasi. b. Fleksibilitas, jika sistem imbalan disesuaikan dengan karakteristik unik dari anggota individu, dan jika imbalan disediakan dengan mempertimbangkan tingkat kinerja tertentu, maka imbalan-imbalan memerlukan beberapa tingkat fleksibilitas. Fleksibilatas imbalan merupakan prasarat penting dalam merancang sistem imbalan yang terkait dengan individu-individu. c. Frekuensi, semakin sering suatu imbalan dapat diberikan, semakin besar daya gunanya sebagai alat yang mempengaruhi kinerja karyawan. Oleh karena itu imbalan-imbalan yang sangat didambakan adalah imbalan-imbalan yang dapat diberikan dengan sering tanpa kehilangan arti pentingnya. d. Visibilitas, imbalan-imbalan hendaknya dapat dilihat secara fisik agar individu merasakan adanya hubungan antara kinerja dan imbalan yang diberikan. Imbalan-imbalan yang terlihat (visible) mempunyai keuntungan tambahan karena dapat memuaskan karyawan akan kebutuhan pengakuan dan penghargaan. e. Biaya, sistem kompensasi tidak dapat dirancang tanpa pertimbangan biaya. Semakin rendah biaya, semakin diinginkan imbalan tersebut dari sudut pandang organisasi. Imbalan-imbalan berbiaya tinggi tidak dapat diberikan sesering imbalan berbiaya rendah dan imbalan berbiaya tinggi mengurangi efektivitas dan efisiensi organisasi / perusahaan. Wayne F. Casio, 1991; dalam Siswanto (2001:14), menyatakan bahwa terdapat delapan prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam pemberian dan penyusunan program kompensasi, yaitu: a. Prisip kewajaran, pemberian kompensasi harus memperhatikan perbandingan antara jumlah gaji tertinggi dan gaji terendah, biaya hidup dan prinsip kewajaran lainnya. b. Prinsip keadilan, dalam program kompensasi harus terdapat ansure (jaminan) keadilan baik dalam kaitannya dengan unsur waktu kerja atau prestasi kerja. Secara informal karyawan yang melaksanakan tugas dan pekerjaan yang sejenis mendapatkan imbalan yang sama. c. Prinsip keamanan, program kompensasi juga harus memperhatikan hal-hal yang tidak bertalian langsung dengan pekerjaan atau jabatan semisal sakit, kecelakaan kerja, bencana alam, PHK, dan sebagainya. d. Prinsip kejelasan, program kompensasi harus jelas dalam artian mudah dihitung dan mudah dimengerti oleh karyawan. e. Prinsip pengendalian biaya, program kompensasi juga tidak boleh mengadung unsur-unsur pemborosan. f. Prinsip kesepakatan, kompensasi hendaknya merupakan hasil kesepakatan antara pihak organisasi

dan pihak karyawan. g. Prinsip keseimbangan, yaitu harus memperhatikan keseimbangan antara kompensasi yang diberikan karena adanya keterkaitan dengan pekerjaan atau jabatan dan dengan yang tidak terkait dengan pekerjaan atau jabatan. h. Prinsip rangsangan, dalam hal ini program kompensasi harus mampu memberikan rangsangan bagi keryawan untuk memberikan sumbangan yang maksimal pada organisasi. Sistem kompensasi yang tepat diyakini dapat meningkatkan motivasi, komitmen, dan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Lockyer dalam Irianto (2001:66) menyatakan bahwa sistem kompensasi merupakan bagian integral dalam hubungan industrial dan mempengaruhi efektifitas hubungan antara organisasi dengan pekerja. Disamping sebagai alat motivasi, kompensasi juga sangat berperan dalam perubahan kultur organisasi. 3. Jenis-jenis Kompensasi Secara garis besar program kompensasi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu berdasarkan bentuk kompensasi dan cara pemberiannya. Berdasarkan bentuknya, kompensasi dibagai atas kompensasi finansial (financial compensastion) dan kompensasi non finansial (non financial compensation). Sedangkan menurut cara pemberiaannya kompensasi dapat dibagi dua, yaitu kompensasi langsung (direct compensation) dan kompensasi tidak langsung (indirect compensation). Kompensasi finansial terbagi atas kompensasi finansial langsung dan kompensasi finansial tidak langsung. Kompensasi finansial langsung terdiri atas bayaran (pay) yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus, atau komisi. Sedangkan kompensasi finansial tidak langsung yang merupakan tunjangan, meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi finansial langsung. Kompensasi non finansial merupakan imbalan dalam bentuk kepuasan seseorang yang diperoleh dari pekerjaan itu sendiri, atau dari lingkungan baik secara fisik atau psikologis dimana orang tersebut bekerja. Ciri dari kompensasi non finansial ini meliputi kepuasan yang didapat dari pelaksanaan tugastugas yang bermakna yang berhubungan dengan pekerjaan (Syaifullah, 2005:9). 4. Tujuan Manajemen Kompensasi Secara umum pemberian manajemen kompensasi adalah untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan baik keadilan internal maupun keadilan eksternal. Tujuan dari manajemen yang efektif sebagaimana yang dikemukakan oleh Soleh Purnomo (2003 : 33-34) adalah : a. Memperoleh SDM yang berkualitas, kompensasi yang menjanjikan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pencari kerja. Tingkat pembayaran harus responsive terhadap penawaran dan permintaan pasar kerja, karena para manajer perusahaan akan berkompetisi untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas sesuai dengan yang diharapkan. b. Mempertahankan karyawan yang ada, para karyawan dapat keluar jika besaran kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi. c. Menjamin keadilan, manajemen kompensasi selalu berusaha agar keadilan internal dan eksternal dapat terwujud. Keadilan internal menyatakan bahwa kompensasi dikaitkan dengan nilai relatif suatu pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayar dengan besaran yang sama, sedangkan keadailan eksternal berati bahwa kompensasi terhadap karyawan merupakan sesuatu yang dapat dibandingkan dengan organisasi lain. d. Penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan, pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk perbaikan perilaku di masa yang akan datang, rencana kompensasi efektif, menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab dan perilaku-perilaku lainnya. e. Mengendalikan biaya, sistem kompensasi yang rasional akan membantu organisasi dalam memperoleh dan mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan. Tanpa manajemen kompensasi yang efektif, maka bisa jadi pekerja akan dibayar di bawah atau di atas nilai standar. 5. Pengertian Motivasi Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapi. Menurut Robbins (2001:166) menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual. Sedangkan menurut Sondang P. Siagian sebagai-mana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004:36) menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Dari pengertian ini, jelaslah bahwa dengan memberikan motivasi yang tepat, maka karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya dan mereka akan

meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, maka kepentingan-kepentingan pribadinya akan terpelihara pula. Sunarti (2003:22) menyatakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi yaitu perbedaan karakteristik individu, perbedaan karakteristik pekerjaan, dan perbedaan karakteristik lingkungan kerja. Dalam rangka mendorong tercapainya produktivitas kerja yang optimal maka seorang manajer harus dapat mempertimbangkan hubungan antara ketiga faktor tersebut dan hubungannya terhadap perilaku individu. Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi. Soleh Purnomo (2004:37) menyatakan ada tiga faktor sebagai sumber motivasi yaitu (1) kemungkinan untuk berkembang, (2) jenis pekerjaan, dan (3) apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagi dari perusahaan tempat mereka bekerja. Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan. Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi. Soleh Purnomo (2004:37) menyatakan ada tiga faktor sebagai sumber motivasi yaitu (1) kemungkinan untuk berkembang, (2) jenis pekerjaan, dan (3) apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagi dari perusahaan tempat mereka bekerja. Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang adil dari manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang, kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan. 6. Teori-teori Motivasi. Maslow mengemukakan teori motivasi berdasarkan jenjang kebutuhan individu. Ia melihat bahwa semua individu yang bekerja mempunyai tahap kebutuhan dasar yang akan dicapai dalam pekerjaannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut menurut Maslow (Robbin:2003:167) adalah sebagai berikut : a. Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs), yaitu kebutuhan yang paling dasar dan bersifat primer yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup, antara lain rasa lapar, haus, perlindungan, seks, dan kebutuhan ragawi lainnya. Kebutuhan ini bobotnya paling rendah. Untuk memenuhi kebutuhan ini orang memerlukan pekerjaan untuk memperoleh uang, ini merupakan motivasinya. b. Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan (Safety and Security Needs) yaitu kebutuhan akan keamanan, keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. Kebutuhan ini dipenuhi setelah kebutuhan pertama dipenuhi dan dipuaskan. Kebutuhan akan keamanan merefleksikan keinginan untuk mengamankan imbalan-imbalan yang telah dicapai dan untuk melindungi diri sendiri dari bahaya, cedera, ancaman, kecelakaan, kerugian atau kehilangan. Contohnya, setiap karyawan selain dirinya ingin memperoleh gaji yang memuaskan dalam pekerjaannya, ia juga memerlukan pekerjaan yang dapat memberikan keamanan dirinya dan bebas dari ancaman agar dirinya dapat bekerja lebih berprestasi. c. Kebutuhan sosial (Affiliation or Acceptence Needs), yaitu kebutuhan untuk mendapatkan kawan, cinta, dan perasaan diterima pada kelompok dan lingkungannya. Contohnya, setiap karyawan selain menginginkan pekerjaan yang aman ia juga dapat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya sehingga ia dapat diterima oleh orang sekitarnya dan ia dapat lebih berprestasi dalam bekerja. d. Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan (Esteem or Status Needs), adalah kebutuhan akan penghargaan diri, serta penghargaan prestise. Mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, ototomi dan prestasi, dan faktor hormat eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian. Contohnya, setiap karyawan mempunyai harapan untuk dapat mencapai kebebasan diri dan memperoleh pengakuan untuk mencapai prestasi kerja. e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri sendiri (Self Actualization Needs) adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecapakan, kemampuan, ketrampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. Contohnya, karyawan yang mempunyai jabatan setingkat dengan manajer mempunyai kecenderungan ingin memperoleh pekerjaan yang memberi peluang untuk mewujudkan dan meningkatkan potensi diri,

kenaikan tingkat dalam mencapai prestasi seteleh kebutuhan harga diri terpuaskan. Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya. Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila faktorfaktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170). Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu : a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu. b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya. c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan. Sedangkan Jane Pearson dalam Teori Keadilan menyatakan bahwa individu akan membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran orang lain dan kemudian merespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Teori ini menekankan pada dimensi input dan outcames individu terhadap pekerjaannya dalam organisasi, individu akan membandingkan input yang diberikan dan outcames yang dihasilkan dengan tingkat imbalan yang diperoleh terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Teori ini juga mengakui bahwa individu-individu tidak hanya peduli akan jumlah mutlak ganjaran yang mereka terima untuk upaya yang mereka lakukan, tetapi juga peduli akan hubungan jumlah yang diterima dengan yang diterima oleh orang lain. Ada empat acuan pembandingan yang dapat digunakan oleh seorang karyawan yaitu : a.Di dalam diri sendiri. Pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda di dalam organisasinya saat ini. b.Di luar diri sendiri. Pengalaman sorang karyawan dalam situasi atau posisi di luar organisasi saat ini. c.Di dalam diri orang lain. Individu atau kelompok individu lain dalam organisasi karyawan itu. d. Di luar diri orang lain. Individu atau kelompok individu di luar organisasi karyawan itu. Tabel Perbandingan Rasio dan Persepsi pada Teori Keadilan/Ekuitas Perbandingan Rasio *) Persepsi O/IA < O/Ia Ketidakadilan, karena kurang diganjar O/IA = O/Ia Keadilan O/IA > O/Ia Ketidakadilan, karena kelewat diganjar *) O/IA menyatakan karyawan dan O/Ia menyatakan orang lain yang relevan. (Robbins, 2001:180). Akhirnya David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clellands Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. a. Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. b. Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.

c. Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.

You might also like