You are on page 1of 13

PENGEMBANGAN DESAIN STRATEGI PEMBELAJARAN

Upaya Menginovasi Strategi Pembelajaran dalam Tinjauan Teoritis Operasional


Makalah ini Disusun Sebagai Pengganti Tatap Muka Perkuliahan Selama Mengikuti PPL-KKN Integratif yang Berlangsung Sejak 16 Juli s/d 27 Oktober 2011 di MAN Sabdodadi Bantul Untuk Mata Kuliah Desain Pembelajaran Yang diampu oleh Drs. Jamroh Latief, M.SI.

Disusun oleh: M. Nurul Ikhsan Saleh 08470064

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2011
1

PENGEMBANGAN DESAIN STRATEGI PEMBELAJARAN


Upaya Menginovasi Strategi Pembelajaran dalam Tinjauan Teoritis Operasional
Pendahuluan Salah satu kemampuan dan keahlian profesional utama yang harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan bidang pendidikan dan keguruan, khususnya terkait dengan strategi pembelajaran. Jika kita amati, sejak pertengahan abad ini, revolusi psikologi kognitif telah memberi kontribusi wawasan baru tentang hakekat berpikir, baik pada guru maupun siswa. Pandangan mengenai bagaimana belajar terjadi menjadi isu dari dekade ke dekade selanjutnya. Setidak-tidaknya ada tiga kategori pandangan mengenai belajar yang berkembang di abad 20 hingga awal abad 21 ini, yakni belajar sebagai pemerolehan respon, belajar sebagai pemerolehan pengetahuan, dan belajar sebagai konstruksi pengetahuan. Proses belajar yang terjadi dari pandangan pertama adalah menerima dan mengingat; pandangan kedua bercirikan menerima dan memahami isi serta melihat hubungan-hubungan; dan yang ketiga, adalah interpretasi dan konstruksi1 dari apa yang dialami (dilakukan, dilihat, didengar, dan dibaca) pebelajar atau siswa. Sedangkan dalam perspektif yang berbeda, pembelajaran didefinisikan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Ungkapan ini mengandung pengertian bahwa konsepsi atau pandangan tentang bagaimana belajar terjadi menjadi titik tolak bagaimana upaya membelajarkan siswa ditempuh. Dalam konteks pandangan belajar yang pertama, dan kedua di atas, yakni belajar sebagai pemerolehan respon, dan belajar sebagai pemerolehan pengetahuan, metode pembelajaran dimaknai sebagai cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai hasil pembelajaran yang diharapkan; dan strategi pembelajaran dimaknai sebagai penataan cara-cara itu sehingga tersusun suatu urutan langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Sedangkan, dalam konteks konsepsi atau pandangan belajar yang ketiga, yakni belajar sebagai proses konstruksi pengetahuan, metode/strategi pembelajaran dimaknai sebagai
1 Maksud pembelajaran konstruksi yaitu guru harus mampu menumbuhkan kebiasaan berpikir produktif, yang ditandai dengan menumbuhkan kemampuan berpikir dan belajar yang teratur secara mandiri, menumbuhkan sikap kritis dalam berpikir, dan menumbuhkan sikap kreatif dalam berpikir dan belajar. Lihat Made Wena, Srategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer; Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal. 139.

upaya penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendukung proses membangun pengetahuan oleh siswa. Pada karya tulis yang berbentuk makalah ini, akan dipaparkan strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan pijakan tiga pandangan tentang bagaimana belajar terjadi itu. Pada bagian awal dipaparkan tiga metafora belajar itu, dan kemudian dilanjutkan dengan paparan strategi pembelajaran yang relevan dengan masing-masing pandangan tentang belajar. Konsep Belajar dalam Berbagai Perspektif Kita yang aktif dalam dunia pendidikan ataupun yang memiliki high reponsibility tinggi terhadap dunia pendidikan pasti akan selalu pempertanyakan beberapa hal yang terkait langsung dengan dunia pendidikan, yaitu apa itu belajar2. Pandangan bahwa belajar sebagai pemerolehan respon, belajar sebagai pemerolehan pengetahuan, dan belajar sebagai konstruksi pengetahuan, memberikan gambaran pergeseran pandangan tentang bagaimana belajar terjadi, yang berkembang terutama setengah abad terakhir. Pandangan belajar sebagai pemerolehan respon menganggap proses belajar terjadi secara mekanistik. Respon yang berhasil adalah memperkuat otomatisasi, dan sebaliknya kegagalan respon dipandang sebagai lemahnya otomatisasi. Implikasinya dalam pembelajaran, metafora belajar sebagai pemerolehan respon ini adalah pembuatan situasi yang dapat membangkitkan respon siswa dan pemberian reinforcement untuk setiap respon. Drill dan latihan (praktik) adalah epitome pembelajaran dalam pandangan belajar ini, dan tujuan pembelajaran adalah menambah tingkah laku yang benar. Hasil belajar dapat dievaluasi dengan pengukuran seberapa besar perubahan tingkah laku itu. Pandangan ini telah menjadi dasar yang amat kuat dalam praktik dan penelitian belajar dan mengajar lebih dari separo abad ini, dan puncaknya terjadi pada masa-masa setelah Perang Dunia II. Kedua, belajar dipandang sebagai pemerolehan pengetahuan, merupakan metafora baru setelah revolusi kognitif tahun 1950-an dan 1960-an. Dalam pandangan ini siswa menjadi pemproses informasi dan guru sebagai penyaji informasi. Karena pemerolehan pengetahuan menjadi pusat perhatian para ahli psikologi, maka kurikulum menjadi fokus pembelajaran. Implikasinya dalam pembelajaran jelas sekali, seperti
2 Belajar di sini, diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tumbuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Lihat Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 16.

penciptaan situasi yang dapat membuat siswa memperoleh pengetahuan. Dengan metafora ini, pembelajaran berdasarkan buku teks dan ceramah menjadi fokus, untuk tujuan pembelajaran menambah pengetahuan dalam diri siswa, dan hasil belajar dapat dievaluasi dengan mengukur jumlah perolehan pengetahuan dan retensi. Tes pilihan ganda dan tes-tes prestasi yang lain menjadi populer sebagai alat ukur. Ketiga, kegiatan belajar dipadnang sebagai konstruksi pengetahuan, muncul setelah pertumbuhan psikologi kognitif pada dekade 1970-1980-an. Pandangan terhadap siswa berubah dari penerima pengetahuan ke pembangun (konstruktor) pengetahuan, suatu otonomi siswa dalam menggunakan metakognisinya, untuk mengontrol proses kognitifnya, selama belajar berlangsung. Orang bukanlah perekam informasi, tetapi pembangun struktur pengetahuan. Mengetahui sesuatu tidak berarti hanya telah menerima informasi, tetapi juga telah menginterpretasikannya dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang lain. Terampil adalah tidak hanya mengetahui bagaimana melakukan sejumlah tindakan, tetapi juga mengetahui kapan melakukannya dan mengadaptasi unjuk kerja ke berbagai keadaan. Meskipun konstruktivisme dalam pendidikan tidak dimaksudkan untuk mengembangkan strategi pembelajaran, namun para ahli pembelajaran menggunakannya sebagai pijakan untuk mengembangkan strategi pembelajaran. Hingga sekarang, teori pembelajaran yang bervisi pada belajar konstruktivis ini boleh dikatakan masih dalam proses kajian. Para peneliti masih terus berusaha mengembangkan teori dan model pembelajaran baru berdasarkan konstruktivisme, dan asumsi-asumsinya mengenai hakekat belajar. Mengenai pandangan terhadap belajar yang terakhir ini, pusat perhatian pembelajaran terletak pada pengubahan dari apa yang dikehendaki kurikulum ke kognisi siswa. Seperti tercermin dalam lima prinsip pembelajaran konstruktivis yaitu; Pertama, penyikapan masalah-masalah yang muncul dan relevan pada belajar siswa; Kedua, menstrukturkan belajar menurut konsep utama; Ketiga, menemukan dan memaknai pandangan-pandangan siswa; Keempat, penyesuaian kurikulum yang diarahkan pada konsepsi siswa; dan Kelima, pengukuran belajar siswa dalam konteks pembelajaran. Berhubungan dengan hal ini, evaluasi terhadap belajar siswa lebih mengarah pada penemuan bagaimana struktur dan proses pengetahuan siswa daripada berapa banyak yang dipelajari siswa. Pertanyaan yang lazim diajukan bukan lagi apakah pembelajaran lebih efektif, tetapi makna apa yang dapat diperoleh siswa atau guru dari aktivitas pembelajaran itu.

Pengembangan Desain Strategi Pembelajaran Ungkapan pengembangan strategi pembelajaran lebih sering dipakai untuk konteks pandangan belajar yang pertama dan kedua. Sedangkan bagi pandangan belajar yang ketiga lebih sering menyebut pengembangan strategi pembelajaran dengan ungkapan penggubahan lingkungan belajar. Dalam makalah ini, kedua ungkapan tersebut digunakan dengan maksud agar dapat dipakai sebagai penunjuk terminologis dalam basis teori belajar apa strategi pembelajaran itu dikembangkan. Menurut taksonomi variabel pembelajaran, metode pembelajaran dikategorikan menjadi tiga ranah: Strategi pengorganisasian isi pembelajaran Strategi penyampaian pembelajaran Strategi pengelolaan pembelajaran Strategi pengorganisasian isi pembelajaran lazim didasarkan pada tujuan dan karakteristik bidang studi (dikenali dengan melakukan analisis isi dan tujuan pembelajaran), strategi penyampaian pembelajaran didasarkan pada karakteristik bidang studi dan kendala, sedangkan strategi pengelolaan lazim ditetapkan berdasarkan karakteristik siswa, dan secara simultan dikelola untuk mendukung strategi penyampaian pembelajaran, dengan mengacu pada organisasi isi. Strategi Pengorganisasian Isi Dua langkah yang amat penting dalam penetapan strategi pengorganisasian isi pembelajaran adalah synthesizing dan sequencing. Synthesizing dilakukan dengan cara menunjukkan keterkaitan antar isi bidang studi secara keseluruhan, dengan maksud untuk membuat isi-isi bidang studi menjadi lebih bermakna bagi siswa. Sequencing dilakukan untuk menunjukkan urutan-urutan yang perlu diikuti dalam mempelajari isi bidang studi. Pembuatan pensintesis dan pengurutan isi pembelajaran merupakan satu kegiatan yang tak terpisahkan dengan analisis tujuan dan analisis karakteristik bidang studi. Oleh karena itu, tepatlah jika penggarapan strategi pengorganisasian isi dilakukan segera setelah dilakukan analisis tujuan dan isi atau karakteristik bidang studi. Pengorganisasian dapat melibatkan keseluruhan isi bidang studi, atau hanya melibatkan sebagian kecil isi bidang studi. Pengorganisasian yang pertama menuntut strategi makro, sedangkan pengorganisasian yang kedua menuntut strategi mikro.

Strategi Penyampaian Pembelajaran Penetapan strategi penyampaian isi3 pembelajaran menaruh perhatian pada pemilihan dan penetapan media yang optimal untuk menyampaikan isi pembelajaran. Penetapan ini akan sangat tergantung pada hasil analisis kondisi, terutama analisis sumber belajar yang tersedia dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis sumber dapat ditetapkan bentuk-bentuk interaksi siswa-mediaguru. Teknik-teknik penyampaian isi di dalam kelas yang sudah lazim digunakan guru, yang meliputi penggunaan ceramah, tanya jawab, penjelasan, pemberian ilustrasi, pendemonstrasian, atau mengarahkan siswa secara langsung ke sumber informasi selama pembelajaran berlangsung, atau menggunakan buku teks untuk pemberian tugas-tugas rumah, menjadi bagian penting dari strategi penyampaian pembelajaran. Semua itu dirancang, dan dijalankan oleh guru. Strategi Pengelolaan Pembelajaran Strategi pengelolaan pembelajaran menaruh perhatian pada penataan interaksi siswa dengan sumber belajar yang dirancang akan dipakai dalam pembelajaran. Perhatian utama diberikan pada penjadwalan penggunaan setiap sumber belajar ini. Oleh karena fokus perhatiannya terletak pada penataan interaksi siswa dengan sumber belajar, maka strategi pengelolaan ini amat tergantung pada hasil analisis karakteristik siswa. Deskripsi hasil analisis karakteristik siswa menjadi pijakan dalam memilih dan menetapkan strategi pengelolaan. Hasil kegiatan dalam langkah ini akan berupa penjadwalan penggunaan komponen strategi pengorganisasian dan penyampaian pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dikembangkan secara terstruktur tersebut, didasari pandangan belajar yang berperspektif bihavioris-kognitivis. Bahwa, belajar dipandang sebagai pembentukan respon, dan belajar dipandang sebagai pemerolehan belajar atau penyerapan informasi, sehingga adagium pembelajaran yang terkenal selama ini berbunyi peningkatan daya serap atau peningkatan perolehan belajar. Semua strategi pembelajaran dirancang untuk meningkatkan daya serap atau perolehan belajar.
3 Pada dunia perkuliahan, salah satu tuga guru (dosen) ketika mempersiapkan perkuliahan adalah memikirkan bagaimana agar mahasiswa dapat memproses informasi yang disampaikan dan bagaiamana agar proses dosen dapat mengaitkan informasi (isi) dengan pengetahuan yang sebelumnya dimiliki mahasiswa. Lihat Hisyam Zaini, dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002), hal. 130.

Adagium pembelajaran ini akan menjadi lain, jika kita berpijak dari pandangan konstruktivistik. Penggubahan Lingkungan Belajar Pembelajaran yang berperspektif konstruktivis, mungkin beberapa strategi pembelajaran tradisional seperti penggunaan ceramah, tanya jawab, penjelasan, pemberian ilustrasi, pendemonstrasian, atau mengarahkan siswa secara langsung ke sumber informasi selama pembelajaran berlangsung, atau menggunakan buku teks untuk pemberian tugas-tugas rumah masih berguna, meskipun hadirnya di dalam kelas-kelas konstruktivis menjadi lebih tipikal. Strategi yang menonjol antara lain adalah strategi belajar kooperatif dengan mengutamakan aktivitas siswa daripada aktivitas guru, mengenai kegiatan laboratorium, pengalaman lapangan, studi kasus, pemecahan masalah, panel diskusi, diskusi, brainstorming, dan simulasi. Peranan guru yang utama adalah mengendalikan ide-ide dan interpretasi siswa dalam belajar, mengarahkan siswa ke dalam ide-ide alternatif dari yang diyakini sebelumnya, dan memberikan alternatif-alternatif itu melalui aplikasi, bukti-bukti, dan argumen-argumen. Pergeseran perspektif kelas yang seperti ini sejalan dengan pergeseran pandangan terhadap belajar dan mengajar yang ketiga, yakni belajar sebagai pembangunan pengetahuan. Karakteristik lingkungan belajar dan pembelajaran yang berperspektif konstruktivis mempertimbangkan konsepsi utama yang dibawa siswa ke dalam situasi belajar sebagai bagian dari aktivitas pembelajaran. Belajar adalah proses aktif pada diri siswa, yang mencakup konstruksi makna dan acapkali terbentuk melalui negosiasi interpersonal. Guru juga membawa konsepsi mereka ke dalam situasi pembelajaran, tidak hanya konsepsi mengenai pengetahuan mereka, tetapi juga konsepsi mereka terhadap belajar dan mengajar. Konsepsi-konsepsi itu dapat mempengaruhi keputusankeputusan atau cara-cara mereka berinteraksi dengan siswa di dalam kelas. Peranan guru dalam pembelajaran dipengaruhi oleh konsepsi-konsepsi mereka terhadap belajar dan mengajar. Pendek kata, pergeseran pandangan tentang belajar dan mengajar dari siswa sebagai perespon dan penerima informasi ke siswa sebagai pengkonstruk/pembangun pengetahuan telah mengubah pula perspektif kehidupan kelas yang menempatkan interaksi guru-siswa dan siswa-siswa ke dalam hubungan yang unik. Implikasi epistemologis dari pandangan bahwa ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang terkonstruksi, adalah hubungan skema konseptual dengan dunia nyata secara
7

langsung. Penekanan belajar tidak dalam hal hubungannya dengan otoritas eksternal, tetapi konstruksi pengetahuan oleh siswa. Modul-modul seringkali diangkat dari pengalaman personal siswa, mempertimbangkan isu kehidupan nyata yang dihadapi siswa, masyarakat sekitar atau masyarakat umum. Belajar tentang dunia tidak menempatkannya dalam vakum sosial. Melalui bahasa dan kultur, anak memiliki caracara berpikir dan berimajinasi. Pandangan terhadap pengetahuan yang demikian itu, memiliki konsekuensi yang sungguh-sungguh terhadap konseptualisasi pengajaran dan belajar. Kurikulum tidak dipandang sebagai kumpulan entitas keterampilan yang ditransfer kepada siswa, tetapi lebih berguna dipandang sebagai rangkaian tugas dan strategi. Tujuan umum dalam pengembangan kurikulum adalah membuat lingkungan kelas yang memberikan setting sosial untuk mendukung proses pembangunan pengetahuan oleh siswa. Lingkungan itu bukan hanya tugas belajar sebagai paket, tetapi tugas belajar seperti diinterpretasikan oleh siswa. Lingkungan belajar juga mencakup organsiasi sosial dan interaksi antara siswa-guru dan siswa-siswa. Karakteristik lingkungan kelas yang berperspektif konstruktivis ini antara lain: Pertama, siswa tidak dipandang secara pasif, tetapi aktif untuk belajar mereka sendiri mereka membawa konsepsi mereka ke dalam situasi belajar; Kedua, belajar mengutamakan proses aktif, siswa mengkonstruksi makna, dan acapkali dengan melalui negosiasi interpersonal; Ketiga, pengetahuan tidak bersifat out there, tetapi terkonstruk secara personal dan secara sosial; Keempat, guru juga membawa konsepsi mereka ke dalam situasi belajar, tidak hanya dalam hal pengetahuan mereka, tetapi juga pandangan mereka terhadap belajar dan mengajar yang dapat mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan siswa di dalam kelas; Kelima, pengajaran bukan mentransmisi pengetahuan tetapi mencakup organisasi situasi di dalam kelas dan desain tugas yang memudahkan siswa menemukan makna4; dan Keenam, kurikulum bukan sesuatu yang perlu dipelajari tetapi program tugas-tugas belajar, bahan-bahan, sumbersumber lain, dan wacana dari mana siswa mengkonstruk pengetahuan mereka. Kerangka Teoritis untuk Pengembangan Strategi Pembelajaran
4 Suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan persoalan. Melalui suatu desain orang bisa melakukan langkah-langkah yang sistematis untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi. Dengan demikian suatu desain pada dasarnya adalah suatu proses yang bersifat linear yang diwali dari pentuan kebutuhan, kemudian mengambangkan rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya rencangan tersebut diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil tentang efektivitas desain yang disusun. Lihat Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 65.

Bahasan tentang konstruktivisme dalam pendidikan lekat dengan domain kognitif. Pokok pikirannya terletak pada domain knowledge, yaitu proses membangun pengetahuan oleh orang yang belajar. Banyak teori pembelajaran untuk domain kognitif dideskripsikan dalam berbagai literatur-dari metode pengorganisasian bahan tercetak hingga penciptaan lingkungan belajar terbuka. Membandingkan teori-teori itu sama halnya membandingkan apel dengan jeruk. Namun demikian, ada gunanya membandingkan teori untuk membangun kerangka pemahaman teoretik kita terhadap teori satu dengan teori yang lain. Ada enam poin strategi pembelajaran, yaitu (1) tipe belajar, (2) kontrol belajar, (3) fokus belajar, (4) pengelompokan belajar, (5) interaksi belajar, dan (6) pendukung belajar. Tipe Belajar Tipe belajar berkaitan dengan tujuan belajar yang ingin dicapai. Pada hakikatnya, poin ini merupakan aplikasi taksonomi pembelajaran, misalnya, menginginkan pengembangan kognitif. Untuk tujuan ini, mensintesis taksonomi belajar: mengingat informasi (memorizing information), memahami hubungan-hubungan (understanding relationships), menerapkan keterampilan intelektual (applying skills), dan menerapkan keterampilan intelektual yang lebih tinggi (applying generic skills). Dari poin di atas menunjukkan, bahwa kita bisa melihat kategori secara terpisah, sekaligus kita bisa melihat kategori-kategori tersebut secara overlap. Misalnya, mungkin penting bagi siswa mengingat informasi untuk menerapkan suatu keterampilan, akan tetapi ini tidak selalu demikian. Penekanan tujuan belajar akan menunjukkan tipe belajar. Pembelajaran yang menekankan keterampilan berpikir tingkat tinggi (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi), akan menempatkan ketegori ini pada kuadran empat, yakni apllying generic skills. Sementara itu bagi para konstruktivis tujuan belajar untuk pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti itu, juga digunakan untuk mengembangkan level belajar yang lebih rendah, secara simultan untuk mengembangkan keterampilan yang lebih tinggi. Di dalam perspektif konstruktivis ini, siswa bekerja kolaboratif dengan yang lain, menggunakan bebagai sumber, melakukan simulasi, dan eksperimen untuk memecahkan berbagai masalah yang menantang. Melalui aktivitas pemecahan masalah, siswa mengembangkan keterampilan, pemahaman, dan juga memperluas informasi dalam beberapa domain. Kontrol Belajar
9

Dalam paradigma pembelajaran tradisional, kontrol belajar ada pada guru atau desainer pembelajaran. Penetapan tujuan belajar, pemilihan isi, penetapan strategi pembelajaran, dan evaluasi dilakukan oleh guru. Kunci dalam paradigma teori pembelajaran yang baru adalah penciptaan lingkungan yang berfokus pada siswa (learner-centered), di mana siswa lebih berperan dalam penentuan hasil belajar dan pemilihan cara untuk mencapai hasil belajar mereka. Pengambilan peran antara yang perpusat pada guru dan berpusat pada siswa lebih menggambarkan sebuah kontinum. Satu titik ekstrem tidak selalu lebih baik daripada yang lain, penetapan titik kontinum yang berbeda lebih tepat untuk kondisi yang berbeda. Teacher centered Learner centered Ada sejumlah pertanyaan pemandu untuk menetapkan strategi pembelajaran yang tepat pada kontinum tersebut, yakni: Siapa yang menentukan tujuan pembelajaran? Siapa yang menentukan bagaimana tujuan itu akan dicapai? Siapa yang memilih isi? Siapa yang memilih jenis dan level sumber dan bahan pendukung? Siapa yang memilih kapan sumber dan bahan pendukung itu digunakan? Siapa yang mengatur kegiatan apa yang akan dilakukan, dan di jenjang apa? Siapa yang mengevaluasi belajar? Di sini, kontrol belajar adalah guru. Guru yang menetapkan strategi pembelajaran, dan membimbing proses belajar. Guru pula yang memilih isi yang penting bagi siswa. Sementara bagi yang lain menekankan peran guru sebagai pencipta lingkungan belajar agar siswa dapat mengontrol belajarnya sendiri. Fokus Belajar Fokus belajar memiliki rentangan cakupan yang amat luas, dari menggunakan topik khusus dari domain tertentu hingga pemecahan masalah yang interdisipliner. Ada pengorganisasi belajar di sekitar skenario berbasis tujuan. Skenario memiliki tujuan proses maupun tujuan isi, dan menuntut siswa belajar isi tertentu untuk bisa mencapai misi atau tujuan. Strategi ini fleksibel, sementara orientasi belajar pemecahan masalah tercapai, di sisi lain siswa belajar domain spesifik atau interdisipliner yang terkait dengan tujuan belajar atau misi yang telah diplih. Pengelompokan Belajar Aspek ini mempertimbangkan jumlah siswa yang bekerjasama. Siswa bekerja

individual atau berkelompok? Untuk tujuan pembandingan biasanya dibedakan atas: individual, berpasangan, tim (3-6), dan kelompok (7+). Setiap tipe pengelompokan memiliki pertimbangan logis dan proses yang harus dipertimbangkan ketika merencanakan pembelajaran. Interaksi Belajar Biasanya kategori interaksi belajar ini dibedakan atas interaksi: manusia dan nonmanusia. Dalam setiap kategori mungkin terdapat bernacam-macam tipe interaksi yang melibatkan siswa dalam proses belajar. Berbagai kemungkinan bis terjadi sebagai berikut: Human Studentteacher Studentstudent Other Nonhuman Studenttools Studentinformation Studentenvironment/ma nipulatives Other

Fasilitas Pendukung Belajar Fasilitas pendukung belajar diperlukan siswa untuk tumbuh dan berkembang. Pendukung ini ada dua macam: pendukungkognitif dan pendkung emosional. Pendukung kognitif terdiri atas elemen-elemen yang memberi dukungan terhadap proses siswa membangun pemahaman, dan kompetensi, di area bidang studi. Ini bisa berbentuk bahan-bahan cetak, komputer, interaksi manusia, akses informasi, umpnbalik, evaluasi, dsb. Sedangkan pendukung emosional terdiri atas elemen-elemen yang mendukung sikap siswa, motivasi, dan keyakinan diri. Model-model pemberian dukungan untuk belajar yang berfokus pada strategi perencanaan pesan pembelajaran, seperti pemilihan dan pengorganisasian pesan agar bahan-bahan mudah dipelajari siswa, merupakan bentuk cognitive support. Bagi para konstruktivis yang memaknai strategi pembelajaran sebagai penciptaan lingkungan belajar berfokus pada elemen emosional sebaik fokus pada elemen kognitif. Penggunaan penekanan tentang pentingnya tugas, dorongan tingkat keyakinan, pengurutan atau penataan tingkat kesulitan tugas-tugas merupakan strategi-strategi untuk emotional support. Secara kognitif, guru bisa memberikan kasus-kasus yang terkait, sumbersumber informasi yang relevan, pengetahuan, perangkat konstruksi pengetahuan, perangkat kolaborasi dan percakapan antar siswa. Guru juga bisa memberikan umpanbalik, strategi-strategi berpikir, dan kasus-kasus yang terkait.
11

Model-model pembelajaran berbasis proyek atau berbasis masalah (project or problem-based learning) merupakan model-model pembelajaran yang berorientasi pada pemberian dukungan kognitif maupun emosional. Penutup Srategi pembelajaran sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Pengembangan strategi pembelajaran pada dasarnya tergantung pada tujuan belajar apa yang ingin dicapai, karakteristik bidang studi, dan kondisi. Sejumlah poin strategi pembelajaran yang disajikan di atas dimaksudkan menjadi pertimbangan-pertimbangan saat kita menetapkan strategi pembelajaran untuk konteks pembelajaran tertentu, setidaktidaknya sebagai starting point untuk memulai proses analisis dan diskusi pengembangan strategi pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA Sanjaya, Wina. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. Wena, Made. 2009. Srategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer; Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Zaini, Hisyam, dkk. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

13

You might also like