You are on page 1of 30

PERDARAHAN Perdarahan pada kehamilan disebabkan oleh dua golongan besar, yaitu : a.

Obstetric Penyebab utama perdarahan kehamilan muda, yaitu : Abortus Kehamilan ektopik Mola hidatidosa pada trimester akhir

Penyebab utama perdarahan (antepartum), yaitu : - Plasenta previa Solusio plasenta

b. Nonobstetric Penyebab perdarahan diantaranya : Luka-luka jalan lahir karena jatuh Akibat coitus atau varises yang pecah Kelainan serviks seperti carcinoma, erosi dan polip.

PERDARAHAN TRIMESTER PERTAMA Perbedaan mola, ectopic dan abortus

GEJALA KLINIS

KEHAMILAN EKTOPIK

MOLA HIDATIDIDOSA

ABORTUS IMINENS /ABORTUS TERANCAM/ ABORTUS THREATENED

Telat menstruasi Kadar serum beta hCG Perdarahan Fluxus Nyeri

(+) Meningkat, tetapi tanpa kehidupan dii uterus (+) Scanty (+) Ringan - berat Ukuran uterine besarnya kurang dari umur kehamilan. Uterus terdorong ke 1 sisi oleh massa ektopik. (+) tertutup (-) (-) (+) (+) (+) (+) (-) (+)

(+) Melebihi dari kadar yang diharapkan pada usia kehamilan (+) Moderate (+) Ringan sedang

(+)

Sesuai dengan usia kehamilan (+) Scanty (+) Berat

Perubahan uterine

Ukuran uterine bebih besar dari umur kehamilan

Ukuran uterine sama dengan usia kehamilan

Cervical motion tenderness External Uterine Ostium Hyperemesis Piskacek sign Hegar sign Chadwick sign Softness portio Douglas pouch bulging Douglas pouch tenderness Adnexal mass tenderness

(-) tertutup (+) (-) (+) (+) (+) (-) (-) (+) kadang

(-) tertutup (+) (+) (+) (+) (+) (-) (-) (-)

PERDARAHAN ANTEPARTUM Definisi Adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil. Perdarahan Antepartum terjadi pada sekitar 5 % dari seluruh kehamilan. Klasifikasi 1. Plasenta previa 2. Solusio plasenta 3. Perdarahan yang belum jelas sumbernya (ruptura sinus marginalis, plasenta letak rendah, vasa previa) a. Plasenta letak rendah : APH pada akhir kehamilan atau permulaan persalinan b. Vasa previa : APH setelah pemecahan selaput ketuban c. Kelainan servix : erosio porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, varises vulve, trauma Etiologi Solusio plasenta (22 %) dan Plasenta previa (31%) merupakan dua penyebab terbesar dalam kejadian perdarahan antepartum. Kemudian diikuti oleh penyebab lain yang tidak utama seperti carcinoma, cervicitis, polyp, varises vulva, trauma, hematuria, infeksi. Frekuensi Terjadi pada kira-kira 3 % persalinan (plasenta previa 0,8%, solusio plasenta 0,2%, lain-lain 1,2%)

Perbedaan solusio plasenta dan plasenta previa Gejala Klinis Solusio plasenta Plasenta previa Terjadinya Sewaktu hamil dan in Sewaktu hamil partu Cara mulainya Tiba-tiba Perlahan-lahan Perdarahan - Dengan nyeri - Tanpa rasa nyeri - Segera disusul partus - Berulang - Keluar hanya sebelum partus sedikit - Keluar banyak Warna darah Darah berwarna tua Drah baru/segar dan darah beku Anemia Tidak sebanding Sesui dengan darah

Toksemia gravidarum Nyeri perut Palpasi

dengan darah yang yang keluar keluar Bisa ada Tidak ada Ada Bagian anak sulit ditentukan Kuat jantung Biasanya tidak ada Tidak ada Bagian terendah masih tinggi Biasa Biasanya jelas Teraba plasenta jaringan

His Bunyi anak Pemeriksaan dalam

- Tidak teraba plasenta - Ketuban menonjol Cekungan plasenta Ada impresi pada jaringan plasenta karena hematom Selaput ketuban Robek normal

Tidak ada

Robek marginal

PLASENTA PREVIA Definisi Adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian/seluruh ostium uteri internum dan berada pada segmen bawah rahim pada daerah dilatasi serviks yang dapat memberikan gejala perdarahan pada trimester terakhir dari kehamilan dari jalan lahir wanita hamil dengan usia kehamilan 28 minggu atau lebih. (Prae=di depan; vias=jalan). Klasifikasi Plasenta Previa : Placenta praevia dibagi dalam 4 tingkat : 1. Placenta previa totalis : seluruh ostium interna tertutup oleh placenta. 2. Placenta previa lateralis : hanya sebagian dari ostium interna tertutup oleh placenta 3. Placenta previa marginalis : plasenta terletak di batas os. interna 4. Placenta letak rendah (low lying placenta): plasenta yang implantasinya di segmen bawah uterus sedemikian rupa sehingga tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai os. interna tetapi sangat dekat dengannya. Tepi plasenta berada 3 4 cm

diatas pinggir pembukaan. Pada pemeriksaan dalam tidak teraba.

Gambar Tipe-tipe Plasenta Previa Penentuan macamnya placenta praevia tregantung pada besarnya pembukaan. Misalnya placenta praevia marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi placenta praevia lateralis pada pembukaan 5 cm; begitu pula placenta praevia totalis pada pembukaan 3 cm, dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan macamnya placenta praevia harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan misalnya placenta praevia lateralis pada pembukaan 5 cm. Etiologi Usia Lanjut Di Rumah Sakit Parkland pada tahun 1988-1999, terjadi 1 kasus dalam 1500 untuk kelompok usia dibawah ibu 19 tahun dan 1 kejadian plasenta previa untuk 100 kehamilan pada usia ibu di atas 35 tahun. Multiparitas Babinszki dan rekan (1999) melaporkan bahwa terjadi

peningkatan insidensi sebesar 2,2 % pada wanita dengan angka partus di atas 5 kali. Riwayat Persalinan Cesarean Miller dan rekan (1996) mencatat adanya peningkatan 3 kali lipat pada wanita yang memiliki riwayat section sebelumnya. Merokok Williams dan rekan (1991) menemukan bahwa resiko terjadinya plasenta previa meningkat 2 kali bila dikaitkan dengan aktivitas merokok. Hipoksemia akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang perhari). Riwayat Aborsi Penelitian terkini menemukan suatu kaitan yang jelas antara kejadian plasenta previa dengan aborsi sebelumnya. (Annath et al 1997, Macones et al 1997). Ras Wanita amerika yang berasal dari keturunan Asia 86% lebih banyak dibandingkan wanita kulit putih (Taylor et al 1995). Perluasan area implantasi plasenta Seperti pada kehamilan kembar, eritoblastosis, diabetes mellitus. Mioma uteri Curettage yang berulang-ulang Keadaan endometrium yang kurang baik, menyebabkan bahwa plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Karena luasnya, mendekati atau menutup ostium internum. Implantasi telur yang rendah Patologi Perubahan pada segmen bawah rahim dan pembukaan serviks menyebabkan pelepasan plasenta dari tempat perlekatannya. Perdarahan terjadi akibat ketidakmampuan serabut myometrium segmen bawah rahim untuk berkontraksi menutup pembuluh darah yang rusak. Perdarahan bersifat berulang-ulang karena dengan majunya kehamilan regangan dinding rahim dan tarikan serviks akan bertambah dan menimbulkan perdarahan baru. Setelah bulan ke-4 terjadi regangan dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dibanding dinding rahim, akibatnya istmus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah rahim. Dalam kehamilan tidak diperlukan his untuk menimbulkan

perdarahan, namun sudah jelas his pembukaan menyebabkan perdarahan pada persalinan. Implantasi embrio yang tidak sempurna Plasenta dapat berpindah / berhimpitan di tempat lain ke bagian bawah uterus Placenta berkembang dan menutupi ostium uteri Sejak kehamilan 10 minggu segmen bawah uterus mulai melebar serta menipis Pd trimester ketiga segmen bawah uterus lebih banyak mengalami pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan cervix Sinus uterus robek karena lepasnya plasenta di dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari placenta Pendarahan

Gejala Klinis a. Perdarahan tanpa rasa nyeri


b. Darah berwarna merah segar

c. Turunnya bagian terbawah janin ke dalam PAP terhalang pada kala pertama d. Kelainan letak lintang atau sungsang Gejala yang paling khas adalah perdarahan tanpa rasa sakit yang biasanya baru akan timbul pada trimester terakhir. Perdarahan terjadi tanpa adanya presipitan yang jelas, walaupun biasanya ada riwayat coitus sebelumnya. Bahaya yang juga mengancam adalah pemeriksaan dalam yang dapat mengakibatkan perdarahan menjadi semakin buruk. Perut teraba lembut, bagian terendah dapat dirasakan, dan denyut janin biasanya berada dalam batas normal. Plasenta menggantikan bagian terendah anak, dan pada umumnya disertai dengan insidensi malpresentasi yang cukup sering. Keadaan ini harus diwaspadai bahkan bila tidak ditemukan adanya perdarahan. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak

pada kutub bawah rahim sehingga tidak dapat mendekati pintu atas panggul dan panjang rahim berkurang hingga sering disertai kelainan letak Pemeriksaan pada serviks diizinkan bila dilakukan dalam ruang operasi dengan semua persiapan untuk seksio saesarea, karena pemeriksaan yang lembut sekalipun dapat menyebabkan perdarahan (Double Set Up Procedure). Lebih jauh lagi, pemeriksaan yang berisiko dihindari kecuali persiapan bagi persalinan telah dilakukan. Bila dirasakan adanya keraguan penyebab perdarahan saat pasien tiba di rumah sakit, pemeriksaan spekulum dapat sangat membantu bila pemeriksaan dalam di kontraindikasikan. Pada pemeriksaan in speculo plasenta previa, akan terlihat darah yang keluar dari ostium uteri eksternum Dapat juga dilakukan perabaan fornises dengan hati-hati. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada presentasi kepala karena pada letak sungsang bagian terendahnya lunak hingga sukar dibedakan dengan jaringan lunak plasenta. Pada presentasi kepala, jika tulang kepala dapat diraba dengan mudah, kemungkinan plasenta previa kecil. Sebaliknya, jika antara jari dan kepala teraba bantalan lunak, kemungkinan plasenta previa besar sekali Penggunaan Ultrasonografi (USG), Menurut Laing (1996), akurasinya sekitar 96% - 98% . False-positive dapat saja terjadi disebabkan oleh distensi kandung kemih. Untuk itulah, pemindaian dengan USG lebih baik dilakukan pada saat kendung kemih telah dikosongkan. Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah sering kali sudah dapat ditegakkan sebelum kehamilan trimester ke-tiga. Namun, dalam perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta (placental migration). Diagnosis Banding Kelainan lokal seperti kanker serviks atau polip serviks. Terapi Pasien dengan plasenta previa dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok: (1) kelompok dengan janin prematur tetapi tidak terdapat kebutuhan yang mendesak untuk melahirkan janin tersebut, (2) kelompok dengan janin dalam waktu 3 minggu menjelang aterm, (3) kelompok yang berada dalam proses persalinan, dan (4) kelompok dengan perdarahan yang begitu hebat sehingga uterus harus dikosongkan meskipun janin masih imatur.

Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu : 1. Aktif - Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa kematian, misalnya : kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan anak mati (tidak selalu). a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta). Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis atau plasenta previa lateralis di anterior (dengan anak letak kepala). Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban. b. Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hiugga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering terjadi pada persalinan per vaginam. Dilakukan pada keadaan plasenta previa dengan perdarahan banyak, plasenta previa totalis, plasenta previa lateralis di posterior, plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang. 2. Ekspektatif Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali. Sikap ekspektatif hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk menghindarkan perdarahan yang fatal. Namun, sekarang ternyata terapi menunggu dapat dibenarkan dengan alasan sebagai berikut: 1. Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal. 2. Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas. Syarat bagi terapi ekspektatif ialah bahwa keadaan ibu dan anak masih baik (Hb-nya normal) dan perdarahan tidak banyak. Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat anak 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Jika kehamilan 37 minggu telah tercapai, kehamilan diakhiri menurut salah satu cara yang telah diuraikan. Penderita plasenta previa juga harus diberikan antibiotik

mengingat kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin. Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk pengobatan plasenta previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut: 1. Perdarahan banyak atau sedikit. 2. Keadaan ibu dan anak. 3. Besarnya pembukaan. 4. Tingkat plasenta previa 5. Paritas. Perdarahan yang banyak, pembukaan kecil, nullipara, dan tingkat plasenta previa yang berat mendorong kita melakukan seksio sesarea. Sebaliknya, perdarahan yang sedang/sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa yang ringan, dan anak yang mati cenderung untuk dilahirkan per vaginam. Pada perdarahan yang sedikit dan anak yang masih kecil (belum matur) dipertimbangkan terapi ekspektatif. Perlu diperhatikan bahwa sebelum melakukan tindakan apapun pada penderita plasenta previa, harus selalu tersedia darah yang cukup. Cara-cara vaginal terdiri dari : 1. Pemecahan ketuban. 2. Versi Braxton Hicks. 3. Cunam Willett-Gauss. PEMECAHAN KETUBAN Dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, dan plasenta previa lateralis yang menutup ostium kurang dari setengah bagian. Pada plasenta previa lateralis yang plasentanya terdapat di sebelah belakang, lebih baik dilakukan seksio sesarea karena dengan pemecahan ketuban, kepala kurang menekan pada plasenta. Hal ini disebabkan kepala tertahan promontorium, yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan plasenta. Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena : 1. Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak menekan pada plasenta. 2. Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Jika his tidak ada atau kurang kuat setelah pemecahan ketuban. dapat diberikan infus pitosin. Jika perdarahan tetap ada,

dilakukan seksio sesarea. VERSl BRAXTON HICKS Tujuan dari perasat Braxton Hicks ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan untuk menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu. Versi Braxton Hicks biasanya dilakukan pada anak yang sudah mati ataupun masih hidup. Mengingat bahayanya, yaitu robekan pada serviks dan pada segmen bawah rahim, perasat ini tidak mempunyai tempat lagi di rumah sakit yang besar. Akan tetapi, dalam keadaan istimewa. misalnya jika pasien berdarah banyak, anak sudah meninggal dan kita mendapat kesulitan memperoleh darah atau kamar operasi masih lama siapnya maka cara Braxton Hicks dapat dipertimbangkan. Sebaliknya, di daerah yang tidak mungkin untuk melakukan seksio sesarea, misalnya di pulau-pulau kecil, cara Braxton Hicks dapat menggantikan seksio sesarea. Syarat untuk melakukan versi Braxton Hicks ialah pembukaan yang harus dapat dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan kaki. Teknik Dilakukan setelah ketuban dipecahkan atau setelah plasenta ditembus tangan yang sepihak dengan bagian-bagian yang kecil masuk. Setelah labia dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetri dan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) masuk ke dalam kavum uteri. Tangan satunya menahan fundus. Kepala anak ditolak ke samping yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar mendekatkan bokong kepada jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan luar menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa ke luar. Pada kaki ini digantungkan timbangan yang seringanringannya, tetapi cukup berat untuk menghentikan perdarahan. Jika beratnya berlebihan, mungkin terjadi robekan serviks. Selanjutnya. kita tunggu sampai anak lahir sendiri. Sekali-kali jangan melakukan ekstraksi walaupun pembukaan sudah lengkap, mengingat mudahnya terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim. CUNAM WILLETT-GAUSS Tujuannya ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan kepala. Kulit kepala anak dijepit dengan cunam WillettGauss dan diberati dengan timbangan 500 gr. Perasat ini sekarang hampir tidak pernah dilakukan lagi

SEKSIO SESAREA Tujuan melakukan seksio sesarea untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Robekan pada serviks dan segmen bawah rahim mudah terjadi bila anak dilahirkan per vaginam karena daerah tersebut pada plasenta previa banyak mengandung pembuluh darah. Seksio sesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Tindakan seksio sesarea pada plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu. seksio sesarea juga dilakukan pada plasenta previa walaupun anak sudah mati. Management: a. Expectative therapy (untuk bayi premature) Peninjauan ketat selama di rumah sakit Mengurangi aktivitas fisik Tidak melakukan manipulasi intravaginal

Memberikan infuse cairan elektrolit, transfuse darah, dan perawatan bayi intensif. b. Active therapy Aborsi

c. Conservative therapy Kelahiran secara cesarean

Bila pendarahan tidak berhenti maka dilkukan penjahitan terhadap bagian implntasi, bilateral iliac internal ligation, dll. d. Hysterectomy

Komplikasi Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena perdarahan, plasentitis, dan endometritis pascapersalinan.

Pada janin biasanya terjadi persalinan komplikasinya seperti asfiksia berat.

prematur

dan

Prognosis Dengan penanggulangan yang baik, kematian ibu dan janin akibat plasenta previa rendah sekali atau tidak ada sama sekali.

SOLUSIO PLASENTA Definisi Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta, sebagian atau seluruhnya dari bagian implantasi, sebelum kelahiran terjadi. Plasenta itu secara normal terlepas setelah anak lahir. Nama lain yang sering dipergunakan dalam kepustakaan, yaitu: 1. Abruptio placentae 2. Ablatio placentae. 3. Accidental haemorrhage. 4. Premature separation of the normally implanted placenta. Istilah separasi prematur dari plasenta dengan implantasi normal, merupakan istilah yang paling deskriptif karena membedakan antara plasenta yang terlepas sebelura waktunya tetapi sebelumnya tertanam dalam jarak tertentu di atas ostium internum servisis uteri, dengan pelepasan plasenta yang tertanam pada ostium internum servisis uteri (plasenta previa). Namun demikian, istilah yang begitu panjang sangat menyulitkan pemakaiannya, sehingga dipakai istilah yang lebih pendek seperti solusio, abrupsio, atau ablasio plasenta. Istilah Latin abrupsio plasenta yang berarti "pelepasan mendadak sebagian plasenta" menunjukkan suatu kejadian mendadak, yaitu ciri klinik yang khas untuk kebanyakan kasus komplikasi ini. Istilah ablasio plasenta berarti "terlepasnya plasenta" tidak banyak dipakai. Di Indonesia sendiri. istilah yang lazim adalah solusio plasenra yang pengertiannya kurang lebih sama dengan ablasio plasenta. Frekuensi Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 di antara 50 persalinan. Di rumah sakit Dr. Gipto Mangunkusumo antara tahun 1968-1971 Solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1 % dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14 % Solusio plasenta sedang, dan dan 86% Solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang di diagnosis, mungkin

karena penderita selalu terlambat datang ke rumah sakit; atau tanda-tanda dan gejalanya terlampau ringan, sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya.

Klasifikasi Berdasarkan letak darah 1. Perdarahan Tersembunyi (CONCEALED HEMORRHAGE) 2. Perdarahan Keluar (REVEALED HEMORRHAGE)

Gambar. Plasenta Normal dan Solusio Plasenta PERDARAHAN KELUAR (REVEALED HEMORRHAGE) Biasanya inkomplet Sering disertai toksemia Merupakan 80% dari solusio plasenta PERDARAHAN TERSEMBUNYI (CONCEALED HEMORRHAGE) Pelepasan biasanya komplit Jarang disertai toksemia Hanya merupakan 20% dari solusio plasenta

Pada solusio plasenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah perdarahan keluar alau perdarahan tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar, tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi Kadang-kadang pula darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunvi Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai

dengan beratnya syok. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar terhadap keselamatan jiwa ibu, dan ini bukan hanya terjadi akibat peningkatan kemungkinan terjadinya koagulopati konsumtif yang berat. tetapi juga akibat luasnya perdarahan yang tidak disadari. Perdarahan yang tertahan atau tersembunyi, kemungkinan terjadi apabila: o Terdapat efusi/perembesan/kumpulan darah di belakang plasenta tetapi masih ada sisa plasenta yang tepi-tepinya masih melekat/menempel. o Plasenta seluruhnya masih terlepas tetapi selaput ketuban masih melekat ke dinding uterus. o Darah dapat masuk ke rongga amnion(amniotic cavity) setelah membrane pecah. o Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel/menekan erat pada segmen bawah uterus sehingga darah tidak dapat melewatinya Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu, namun dapat juga berasal dari anak. Chronic Placental abruption: yaitu perdarahan dengan retroplacental hematoma yang tertahamn secara sempurna tanpa adanya proses kelahiran. Fetal to maternal haemorrhage: perdarahan dengan plasental abruption kebanyakan maternal. Perdarahan fetus berasal dari perembesan darah atau sobekan plasenta daripada yang berasal daripada yang berasal dari pemisahan plasenta dengan dinding uterus. Menurut besar kecilnya bagian plasenta yang terlepas Rupture sinus marginalis (hanya pinggirnya) Solusio plasenta parsialis (sebagian besar) Solusio plasenta totalis (seluruhnya terlepas)

Berdasarkan tingkat berat ringan gejala klinik (Derajat solusio plasenta) Solusio plasenta ringan (luasnya <25%, darah <250ml)

30% tidk/sedikit sekali menunjukkan gejala. Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya sehingga tanda-tanda vital dan kedaan umum ibu dan janin masih baik. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya

akan kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit/nyeri (msih ringan) atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus (lewat palpasi) apakah akan menjadi lebih tegang karena perdarahan terus menerus. Bagian bagian janin masih mudah teraba. Kadar fibrinogen darah dalam btas normal (350mg%). Solusio plasenta sedang (luas 25-50%, darah 250-1000ml)

Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang keluar banyak mungkin perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Fetal heart biasanya menunjukkan gawat janin. Gejala lainnya takikardia, hipotensi, kulit dingin dan keringatan, oliguria. Pasien mulai pucat karena shock. Kadar fibrinogen mulai berkurang (150-250 mg/ml). Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan fungsi ginjal mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada solusio plasenta berat. Solusio plasenta berat (luas 50%, darah >1000ml)

Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal (pada saat auskultasi denyut jantung janin tidak terdengar lagi). Uterus sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin , perdarahan pervaginam belum sempat terjadi. Fundus uteri biasanya lebih tinggi dari yang seharusnya (krena penumpukan darah). Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal seperti hipofibrinogemia dan oliguria (akibat intravaskular coagulation yang meluas dn gangguan fungsi ginjal) dan trombositopenia. Kadar fibrinogen sangat rendah (<150mg%).

Etiologi Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui

dengan jelas. Meskipun demikian beberapa hal yang tersebut di bawah ini diduga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh pada kejadiannya. antara lain: 1. Hipertensi esensialis atau preeklampsi. 2. Tali pusat yang pendek. 3. Trauma abdomen. 4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena kava inferior . Eksperimen dengan menyumbat vena kava inferior dan vena ovarii dapat menimbulkan solusio plasenta. Namun demikian ada beberapa kasus ligasi vena ovarii dan vena kava inferior selain trimester ketiga yang dilaporkan tanpa diikuti oleh solusio plasenta 5. Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir. Pada janin kembar, dekompresi yang terjadi setelah persalinan janin pertama dapat menimbulkan pelepasan prematur plasenta yang membahayakan janin kedua.). 6. Versi luar. Di samping itu. ada juga pengaruh dari : 1. Umur lanjut. 2. Multiparitas. 3. Ketuban pecah sebelum waktunya. 4. Defisiensi asam folat. Terdapat hipotesis yang menyebutkan bahwa defisiensi asam folat berperan sebagai penyebab dalam proses timbulnya solusio plasenta. 5. Merokok, alkohol, kokain. Konsumsi etanol oleh ibu (14 minuman atau lebih per minggu), tapi bukan kebiasaan merokok, merupakan predisposisi terjadinya solusio plasenta. 6. Mioma uteri. Penelitian O'Brien dkk (1987) melaporkan adanya aktivitas inhibisi terhadap agregasi platelet oleh adenosin difosfat (ADP) dalam ekstrak plasenta yang terlepas sebelum waktunya.

Patologi Solusio placenta dimulai dengan perdarahan dalam desidua basalis, yang kemudian terbelah dan meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi, dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut. Hematom ini makin lama makin besar sehingga placenta terdesak

dan akhirnya terlepas. Jika perdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan placenta, belum mengganggu peredaran darah antara uterus dan placenta, sehingga tanda dan gejalanya pun tidak jelas. Setelah placenta lahir baru didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang teregang oleh kehamilan itu tak mampu untuk berkontraksi lebih untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh placenta akan terlepas. Sebagian akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot uterus. Bila ekstravasasi berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan berbercak ungu atau biru, disebut uterus couvelaire. Uterus seperti ini sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak romboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana, menyebabkan sebagian besar persediaan fibrinogen habis. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah pada uterus maupun alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal. Nasib janin tergantung dari luasnya placenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatakan gawat janin. Waktu adalah hal yang sangat menentukan dalam beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio placenta sampai persalinan selesai, makin hebat komplikasinya.

Solusio Plasenta di inisiasi/diawali dengan Perdarahan ke dalam desidua basalis Desidua cell kemudian membelah/terpisah Meninggalkan lapisan yang menempel ke myometrium Berproliferasi Sehingga nantinya terjadi pembentukan decidual hematoma Yang menyebabkan pemisahan, penekanan dan detruksi (destruksi) plasenta Desidual spiral arteri menjadi rupture (pecah) Mengakibatkan retroplacental hematoma Kemudian menyebar dan menyumbat pembuluh darah lainnya Karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi, pembuluh darah yang berguna untuk memperdarahi placental jadi tidak dapat vasokontriksi Kontraksi uterus yang tidak memadai untuk menghentikan perdarahan sehingga hematom plasenter semakin membesar Sehingga menyebabkan tekanan pada uterus Akibatnya Semakin banyak pembuluh darah dan bagian plasenta yang terlepas/terpisah Area yang berpisah menjadi makin intensive ____________Perdarahan semakin banyak______ Darah merembes diantara Perdarahan tersembunyi/tertahan Selaput ketuban dan uterus Lolos melalui serviks

Keluar dari vagina Perdarahan eksternal Manifestasi klinis Bervariasi sesui dengan dengan berat ringannya solusio plasenta Gejala klinik solusio plasenta pada umumnya yaitu: 1. Perdarahan yang berwarna tua keluar dari vagina yang disertai nyeri, juga di luar his. 2. Anemi dan syok; beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar. 3. Abdominal pain dan back pain 4. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois). 5. Palpasi bagian-bagian janin sukar karena rahim keras. 6. Fundus uteri makin lama makin naik. 7. Uterine tenderness 8. Frekuensi kontraksi uterus yang sering. 9. Hipertonus persinten uterus 10. Janin dapat dalam keadaan baik, gawat janin atau mati (tergantung derajat solusio plasenta). 11. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus-menerus (karena isi rahim bertambah). 12. Sering ada proteinuri karena disertai preeklamsi.

Diagnosis Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta. Perlu ditekankan bahwa keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Hurd dkk. (1983), dalam suatu penelitian prospektif yang relatif kecil tetapi mengesankan terhadap solusio plasenta dimana kemungkinan plasenta previa sudah disingkirkan lewat pemeriksaan ultrasonografi. mengidentifikasi sejumlah keluhan dan gejala yang relevan. Tabel Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

Tanda dan Gejala (%) Perdarahan per vaginam

Frekuensi 78 66 60

Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang Gawat janin Kontraksi berfrekuensi tinggi (17%) Uterus hipertonik (17%) Persalinan prematur idiopatik *) Kematian janin

22 15

*)Semuanya ditangani dengan preparat tokolitik

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protrombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma. Kardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin. USG untuk menilai lelak plasenta, usia gestasi, dan keadaan janin. Diagnosis Banding Plasenta previa Ruptur uteri Kasus solusio plasenta yang berat biasanya, tapi tidak selalu, ditandai oleh tanda dan gejala yang demikian klasik sehingga diagnosisnya segeia terlihat nyata; namun demikian, bentukbentuk solusio plasenta yang lebih ringan dan lebih sering ditemukan, sulit untuk dikenali secara pasti sehingga diagnosisnya kerapkali dibuat dengan menyingkirkan kemungkinan lain. Karena itu, pada perdarahan per vaginam dalam trimester terakhir , kerapkali kita harus menyingkirkan dahulu kemungkinan plasenta previa dan sebab-sebab perdarahan lain melalui inspeksi klinis serta evaluasi ultrasonografi. Sudah lama diajarkan, mungkin dengan argumentasi tertentu, bahwa perdarahan uterus yang disertai rasa nyeri berarti solusio plasenta, sementara perdarahan uterus tanpa rasa nyeri menunjukkan plasenta previa. Sayangnya. diagnosis banding tersebut tidaklah sesederhana itu. Persalinan yang menyertai plasenta previa dapat menimbulkan rasa nyeri yang memberikan kesan ke arah solusio plasenta. Di lain pihak, solusio plasenta dapat menyerupai persalinan normal.

Komplikasi Komplikasi yang terjadi tergantung dari luas plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat timbul segera atau agak lambat. Komplikasi yang timbul segera adalah perdarahan dan syok. Komplikasi yang timbul lambat adalah kelainan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, gangguan faal ginjal, dan apopleksia uteroplasenta (uterus Couvelaire). Pada janin dapat terjadi asfiksia, berat badan lahir rendah, dan sindroma gagal nafas. Perdarahan dan syok Diobati dengan pengosongan rahim secepat mungkin hingga dengan kontraksi dan retraksi rahim perdarahan dapat berhenti. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oksitosin Jadi, pada solusio plasenta pemecahan ketuban tidak dimaksudkan untuk menghentikan perdarahan dengan segera seperti pada plasenta previa, tetapi untuk mempercepat persalinan. Dengan melakukan pemecahan ketuban, regangan dinding rahim berkurang dan kontraksi rahim menjadi lebih baik. Di samping tindakan tersebut di atas, transfusi darah sangat penting untuk dilakukan. Hipofibrinogenemia Koagulopati ialah kelainan pembekuan darah; dalam Ilmu Kebidanan paling sering disebabkan oleh solusio plasenta, tetapi juga dijumpai pada emboli air tuban, kematian janin dalam rahim, dan perdarahan pascapersalinan. Kadar fibrinogen, pada wanita yang hamil biasanya antara 300-700 mg dalam 100 cc, di bawah 150 mg per 100 cc disebut hipofibrinogenemia. Jika kadar fibrinogen dalam darah turun di bawah 100 mg per 100 cc (critical point), terjadilah gangguan pembekuan darah. PENENTUAN HIPOFIBRINOGENEMIA Penentuan fibrinogen sccara laboratoris memakan waktu yang lama. Oleh karena itu. untuk keadaan akut baik dilakukan clot observation test. Beberapa cc darah dimasukkan dalam tabung reagens. Darah yang normal membeku dalam 6-15 menit. Jika darah membeku cair lagi dalam 1 jam, ada aktivitas fibrinolisis. Terjadinya

hipofibrinogenemia: Biasanya koagulopati terjadi dalam 2 fase, yaitu: Fase I: Pada pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, dan venol) terjadi pembekuan darah. disebut disseminated intravascular clotting. Akibatnya bahwa peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi, pada fase I turunnya kadar fibrinogen disebabkan pemakaian zat tersebut maka Fase I disebut juga koagulopati konsumtif. Diduga bahwa hematom retroplasenter mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskular tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi, terjasdi kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia. Kerusakan ginjal menyebabkan oliguri/anuri dan akibat gangguan mikrosirkulasi ialah syok. Fase II : Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif ialah usaha badan untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan, lebih lagi menurunkan kadar fibrinogen hingga terjadi perdarahan patologis. APOPLEXIVTEROPLACENTAIR (UTERUS COUVELAIRE) Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Karena perdarahan ini, uterus berwarna biru. Uterus Couvelaire ini dapat menyebabkan perdarahan atonis, tetapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, sematamata bergantung pada kesanggupannya untuk menghentikan perdarahan dan kiranya perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah selaput perut itu disebabkan oleh fibrinogenemi. Gangguan Faal Ginjal Penderita solusio plasenta sering disertai oliguri setelah partus. Gangguan faal ginjal ini adalah akibat dari pembekuan darah dan intravaskular syok. Dikatakan makin lama solusio plasenta berlangsung makin besar kemungkinan oliguri dan hipofibrinogenemia. Oleh karena itu, selain dari transfusi darah. penyelesaian pcrsalinan secepat mungkin adalah sangat penting.

Penatalaksanaan Penanganan solusio plasenta bervariasi menurut keadaan ibu dan janinnya. Dengan terjadinva perdarahan eksternal yang masif. terapi intensif dengan transfusi darah lengkap ditambah infus

larutan elektrolit dan persalinan segera untuk mencoba mengendalikan perdarahan yang dilakukan secara bersama-sama. merupakan tindakan yang akan menyelamatkan jiwa ibu dan diharapkan pula jiwa janinnya. Pada keadaan perdarahan yang jauh lebih lambat, penatalaksanaan keadaan ini sangat dipengaruhi oleh status janin. Jika janin masih hidup dan tidak terdapat bukti adanya gawat janin (yaitu bradikardia persisten. penurunan frekuensi denyut jantung yang berbahaya, atau pola frekuensi denyut jantung yang sinusoid), dan jika perdarahan maternal yang terjadi tidak menyebabkan anemia atau hipovolemia yang serius, penundaan tindakan dengan pengawasan yang sangat ketat terbukti menguntungkan. Demi kesejahteraan janin, pada janin yang mengalami gawat janin, beberapa langkah yang sangat penting harus segera dimulai untuk memperbaiki hipovolemia maternal. anemia dan hipoksia, sehingga memulihkan serta mempertahankan fungsi bagian plasenta yang masih tenanam dan dengan danikian masih dapat berfungsi. Tidak banyak yang dapat kita lakukan untuk mengubah secara menguntukan sebab-sebab lain yang turut menyebabkan gawat janin, kecuali mengeluarkan janin dengan segera dari lingkungan yang sangat tidak menguntungkan itu. Persalinan cepat janin yang hidup tetapi dalam keadaan gawat, memerlukan seksio sesarea. Namun, jika pelepasan plasenta begitu berat sehingga tidak terdapat lagi tanda-tanda yang membuktikan bahwa janin masih hidup, persalinan janin sebaiknya dilakukan per vaginam. kecuali jika perdarahannya begitu akut sehingga tidak bisa teratasi sekalipun dengan transfusi darah intensif, atau jika terdapat komplikasi obstetrik lainnya yang menghalangi persalinan per vaginam. Pilihan persalinan pervaginam ini dipilih berkaitan dengan pertimbangan terjadinya gangguan koagulasi yang serius pada solusio plasenta berat dengan gawat janin Pemecahan selaput ketuban (amniotomi) sedini mungkin sudah lama menjadi tindakan pertama dalam penatalaksanaan solusio plasenta. Amniotomi dilakukan berdasarkan logika bahwa pengeluaran cairan ketuban dapat mengurangi perdarahan, dari tempat implantasi plasenta. juga dapat mengurangi masuknya tromboplastin serta mungkin pula faktor-faktor pembekuan aktif lainnya ke dalam sirkulasi maternal dan bekuan darah fetal. termasuk dapat mempercepat persalinan pada janin yang sudah matur. Namun demikian. terdapat pertimbangan lain, bahwa pada janin yang belum matur, kantung ketuban yang belum utuh

mungkin lebih efisien untuk mendorong dilatasi serviks daripada bagian janin yang kecil. Penanganan solusio plasenta Solusio plasenta ringan Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat. Solusio plasenta sedang dan berat Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.

Pengobatan 1. Umum: a. Pemberian darah yang cukup. b. Pemberian O2. c. Pemberian antibiotik. d. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi. 2. Khusus: a. Terhadap hipofibrinogenemia-Substitusi dengan human fibrinogen 10 g atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu/jam dalam infus. b. Untuk merangsang diuresis - Manitol, diuresis yang baik lebih dari 30-40 cc/jam. c. Obstetri-Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-

dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. a. Janin hidup (biasanya gawat janin): dilakukan seksio sesarea, kecuali bila pembukaan sudah lengkap. Pada keadaan ini, dilakukan amniotomi, drip oksitosin, dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forseps. b. Janin mati : dilakukan persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi, drip oksitosin 1 labu saja. Bila bayi belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio sesarea. Alasan ialah : Bagian plasenta yang terlepas meluas. Perdarahan bertambah. Hipofibrinogenemia bertambah. Management Penanganan bervariasi sesuai dengan kasus masing-masing Apabila janin masih hidup dan cukup bulan emergency cesarean section Apabila kematian janin perslinan pervaginam kecuali ada pendarahan berat sehingga diperlukan persalinan perabdominam. Pemberian oksitosin. Jadi oksitosin diberikan apabila tidak adanya kontraksi yang terjadi pada saat solutio plasenta, agar mempercepat persalinan dan bayi dapat diselamatkan tepat waktu. Namun beberapa orang menentang penggunaannya karena oksitosin dapat meningkatkan tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu sehingga meningkatkan terjadinya emboli cairan amnion. Amniontomy. Alasan untuk amniotomy adalah bahwa keluarnya cairan amnionic mungkin baik untuk penurunan perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya kedalam sirkulasi tromboplastin ibu dan factor koagulsi mungkin diaktifkan dari bekuan retroplacental.

Prognosis Prognosis di antaranya bergantung pada besarnya bagian plasenta yang terlepas, banyaknya perdarahan, beratnva hipofibrinogenemia, ada atau tidak adanya preeklampsi, apakah perdarahan tampak atau tersembunyi, dan lamanya keadaan solusio berlangsung.

Diperkirakan risiko kematian ibu berkisar antara 0,5-5% dan kematian janin berkisar antara 50-80%. Pada solusio plasenta yang berat, prognosis untuk janin adalah buruk (kematian janin 90%). Untuk ibu, solusio plasenta juga merupakan keadaan yang berbahaya. tetapi dengan persediaan darah yang cukup dan pengelolaan yang baik di luar negeri, kematian dapat ditekan sampai 1%. Prognosis ibu tergantung dari luasnya placenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau pre eklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya dan jarak waktu antara terjadinya solusio placenta sampai pengosongan uterus. Prognosis janin pada solusio placenta berat hampir 90% mengalami kematian. Pada solusio placenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya placenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan yang lebih dari 2000ml biasanya menyebabkan kematian janin.Pada kasus solusio placenta tertentu sectio caesaria dapat mengurangi angka kematian janin. Persediaan darah secukupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya. Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa risiko berulangnya keadaan ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi daripada populasi umum. Karegard dan Gennsen (1986) melaporkan bahwa risiko solusio plasenta rekuren meningkat sepuluh kali lipat dari 0.4% menjadi 4%, atau 1 dalam 25. Kemungkinan kekambuhan ini menyebabkan kehamilan berikutnya berisiko tinggi, dan penatalaksanaan kehamilan berisiko ini akan dipersulit oleh kenyataaan bahwa pelepasan plasenta dapat terjadi mendadak setiap saat, sekalipun usia kehamilan jauh dari aterm.

VASA PREVIA Definisi Vasa previa adalah suatu keadaan dimana umbilical cord fetus menembus membrane dan berada di internal os. Pada umumnya terjadi pada trimester 2 dn 3. Dignosis

USG Doppler

Faktor Resiko Low-Lying Plasenta Fetus kembar Kehamilan dengan metode fertilisasi in vitro Gejala Klinis Perdarahan antepartum atau intrapartum Komplikasi Kematian fetus

You might also like