You are on page 1of 45

BAB I

MENGUTIP KONSEP JAMKESMAS DAN JAMPERSAL


A. LATAR BELAKANG JAMKESMAS

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Kenyataan yang terjadi, derajat kesehatan masyarakat miskin masih rendah, hal ini tergambarkan dari angka kematian bayi kelompok masyarakat miskin tiga setengah sampai dengan empat kali lebih tinggi dari kelompok masyarakat tidak miskin. Masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit karena berbagai kondisi seperti kurangnya kebersihan lingkungan dan perumahan yang saling berhimpitan, perilaku hidup bersih masyarakat yang belum membudaya, pengetahuan terhadap kesehatan dan pendidikan yang umumnya masih rendah. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun (BPS 2007). Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. Peningkatan biaya kesehatan yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket, kondisi geografis yang sulit untuk menjangkau sarana kesehatan. Derajat kesehatan yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya produktifitas kerja yang pada akhirnya menjadi beban masyarakat dan pemerintah. Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Dasar 1945, sejak awal Agenda 100 hari Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu telah berupaya untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini telah berjalan memasuki tahun ke empat dan telah banyak hasil yang dicapai terbukti dengan terjadinya kenaikan yang luar biasa dari pemanfaatan program ini dari tahun ke tahun oleh masyarakat miskin dan pemerintah telah meningkatkan jumlah masyarakat yang dijamin maupun pendanaannya. Namun disamping keberhasilan yang telah dicapai, masih terdapat beberapa permasalahan yang perlu
46

dibenahi antara lain: kepesertaan yang belum tuntas, peran fungsi ganda sebagai pengelola, verifikator dan sekaligus sebagai pembayar atas pelayanan kesehatan, verifikasi belum berjalan dengan optimal, kendala dalam kecepatan pembayaran,kurangnya pengendalian biaya, penyelenggara tidak menanggung resiko. Atas dasar pertimbangan untuk pengendalian biaya pelayanan kesehatan, peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas dilakukan perubahan pengelolaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat miskin pada tahun 2008. Perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket Jaminan Kesehatan Masyarakat di RS, penempatan pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim Koordinasi di tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta penugasan PT Askes (Persero) dalam manajemen kepesertaan. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin, program ini berganti nama menjadi JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT yang selanjutnya disebut JAMKESMAS dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran. Berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan pelaksanaan Tahun 2008, perlu di terbitkan Pedoman Pelaksanaan JAMKESMAS Tahun 2008. Pedoman ini memberikan petunjuk secara umum kepada semua pihak terkait dalam mekanisme pelaksanaan Program JAMKESMAS tahun 2008. Untuk pengaturan lebih teknis maka diterbitkan beberapa Petunjuk Teknis, dan pengembangan secara bertahap Sistem Informasi Manajemen yang berbasis teknologi informasi. TUJUAN DAN SASARAN JAMKESMAS 1. Tujuan Tujuan Umum : Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Tujuan Khusus: a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel 2. Sasaran Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia PENYELENGGARAAN LANDASAN HUKUM Pelaksanaan program JAMKESMAS berdasarkan pada :
46

1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, sedangkan ayat (3) bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak. 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495)
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286) 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 No. 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355) 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400)
6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara

Tahun 2004 No. 116, Tambahan Lembaran Negara No. 4431) 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara No. 4548) 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637)
9. Undang-Undang Nomor

45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4778) 10. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 No.49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637)
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Antar Pemerintah, Nomor 4737)

Pemerintahan Daerah Propinsi, Dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara 12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

(Lembaran Negara Tahun 2007 No.89, Tambahan Lembaran Negara No. 4741)
46

13. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2006 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan KEBIJAKAN OPERASIONAL 1. JAMKESMAS adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
2. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung

jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal. 3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat miskin mengacu pada prinsip-prinsip:

Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost Pelayanan Terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas. Transparan dan akuntabel.

derajat kesehatan masyarakat miskin. effective dan rasional.

TATA LAKSANA KEPESERTAAN KETENTUAN UMUM 1. Peserta Program JAMKESMAS adalah setiap orang miskin dan tidak mampu selanjutnya disebut peserta JAMKESMAS, mendapatkan pelayanan kesehatan.
2. Jumlah sasaran peserta Program JAMKESMAS tahun 2008 sebesar 19,1 juta Rumah

yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak

Tangga Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (Menkes). Berdasarkan Jumlah Sasaran Nasional tersebut Menkes membagi alokasi sasaran kuota Kabupaten/Kota. peserta (kuota) masing-masing Kabupaten/Kota sebagai mana terlampir. 3. Berdasarkan Kuota Kabupaten/kota sebagaimana butir 2 diatas, Bupati/Walikota menetapkan peserta JAMKESMAS Kabupaten/Kota dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk Keputusan Bupati/Walikota. Apabila jumlah peserta JAMKESMAS yang ditetapkan Bupati/Walikota melebihi dari jumlah kuota yang telah ditentukan, maka menjadi tanggung jawab Pemda setempat.
46

Jumlah sasaran

4. Bagi Kabupaten/kota yang telah menetapkan peserta JAMKESMAS lengkap dengan nama dan alamat peserta serta jumlah peserta JAMKESMAS yang sesuai dengan kuota, segera dikirim daftar tersebut dalam bentuk dokumen elektronik (soft copy) dan dokumen cetak (hard copy) kepada : a. PT Askes (Persero) setempat untuk segera diterbitkan dan di distribusikan kartu ke peserta, sebagai bahan analisis dan pelaporan.
b. Rumah sakit setempat untuk digunakan sebagai data peserta JAMKESMAS yang

dapat dilayani di Rumah Sakit, bahan pembinaan, monitoring dan evaluasi, pelaporan dan sekaligus sebagai bahan analisis. c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota pelaporan dan bahan analisis. d. Dinas Kesehatan Propinsi atau Tim Pengelola JAMKESMAS Propinsi setempat sebagai bahan kompilasi kepesertaan, pembinaan, monitoring, evaluasi, analisis, pelaporan serta pengawasan. e. Departemen Kesehatan RI, sebagai database kepesertaan nasional, bahan dasar verifikasi Tim Pengelola Pusat, pembayaran klaim Rumah Sakit, pembinaan, monitoring, evaluasi, analisis, pelaporan serta pengawasan. 5. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota yang telah menetapkan jumlah dan nama masyarakat miskin (no, nama dan alamat), selama proses penerbitan distribusi kartu belum selesai, kartu peserta lama atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) masih berlaku sepanjang yang bersangkutan ada dalam daftar masyarakat miskin yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
6. Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota yang belum menetapkan jumlah, nama dan alamat

atau Tim Pengelola JAMKESMAS

Kabupaten/Kota setempat sebagai bahan pembinaan, monitoring dan evaluasi,

masyarakat miskin secara lengkap diberikan waktu sampai dengan akhir Juni 2008. Sementara menunggu surat keputusan tersebut sampai dengan penerbitan dan pendistribusian kartu peserta, maka kartu peserta lama atau SKTM masih diberlakukan. Apabila sampai batas waktu tersebut pemerintah Kabupaten/Kota belum dapat menetapkan sasaran masyarakat miskinnya, maka terhitung 1 Juli 2008 pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat miskin di wilayah tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat. 7. Pada tahun 2008 dilakukan penerbitan tanggungjawab PT Askes (Persero). 8. Setelah peserta menerima kartu baru maka kartu lama yang diterbitkan sebelum tahun 2008, dinyatakan tidak berlaku lagi meskipun tidak dilakukan penarikan kartu dari peserta. kartu peserta JAMKESMAS baru yang pencetakan blanko, entry data, penerbitan dan distribusi kartu sampai ke peserta menjadi

46

9. Bagi masyarakat miskin yang tidak mempunyai kartu identitas seperti gelandangan, pengemis, anak terlantar, yang karena sesuatu hal tidak terdaftar dalam Surat Keputusan Bupati/walikota, akan dikoordinasikan oleh PT Askes (Persero) dengan Dinas Sosial setempat untuk diberikan kartunya. 10. Bagi bayi yang terlahir dari keluarga peserta JAMKESMAS langsung menjadi peserta baru sebaliknya bagi peserta yang meninggal dunia langsung hilang hak kepesertaannya

ADMINISTRASI KEPESERTAAN. Administrasi kepesertaan meliputi: registrasi, penerbitan dan pendistribusian Kartu sampai ke Peserta sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT Askes (Persero) dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Data peserta yang telah ditetapkan Pemda, kemudian dilakukan entry oleh PT Askes (Persero) untuk menjadi database kepesertaan di Kabupaten/Kota. 2. Entry data setiap peserta meliputi antara lain : a. Nomor kartu, b. Nama peserta, c. Jenis kelamin d. Tempat dan tanggal lahir/umur e. Alamat 3. Berdasarkan database tersebut kemudian kartu diterbitkan dan didistribusikan sampai ke peserta. 4. PT Askes (Persero) menyerahkan Kartu peserta kepada yang berhak, mengacu kepada penetapan Bupati/Walikota dengan tanda terima yang ditandatangani/cap jempol peserta atau anggota keluarga peserta. 5. PT Askes (Persero) melaporkan hasil pendistribusian kartu peserta kepada Bupati/Walikota, Gubernur, Departemen Kesehatan R.I, Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/ Kota serta Rumah Sakit setempat

TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN KETENTUAN UMUM 1. Setiap peserta JAMKESMAS mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan (RJ) dan rawat inap (RI), serta pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat. 2. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan.

46

3. Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan jaringannya. Pelayanan rawat jalan lanjutan diberikan di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit.
4. Pelayanan rawat inap diberikan di Puskesmas Perawatan dan ruang rawat inap kelas III

(tiga) di RS Pemerintah termasuk RS Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang bekerjasama dengan Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atas nama Menteri Kesehatan membuat perjanjian kerjasama (PKS) dengan RS setempat yang diketahui kepala dinas kesehatan Propinsi meliputi berbagai aspek pengaturan. 5. Pada keadaan gawat darurat (emergency) seluruh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) wajib memberikan pelayanan kepada peserta walaupun tidak memiliki perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud butir 4. Penggantian biaya pelayanan kesehatan diklaimkan ke Departemen Kesehatan melalui Tim Pengelola Kabupaten/kota setempat setelah diverifikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada program ini.
6. RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM melaksanakan pelayanan rujukan lintas wilayah

dan biayanya dapat diklaimkan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang bersangkutan ke Departemen Kesehatan. 7. Pelayanan obat di Puskesmas beserta jaringannya dan di Rumah Sakit dengan ketentuan sebagai berikut : a. Untuk memenuhi kebutuhan obat generik di Puskesmas dan jaringannya akan dikirim langsung melalui pihak ketiga franko Kabupaten/Kota. b. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah Sakit, Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit bertanggungjawab menyediakan semua obat dan bahan habis pakai untuk pelayanan kesehatan masyarakat miskin yang diperlukan. Agar terjadi efisiensi pelayanan obat dilakukan dengan mengacu kepada terlampir) c. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana butir b diatas maka Rumah Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait. d. Pemberian obat untuk pasien RJTP dan RJTL diberikan selama 3 (tiga) hari kecuali untuk penyakit-penyakit kronis tertentu dapat diberikan lebih dari 3(tiga) hari sesuai dengan kebutuhan medis. e. Apabila terjadi peresepan obat diluar ketentuan sebagaimana butir b diatas maka pihak RS bertanggung jawab menanggung selisih harga tersebut f. Pemberian obat di RS menerapkan prinsip one day dose dispensing Formularium obat pelayanan kesehatan program ini. (Sebagaimana

46

g. Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit dapat mengganti obat sebagaimana butir b diatas dengan obat-obatan yang jenis dan harganya sepadan dengan sepengetahuan dokter penulis resep. 8. Pelayanan kesehatan RJTL di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan di Rumah Sakit, serta pelayanan RI di Rumah Sakit yang mencakup tindakan, pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya (kecuali pelayanan haemodialisa) dilakukan secara terpadu sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut Jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas Tahun 2008 (lampiran III), atau penggunaan INA-DRG (apabila sudah diberlakukan), sehingga dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosa sebagai dasar pengajuan klaim. 9. Apabila dalam proses pelayanan terdapat kondisi yang memerlukan pelayanan khusus dengan diagnosa penyakit/prosedur yang belum tercantum dalam Tarif Paket INA-DRG sebagaimana butir 8, maka Kepala Balai/Direktur Rumah Sakit memberi keputusan tertulis untuk sahnya penggunaan pelayanan tersebut setelah mendengarkan pertimbangan dan saran dari Komite Medik RS yang tarifnya sesuai dengan Jenis Paket dan Tarif Pelayanan Kesehatan Peserta Jamkesmas Tahun 2008 10. Pada kasus-kasus dengan diagnosa sederhana, dokter yang memeriksa harus mencantumkan nama jelas. 11. Pada kasus-kasus dengan diagnosa yang kompleks harus dicantumkan nama dokter yang memeriksa dengan diketahui oleh komite medik RS 12. Untuk pemeriksaan/pelayanan dengan menggunakan alat canggih (CT Scan, MRI, dan lain-lain), dokter yang menangani harus mencantumkan namanya dengan jelas dan menandatangani lembar pemeriksaan/pelayanan kemudian diketahui oleh komite medik.
13. Pembayaran pelayanan kesehatan dalam masa transisi sebelum pola Tarif Paket

JAMKESMAS tahun 2008 (INA DRG) sebagaimana butir 8 diatas berlaku efektif (transisi) dilakukan pengaturan sebagai berikut: Luncuran Dana pertama (awal) dan Luncuran dana kedua dengan dasar perhitun PROSEDUR PELAYANAN Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut: 1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke Puskesmas dan jaringannya. 2. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu yang keabsahan kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. Penggunaan SKTM hanya berlaku untuk setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan lanjutan terkait dengan penyakitnya (ketentuan kesepertaan, lihat pada bab III )

46

3. Apabila peserta JAMKESMAS memerlukan pelayanan kesehatan rujukan, maka yang bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan disertai surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus emergency 4. Pelayanan rujukan sebagaimana butir ke-3 (tiga) diatas meliputi : a. Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit, BKMM/ BBKPM /BKPM/BP4/BKIM. b. Pelayanan Rawat Inap kelas III di Rumah Sakit c. Pelayanan obat-obatan Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik 5. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan Surat Keabsahan Peserta (SKP), dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan 6. Untuk memperoleh pelayanan rawat inap di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan SKP dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan rawat inap.
7. Pada kasus-kasus tertentu yang dilayani di IGD termasuk kasus gawat darurat di

BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan surat keabsahan peserta. Bagi pasien yang tidak dirawat prosesnya sama dengan proses rawat jalan, sebaliknya bagi yang dinyatakan rawat inap prosesnya sama dengan proses rawat inap sebagaimana item 5 dan 6 diatas. 8. Bila peserta tidak dapat menunjukkan kartu peserta atau SKTM sejak awal sebalum mendapatkan pelayanan kesehatan, maka yang bersangkutan di beri waktu maksimal 2 x 24 jam hari kerja untuk menunjukkan kartu tersebut. Pada kondisi tertentu dimana ybs belum mampu menunjukkan identitas sebagaimana dimaksud diatas maka Direktur RS dapat menetapkan status miskin atau tidak miskin yang bersangkutan. Yang dimaksud pada kondisi tertentu pada butir 8 diatas meliputi anak terlantar, gelandangan, pengemis, karena domisili yang tidak memungkinkan segera mendapatkan SKTM. Pelayanan atas anak terlantar, gelandangan, pengemis dibiayai dalam program ini.

46

TATA LAKSANA PENDANAAN KETENTUAN UMUM 1. Pendanaan Program JAMKESMAS merupakan dana bantuan sosial. 2. Pembayaran ke Rumah Sakit dalam bentuk paket, berdasarkan klaim. Khusus untuk BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM pembayaran paket disetarakan dengan tarif paket pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap Rumah Sakit. 3. Pembayaran ke PPK disalurkan langsung Puskesmas dan KPPN melalui BKPM/BP4/BKIM 4. Peserta tidak boleh dikenakan iur biaya dengan alasan apapun. SUMBER DAN ALOKASI DANA PROGRAM Sumber Dana berasal dari APBN sektor Kesehatan Tahun Anggaran 2008 untuk dan kontribusi APBD. Pemerintah daerah berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di daerah masing-masing meliputi antara lain : 1. Masyarakat miskin yang tidak masuk dalam pertanggungan kepesertaan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS). 2. Selisih harga diluar jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan tahun 2008 3. Biaya transportasi rujukan dan rujukan balik pasien maskin dari RS Kabupaten/ Kota ke RS yang dirujuk. Sedangkan biaya transportasi rujukkan dari puskesmas ke RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM ditanggung oleh biaya operasional Puskesmas. 4. Penanggungan biaya transportasi pendamping pasien rujukan. 5. Pendamping pasien rawat inap. 6. Menanggulangi kekurangan dana operasional Puskesmas. Dana program dialokasikan untuk membiayai kegiatan pelayanan kesehatan dan manajemen operasional program JAMKESMAS dengan rincian sebagai berikut : Dana Pelayanan Kesehatan masyarakat miskin di: a. b. c. d. e. f. g. h. a. b. Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit, Rumah Sakit Khusus Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM), Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4), Balai Kesehatan Indra Masyarakat (BKIM). Administrasi kepesertaan, Koordinasi Pelaksanaan dan Pembinaan program,
46

dari kas Negara melalui ke Rumah

PT. POS ke

BANK

Sakit/BBKPM/BKMM/

Jaminan

Dana manajemen operasional:

c. d. e. f. g. h. i. 1. PUSKESMAS

Advokasi, Sosialisasi, Rekruitmen dan Pelatihan, Monitoring dan Evaluasi Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat, Kajian dan survey, Pembayaran honor, investasi dan operasional, Perencanaan dan pengembangan program, SIM Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).

PENYALURAN DANA KE PPK Dana untuk Pelayanan Kesehatan masyarakat miskin di Puskesmas dan jaringannya disalurkan langsung dari Departemen Kesehatan (cq Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat) ke Puskesmas melalui pihak PT Pos Indonesia. Penyaluran dana ke Puskesmas berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang mencantumkan nama dan alokasi Puskesmas penerima dana yang akan dikirimkan secara bertahap. 2. RUMAH SAKIT /BKMM /BBKPM /BKPM /BP4 /BKIM Dana untuk Pelayanan Kesehatan masyarakat miskin di Rumah Sakit/BKMM/ BBKPM/BKPM/BP4/BKIM disalurkan langsung dari Departemen Kesehatan melalui Kas Negara (KPPN) ke rekening Bank Rumah Sakit/BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM. Pada tahap pertama diluncurkan dana awal sebesar 2 (dua) bulan dana pelayanan kesehatan yang diperhitungkan berdasarkanjumlah klaim rata-rata perbulan tahun sebelumnya. PENCAIRAN DAN PEMANFAATAN DANA DI PPK 1. PUSKESMAS a. Puskesmas membuat Plan Of Action (POA) yang telah dibahas dan disepakati sebelumnya pada forum lokakarya mini Puskesmas. b. Setiap pengambilan dana dari rekening Puskesmas harus mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan POA yang telah disusun sebagaimana butir a. c. Dana yang diterima Puskesmas, dimanfaatkan untuk membiayai: 1) Dana pelayanan kesehatan dasar yang meliputi: (a). Biaya pelayanan dalam dan luar gedung (b). Biaya jasa pelayanan kesehatan (c). Biaya transportasi petugas (d). Biaya rawat inap (e). Biaya penanganan komplikasi kebidanan dan neonatal di Puskesmas PONED (f). Biaya jasa pelayanan dokter spesialis dan penggunaan peralatan penunjang spesialistik (g). Biaya transport dan petugas kesehatan pendamping untuk rujukan 2) Dana pertolongan persalinan:
46

(a). Biaya pertolongan persalinan normal (b). Biaya pelayanan nifas Pengelolaan dan pemanfaatannya secara rinci atas dana pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Jaringannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat No. HK.03.05/BI.3/2036/2007 Tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar dan Pertolongan Persalinan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin di Puskesmas dan jaringannya Tahun 2007 2. RUMAH SAKIT/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM Rumah Sakit menerima pembayaran setelah klaim yang diajukan, disetujui untuk dibayar oleh Departemen Kesehatan. Penerimaan klaim RS tahun 2008, pengelolaan dan pemanfaatannya diserahkan pada mekanisme daerah. Klaim Rumah Sakit tahun 2008 berdasarkan : a. Jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan tahun 2008 (dalam masa transisi), sambil menunggu kesiapan INA-DRG . b. Paket klaim tersebut diajukan oleh Rumah Sakit meliputi Peleyanan Kesehatan RJTL, RITL, obat dan penunjang. Berkenaan dengan pembiayaaan pembangunan kesehatan, tentunya diperlukan kebijakan demi pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan yang layak dan sesuai standar pelayanan yang telah ditetapkan. Pemenuhan sarana kesehatan perlu untuk dikaji lebih lanjut, apa sebab bila dalam pemenuhan sarana kesehatan tersebut tidak diimbangi dengan kenaikan jumlah penduduk yang setiap tahun bertambah. Hal ini akan menjadikan sebuah masalah baru yang akan menambah masalah yang telah ada sebelumnya. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial tidak terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Luas masalah kesehatan bukanlah seluas suatu bidang yang sederhana dan sempit. Kesehatan dapat mencakup keadaan fisik, mental dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sistem kesehatan nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam undang-undang. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam sistem kesehatan nasional adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat secara ekonomis, serta tersedianya pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada di tangan pemerintah melainkan mengikutsertakan sebesar-besarnya peran aktif segenap anggota masyarakat. Mengutip kebijakan visi dan misi DEPKES tentang ekonomi kesehatan
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam

pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global


2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis

bukti,: dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif


46

3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan

jaminan sosial kesehatan nasional


4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan

bermutu
5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan

serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna dan

berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab.


B. LATAR BELAKANG JAMPERSAL

Jaminan Persalinan Adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEANlainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDGs 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 KH dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 KH. Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsungkematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT 2001). Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan padakelompok sasaran miskin (Quintile 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jaminan Persalinan. Jaminan Persalinan dimaksudkan untuk menghilangkan
46

hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian, kehadiran Jaminan Persalinan diharapkan dapat mengurangi terjadinya3 Tiga Terlambat tersebut sehingga dapat mengakselerasi tujuan pencapaian MDGs 4 dan 5. Tujuan a. Tujuan Umum Meningkatnya akses terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB melalui jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan. b. Tujuan Khusus 1) Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan. 2) Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan. 3) Meningkatnya cakupan pelayanan KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. 4) Meningkatnya cakupan penanganan komplikasi ibu hamil,bersalin, nifas, dan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan. 5) Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. Sasaran Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah: a. Ibu hamil b. Ibu bersalin c. Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan) d. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari) Kebijakan Operasional
1. Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat,

provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas.


2. Kepesertaan Jaminan Persalinan merupakan perluasan kepesertaan dari Jamkesmas,

yang terintegrasi dan dikelola mengikuti tata kelola dan manajemen Jamkesmas
3. Peserta program Jaminan Persalinan adalah seluruh sasaran yang belum memiliki

jaminan persalinan.
4. Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas

pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (Rumah Sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota.

46

5. Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar pelayanan Kesehatan

Ibu dan Anak (KIA).


6. Pembayaran atas pelayanan jaminan persalinan dilakukan dengan cara klaim

oleh

fasilitas

kesehatan.

Untuk persalinan dan

tingkat

pertama

di fasilitas

kesehatan

pemerintah

(Puskesmas

Jaringannya) dan fasilitas

kesehatan swasta yang

bekerjasama dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.


7. Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani ibu hamil/persalinan dari

luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal ibu hamil tersebut.
8. Fasilitas kesehatan seperti Bidan Praktik, Klinik Bersalin, Dokter praktik yang

berkeinginan ikut serta dalam program ini melakukan perjanjian kerjasama (PKS) dengan Tim Pengelola setempat, dimana yang bersangkutan dikeluarkan ijin prakteknya.
9. Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan prinsip Portabilitas, Pelayanan

terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan dengan demikian jaminan persalinan tidak mengenal batas wilayah (lihat angka 7 dan 8).
10. Tim

Pengelola

Pusat

dapat

melakukan

realokasi

dana

antar kabupaten/kota,

disesuaikan dengan penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan dengan ketersediaan dana yang ada secara nasional. RUANG LINGKUP JAMINAN PERSALINAN Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari: A. Pelayanan persalinan tingkat pertama Pelayanan kesehatan persalinan tingkat yang pertama dan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga berkompeten berwenang memberikan pelayanan pemeriksaan

kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir) tingkat pertama. Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi: 1. Pemeriksaan kehamilan 2. Pertolongan persalinan normal 3. Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan 4. Pelayanan bayi baru lahir 5. Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir
46

B. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi7 dan komplikasi, di rumah sakit pemerintah dan swasta yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan. Pelayanan tingkat lanjutan diberikan di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi: 1. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (RISTI) dan penyulit 2. Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama. 3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.

PENDANAAN JAMINAN PERSALINAN Pendanaan Persalinan dilakukan secara terintegrasi dengan Jamkesmas. Pengelolaan dana Jaminan Persalinan, dilakukan sebagai bagian dari pengelolaan dana Jamkesmas pelayanan dasar. Pengelolaan dana Jamkesmas dilakukan oleh Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola Jamkesmas Tingkat Kabupaten/Kota. A. Ketentuan Umum Pendanaan
1. Dana

Jaminan

Persalinan

di

pelayanan

dasar disalurkan ke kabupaten/kota,

terintegrasi dengan dana Jamkesmas di pelayanan kesehatan dasar, sedangkan untuk jaminan persalinan tingkat lanjutan dikirimkan langsung ke rumah sakit menjadi satu kesatuan dengan dana Jamkesmas yang disalurkan ke rumah sakit.
2. Pendanaan Jamkesmas di pelayanan dasar dan Jaminan Persalinan merupakan belanja

bantuan sosial bersumber dari dana APBN yang dimaksudkan percepatan pencapaian MDGs pada tahun 2015,

untuk mendorong kualitas

sekaligus peningkatan

pelayanan kesehatan termasuk persalinan oleh tenaga kesehatan difaslitas kesehatan, sehingga pengaturannya tidak melalui mekanisme APBD, dengan demikian tidak langsung menjadi pendapatan daerah.
3. Dana belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada angka dua (2) adalah dana

yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas dan pelayanan persalinan bagi seluruh ibu hamil/bersalin yang membutuhkan.

46

4. Setelah dana tersebut sebagaimana dimaksud angka dua (2) dan tiga (3), disalurkan

pemerintah melalui SP2D ke

rekening Kepala Dinas Kesehatan

sebagai

penanggungjawab program, maka status dana tersebut berubah menjadi dana masyarakat (sasaran), yang ada di rekening dinas kesehatan.
5. Setelah dana tersebut sebagaimana dimaksud pada angka tiga (3) digunakan oleh

Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya (yang bekerjasama), maka status dana tersebut berubah menjadi pendapatan fasilitas kesehatan. (pengaturan pemanfaatan dana di Puskesmas)
6. Pemanfaatan dana jaminan persalinan pada pelayanan lanjutan mengikuti mekanisme

pengelolaan pendapatan fungsional fasilitas kesehatan dan berlaku sesuai status rumah sakit tersebut. B. Sumber dan Alokasi Dana 1. Sumber dana Dana Jaminan Persalinan bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan.

2. Alokasi Dana Alokasi dana Jaminan Persalinan di Kabupaten/Kota diperhitungkan berdasarkan perkiraan jumlah sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan di daerah tersebut dikalikan besaran biaya paket pelayanan persalinan tingkat pertama. MANFAAT JAMKESMAS DANJAMPERSAL Pada dasarnya manfaat yang disediakan untuk masyarakat miskin bersifat komprehensif sesuai indikasi medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan kesehatan komprehensif tersebut meliputi antara lain: 1. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Jaringannya a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada Puskesmas dan jaringannya baik dalam maupun luar gedung meliputi pelayanan : 1) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan 2) Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin) 3) Tindakan medis kecil 4) Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/ tambal Bagi sarana pelayanan kesehatan penerima rujukan, wajib memberikan jawaban atas pelayanan rujukan (Rujukan Balik) ke sarana pelayanan kesehatan yang merujuk disertai keterangan kondisi pasien dan tindak lanjut yang harus dilakukan Selama tenggang waktu 2 x 24 jam hari kerja pasien miskin belum mampu menunjukan identitas miskinnya, pasien tersebut tidak boleh
46

dibebankan biaya dan seluruh pembiayaannya menjadi beban Rumah Sakit dan untuk selanjutnya di klaimkan ke Departemen Kesehatan. MANFAAT JAMINAN PERSALINAN Peserta jaminan persalinan mendapatkan manfaat pelayanan yang meliputi:
1. Pemeriksaan kehamilan (ANC)

Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan tata laksana pelayanan mengacupada buku Pedoman KIA. Selama hamil sekurang-kurangnya ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali dengan frekuensi yang dianjurkan sebagai berikut: a. 1 kali pada triwulan pertama b. 1 kali pada triwulan kedua c. 2 kali pada triwulan ketiga
2. Persalinan normal 3. Pelayanan nifas normal, termasuk KB pasca persalinan 4. Pelayanan bayi baru lahir normal 5. Pemeriksaan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi 6. Pelayanan pasca keguguran 7. Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar 8. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi dasar 9. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar 10. Pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi 11. Penanganan rujukan pasca keguguran 12. Penanganan kehamilan ektopik terganggu (KET) 13. Persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif 14. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi komprehensif 15. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif 16. Pelayanan KB pasca persalinan.

Tatalaksana PNC dilakukan sesuai dengan buku pedoman KIA. Ketentuan pelayanan pasca persalinan meliputi pemeriksaan nifas minimal 3 kali. Pada pelayanan pasca nifas ini dilakukan upaya KIE/Konseling untuk memastikan seluruh ibu pasca bersalin atau pasangannya menjadi akseptor KB yang diarahkan kepada kontrasepsi jangka panjang seperti9 alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau kontrasepsi mantap/kontap (MOP dan MOW) untuk tujuan pembatasan dan IUD untuk tujuan penjarangan, secara kafetaria disiapkan alat dan obat semua jenis kontrasepsi oleh BKKBN. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu dilakukan koordinasi yang sebaik-baiknya antara tenaga di fasilitas kesehatan/pemberi layanan dan Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola serta SKPD yang menangani masalah keluarga berencana serta BKKBN atau (BPMP KB) Propinsi.

46

Menurut pendapat dari berbagai ahli, keberhasilan penataan ekonomi kesehatan masyarakat suatu Negara ditentukan oleh kebijakan pemerintah yang bisa menerapkan anggaran dana kesehatan khusus dari anggaran Negara Berkenaan dengan pembiayaaan pembangunan kesehatan, tentunya diperlukan kebijakan demi pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan yang layak dan sesuai standar pelayanan yang telah ditetapkan. Pemenuhan sarana kesehatan perlu untuk dikaji lebih lanjut, apa sebab bila dalam pemenuhan sarana kesehatan tersebut tidak diimbangi dengan kenaikan jumlah penduduk yang setiap tahun bertambah. Hal ini akan menjadikan sebuah masalah baru yang akan menambah masalah yang telah ada sebelumnya. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial tidak terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Luas masalah kesehatan bukanlah seluas suatu bidang yang sederhana dan sempit. Kesehatan dapat mencakup keadaan fisik, mental dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sistem kesehatan nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam undang-undang. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam sistem kesehatan nasional adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat secara ekonomis, serta tersedianya pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada di tangan pemerintah melainkan mengikutsertakan sebesar-besarnya peran aktif segenap anggota masyarakat.

46

BAB 2

ANALISA PELAKSANAAN JAMKESMAS DAN JAMPERSAL DI LAPANGAN


A. KENYATAAN DILAPANGAN TASIKMALAYA, (PRM).- Pasien Jamkesmas dan Jamkeskinda RSUD Kota Tasikmalaya mulai 1 Desember besok harus membayar BPPD (biaya pengganti pengelolaan darah) kepada Unit Transfusi Darah Cabang Palang Merah Indonesia (UTDC PMI) Tasikmalaya. UTDC PMI Tasikmalaya telah melayangkan balasan surat rumah sakit dan tembusan kepada pemerintah yang menyatakan pihaknya akan tetap memberlakukan kebijakan mereka per 1 Desember mendatang.Kordinator Administrasi UTDC PMI Tonton Ferdian Firmansyah menuturkan, UTDC PMI pun bersiap menempelkan pengumuman kebijakan baru mereka di loket administrasi pada Kamis (1/12) nanti yang memberitahukan pasien Jamkesmas maupun Jamkeskinda untuk membayar BPPD untuk setiap labu darahnya. "Kami akan tetap membebankan biaya BPPD terhadap pasien Jamkesmas dan Jamkeskinda mulai Kamis (1/12) mendatang, sesuai dengan surat balasan kami kepada RSUD yang kemarin meminta PMI agar tidak membebani biaya BPPD terhadap pasien Jamkesmas maupun Jamkeskinda," kata Tonton yang ditemui di kantornya, Jln. Laswi, Kota Tasikmalaya. Menurut dia, hingga dua hari menjelang batas waktu ultimatum mereka, pihak rumah sakit maupun pemerintah Kota Tasikmalaya belum merespon surat peringatan PMI mengenai ketegasan mereka. PMI dirasa perlu mengambil tindakan tersebut karena rumah sakit yang berjanji akan menyicil biaya BPPD tidak memberikan kepastian, kapan pembayaran akan dilakukan dan sampai kapan.
46

"Kami sendiri sudah kelimpungan harus membayar pembelanjaan kepada rekanan. Jangan sampai kami tidak memiliki dana, pasien-pasien lain yang membutuhkan darah tidak terlayani karena kami kekurangan biaya operasional BPPD. Sementara sebagian besar BPPD terserap oleh pasein Jamkesmas maupun Jamkeskinda yang mencapai 70 persen penggunaan darah dari kami," katanya. Tonton mengatakan, pihaknya baru menerima pembayaran klaim BPPD dari rumah sakit sebesar Rp 370 juta lebih. Jumlah utang yang tersisa bertambah dengan BPPD bulan September hingga Nobemver ini yang tiap bulannya bertambah berkisar Rp 100 juta. Sementara, utang RSUD yang sudah terbayarkan digunakan PMI untuk menutupi tagihan kepada rekanan. Tonton menuturkan, kebijakan tersebut memang menentang aturan yang ada di mana pasien Jamkesmas maupun Jamkeskinda harus dibebaskan dari BPPD. Namun pihaknya terpaksa karena keadaan yang mendesak. PMI pun ditagih oleh rekanan karena tunggakan peralatan pengolahan darah dan labu darah. Sementara, PMI tidak mendapatkan pemasukan apapun bahkan bantuan dari pemerintah kota maupun Kab. Tasikmalaya meski telah melampirkan surat tembusan perihal kebijakan mereka tersebut. "Kami tidak punya solusi, mengenai tunggakan ini saya tidak tahu ada apa dengan rumah sakit, itu masalah internal mereka," ucapnya. (Sumber: Antara News) Pemberitaan media massa Terkait penyimpangan jamkesmas,jamkesda, dan jampersal Harian Pelita di hal. 2 yang berisikan Kesinambungan Fiskal Perlu Dibahas Sebelum RUU BPJS Disahkan. Wakil Ketua Komixi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, sejatinya seluruh penduduk Indonesia bisa mendapatkan jaminan sosial, tanpa terkecuali. Hal ini diwujudkan atas dasar untuk mencapai kesejahteraan bersama melalui peningkatan taraf hidup yang layak, yang dalam pelaksanaannya perlu ada batasan-batasan, khususnya terkait masalah kesinambungan fiskal agar tidak menjadi bumerang yang akan mengancam kelangsungan fiskal. Hal tersebut bisa dilakukan pemerintah dalam merealokasi belanja yang tidak produktif, termasuk belanja untuk pegawai dan aparatur negara serta untuk subsidi agar implementasi UU SJSN ini tidak mengurangi kemampuan fiskal.
====###====

Pemberitaan media massa Senin, 5 September 2011 Harian Pelita di hal. 20 yang berisikan Diharapkan November 2011 RUU BPJS Disahkan. DPR dan pemerintah sebelumnya menyepakati akan ada dua BPJS, yakni BPJS I dan BPJS II. BPJS I akan menyelenggarakan program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, dan jaminan kematian. Sementara BPJS II menangani program jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Menurut Wakil Ketua Pansus RUU BPJS DPR Surya Chandra Surapaty, pemerintah baru mengirimkan paparan transformasi empat BUMN hanya bagi PT Askes saja sehingga
46

DPR belum bisa memutuskan apakah menyetujui hal itu atau tidak. Pasalnya, yang diinginkan DPR adalah transformasi keempat BUMN, bukan satu BUMN. Karena itu, pada rapat Rabu (7/9) nanti DPR mungkin baru akan menyikapinya setelah mendengarkan paparan peralihan tiga BUMN lainnya seperti yang dijanjikan pemerintah. Tahap awal skema pelaksanaan BPJS, pemerintah akan mengalihkan program Jamkesmas yang saat ini dijalankan Kemenkes kepada BPJS. Penyelenggaraan Jamkesmas akan mengacu pada Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk menentukan kelompok masyarakat yang harus mendapat subsidi dan mereka yang mesti membayar iuran pelayanan Jamkesmas. Menkokesra Agung Laksono optimistis RUU BPJS bisa segera rampung. Sebab, pemerintah dan DPR telah menyepakati beberapa materi penting dalam pembahasan RUU BPJS, misalnya bentuk badan hukum BPJS yakni badan hukum publik. Harian Kompas di hal. 6 yang berisikan SJSN Hanya untuk Layanan Dasar oleh Kartono Mohamad. Sebuah berita di media elektronik menyebutkan bahwa SJSN hanya menanggung pengobatan dasar, bukan semua biaya pengobatan. Ditambahkan pula, sebagian dana yang terkumpul akan diinvestasikan untuk hal lain. Mengapa belum-belum sudah memikirkan uang dari rakyat untuk mencari laba, padahal untuk layanan kesehatan baru bisa menyediakan sebatas kesehatan dasar di Puskesmas. Ini adalah sikap yang menzalimi rakyat dan bukan ingin membantu rakyat. Di negara manapun yang menerapkan sistem jaminan semesta, pelayanan bukan hanya sebatas pelayanan dasar. Di Inggris, Swedia, Singapura dan Australia, seluruh pelayanan kesehatan dibayar dari jaminan sosial. Negara mengumpulkan iuran untuk jaminan tersebut dari rakyatnya, tetapi pemerintah mereka tidak zalim dan rakus lalu menganggap itu uang negara. Uang dikembalikan ke rakyat melalui layanan kesehatan gratis. Cukup-tidaknya dana yang terkumpul akan bergantung pada besarnya iuran dan pengelolaannya. Besarnya iuran dapat ditetapkan secara nominal, tetapi dapat pula persentase dari penghasilan. Bisa berdasarkan perhitungan aktuariat dengan memperhitungkan potensi resiko gangguan kesehatan pada peserta. Bisa juga merupakan gabungan dari keduanya, perhitungan aktuariat dan persentase penghasilan. Dalam aspek pengelolaan, SJSN harus ditujukan untuk menghapus mekanisme fee for service dan juga untuk mengendalikan harga layanan (mulai dari layanan medik, rehabilitasi, penunjang hingga obat) serta mengendalikan mutu semua layanan tersebut. Pembayaran pun tidak lagi menggunakan model asuransi indemnity yang cenderung mempertahankan fee for service dan tidak peduli terhadap mutu layanan. Dengan menguasai dana dan peserta, BP SJSN dapat mendikte penyedia layanan, baik individual maupun rumah sakit, untuk berperilaku lebih rasional dan menjaga mutu secara objektif. Untuk itu, pemerintah dapat membentuk lembaga pengawas, yang bukan saja mengawasi keuangan, melainkan juga mengawasi mutu layanan. Sebagai upaya pencegahan, BP SJSN dapat mengantisipasi perkembangan penyakit yang terjadi di kalangan penduduk Indonesia, dengan cara sejak awal melakukan berbagai upaya pencegahan sehingga tidak
46

kebobolan ketika penyakit itu meningkat. Dengan kata lain, implementasi SJSN adalah memperoleh jaminan layanan yang bermutu dalam pengertian tepat waktu, efisien, efektif dan sesuai dengan penyakit yang dideritanya. Harian Kompas di hal. 7 yang berisikan Jaminan Sosial Hak Warga oleh Emir Soendoro. Jaminan sosial secara konstitusional adalah hak warga negara Indonesia. Ini tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 dan Konvensi International Labour Organization. Dengan jaminan sosial, warga negara mendapatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar hidupnya agar dapat mengembangkan dirinya sebagai manusia bermartabat. Ada lima dimensi positif dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Pertama, pembangunan ideologi bangsa. Prinsip pelaksanaan program jaminan sosial adalah gotong royong sehingga mewujudkan keadilan sosial sebagai salah satu pilar Pancasila. Kedua, membangun stabilitas politik bangsa melalui pembentukan negara kesejahteraan. Ketiga, membangun ekonomi bangsa terkait redistribusi pendataan melalui mekanisme kepesertaan wajib jaminan sosial. Keempat, membangun sosial budaya bangsa. Kelima, membangun pertahanan dan keamanan bangsa. Setelah terbentuknya BPJS, badan ini harus segera mensosialisasikan dan membangun jejaring dengan organisasi kemasyarakatan, pengusaha, buruh dan para pemangku kepentingan lainnya. BPJS sebaiknya langsung dibawah Presiden RI agar memiliki mekanisme koordinasi dengan berbagai instansi sehingga penyelenggaraan jaminan sosial dapat terintegrasi dengan baik. Dengan terbentuknya BPJS, perawat, bidan (untuk daerah yang belum ada dokter) dan dokter keluarga akan berperan sangat besar dalam menangani masalah kesehatan primer. Mereka dapat mengklaim langsung ke cabang-cabang BPJS yang tersebar di seluruh Indonesia. Semua rumah sakit juga dapat mengajukan klaim ke cabang-cabang BPJS. Dengan demikian, tarif dan obat dapat dibuat standarnya. ====###==== Pemberitaan media massa Selasa, 6 September 2011 Harian Pelita di hal. 4 yang berisikan Jaminan Sosial, Pesangon dan Outsourcing oleh Sulastomo. Kini, di DPR sedang dibahas kembali RUU BPJS setelah mandeg selama dua masa sidang. Kalau RUU BPJS disepakati, pelaksanaan UU No. 40/2004 dapat segera dimulai. Secara bertahap, seluruh pekerja, termasuk anggota TNI/POLRI akan memiliki Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian. Tetapi, dengan berlakunya UU No. 40/ 2004, pemberi kerja (majikan) merasa akan dikenakan beban baru, berupa beban iuran jaminan sosial sementara beban pesangon masih tetap berlaku. Beban pemberi kerja semakin berat sehingga perlu dicarikan jalan keluar yang elegan, yang tidak memberatkan pemberi kerja dan tidak merugikan pekerja. Jalan keluar ini diperlukan untuk menumbuhkan kondisi ketenagakerjaan yang kondusif. Dengan gambaran seperti itu, diperlukan terobosan legislasi. Bagaimana
46

memasukkan pesangon dalam SJSN? Idealnya, hal itu dilakukan sejak penyusunan UU tentang SJSN. Tujuannya untuk dapat segera menjamin hak pekerja dan tidak ada yang merasa dirugikan dan bahkan menguntungkan berbagai pihak. Harian Pelita di hal. 6 yang berisikan Kemenkes Prioritaskan Jamkesmas, Jampersal, BOK. Kementerian Kesehatan tetap memprioritaskan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Persalinan (Jampersal) dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dalam memanfaatkan anggaran kesehatan tahun 2012. Anggaran kesehatan untuk tahun 2012 naik sebesar 1,99% atau dari Rp26 triliun menjadi Rp28 triliun atau sekitar 2,3% dari total APBN. Meskipun anggarannya naik, namun kata Menkes masih belum memenuhi amanat Undang-undang Kesehatan yang mengharuskan anggaran kesehatan minimal 5% dari APBN. Sedangkan berdasarkan standar dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) anggaran untuk kesehatan sebesar 5-15 persen. Harian Kompas di hal. 7 yang berisikan Menggugat Jaminan Sosial oleh Imam Cahyono. Bisa jadi, tak banyak orang mengerti hikayat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Menjelang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada beberapa waktu lalu Juli 2009, sejumlah aktivis melakukan kampanye publik-termasuk lobi ke markas tim sukses capres-cawapres- agar Sistem Jaminan Sosial Nasional menjadi agenda utama dan ternyata tidak membuahkan hasil apapun. Pada pengujung lima tahun pemerintahan SBY-JK, amanat UU SJSN agar membentuk BPJS pun jalan di tempat. Ini merupakan pelanggaran konstitusi dan amanat rakyat. Sementara pada saat yang bersamaan, warga Amerika Serikat sedang eforia merayakan kemenangan Barack Obama yang mengusung reformasi jaminan kesehatan. Seiring pembahasan RUU BPJS di Senayan, dua kelompok sama-sama menggugat jaminan sosial: pro dan kontra. Sejatinya SJSN dan BPJS untuk siapa? Apakah perdebatan itu sekedar kegenitan intelektual? Siapa menyuarakan kepentingan siapa? Hakikatnya, jaminan sosial merupakan upaya negara melakukan redistribusi keadilan dan kesejahteraan melalui asuransi sosial atau pajak. Oleh karena itu, bentuk kelembagaan harus nirlaba agar masyarakat sebagai peserta mendapat manfaat sebesar-besarnya bukan BUMN yang profit-oriented seperti sekarang. Mantan Direktur ILO Juan Somavia (2003) menegaskan, sistem jaminan sosial yang di desain dengan baik tidak hanya menghasilkan manfaat sosial, meningkatkan performa pembangunan ekonomi sebagai jalan menuju kemakmuran, tetapi juga keunggulan komparatif sebuah negara dalam kompetisi global. Harian Kompas di hal. 13 yang berisikan Cakupan Jamkesmas Akan Diperluas, Anggaran Kementerian Kesehatan Naik Rp2 Triliun. Kementerian Kesehatan pada tahun 2012 memperluas cakupan peserta program jaminan kesehatan masyarakat dalam menyusul kenaikan anggaran negara. Penambahan peserta berasal dari sektor informal sebesar lebih dari 30 juta jiwa yang merupakan bagian dari tahapan menuju Badan Penyelenggara Jaminan
46

Sosial 2014. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Senin (5/9) di Jakarta mengatakan tahun 2012 anggaran pada Kementerian Kesehatan mencapai Rp28 triliun, meningkat dibanding tahun ini Rp26 triliun. Namun, secara presentase diakui malah berkurang dari 2,2 persen turun menjadi 1,9 persen. Endang mengakui hal ini masih jauh dari standar yang ditetapkan badan dunia untuk kesehatan (WHO) bahwa anggaran negara minimal 5 persen dari APBN. Peningkatan anggaran itu dapat digunakan bagi programprogram prioritas yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, seperti Jamkesmas dan Jampersal. Dari jumlah peserta Jamkesmas 76,4 juta jiwa ditambah sekitar 30 juta jiwa yang dilakukan secara bertahap dari sektor informal. Pemberitaan media massa Rabu, 7 September 2011 Harian Pelita di hal. 6 yang berisikan Jamkesmas Agar Pelayanan Kesehatan Merata. Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Kalimantan Barat Fatahillah Abrar mendesak pemerintah provinsi setempat untuk membuat program jaminan kesehatan masyarakat daerah agar pelayanan kesehatan menjadi merata, karena masih banyak masyarakat tidak mampu yang tidak masuk dalam program Jamkesmas sehingga perlu ditampung dalam program Jamkesda. Dengan harapan, masyarakat penerima Jamkesda bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di rumah sakit umum milik pemerintah daerah di seluruh Kalimantan Barat. Fatahillah menyatakan, dalam penyaluran Jamkesmas sering terjadi nepotisme mulai dari lingkungan rukun warga sehingga banyak jatah Jamkesmas bagi keluarga miskin justru dibagikan ke keluarga para pengurus RW setempat. Hal senada juga diakui oleh Anggota Komisi C DPRD Provinsi Kalbar Sabirin, ia menilai program Jakesmas sudah banyak terjadi penyimpangan bahkan yang memiliki Jamkesmas seringkali tidak dilayani oleh rumah sakit umum daerah dengan alasan bukan masyarakat di daerah setempat. Harian Kompas di hal. 6 yang berisikan Jaminan Sosial dan Pelemahan Bangsa. Mahkamah Konstitusi telah memperkuat UU SJSN untuk mengoreksi kekeliruan dengan mengharuskan keempat BUMN menyesuaikan diri dengan UU SJSN paling lama lima tahun. Seharusnya 2009 telah ada BPJS yang dibentuk dengan UU yang punya kewenangan khusus mengelola dana iuran wajib, mirip dana pajak. Namun, pemerintah enggan menjalankan UU SJSN sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menerima gugatan Komite Aksi Jaminan Sosial, memutuskan pemerintah lalai melaksanakan UU SJSN. Karena itu, DPR berisinisiatif menyusun RUU BPJS dengan mentransformasikan keempat BUMN (badan hukum privat) jadi badan hukum publik yang sesuai UU SJSN. Dalam prosesnya, wakil pemerintah juga enggan menyusun UU BPJS mulai dari tidak berminat mengatur BPJS, tidak ada transformasi, menggugat paket jaminan, sampai meminta transformasi alamiah. Semua negara di Eropa Barat, Kanada, Jepang, Korsel dan Australia menyediakan jaminan komprehensif sebagai satu paket untuk seluruh rakyat, tak dipisah. Ini untuk keadilan sosial
46

dan sebagai wujud martabat bangsa yang memungkinkan rakyat mengembangkan diri. Negara-negara tersebut tidak pernah mengalami kesulitan fiskan dan hanya menghabiskan kurang dari 7 persen PDB untuk belanja kesehatan. Sementara di Indoneisa berbeda terbalik, dalam usulan Kemenkeu dan Menteri BUMN, paket dasar jaminan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang murah dan tak menjamin semua penyakit. ====###==== Pemberitaan media massa Kamis, 8 September 2011 Harian Pelita di hal. 3 yang berisikan Pemerintah Belum Juga Memaparkan BPJS II. Pemerintah masih belum memaparkan transformasi, dan langkah-langkah pembentukan serta operasionalisasi BPJS II. Padahal berdasarkan kesimpulan rapat kerja antara Pansus RUU BPJS DPR dengan pemerintah 19 Agustus 2011 lalu, Pemerintah sudah harus memaparkan ke DPR langkah-langkah transformasinya. Dalam paparannya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo hanya memaparkan ulang langkah transformasi PT Askes ke dalam BPJS I. Adapun transformasi tiga BUMN lain ke dalam BPJS II tidak disampaikan pemerintah. Menyikapi hal itu, sejumlah anggota Pansus RUU BPJS DPR menyampaikan kritikan dan kekecewaan terhadap sikap pemerintah. Harian Pelita di hal. 8 yang berisikan Asuransi Kesehatan Sudah Direlakan Dilebur Jadi BPJS. Anggota Pansus RUU BPJS Irgan Chairul Mahfidz menyatakan bahwa pemerintah masih setengah hati mendukung pembentukan BPJS. Buktinya, dari empat BUMN asuransi yang dinominasikan untuk ditransformasi, baru satu yang direlakan menjadi BPJS. Menurutnya, DPR tetap berpegang pada sikap pemerintah hasil rapat konsultasi dengan presiden, bahwa presiden memprioritaskan pengesahan RUU BPJS karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Tidak ada alasan bagi BUMN yang lain (PT Asabri, Jamsostek dan Taspen) selain tunduk terhadap kesepakatan dan aturan perundang-undangan. Dia menduga, belum berubahnya sikap ketiga BUMN asuransi tersebut lantaran transformasi yang dilakukan dalam BPJS sulit dilakukan karena menabrak beberapa aspek legal dan perundangundangan. Bahkan, hal itu akan membuat tujuh prinsip transformasi yang disyaratkan Pansus RUU BPJS tidak akan terlaksana. ====###==== Pemberitaan media massa Jumat, 9 September 2011 Harian Pelita di hal. 1 yang berisikan Menkeu Dituding Sembunyikan Sesuatu Soal BPJS. Tudingan yang disampaikan anggota Pansus RUU BPJS Rieke Diah Pitaloka mengacu pernyataan-pernyataan Menkeu Agus saat membahas kesimpulan Raker bersama DPR sehingga Menkeu dituding menyembunyikan sesuatu terkait pembahasan RUU BPJS. Dalam rapat tersebut pemerintah yang dikomandaoi oleh Menkeu hanya menjelaskan BPJS I. Padahal, Raker pansus sebelumnya disepakati bahwa pemerintah juga menyampaikan program BPJS II. Pembahasan RUU BPJS keral dead-lock ketika membahas transformasi.
46

DPR menginginkan keempat BUMN asuransi ditransformasikan. Adapun pemerintah menghendaki keempat BUMN itu beroperasi seperti biasanya. Padahal waktu pembahasan RUU BPJS hanya sampai 22 Oktober mendatang. Sementara Presiden SBY menegaskan RUU BPJS merupakan salah satu dari tiga RUU yang diprioritaskan. Dua RUU lainnya yakni RUU Intelijen dan RUU Otoritas Jasa Keuangan. Harian Pelita di hal. 2 yang berisikan Jangan Lupakan Bahas Program dan Pembiayaan Jaminan Sosial. Ketua Majelis Pengawas Organisasi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (MPO KSBSI) Rekson Silaban mengingatkan, pemerintah dan DPR agar jangan hanya fokus pada pembahasan badan penyelenggara dan lupa pada pembahasan program dan pembiayaan jaminan sosial. Masalah ketersediaan anggaran, cenderung diabaikan. Kalangan buruh harus memikirkan masalah ini agar mereka tidak menanggung beban tersebut apapun dalihnya. Ia menawarkan solusi kalangan miskin mengiur Rp10.000,-/bulan untuk mendapatkan jaminan kesehatan. Jika angka tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk miskn, maka akan diperoleh bilangan besar untuk menjalankan program jaminan kesehatan. Dia menyadari, jaminan sosial bagi masyarakat miskin adalah tanggung jawab negara. Tetapi dengan mengiur Rp10.000,-/bulan maka akan meringankan beban negara dan masyarakat ikut bertanggung jawab atas jaminan kesehatannya. Angka tersebut belum termasuk subsidi dari pemerintah yang selama ini dialokasikan untuk anggaran bantuan sosial yang jumlah totalnya Rp57 triliun. Dia menilai jika terpaksa juga, maka pemerintah dan DPR hendaknya mensinergikan dulu peraturan perundangan yang ada. Karena penggabungan keempat BUMN itu akan membuat kacau sistem yang ada. Harian The Jakarta Post di hal. 4 yang berisikan Social Security, Rp2 billion Healthcare Scheme Proposed. The government has proposed the transfromation of state-owned insurance company PT Askes to provide a national health care program by 2014, with an initial contribution of Rp2 billion (US$234.000). Finance Minister Agus Martowardojo says The government proposes the transformation of PT Askes in accordance with the agreement reached with the House, and to realize the health care programs provisions within two years. The government will work hard to provide all necessary healt-related infrastructure, including hospitals, medical equipment, and specialists in all regencies by the end of 2013, so that everyone can enjoy the health care benefits by January 2014. The government agreed with the House special committee to hold six more meetings to complete deliberations on the bill and aim for its endorsement on Oct, 20, 2011. Harian Rakyat Merdeka di hal. 8 yang berisikan Pansus BPJS Dicuekin 8 Pembantu Presiden, Keempat Kalinya Rapat Kerja Dibatalkan Sepihak. Berdasarkan jadwal, Raker pembahasan RUU BPJS semestinya digelar pada hari Kamis 8 September 2011 pada pukul
46

14.00 WIB. Namun, setelah ditunggu selama dua jam, kedelapan menteri KIB Jilid II itu tidak ada yang datang. Alhasil, rapat pun akhirnya dibatalkan. Anggota Pansus BPJS dari Fraksi Golkar Charles J Mesang mengusulkan agar Pansus BPJS memiliki agenda lain bila memang terpaksa menunda raker dengan Menteri agar tidak ada lagi penundaan di kemudian hari. Dengan begitu, pansus tetap bisa menjalankan agenda pembicaraan RUU BPJS, meskipun bukan dengan Menteri Keuangan. Pemberitaan media massa Senin, 12 September 2011 Harian Rakyat Merdeka di hal. 8 yang berisikan Menkeu Mau Didongkel Dari Koordinator BPJS. Gara-gara sering membatalkan rapat kerja secara sepihak, Pansus RUU BPJS meminta Presiden mendongkel posisi Menteri Keuangan selaku koordinator wakil pemerintah dalam pembahasan RUU BPJS bersama DPR. Pansus menginginkan posisi menteri koordinator wakil pemerintah dalam pembahasan RUU BPJS dibuat fleksibel dan tidak mutlak. Menurut Anggota Pansus RUU BPJS Charles J. Mesang, seluruh menteri yang mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU BPJS memiliki kapasitas dan tanggung jawab yang sama besar. Karena itu, apabila Menteri Keuangan ada acara pada hari yang telah ditetapkan, sebaiknya tetap diutus menteri lain untuk melaksanakan rapat kerja dengan DPR tanpa perlu membatalkan. Untuk kegiatan kedepan, Charles mengharapkan pemerintah tidak melakukan pembatalan rapat secara sepihak lagi hanya karena alasan menteri koordinator memiliki agenda lain. Soalnya, pembatalan secara sepihak dapat mengganggu proses penyelesaian RUU BPJS yang seharusnya sudah rampung akhir Oktober ini. Saat ini pembahasan RUU BPJS hanya menyisakan empat persoalan. Pertama, persoalan transformasi; Kedua, persoalan pengangkatan dewan direksi dan pengawas; Ketiga, tentang hubungan antar lembaga lain dan Keempat tentang sanksi. Harian Pelita di hal. 2 yang berisikan Tenaga Kerja Harian Lepas Wajib Ikut Program JKK. Dirut PT. Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga mengatakan, tenaga kerjaharian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu yang bekerja kurang dari tiga bulan, wajib diikutsertakan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian dan lebih dari tiga bulan wajib diikutsertakan untuk seluruh program jaminan sosial tenaga kerja. Tata cara menjadi peserta, pemborong bangunan (kontraktor) mengisi formulir pendaftaran kepesertaan jasa konstruksi yang bisa diambil di kantor Jamsostek setempat sekurangkurangnya satu minggu sebelum memulai pekerjaan. Formulir tersebut harus dilampiri dengan Surat Perintah Kerja (SPK) atau Surat Perjanjian Pemborong (SPP). ====###==== Pemberitaan media massa Rabu, 14 September 2011

46

Harian ... di hal. 32 yang berisikan Dewan Ngotot BPJS Dibentuk Sekaligus. Tarik menarik antara pemerintah dan Pansus RUU BPJS karena berbeda pendapat dalam penentuan penahapan pembentukan BPJS. Perbedaan itu, apakah BPJS akan dimulai dari BPJS I dulu, yang terdiri atas BPJS Kesehatan, Kecelakaan Kerja dan Kematian. Atau dibentuk sekaligus berbarengan dengan BPJS II yang terdiri atas BPJS Pensiun dan Tunjangan Hari Tua. Menteri Keuangan menyatakan pemerintah tidak ingin ceroboh dengan buru-buru menyusun BPJS. Alasannya dampak fiskal penerapan Badan Penyelenggara ini tidak kecil. Jika tidak hati-hati, anggaran negara bisa jebol. Dari hasil simulasi, diketahui bahwa porsi penerapan BPJS tanpa menanggung kecelakaan kerja bisa sampai 2 persen dari total anggaran negara. Pada 2014 akan dihabiskan anggaran hingga 1 persen total produk domestik bruto (PDB) dan akan berlipat hingga 2 persen PDB pada 2020. Sementara secara keseluruhan BPJS bisa mencapai 4,8 persen PDB. Harian Poskota di hal. 10 yang berisikan Pemerintah Wajib Laksanakan Jaminan Sosial Warga Miskin. Negara berkewajiban melaksanakan program jaminan sosial bagi semua warga, terutama masyarakat miskin. Mantan Menakertrans Erman Suparno mengatakan tarik-menarik jumlah dan siapa yang menjadi penyelenggara jaminan sosial hendaknya tidak menjadi hambatan bagi pemerintah untuk melaksanakan sistem jaminan sosial bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tak mampu sangat diperlukan karena lapisan masyarakat ini sangat rentan dan butuh perlindungan penuh. Harian ... di hal. 6 yang berisikan Pembahasan RUU BPJS, Landasan Hukum Masih Bersifat Filosofis. Ketua Federasi Serikat Pekerja Nasional (SPN) Joko Heriyono mengatakan, pembenahan dasar dan acuan hukum RUU BPJS menjadi pentinga agar dalam pelaksanaannya tidak tumpang tindih. Apalagi dasar hukum pembentukan BPJS tergolong lemah. Kecuali pemerintah dan DPR sepakat hanya membentuk satu BPJS baru untuk melaksanakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Jika optsi ini diambil (pembentukan BPJS baru), maka pelaksanaannya akan lebih mudah. Berdasarkan kajian SPN, dasar hukum (legal standing) dari SJSN masih bersifat filosofis, ini dikarenakan belum memiliki peraturan pelaksana yang berurut mulai dari UU hingga peraturan pemerintah (PP). Dengan mempertimbangkan kondisi ini, Joko menilai, sudah selayaknya pelaksanaan UU SJSN dikembalikan kepada kesepakatan awal, yakni mengutamakan pelaksanaan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Ini tidak mudah, karena diperlukan konsep detil pelaksanaannya, terkait proses pembentukan BPJS, pendanaan, penentuan siapa yang layak menjadi peserta (golongan masyarakat miskin dan tidak mampu), fasilitas dan pelayanan (rumah sakit, klinik, dokter keluarga, dokter umum dan seterusnya) serta jenis pelayanan kesehatan apa saja yang disediakan untuk
46

masyarakat. Menurutnya, program jaminan sosial bagi masyarakat merupakan kewajiban negara. Dalam hal ini, tidak hanya pemerintah, DPR juga wajib turut merancang peraturan dan perundang-undangan terkait yang realistis, aplikatif dan bisa dilaksanakan segera. DPR juga diharapkan turut mengawasi pelaksanaan program jaminan sosial tersebut. Harian Media Indonesia di hal. 26 yang berisikan BPJS Berpotensi Sedot Anggaran Ratusan Triliun. Simulasi fiskal yang dilakukan pemerintah terhadap pembentukan BPJS menghasilkan angka yang cukup fantastis. Menkeu menyebut simulasi fiskal untuk BPJS mencapai 4,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebagai informasi, PDB Indonesia pada 2010 lalu menurut BPS mencapai sekitar Rp6.423 triliun. Jika dalam asumsi itu dipakai PDB tahun 2010, simulasi fiskal BPJS akan menyedot anggaran tidak kurang dari Rp308 triliun. Menkeu mengakui dampak dari pembentukan BPJS baru itu, khususnya BPJS 2 dapat membebani anggaran ke depan. Dan itu tergambar dalam simulasi yang sudah dilakukan. Karena itu, ia menilai perlunya efek kehati-hatian agar BPJS yang terbentuk tidak terlalu memberatkan. ====###==== Pemberitaan media massa Sabtu, 17 September 2011 Harian Jurnal Nasional di hal. 14 yang berisikan Jangan Ubah Segmen Jaminan Sosial oleh Wahyu Utomo. Ketua Asosiasi Jaminan Sosial Indonesia (AJSI) Hotbonar Sinaga meminta pemerintah dan DPR untuk tidak mengubah segmentasi program jaminan sosial nasional yang sudah dirintis sejak puluhan tahun lalu, karena akan terjadi chaos dan menurunnya tingkat kepercayaan publik pada program jaminan sosial. Dia menghimbau agar empat BUMN yang sudah ada dipertahankan dan bentuk satu BPJS baru untuk masyarakat miskin dan tak mampu jika diperlukan agar amanat SJSN dapat dilaksanakan dengan baik. Harian Pelita di hal. 2 yang berisikan Jangan Ubah Segmentasi Program Jaminan Sosial Nasional. Ketua Asosiasi Jaminan Sosial Indonesia Hotbonar Sinaga mengatakan, pemerintah dan DPR diimbau untuk tidak mengubah segmentasi program jaminan sosial nasional yang sudah dirintis sejak puluhan lalu. Pemerintah melalui empat BUMN penyelenggara jaminan sosial sudah berpuluh tahun membangun kepercayaan dari kalangan masyarakat, terutama peserta program jaminan sosial bahwa program itu bermanfaat bagi mereka. Kepercayaan itu, sudah menggembirakan. Jika pemerintah dan DPR tidak memperhitungkannya dan melebur empat BUMN tersebut menjadi satu atau dua BPJS, maka terjadi krisis kepercayaan. ====###==== Pemberitaan media massa Senin, 19 September 2011

46

Harian Pelita di hal. 1 yang berisikan BPJS Dipimpin Tujuh Pengawas dan Lima Direksi. Pemerintah dan DPR RI telah menetapkan BPJS dipimpin oleh tujuh orang dewan pengawas dan lima orang sebagai direksi. Namun, belum ditemukan kata sepakat antara pemerintah dan DPR RI terkait seleksi dewan pengawas dan direksi, karena lahir dua alternatif yang masih akan dibahas lebih lanjut. Pertama, proses seleksi serta uji kelayakan dan kepatutan untuk dewan pengawas dan direksi dilakukan oleh pemerintah, sedangkan DPR RI berperan dalam proses seleksi dengan ikut mengusulkan anggota panitia seleksi selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, proses seleksi dilakukan oleh pemerintah namun uji kelayakan dan kepatutan untuk dewan pengawas dilakukan oleh DPR, sedangkan uji kelayakan dan kepatutan untuk direksi dilakukan oleh pemerintah. Harian Pelita di hal. 2 yang berisikan SPN akan Tarik Dana Jika Empat BUMN Dilebur. Serikat Pekerja Nasional (SPN) mempertanyakan likuiditas dana pekerja di PT. Jamsostek, karena akan menarik dananya, baik dalam bentuk Jaminan Hari Tua (JHT) maupun dana lainnya, termasuk hasil investasi. Keinginan mencairkan dana jaminan sosial itu muncul sejak timbul kontroversi pembahasan RUU BPJS yang dinilai merugikan pekerja. SPN adalah salah satu sejumlah organisasi pekerja besar yang menyatakan akan mencairkan dananya jika pemerintah dan DPR melebur PT. Jamsostek dan tiga BUMN penyelenggara jaminan sosial lainnya, yakni PT. Askes, PT. Taspen dan PT. Asabri. Harian Investor Daily di hal. 22 yang berisikan Transformasi BPJS Belum Disepakati. Pemerintah bersama Pansus RUU BPJS belum menyepakati masalah transformasi dua BPJS, sanksi maupun metode seleksi dewan pengawas dan direksi BPJS serta hubungan dengan lembaga lain. Siaran pers Kepala Biro Informasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Yudi Pramadi menginformasikan bahwa dalam rapat kerja yang berlangsung lima kali (7, 12, 13, 14 dan 16 September 2011), pemerintah dan Pansus BPJS hanya menyepakati jumlah dewan pengawas sebanyak tujuh orang dan direksi sebanyak lima orang. Harian Kompas di hal. 17 yang berisikan Jaminan Penyakit Biaya Mahal Terganjal. Manajemen PT. Jamsositek (Persero), BUMN yang mengelola sedikitnya Rp105 triliun dana pekerja, ingin menambah manfaat dengan menanggung pengobatan penyakit berbiaya mahal, seperti cuci darah, jantung dan kanker, dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan. Namun, langkah ini terganjal persetujuan atas usulan revisi Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993 untuk menaikkan plafon upah acuan penghitungan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan. Dasar perhitungan iuran jaminan kesehatan peserta adalah upah Rp1 juta per bulan. Sekarang, kami sedang menunggu pengganti PP No. 14/1993 terbit karena plafon ini sudah kami usulkan naik menjadi dua kali penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang sudah
46

disetujui unsur tripartit enam bulan lalu. Menakertrans sudah mengajukan izin prinsip perubahan PP No. 14/1993 ke Sekretariat Negara. Namun, kata Hotbonar, sampai kini, nasib revisi tersebut belum jelas karena tertahan di Kementerian Keuangan. Sebelum izin prinsip diajukan, delapan kementerian yang merupakan tim pemerintah untuk pembahasan RUU BPJS sudah membahasnya. Delapan kementerian tersebut kemudian menyetujui perubahan plafon gaji. ====###==== Pemberitaan media massa Selasa, 20 September 2011 Harian ... di hal. ... yang berisikan Tujuh Pengawas dan Lima Direksi Pimpin BPJS. Terkait dengan jumlah dewan pengawas dan direksi, Pansus RUU BPJS pemerintah dan DPR RI menyepakati jumlah dewan pengawas sebanyak tujuh orang dan jumlah direksi sebanyak lima orang. Namun belum ditemukan kata sepakat antara pemerintah dan DPR terkait dengan seleksi dewan pengawas dan direksi. Pasalnya ada dua alternatif yang masih akan dibahas lebih lanjut dalam rapat-rapat berikutnya. Pertama, proses seleksi serta uji kelayakan dan kepatutan untuk dewan pengawas dan direksi dilakukan oleh pemerintah, sedangkan DPR RI berperan dalam proses seleksi dengan ikut mengusulkan anggota panitia seleksi selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, proses seleksi dilakukan oleh pemerintah namun uji kelayakan dan kepatutan untuk dewan pengawas dilakukan oleh DPR, sedangkan uji kelayakan dan kepatutan untuk direksi dilakukan oleh pemerintah. BPJS satu dijadwalkan dapat dibentuk pada awal 2014, sedangkan kapan idealnya BPJS dua terbentuk masih disimulasikan. Pembentukan kedua BPJS dan operasionalnya, menurut simulasi Kementerian Keuangan, dapat menelan dana tidak kurang dari Rp308 triliun. ====###==== Pemberitaan media massa Rabu, 21 September 2011 Harian Pelita di hal. 2 yang berisikan Pengamat : UU SJSN Cenderung pada Program Asuransi Kesehatan. Pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noeray menilai UU SJSN lemah karena terkesan terburu-buru dan cenderung pada program asuransi kesehatan bukan jaminan sosial. UU yang ditandatangani pada akhir pemerintahan Megawati ini tidak terdapat pengaturan tentang bantuan sosial. Sejumlah 10 pasal didalamnya mengatur kesehatan dan hanya empat pasal tentang jaminan lain. Sementara program jaminan sosial diantaranya mencakup jaminan kesehatan, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan pensiun. Dalam UU SJSN disebutkan jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial (pasal 19 ayat 6), tetapi prinsip asuransi sosial tidak dikenal dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Ia juga mengkritisi pasal 17 ayat 4 UU SJSN yang menyatakan iuran untuk program jaminan sosial bagi fakir miskin dan tidak
46

mampu dibayar pemerintah. Bagaimana dengan pengangguran yang belum bekerja, orang tua, anak-anak dan golongan lain yang tidak bekerja dan tidak membayar iuran, tetapi tidak masuk dalam kategori miskin dan tidak mampu. Pasal 17 ayat 5 disebutkan pada tahap pertama, iuran dibayar oleh pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Bagaimana dengan tahap selanjutnya? Siapa yang membayarnya. Pasal 44 dikatakan peserta Jaminan Kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran. Pertanyaannya yang muncul, bagaimana dengan mereka yang tidak membayar iuran?. Begitu juga dengan pasal 46 yang menyatakan iuran Jaminan Kematian ditanggung oleh pemberi kerja, sementara prinsip iuran dibayar bersama antara peserta dan pemberi kerja. Karena itu, dia mengusulkan agar diadakan peninjauan kembali atas UU SJSN yang menjadi dasar bagi UU BPJS dalam menjalani tugasnya. Harian ... di hal. ... yang berisikan UU SJSN Dinilai Lemah. Pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy mengatakan, penerbitan UU SJSN terkesan terburu-buru dan cenderung hanya mengurusi program asuransi kesehatan. Jadi bukan program jaminan sosial secara utuh. Terlalu banyak kelemahan dalam UU SJSN, sehingga ditemukan banyak inkonsistensi untuk pelaksanaannya. Bahkan menimbulkan pertanyaan mendasar terkait substansi di dalamnya dan ini perlu dijawab. UU yang ditandatangani pada akhir pemerintahan Megawati ini tidak terdapat pengaturan tentang bantuan sosial. Sejumlah 10 pasal didalamnya mengatur kesehatan dan hanya empat pasal tentang jaminan lain. Sementara program jaminan sosial diantaranya mencakup jaminan kesehatan, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan pencisun. Dalam UU SJSN disebutkan jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial (pasal 19 ayat 6), tetapi prinsip asuransi sosial tidak dikenal dalam BPJS. Ia juga mengkritisi pasal 17 ayat 4 UU SJSN yang menyatakan iuran untuk program jaminan sosial bagi fakir miskin dan tidak mampu dibayar pemerintah. Bagaimana dengan pengangguran yang belum bekerja, orang tua, anak-anak dan golongan lain yang tidak bekerja dan tidak membayar iuran, tetapi tidak masuk dalam kategori miskin dan tidak mampu. Pasal 17 ayat 5 disebutkan pada tahap pertama, iuran dibayar oleh pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Bagaimana dengan tahap selanjutnya? Siapa yang membayarnya. Pasal 44 dikatakan peserta Jaminan Kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran. Pertanyaannya yang muncul, bagaimana dengan mereka yang tidak membayar iuran?. Begitu juga dengan pasal 46 yang menyatakan iuran Jaminan Kematian ditanggung oleh pemberi kerja, sementara prinsip iuran dibayar bersama antara peserta dan pemberi kerja. Karena itu, dia mengusulkan agar diadakan peninjauan kembali atas UU SJSN yang menjadi dasar bagi UU BPJS dalam menjalani tugasnya.

46

Harian ... di hal. ... yang berisikan Transformasi Harus Terencana. Diskusi transformasi kelembagaan dalam pembahasan RUU BPJS agar jangan mengorbankan hak rakyat menikmati jaminan sosial. Pemerintah dan DPR agar menyusun peta jalan terencana demi menjamin proses transformasi badan penyelenggara jaminan sosial lama tidak bermasalah. Masalahnya adalah bagaimana masyarakat bisa mendapatkan jaminan sosial, bukan semata soal lembaga. Yang lebih bermasalah lagi adalah kalau transformasi empat lembaga lama ada persoalan dari aspek hukum, kesinambungan dan seterusnya yang akan merugikan semua lalu kalau ini terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab. Pembahasan RUU BPJS diperpanjang untuk terakhir kali dan akan berakhir pada 28 Oktober 2011. Pemerintah sudah memaparkan skenario transformasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS satu, tetapi belum menyepakati sepenuhnya program apa saja yang akan dijalankan selain jaminan kesehatan. Dalam rancangan pemerintah dan keinginan DPR, Jamsostek, Taspen dan Asabri akan menjadi BPJS dua yang menjalankan program jangka panjang. Namun, rencana penggabungan Jamsostek, yang mengelola dana pekerja sedikitnya Rp105 triliun dengan Taspen dan Asabri memicu protes peserta yang mengkhawatirkan keselamatan dana jaminan hari tua mereka. ====###==== Pemberitaan media massa Kamis, 22 September 2011 Harian Pelita di hal. 1 yang berisikan Hilangkan Konflik Kepentingan, RUU BPJS Harus Disahkan Oktober 2011. Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengundangkan RUU BPJS selambat-lambatnya Oktober 2011. Mereka juga berpendapat, rancangan iuran jaminan sosial sekarang yang menganut prinsip gotong royong merupakan langkah paling rasional yang dapat dipilih saat ini, dan dalam pandangan mereka UU SJSN terkhusus pasal 17 tidak memiliki pertentangan ataupun melanggar UUD 1945. Dalam pernyataan sikap itu, ISMKI mendesak pemerintah dan DPR melaksanakan pertemuan secara efektif dan tidak memperdebatkan hal yang tidak substansial terlalu berkepanjangan. Sebagai contoh perdebatan mengenai jumlah personil dewan pengawas BPJS. Pemerintah dan DPR harus menghilangkan hal-hal berbau politis dan konflik kepentingan dalam pengesahan RUU itu. Pada bagian lain, ISMKI meminta pemerintah dan DPR melakukan riset ilmiah terkait dampak positif dan negatif peleburan BPJS. Pendapatnya, bahwa saat ini jalan terbaik adalah mempertahankan empat BPJS yang ada diiringi peningkatan kualitas dan penambahan BPJS baru yang meng-cover rakyat miskin dan tidak mampu, dengan catatan pemerintah dan DPR menjamin bahwa tidak terjadi diskriminasi pelayanan antarpeserta BPJS. Apabila berdasarkan hasil riset menunjukkan bahwa langkah terbaik adalah peleburan keempat BPJS, pemerintah dan DPR wajib memaparkan konsep dan teknis peleburan yang akan dilakukan. Pemerintah juga harus menjamin tidak ada PHK tenaga kerja dari keempat BUMN tersebut.
46

Harian Pelita di hal. 3 yang berisikan Semua Fraksi dan Pimpinan DPR Dorong RUU BPJS Disahkan. Seluruh Fraksi dan Pimpinan di DPR mendorong RUU BPJS yang kini masih terus menjadi polemik agar segera disahkan untuk kemasalahatan masyarakat Indonesia. Jika Nopember 2011 ini bisa berhasil mengesahkan UU BPJS maka per 1 Januari 2014 sudah lahir BPJS satu. Kami mendorong agar tidak terlalu lama untuk mentransformasikan, dimana pemerintah mengatakan akan mentransformasikan sekitar 10 tahun. Harian Pelita di hal. 6 yang berisikan UU SJSN Pertahankan Eksistensi Empat BUMN. Mantan Wakil Ketua Pansus RUU SJSN Tjarda Muchtar, menyatakan UU tersebut menjaga dan mempertahankan eksistensi empat BUMN penyelenggara jaminan sosial, bukan menafikannya seperti isu yang berkembang akhir-akhir ini. Keempat BUMN tersebut terjaga eksistensi dan diamanatkan untuk mengubah status badan hukumnya menjadi badan bukan PT. Persero. Alasannya, PT Persero terkesan berorientasi pada keuntungan (profit oriented) sementara UU SJSN menginginkan penyelenggara jaminan sosial fokus pada peningkatan pelayanan kepada pesertanya. Harian Rakyat Merdeka di hal. 7 yang berisikan RUU BPJS Dituding Sengaja Diulur-ulur. Penyusun UU SJSN Profesor Hasbullah Thabrany menyayangkan ada kalangan yang menolak RUU BPJS. Hal tersebut, menurutnya membuat pembahasan aturan tersebut tidak kunjung selesai. Ia melihat pemerintah sengaja mengulur-ulur BPJS. Perdebatan RUU BPJS muncul karena banyak yang tidak paham konsep BPJS dan ada juga yang hanya sepotongsepotong memahaminya. Yang memprihatinkan, ada kelompok menolak bukan karena tidak paham namun takut kepentingannya terganggu bila BPJS jadi terbentuk. Anggota Pansus BPJS, Zulmiar Yanri mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir RUU BPJS akan mandeg. Seluruh Fraksi dan Pimpinan di DPR sudah sepakat akan mendorong pengesahan RUU BPJS. Zulmiar berharap, Nopember 2011 UU BPJS disahkan. Bila rencana itu tidak melenceng, menurutnya. Januari 2014, BPJS pertama yakni yang isinya memberikan jaminan kesehatan dan kematian masyarakat sudah bisa direalisasikan. ====###==== Pemberitaan media massa Jumat, 23 September 2011 Harian Rakyat Merdeka di hal. 8 yang berisikan Fraksi Demokrat Mainkan Jurus Buying Time. Meski waktu pembahasan tersisa satu bulan lagi, RUU BPJS masih belum mengalami kemajuan berarti. Anggota Pansus RUU BPJS dari Fraksi PDIP Rieke Dyah Pitaloka mengisyaratkan ada fraksi yang mengulur-ulur waktu dalam pembahasan RUU BPJS ini. Rapat internal Pansus BPJS digelar sebagai persiapan lobi-lobi yang akan dilakukan Pansus BPJS dengan pemerintah, untuk membicarakan transformasi dan uji kelayakan (fit and
46

proper test) dalam pemilihan Dewan Pengawas dan Direksi BPJS. Selain itu, rapat tertutup itu juga menentukan sikap Pansus BPJS dalam Panitia Kerja BPJS yang akan dilakukan pada pekan depan. Sebelumnya, kesepakatan terakhir skema transformasi di Pansus BPJS sebelum rapat internal adalah munculnya usulan menjadikan PT Askes sebagai BPJS satu dan PT Jamsostek menjadi BPJS dua. Sementara dua BUMN asuransi lain, PT Askes dan PT Asabri akan diatur dengan PP dan tidak ditentukan kapan akan bertransformasi. Harian Rakyat Merdeka di hal. 13 yang berisikan Bos Jamsostek Cermati Kinerja Sektor Informal. Dirut PT. Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga menyambut baik kehadiran Serikat Pekerja Sektor Informal (SPIN). Karena awalnya, banyak para pekerja sektor formal kemudian menjadi tenaga sektor informal, karena berbagai macam alasan. Begitu juga struktur ketenagakerjaan di Indonesia lebih banyak sektor informal ketimbang sektor formalnya. Dengan mengimplementasikan apa yang sudah diamanatkan UUD 1945, dia berharap pelaksanaan SJSN yang ditujukan bagi seluruh penduduk termasuk juga pekerja sektor informal bisa terlaksana dengan baik dan diimplementasikan secara benar. ====###==== Pemberitaan media massa Senin, 26 September 2011 Harian Pelita di hal. 4 yang berisikan Pembahasan RUU BPJS oleh Sulastomo. Pembahasan RUU BPJS dewasa ini mengalami beberapa kemajuan, namun belum final. Mengingat tenggat waktu yang bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sehingga tidak menemui jalan buntu. Semangat SJSN, UU No. 40/2004 dimaksudkan untuk memperbaiki regulasi yang ada, sehingga kepesertaan dan kualitas manfaat program jaminan sosial dapat ditingkatkan, agar mencakup seluruh rakyat Indonesia, sehingga kesejahteraan yang berkeadilan sosial dapat dicapai. Harian Pelita di hal. 7 yang berisikan Dinkes Cimahi Lacak Pemohon Jamkesda. Dinas Kesehatan Kota Cimahi melakukan pelacakan terhadap warga yang mengajukan permohonan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau Puskesmas melalui program Jamkesda. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa pemohon benar-benar layak untuk dibantu. Dari 85.178 orang sasaran, yang mendapatkan alokasi dana dari pemerintah pusat melalui program Jamkesmas hanya 73.898 orang saja, sehingga sisanya dilayani melalui Jamkesda. Selain bantuan Jamkesda, Dinkes setempat juga mengalokasikan bantuan program Jampersal dengan nilai Rp3,28 miliar dari APBD Kota Cimahi tahun anggaran 2011, dan setiap pemohon yang dirawat di rumah sakit hanya diberi bantuan Rp3 juta untuk biaya pengobatannya. ====###====

46

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan sarana kesehatan pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kualitas sarana kesehatan, diantaranya dengan membuat jaminan pemeliharaan kesehatan berupa asuransi sosial kesehatan seperti asuransi kesehatan masyarakat miskin (askeskin) yang menjangkau 60 juta orang penduduk. Begitu juga dengan Jaminan Kesehatan Nasional merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sedang disusun pemerintah. Jaminan Sosial itu meliputi jaminan pensiun, jaminan kematian, jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), jaminan kesejahteraan karyawan serta jaminan pemeliharaan kesehatan. JKN merupakan satu dari lima subsistem dalam Sistem Kesehatan Nasional yang baru direvisi oleh Departemen Kesehatan dalam rangka menyesuaikan dengan desentralisasi kelima subsistem itu adalah pembiayaan kesehatan, upaya kesehatan, Sumber Daya Manusia, pemberdayaan masyarakat serta manajemen kesehatan. Departemen Kesehatan menata pembiayaan kesehatan mengingat biaya kesehatan terus meningkat seiring inflasi dan kemajuan teknologi kedokteran. Anggaran pembangunan kesehatan pemerintah akan digunakan untuk membiayai upaya kesehatan masyarakat (public health) dan upaya kesehatan perorangan penduduk miskin. Sedang upaya kesehatan perorangan penduduk mampu harus dibiayai sendiri lewat kepesertaan dalam asuransi sosial kesehatan (JKN). JKN disebutkan asuransi bersifat wajib bagi seluruh penduduk. Preminya 6-8 persen dari penghasilan. Setengahnya dibayar pekerja, sisanya ditanggung majikan/perusahaan. Premi penduduk miskin ditanggung negara. Premi sektor formal dipotong dari pendapatan, sedangkan premi sektor informal dikumpulkan dengan sistem tersendiri. Pengumpulan dilakukan oleh Badan Administrasi SJSN yang bersifat wali amanah. Sedangkan pengelolanya adalah badanbadan yang bersifat nirlaba. Jika SJSN diterapkan, ansuransi kesehatan pegawai negeri (Askes) dan jaminan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja (Jamsostek) akan diintegrasikan, sehingga hanya ada satu asuransi kesehatan wajib. Seluruh penduduk yang tercakup akan mendapat layanan kesehatan dasar standar. Bagi penduduk mampu yang menginginkan pelayanan kesehatan yang lebih mewah bisa menambah keikutsertaan pada asuransi kesehatan komersial maupun Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sukarela. Saat ini Peraturan Pemerintah tentang JPKM sukarela sedang diproses. Dalam JKN ada standar pelayanan dan standar mutu yang ditetapkan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan (dokter swasta, klinik, puskesmas, rumah sakit) yang ikut serta harus mengikuti standar. Dalam sistem ada empat pihak terkait, yaitu peserta asuransi, badan administrasi, badan pengelolah dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Dalam sistem itu ada ikatan kerja/kontrak, siklus kendali mutu, pemantauan utilisasi dan penanganan keluhan. Dengan demikian ada kendali biaya dan mutu. Nantinya tidak boleh lagi ada pemeriksaan, pemberian obat atau tindakan yang berlebihan. Misalnya, bedah caesar tanpa indikasi. Sebaliknya, pelayanan kesehatan tidak boleh kurang dari standar. Peserta berhak mengadu dan keluhan akan ditangani. Jika terbukti, penyelenggaraan pelayanan kesehatan kena sanksi. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan terdorong
46

meningkatkan mutu pelayanan, jika tidak ikut sistem mereka sulit mendapatkan pasien, karena hampir tidak ada lagi orang yang membayar dari kantung sendiri seperti saat sekarang ini. Namun, untuk merealisasikan semua ini tentunya diperlukan dana dan anggaran yang sangat besar yang tentunya akan menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Deputi Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah Bappenas Max Hasudungan Pohan Besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam Rancangan Anggaran dan Belanja Negara (RAPBN) 2010 ditetapkan sebesar Rp 20,212 triliun. Angka tersebut turun jika dibandingkan DAK APBN 2009 sebesar Rp 24,8 triliun. Menurunnya DAK tersebut karena adanya keterbatasan keuangan pemerintah pusat. Indikatif belanja pemerintah pusat secara keseluruhan mengalami penurunan, tak terkecuali Bidang kesehatan ditetapkan Rp 2,83 triliun rupiah dalam RAPBN 2010, atau turun dibandingkan dengan APBN 2009 sebesar Rp 4 triliun. Hal ini dilakukan dalam rangka kewajiban konstitusi anggaran pendidikan sebesar 20%. Hal ini tentunya juga menjadi catatan khusus untuk menyiasati penggunaan anggaran seefektif mungkin namun tetap memperhatikan tingkat keberhasilan suatu target capaian program demi terciptanya pelayanan kesehatan seperti yang diharapkan masyarakat. Melihat beberapa kasus di lapangan Di kab. Sampang Kebijakan pemerintah akan pelayananan kesehatan dengan program jamkesmas dan jamkesda telah banyak membantu peningkatan derajata kesehatan di Indonesia, tetapi dalam penerapan dilapangan masih banyak di temukan kasus-kasus penyimpanagan diantaranya:
1. Pasien masih ditarik biaya tambahan 2. Stock obat yang kurang yang menyebabkan pasien harus membeli sendiri obat yang tidak

ada
3. Pelayanan Kesehatan gratis yang di gembar-gemborkan pemerintah sebatas pada

pelayayan tertentu
4. Kurang bermutunya pelayanan Jamkesmas dan Jamkesda 5. Alibi Buruk masyarakat akan Jamkesmas/ASKIN

Program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang sudah beberapa tahun berjalan kini terus mendapat perhatian baik berupa saran dan kritikan. Semua itu dimaksudkan agar program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi warga miskin ini tepat sasaran. Salah satu problem yang dirasa mengganjal pelaksanaan jamkesmas khususnya di kota Semarang adalah belum adanya software yang aplikatif untuk proses klaim dan data persebaran pasien. Setidaknya hal tersebut yang mencuat ditengah-tengah diskusi antara tim pengendali jamkesmas Semarang dengan pihak RSI Sultan Agung Semarang (RSI SA) pada hari selasa. Untuk mengatasi masalah ketiadaan software, tim pengendali jamkesmas yang terdiri dari pegawai Dinas Kesehatan (DKK) kota Semarang, mengatakan akan segera diadakan pelatihan bagi para petugas jamkesmas di setiap lingkungan rumah sakit. Namun, Drs Didik Supadi yang
46

juga ketua tim pengendali jamkesmas kota Semarang buru-buru menambahkan bahwa hal ini masih simpang siur. "Kita masih belum mendapatkan kabar resmi dari pemerintah pusat akan hal ini" tuturnya. Di dalam kesempatan yang sama, pihak RSI SA yang diwakil oleh Direktur Utama, Dr Masyhudi AM M,Kes berharap agar masalah klaim jamkesmas dapat segera diselesaikan dengan baik dan tuntas. Harapan tersebt berkaca dari kasus pelaporan klaim yang sudah diajukan RSI SA beberapa waktu yang lalu. Klaim tersebut sudah dikirimkan ke pemerintah pusat, namun ketika di cross check, malahan pihak dari pemerinta belum menerima kelengkapan klaim itu. "Kita sampai mengirimkan kurir khusus untuk mengirimkan kembali kelengkapan klaim tersebut" jelasnya menanggapi kasus tersebut. Di akhir diskusi, Dr Masyhudi juga berharap agara diskusi seperti ini tidak berhenti samapi disini saja melainkan juga tetap disambung. Karena dengan adanya diskusi semacam ini, maka kedua belah pihak baik pihak rumah sakit maupun pemerintah dapat mengetahui apa yang menjadi kendala dan menemukan penyelesaiannya. Pemerintah meluncurkan Jaminan Persalinan (Jampersal) untuk membantu proses persalinan ibu kurang mampu. Kenyataannya, bantuan cuma-cuma ini tidak mengenai sasaran yang tepat. Ibu-ibu bersalin di seluruh Indonesia mendapatkan pelayanan Jampersal secara gratis, baik dari keluarga miskin maupun keluarga kaya. Syaratnya, cukup membawa KTP asli. Asalkan, mereka mau dirawat di kelas III rumah sakit pemerintah dan tidak mempunyai jaminan kesehatan. Kehadiran Jampersal dimaksudkan untuk menekan angka kematian ibu dan bayi karena ketiadaan biaya. kebijakan Jampersal bagi seluruh ibu hamil akan ditindaklanjuti dengan menjadi peserta KB agar tidak hamil lagi. Nantinya, kebijakan tersebut diharapkan dapat menurunkan angka rata-rata kelahiran total setiap wanita 2,6 per wanita menjadi 2,1 per wanita. Sayang, berdasarkan data di lapangan, Jampersal ternyata juga menarik minat ibu yang berkecukupan secara materi. Saya sering kali melihat ibu yang tengah mengantre Jampersal termasuk mereka yang berkecukupan. Mereka mengantre sambil BBM-an (BlackBerry Messenger), ungkap DR Sonny Harry B Harmadi selaku Kepala Lembaga Demografi FEUI saat konferensi pers Indonesia MDGs Awards 2011 di kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Menteng, belum lama ini. Ditambahkan Gunawan, sangat tidak tepat sasaran jika ibu yang berkecukupan bisa lolos dan menikmati layanan Jampersal. Bisa saja sambil mengantre mereka mem-posting status di jejaring sosial. Mereka memanfaatkan Jampersal di mana yang seharusnya bisa lebih difokuskan bagi ibu yang kurang mampu, tandasnya. Lewat Jampersal, pemerintah mengarahkan pelayanan KB kepada kontrasepsi jangka panjang, seperti IUD, susuk, MOP, dan MOW. Alasannya, kontrasepsi jangka panjang lebih efektif dan lebih baik dalam menurunkan fertilitas dibanding kontrasepsi yang terpotong-potong seperti pil di mana kemungkinan lupa bisa terjadi.
46

Klaim dana Jaminan Persalinan (Jampersal) akan dinaikkan Rp 120.000 pada 2012 mendatang. Semula klaim dana Jampersal Rp 420.00 namun pada tahun depan menjadi Rp 540.000 tiap persalinan. Kenaikan kalim Jampersal ini seiring dengan meningkatnya anggaran Kementrian Kesehatan (Kemenkes) tahun depan menjadi Rp 28 triliun dari Rp 26 triliun pada 2011. Dari dana tersebut, alokasi Jampersal juga naik menjadi Rp 1,7 triliun dari semula Rp 1,23 triliun pada 2011. Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemkes Usman Sumantri mengatakan, ongkos tersebut digunakan untuk pemeriksaan kehamilan untuk empat kali kunjungan, persalinan normal dan pelayanan nifas setelah melahirkan. Dana tersebut untuk kebutuhan 2,6 juta kelahiran, namun, anggaran untuk program kesehatan ini sifatnya fleksibel, artinya bila terdapat kelebihan anggaran di program yang satu bisa diberikan ke lainnya, ujarnya.Untuk tahun anggaran 2011 ini, dana Jampersal Rp 420.000 untuk setiap persalinan. Karena itu, apabila dalam pelaksanaannya terdapat ongkos Jampersal yang lebih dari angka tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda) atau Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat harus bertanggungjawab. Ongkos ini bisa lebih atau bertambah tergantung kebijakan setiap daerah. Kalau ada bidanyang minta ongkos lebih dari Rp 420.000, itu wajar saja, tetapi tidak boleh dibebankan kepada pasien. Itu tanggungjawab pemda untuk menambah atau melobi dengan si bidan, katanya. Ia mengingatkan, bagi bidan di puskesmas maupun rumah sakit pemerintah wajib memberikan pelayanan Jampersal sesuai dengan ongkos dari pemerintah tersebut. Sedangkan untuk bidan praktek atau swasta yang menjadi peserta dalam jaringan Jampersal ini sifatnya sukarela dengan menggunakan tarif dari pemerintah. Usman menambahkan, pemda harus memiliki kewibawaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri, termasuk bagaimana pendekatan terhadap tenaga kesehatan yang tidak mendukung Jampersal. Misalnya, dengan menggratiskan obat atau vitamin bagi ibu hamil dan melahirkan kepada para bidan. Mengenai kepesertaan Jamkesmas tahun 2011, Pemerintah memutuskan tidak akan mengurangi peserta Jamkesmas yakni tetap 76,4 juta orang meski berdasarkan data dari BPS, jumlah orang miskin di Indonesia mengalami penurunan menjadi 60,4 juta orang. Pemenuhan selisih sekitar 15,8 juta orang akan dikoordinasikan dengan pemerintah kabupaten dan kota, dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti pasien penyakit kronis, ibu hamil dan melahirkan yang tidak memiliki jaminan kesehatan, dan penduduk di daerah yang terpencil. komitmen untuk menganggarkan dana kesehatan minimal 15 persen dari APBD. Kesepakatannya sudah ada, tetapi tidak berjalan. Anggaran untuk kesehatan masih sangat rendah. Padahal begitu banyak persoalan. Hal ini perlu pengawasan dan kerjasama antara parlemen dan pemerintah dalam hal ini pihak kesehatan yang terkait untuk melihat permasalahan ini secara bijak dan tepat, karena kesehatan merupakan satu investasi jangka panjang untuk mendongkrak makroekonomi.

46

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 269 per-10.000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup (UHH) 70,5 tahun. Hal ini menyebabkan tingkat kesejahteraan minimum semakin sulit dicapai. Untuk itulah, diperlukan sistem yang menjamin kesehatan masyarakat terutama masyarakat miskin. Melalui sistem tersebut diharapkan keterbatasan akses dan keterbatasan kemampuan membayar dapat berkurang sehingga status kesehatan meningkat. Program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Bantuan sosial yang pembayarannya berasal dari Negara melalui bank yang ditujukan kerumah sakit yang telah ditentukan dan dilakukan dalam bentuk paket pelayanan kesehatan (pengobatan) berdasarkan klaim. Jamkesmas terdiri dari kuota dan non kuota perbedaannya adalah: Kuota dana ditanggung o/ APBN, non kuota ditanggung o/ APBD (pemda setempat), Jumlah sasaran peserta jamkesmas disebut kuota kelebihan dari jumlah tsb adalah non kuota

46

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN Data BPS tahun 2009, hingga bulan Maret, mencatat bahwa sebanyak 32,5 juta penduduk Indonesia adalah miskin. Semua penduduk miskin ini tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan secara memadai. Kemiskinan (rendahnya pendapatan) menyebabkan mereka tidak mampu membiayai seluruh ongkos yang diperlukan untuk memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana yang diperlukan. Para penduduk miskin ini, apabila mereka sakit, seringkali lebih memilih pengobatan alternatif yang murah (dukun) daripada ke tempat-tempat pelayanan kesehatan yang formal; atau berusaha mengobati sendiri dengan membeli obat-obat tradisional ataupun illegal, yang tidak diuji oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (www.bps.go.id). Menurut data BPS tahun 2008, sebanyak 65,59% penduduk melakukan pengobatan sendiri dan sebanyak 22,26% menggunakan obat tradisonal. Kondisi seperti yang dikemukakan ini membuat pemerintah Indonesia memandang perlu untuk memberi subsidi kesehatan bagi mereka yang miskin. Pada tahun 2009 subsidi itu dianggarkan sekitar Rp 4,5 trilliun. Tahun 2010 direncanakan subsidi ini akan berjumlah sekitar Rp 4,6 trilliun. Alokasi tersebut untuk pembiayaan Jamkesmas bagi 76,4 juta penduduk miskin dan hampir miskin yang masuk kuota pemerintah pusat (Antara, 2010). Sedangkan pembiayaan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin yang tidak masuk kedalam kuota Jamkesmas pemerintah pusat ditanggung pemerintah daerah melalui program-program Jamkesda. Komitmen pemerintah untuk memberi subsidi pelayanan kesehatan bagi mereka (masyarakat) yang miskin --yang seringkali disingkat dengan sebutan "maskin" diwujudkan melalui berbagai program. Puskesmas dan rumah sakit secara langsung ditunjuk oleh pemerintah sebagai agen utama bagi pemberi pelayanan kesehatan kepada maskin itu. Kementerian Kesehatan saat ini sedang menyusun peta jalan (road map) menuju pelaksanaan Jaminan Sosial Nasional atau Jaminan Kesehatan Semesta (universal coverage) 2014, sebuah jaminan yang tidak hanya mencakup masyarakat miskin tetapi juga untuk seluruh masyarakat. Sejak tahun 2010, Jamkesmas sudah mulai disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam UU SJSN salah satunya dengan mengintegrasikan Jamkesmas dengan Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas). Hasil polling yang dilakukan secara online oleh BLUD X pun menunjukkan bahwa sebesar 54% responden menganggap pelayanan BLUD X masih belum sesuai dengan keinginan (www.Xkota.go.id). Sementara studi Razak (2007), meskipun dua tahun telah lewat, menyimpulkan bahwa waktu tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan terlalu lama. Berdasarkan prioritas BLUD X dan informasi dari berbagai sumber diatas, maka penting untuk
46

diketahui aspek-aspek apa saja yang harus diatasi untuk meningkatkan mutu pelayanan RSUD X. Menurut konsep SERVQUAL yang dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry terdapat lima determinan (dimensi) kualitas pelayanan terkait dengan persepsi pelanggan. Kelima dimensi tersebut adalah (Rosjid, 1997) :
(i)

Tangible, atau bukti langsung yang bisa dilihat dan dirasakan oleh pelanggan, sperti keadaan gedung dan fasilitas. Reliability, kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan secara handal dan akurat. Responsiveness, kemauan dan daya tanggap untuk selalu siap membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat. Assurance, jaminan pengetahuan dan kemampuan petugas, keamanan, kesopanan dan dapat dipercaya. Emphaty, perhatian secara pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan. Kelima dimensi tersebut merupakan variabel mutu pelayanan untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan (pasien). Pengukuran dilakukan dengan cara membandingkan ekspektasi dan persepsi pasien atas kelima dimensi tersebut. Dengan demikian dapat diketahui dimensi-dimensi mana saja yang menimbulkan kepuasan maupun ketidakpuasan pasien dalam pelayanan. Informasi yang didapat juga digunakan untuk menentukan dimensi mana yang perlu dikoreksi untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

(ii)

(iii)

(iv)

(v)

Pemerintah meluncurkan Jaminan Persalinan (Jampersal) untuk membantu proses persalinan ibu kurang mampu. Kenyataannya, bantuan cuma-cuma ini tidak mengenai sasaran yang tepat. Ibu-ibu bersalin di seluruh Indonesia mendapatkan pelayanan Jampersal secara gratis, baik dari keluarga miskin maupun keluarga kaya. Syaratnya, cukup membawa KTP asli. Asalkan, mereka mau dirawat di kelas III rumah sakit pemerintah dan tidak mempunyai jaminan kesehatan. Kehadiran Jampersal dimaksudkan untuk menekan angka kematian ibu dan bayi karena ketiadaan biaya. kebijakan Jampersal bagi seluruh ibu hamil akan ditindaklanjuti dengan menjadi peserta KB agar tidak hamil lagi. Nantinya, kebijakan tersebut diharapkan dapat menurunkan angka rata-rata kelahiran total setiap wanita 2,6 per wanita menjadi 2,1 per wanita. Sayang, berdasarkan data di lapangan, Jampersal ternyata juga menarik minat ibu yang berkecukupan secara materi. Saya sering kali melihat ibu yang tengah mengantre Jampersal termasuk mereka yang berkecukupan. Mereka mengantre sambil BBM-an (BlackBerry Messenger), ungkap DR Sonny Harry B Harmadi selaku Kepala Lembaga Demografi FEUI saat konferensi pers Indonesia MDGs Awards 2011 di kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Menteng, belum lama ini.

46

Pelaksanaan jamkesmas, jamkesda dan jampersal sangatlah kurang efektif dalam mensejahterakan rakyat terbukti di Kab. Sampang penyaluran Jamkesmas,Jamkesda Sangat tidak relevan dan sering dijadikan penyimpangan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh warga negara agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sistem ini diharapkan dapat mengatasi masalah mendasar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan jaminan kematian. Jaminan kesehatan dalam SJSN diselenggarakan menggunakan mekanisme asuransi sosial dan bersifat wajib agar sumber pendanaannya jelas dan terukur serta untuk pengendalian biaya pelayanan kesehatan. Jaminan kesehatan ini bersifat nasional dengan menerapkan prinsip portabel agar dapat menjamin kesehatan seluruh warga negara di wilayah Indonesia. Walaupun bersifar nasional, hal ini tidak mengurangi peran pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu. Dari segi kebijakan, persoalan kesehatan sudah menuju ke arah yang benar ke arah promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Namun akan amat disayangkan dalam hal implementasi di lapangan, hal itu sangat berbeda. Misalnya komitmen untuk Menggratiskan pelayanan kesehatan secara umum. Ekonomi Kesehatan di Indonesia sudah tercapai dengan baik hanya saja perlu peningkatan pelayanan di tingkat bawah yang menyentuh masyarakat dengan berdasar pada UUD serta nirlaba SARAN
1. Bagi pemerintah perlu adanya perbaikan indikator miskin pada setiap daerah dan komunitas.

Selain itu, membuat skala prioritas/pembobotan indikator kemiskinan yang penting.


2. Perlu adanya indikator kemiskinan yang lokal spesifik agar tepat sasaran. 3. Perlu adanya penghitungan ulang masyarakat miskin yang

disesuaikan dengan kriteria

masyarakat.
4. Konsistensi pemerintah dalam menerapkan peserta Jamkesmas 5. Kemiskinan tidak hanya dilihat dari segi fisik saja tetapi juga dari latar belakang status

kepemilikan.
6. Perlu adanya peninjauan mengenai akses komunitas menuju pelayanan kesehatan, sehingga

komunitas mudah menjangkau akses pelayanan kesehatan.


7. Perlu adanya kriteria miskin dan kekonsistenan sehingga tepat sasaran program. 8. Perlu adanya penyuluhan kesehatan sehingga masyarakat yang belum menerapkan

perilaku hidup sehat tergerak melakukan pola hidup sehat.

46

DAFTAR PUSTAKA

......, 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran pendekatan praktis), Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. ......., 2002. Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI. Adisumarto, Harsono. 1987, Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta, Jakarta : Akademika Pressindo. Agoes, S. 1999. Auditing (Pemeriksaan Akuntan Oleh Kantor Akuntan Publik). Jakarta: Fakultas Ekono mi Universitas Indonesia. Aidit , D.N.. 1963. Tentang Marxisme. Jakarta. Akademi Ilmu Sosial Aliarcham. Ala, Andre Bayo, (editor), 1996. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan, Yogyakarta : Liberty Depkes,(editor), 2008, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jamkesmas: DEPKES Depkes,(editor), 2011, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jampersal : DEPKES Berita Jatim, 2011, www.Jatim.info....Prenyimpangan Pelaksanaan Jamkesmas DEPKES RI, 2011, Plaining Jamkesmas 2011 : DEPKES

46

You might also like