You are on page 1of 5

MENGATASI KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

A. PENDAHULUAN Matematika oleh sebagian orang merupakan pelajaran yang menyenangkan karena mengandung nilai ilmiah, memahami gejala-gejala alam, teknik, dan masyarakat. Akan tetapi bagi banyak orang, nama itu menimbulkan kenangan masa sekolah yang merupakan beban berat. Kenangan ini terpatri pada tingkat sekolah dasar, nama matematika seperti hitler atau hantu karena ada kemungkinan siswa lebih mengingat akan gurunya yang mengajar terlalu keras atau menampilkan wajah yang kurang senyuman. Pembelajaran matematika pada tingkat dasar guru lebih memfokuskan pada menerangkan belum mencapai pada tingkat pemahaman. Keadaan seperti ini tidak boleh terus berkembang ketika siswa memasuki masamasa transisi yaitu ketika anak berada pada kelas yang sudah lancar membaca perkalimat. Untuk kelas satu dan dua, guru masih membimbing siswa dengan kecermatan angka dan gambar. Baru kemudian di kelas tiga siswa sudah mulai mendapatkan pemahaman bahasa matematika yang diberikan oleh gurunya. Jika guru tidak menekankan pemahaman arti dari bahasa yang tertulis, terlebih ketika siswa menghadapi bentuk soal cerita dalam matematika, kesulitan besar akan dihadapinya. Guru kelas mempunyai tanggung jawab yang lebih untuk membimbing siswa dalam pemahaman berbahasa ketika kelas mempelajari bahasa Indonesia, agar ketika belajar matematika siswa sudah mempunyai gambaran apa maksud dan pertanyaan soal. Hal ini dapat membantu bagi guru yang nantinya akan mengajarkan matematika pada kelas selanjutnya. Pelajaran metematika merupakan salah satu syarat bagi kelulusan siswa untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Setiap guru yang memperhatikan perkembangan anak didiknya, akan mengetahui kesulitan siswanya dalam menerima pelajaran. Permasalahan yang sering muncul pada tingkatan sekolah dasar untuk pembelajaran matematika adalah bagaimana cara guru dalam mengatasi kesulitan anak dalam belajar matematika, atau dengan kata lain apa yang harus dilakukan oleh seorang pendidik agar siswanya menyenangi pelajaran matematika. Permasalahan ini akan sama-sama kita renungkan dengan terlebih dahulu kita telusuri apa saja penyebabnya.

B.TEORI PERMASALAHAN Menurut C.T. Morgan, mengatakan tentang belajar :Belajar dapat dirumuskan sebagai sesuatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat (hasil) pengalaman yang lalu.[Guna2007,22,4D] Rumusan R.S.Woodworth tentang belajar adalah : Belajar terdiri dari melakukan sesuatu yang baru, dan sesuatu yang baru ini dicamkan (artinya dimasukkan dalam fungsi ingatan) oleh individu yang ditampilkan kembali dalam kegiatan kemudian. [Guna2007,23,18U] Proses belajar yang berhubungan dengan pembelajaran matematika lebih cocok menggunakan Teori Hukum Pertautan. Hukum ini berlandasan suatu pendapat bahwa belajar sebenarnya merupakan rangkaian hubungan antara rangsangan dan perbuatan-perbuatan yang diperlihatkan . Hukum ini dikemukakan oleh L.E.Thorndike. [Guna2007,24,10D] Prof.Dr.Singgih D.Gunarsa mengemukakan bahwa dalam hukum pertautan proses belajar memiliki tiga hukum yang utama yaitu : a. Hukum Kesiapan Artinya kesiapan pada manusia yakni perkembangan dan permasalahannya untuk menerima sesuatu dari luar. Jika pada manusia itu telah ada kesiapan dan kesedian untuk menerima sesuatu rangsangan dari luar, maka dapat terjadi pertautan (connection). Di sisni penting diperhatikan pada waktu mengajarkan sesuatu kepada anak, yakni kesiapannya dari sudut kematangan juga kesiapannya yang berhubungan dengan kemauan. b. Hukum Pengulangan Jika telah terjadi pertautan , maka diperlukan pengulangan melalui ulangan-ulangan inilah maka sesuatu dari luar akan tertanam dan terlihat, sehingga dapat diperlihatkan dalam hasilnya kemudian. Jadi jelas arinya mempelajari sesuatu harus berkali-kali. c.Hukum Efek Bila sesuatu perbuatan menimbulkan kepuasan, maka kita akan cenderung untuk mengingatnya dan melakukannya lagi. [Guna2007,25,1U] Ketiga hukum ini menunjukkan adanya hubungan antar situasi perangsangan dengan suatu perbuatan yang khas, dan erat hubungannya dengan aspek-aspek fisiologi, khususnya penginderaan dan persyarafan. [Guna2007,26,10D] Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar menurut Prof.Dr.D.Gunarsa, yaitu : 1.Keadaan khusus seseorang a. Kemampuan Kemampuan manusia berbeda dari manusia lain. Kemampuan sangat penting untuk mempelajari sesuatu agar mudah di terima. b. Kemauan Kemauan erat hubungannya dengan perhatian, karena perhatian mengarahkan timbulnya kehendak seseorang. c.Umur Pada umumnya diakui bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya makin bertambah baik. [Guna2007,30,1U] Sulis Sutrisna, Spd. berpendapat bahwa matematika merupakn ilmu yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan menghitung dan mengukur dengan menggunakan rumus

matematika dan turunannya (melalui materi pengukuran dan geometri , aljabar serta trigonometri). Suatu gagasan bisa dituangkan dalam bahasa matematika melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika , diagram, grafik, atau tabel. [Sutr2007,1,1U] Dalam tulisannya, Drs.R.I. Suhartin, menjelaskan bagaimana cara mengatasi kesulitan dalam belajar matematika terutama soal cerita yaitu : Mengenai masalhah berhitung memang sejak dulu sampai sekarang seakan-akan merupakan hantu bagi anak-anak sekolah. Hal ini tidak mengherankan berhitung soal merupakan masalah yang kompleks. Satu pihak menyyangkut masalah bahasa dan pengetahuan umum, di pihak lain menyangkut rumus dan teknik berhitung sendiri. Atas dasar itu kita dapat menelusuri kesalahan-kesalahan dalam berhitung soal. [Suha1989,20,11D] Adapun sebab-sebab kesalahan dapat diperinci oleh Drs.Suhartin sebagai berikut : a. Si anak tidak menguasai bahasa tulis, sehingga sulit menangkap makna atau arti dari kalimat-kalimat dalam soal-soal berhitung. b. Sering sia anak tidak memahami arti kata-kata yang terdapat dalam soal-soal hitungan seperti deposito,bunga, modal dan sebagainya. c.Sering juga sianak tidak menguasai rumus-rumus hitungan . Sebagai contoh anak kurang paham bahwa Luas adalah panjang kali lebar. Laba adalah penjualan dikurangi pembeliaan dan sebagainya. d. Kadang-kadang anak berbuat salah karena kurang menguasai teknik-teknik berhitung seperti bagaimana cara nebjumlah, mengurangi, mengalikan, membagi dan sebagainya. [Suha1989,20,11D] Dalam bukunya berjudul Konsep Diri Dalam Pendidikan,Clara R.Pudjijogyanti, menjelaskan fungsi dari sekolah sebagai suatu lembaga yaitu : 1. Sekolah sebagai wadah untuk memperoleh, meningkatkan dan mempertahankan kemampuan individu. Jika awal memasuki sekolah siawa hanya mempunyai kemampuan yang rendah, pada akhir menyelaesaikan sekolah ia akan mempunyai kemampuan yang lebih tinggi. 2. Sekolah sebagai wadah pemeberi ketrampilan, pengetahuan dan nialai-nilai budaya yaitu membaca, menulis, berhitung, seni, kesehatan, nilai agama dan sebagainya (disebut juga sebagai fungsi konvensional). [Pudj1988,48,7U]

C. KESIMPULAN Prestasi siswa dalam belajar matematika memang masih rendah. Beberapa pengalaman di lapangan menyebutkan bahwa faktor penyebabnya antara lain kurangnya kualitas materi, metode pembelajaran yang mekanistik,dan model pembelajaran yang monoton atau sulitnya konsep matematika untuk dipahami. Dalam proses pembelajaran , guru tidak hanya bertugas mengajar yaitu menyerahkan atau menyampaikan ilmu pengetahuan atau keterampilan dan sebagainya kepada orang lain dengan menggunakan cara-cara tertentu sehingga keterampilan atau pengetahuan tersebut dapat diterima oleh siswa. Guru juga bertugas mendidik siswa artinya memberikan ilmu pengetahuan atau keterampilan dengan menanamkan norma-norma dan niali-nilai susila yang tinggi dan luhur. Secara garis besar matematika memiliki beberapa cabang ilmu diantaranya adalah Aljabar, Geometri, Aritmatika, dan Statistika. Setiap cabang memiliki beberapa disiplin ilmu tersendiri. Jika seorang siswa mempelajari aljabar , maka ia harus menguasai terlebih dahulu pokok bahasan bilangan beserta operasi hitungannya. Di tingkat Sekolah Dasar matematika mempelajari konsep dasarnya saja. Jadi guru harus benar-benar menanamkan sebuah konsep yang benar kepada siswa. Seperti dalam kasus hitung sederhana : 5 + 3 x 6 = 48 yang benar adalah 5 + 3 x 6 = 23 Kesalahan konsep yang seperti ini sering terjadi, sederhana tetapi berakibat fatal. Pada tingkat Sekolah Dasar kesalahan yang dapat kita temukan pada proses pembelajaran matematika diantaranya : 1. Guru matematika bukan yang berlatang belakang pendidikan matematika melainkan guru kelas. Sehingga guru kurang menguasai inti materi pokok. 2. Guru, mengajar bukan mendidik. Banyak kita jumpai anak yang memiliki masalah dengan gurunya kemudian mempengaruhi pada pelajaran, karena guru melakukan sesuatu perbuatan tidak disesuaikan dengan psikologi anak melainkan menurut keinginan pribadinya saja. Contoh anak tidak dapat menghitung perkalian guru memarahinya tanpa menelusuri apa penyebab dari ketidakmampu siswa. Karena ketidaksabaran guru siswa diberi hukuman fisik. 3. Konsep matematika yang guru sampaikan, lebih menitik beratkan pada konsep kontekstual, Artinya siswa harus menyelesaikan soal sesuai dengan cara yang ada di buku, bukan pada pemahaman siswa untuk lebih bervariasi dalam menjawab hitungan soal. Artinya siswa dapat dan boleh mengerjakan jawaban soal dengan cara pemahaman siswa sendiri dengan inti jawaban akhir sama. Sedangkan kesalaha konsep yang dialami siswa selama prosespembelajaran matematika adalah : 1. Siswa menerima pengertian dasar atau suatu konsep suatu pokok bahsan yang diberikan guru saja. 2. Siswa kurang berminat terhadap pelajaran matematika. 3. Siswa cenderung hanya menghafal, tidak berusaha memahami contoh-contoh penyelesaian soal yang dibawanya dari sekolah atau dari kelas sebelumnya. Karena matematika adalah materi berkesinambungan maka untuk mempelajari salah satu topik di tingkat lanjutan harus memilki pengetahuan dasar atau pengetahuan persyaratan terlebih dahulu . Seperti siswa harus menguasai perkalian dan pembagian ketika siswa menghadapi soal hitung pecahan dan mencari luas pada bangun datar.

Ketika anak tidak menyenangi pelajaran matematika, muncul masalah anak akan mulai takut pergi kesekolah, entah karena si anak takut dengan gurunya atau dia takut dengan pelajaran berhitungnya. Agar siswa tidak mengalami Phobi Sekolah (school phobia), pihak sekolah terutama kepala sekolah dan guru yang harus bertanggung jawab untuk mengatasi permasalahan seperti ini. Karena hampir disetiap sekolah pasti memiliki problematika siswa yang phobia sekolah. Jika penyebabnya ada pada gurunya ,maka sang guru harus mengintrospeksi dan mulai menugubah sikap dan cara penampilannya agar ketika memasuki kelas siswa tidak merasa terbebani dan dihantui rasa takut. Berikanlah senyuman untuk memberikan rasa aman kepada siswa sebelum memulainya. Bimbing siswa yang belum menguasai materi dengan pendekatan persuasif tanpa harus menggunakan kekerasan fisik. Performen yang baik akan menghasilkan yang baik pula.

DAFTAR PUSTAKA Singgih D. Gunarsah, Psikologi perkembangan, Gunung Mulia, Cet.15, Jakarta, 2007. Sulis Sutrisna, Aku Ingin Menjadi Ahli Matematika, Agro Media Pustaka, Cet.3, Jakarta, 2007. R.I. Suhartin, Mengatasi Kesulitan-kesulitan Dalam Pendidikan Anak, Gunung Agung, Cet.6, Jakarta, 1989. Clara.R. Pudjijogyanti, Konsep Diri Dalam Pendidikan, Arcan, Jakarta, 1988. Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Membimbing, Gunung Agung, Cet.6, Jakarta, 1988.

You might also like