You are on page 1of 4

Nama : Adhi Nugroho Nim : 1550407054

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KECEMASAN DALAM MENGHADAPI DUNIA KERJA PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR

Latar Belakang
Di negara Indonesia pada dekade ini khususnya dalam bidang lapangan kerja membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar perusahaan dapat bersaing dan berkembang dengan pesat. Dengan tuntutan kriteria tenaga kerja yang terus meningkat dari tahun ke tahun,maka persaingan untuk mendapatkan pekerjaan bagi para pencari kerja juga semakin berat. Pendidikan minimal yang harus ditempuh oleh para pencari kerja pada saat ini, minimal mereka harus S1 dengan IPK minimal 2,75 bahkan beberapa perusahaan menghendaki IPK minimal 3,00. Walaupun para pencari kerja telah memenuhi kriteria tersebut, namun kenyataannya dengan begitu besarnya orang yang ingin mendapatkan pekerjaan dan terbatasnya lapangan kerja, maka terjadi ketimpangan dan munculah pengangguran. Dengan kenyataan begitu banyaknya para lulusan perguruan tinggi jenjang strata 1 yang menganggur tersebut, maka timbullah suatu fenomena kecemasan pada para mahasiswa tingkat akhir yang hampir menyelesaikan studinya. Kecemasan ini merupakan dampak psikologis dari ketidak jelasan nasib mereka setelah lulus nanti. Kecemasan merupakan salah satu emosi yang paling menimbulkan stress yang dirasakan oleh banyak orang. Kadang-kadang kecemasan juga disebut

dengan ketakutan atau perasaan gugup. Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. hal tersebut mungkin saja terjadi karena individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi hal yang mungkin menimpanya dikemudian hari. Dalam teori Behavior dijelaskan bahwa kecemasan muncul melalui clasical conditioning, artinya seseorang mengembangkan reaksi kecemasan terhadap hal-hal yang telah pernah dialami sebelumnya dan reaksi-reaksi yang telah dipelajari dari pengalamannya (Bellack & Hersen, 1988:284). Carlson (1992:201) menjelaskan kecemasan sebagai rasa takut dan antisipasi terhadap nasib buruk dimasa yang akan datang, kecemasan ini memiliki bayangan bahwa ada bahaya yang mengancam dalam suatu aktivitas dan obyek, yang jika seseorang melihat gejala itu maka ia akan merasa cemas. Kecemasan merupakan respon emosional yang tidak menentu terhadap suatu obyek yang tidak jelas. Atkinson (1990:6) kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan dan ditandai dengan dengan istilah-istilah seperti kehawatiran, keprihatinan dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda. Kecemasan juga memiliki orientasi di masa depan. Seseorang mungkin memiliki bayangan bahwa ada bahaya yang mengancam dalam suatu obyek. Ia melihat gejala itu ada, sehingga ia merasa cemas. Kecemasan ini dibutuhkan agar individu dapat mempersiapkan diri menghadapi peristiwa buruk yang mungkin akan terjadi. Menurut Branca, 1964 (dalam John & Pervin, 406:2001). Dalam hal ini, para mahasiswa tingkat akhir mengalami kecemasan terhadap bagaimana mereka memperoleh pekerjaan setelah lulus.. Menurut (Warga, 1983:110) kecemasan merupakan ketakutan terpusat pada sebuah object seperti emosi yang menimbulkan suatu reaksi seperti kegelisahan, ketakutan yang ditandai dengan tekanan darah, jantung yang semakin meningkat dsb. Yang mana hal ini merupakan antisipasi emosi tindakan sebagai alat penekan. Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak

adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai disertasi perubahan fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misal panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi). Hal ini sesuai dengan kecemasan yang terjadi pada para mahasiswa tingkat akhir, mereka akan merasa gelisah dan tidak tenang dalam kesiapan mereka menghadapi dunia kerja. Untuk mengatasi kecemasan tersebut, maka perlu adanya konsep diri yang baik dalam diri masing-masing individu. Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati. Konsep diri menurut Calhoun dan Acocella (1990) merupakan kumpulan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. Senada dengan kedua tokoh tersebut, Shavelson dkk. (dalam Vispoel, 1995) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan persepsi individu terhadap dirinya sendiri yang terbentuk melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan orang lain, dan hasil interpretasi dari pengalamanpengalaman yang didapatkannya tersebut. Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Brooks (dalam Rahmat, 2000) memaparkan bahwa konsep diri merupakan persepsi terhadap diri sendiri, baik fisik, sosial, maupun psikologis, yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman dan hasil dari interaksi dengan orang lain. Tidak hanya persepsi yang bersifat deskriptif, tapi juga penilaian terhadap diri sendiri. Verderber (dalam Sobur, 2003) juga memberikan pemaknaan tentang konsep diri sebagai keseluruhan persepsi seseorang terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi individu dengan

orang lain yang ada di sekitarnya. Maka tidaklah keliru jika filosof John Donne (dalam Parrott & Parrott, 2001) dengan ringkas mengatakan, No man is an island (tak ada satu manusia pun yang mampu untuk hidup sendiri). Manusia tidak akan pernah berhenti membutuhkan manusia lain untuk membantunya dalam membangun konsep diri yang lebih baik. Jika kepribadian seseorang dapat diamati dari perilaku-perilakunya yang manifes dalam berbagai situasi, maka konsep diri tidak dapat diamati secara eksplisit seperti halnya perilaku dan ekspresi seseorang. Manifestasi konsep diri yang tercermin dalam pola reaksi seseorang, dapat diamati dari reaksi yang relatif menetap pada pola perilaku seseorang. Misalnya seseorang yang memiliki pola perilaku optimis, akan berperilaku tidak mudah menyerah, penuh semangat dan vitalitas, percaya pada kemampuannya, dan senantiasa memiliki keinginan untuk mencoba pengalaman-pengalaman baru yang dianggap berguna. Perilaku yang teramati dan kemudian merupakan pola perilaku individu ini merupakan cerminan konsep diri yang positif. Sebaliknya, seseorang yang selalu menganggap dirinya tidak mempunyai kemampuan apa-apa, cenderung akan merasa gentar untuk menghadapi hal-hal baru, di samping ketakutannya akan sebuah kegagalan. Kondisi ini merupakan cerminan konsep diri yang negatif (Widodo & Rusmawati, 2004). Dengan adanya konsep diri yang positif ini, diharapkan para mahasiswa tingkat akhir tidak terlalu cemas dalam menghadapi dunia kerja dan selalu optimis bahwa mereka akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh antara konsep diri dengan kecemasan dalam menghadapi dunia kerja mahasiswa tingkat akhir ?

You might also like