You are on page 1of 21

Etiologi Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat. TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TBC dapat menularkan penyakit kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3 penduduk dunia saat ini telah terinfeksi M. tuberculosis. Kabar baiknya adalah orang yang terinfeksi M. tuberculosis tidak selalu menderita penyakit TBC. Dalam hal ini, imunitas tubuh sangat berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit TBC. Cara Penularan Penyakit TBC Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA).

Klasifikasi Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru,tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak,TB Paru dibagi dalam : 1.Tuberkulosis Paru BTA Positif.

*Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. *Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberculosis aktif. 2.Tuberkulosis Paru BTA Negatif. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberculosis aktif. TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya,yaitu bentuk berat dan ringan.Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas dan/atau keadaan umum penderita buruk.

Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TB Ekstra Paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

1.TB Ekstra Paru Ringan Misalnya : TB kelenjar limfe,pleuritis eksudativa unilateral,tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. 2.TB Ekstra Paru Berat Misalnya : meningitis,milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus,TB saluran kencing dan alat kelamin.

Yang dimaksud dengan TB Paru adalah TB dari parenkim paru. Sebab itu,TB dari pleura atau kelenjar hilus tanpa ada kelainan radiologis dari paru, dianggap sebagai penderita TB Ekstra Paru. Bila seorang penderita TB Paru juga mempunyai TB Ekstra Paru,maka untuk kepentingan pencatatan, penderita tersebut hanya dicatat sebagai penderita TB Paru. Bila seorang penderita TB Ekstra Paru dari beberapa organ, maka dicatat sebagai TB Ekstra Paru dari organ yang penyakitnya paling berat.

TIPE PENDERITA

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.Ada beberapa tipe penderita yaitu : A. Kasus Baru Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian). B. Kambuh (Relaps) Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. C. Pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah. D. Kasus Berobat Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop-out) Adalah penderita yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif setelah putus berobat (drop-out) 2 bulan atau lebih. E. Gagal * Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih. * Adalah penderita BTA negatif Rontgen positif yang menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. F. Lain-lain Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas. Termasuk dalam kelompok ini adalah Kasus Kronik (Yang dimaksud dengan Kasus Kronik adalah penderita yang masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2).

Patofisiologi A. TUBERKULOSIS PRIMER Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal

sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut : 1) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) 2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3) Menyebar dengan cara : a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun

lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 1) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat 2) Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi: o Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas o Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. o Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan penyembuhannya

Gejala klinis Penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian. Gejala Umum : Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih Gejala lain yang sering dijumpai : Dahak bercampur darah Batuk darah Sesak nafas dan rasa nyeri dada Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang suspek tuberkulosis atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

Pemeriksaan fisik Saat Dini : Normal asimptomatik Amforik Breath Sound Perkusi dullness, di supraclacikula : Kroniks istmus Gejala-gejala tersebut di atas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberculosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang dengan gejala tersebut di atas, harus dianggap sebagai seorang suspek tuberculosis atau tersangka penderita TB, dan diperlukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan

kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.

Gambar Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Darah Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif), akan didapatkan jumlah lekosit yang sedikit meninggi. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal. Hasil pemeriksaan lain dari darah didapatkan anemia ringan normokrom normositer. Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di

Indonesia adalah titer 1 / 128. Positif palsu dan negatif palsu dari pemeriksaan ini masih besar.

Pemeriksaan Sputum Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Tidak mudah untuk mendapatkan sputum terutama pada pasien yang tidak batuk atau batuk yang nonproduktif. Dalam hal ini dianjurkan 1 hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dan juga dengan memberikan tambahan obat obat mukolitik, ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi, diambil dengan brushing atau bronchial washing atau Broncho Alveolar Lavage (BAL). Basil tahan asam dari sputum juga dapat diperoleh dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Kuman baru dapat ditemukan apabila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang kurangnya ditemukan ditemukan 3 kuman dalam 1 sediaan, atau dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.

Pemeriksaan BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari 13) Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).

Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional.

Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.

Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. b. ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. c. Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. e. Uji serologi yang baru / IgG TB

Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen dan kombinasi lainnya akan

mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa

menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.

Analisis Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah

Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu : Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB) Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman) Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka). Otopsi Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.

Tes tuberkulin Tes tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, tes tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Tes ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari tes yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

Tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) yang dianggap dapat mencerminkan potensi system imunitas seluler seseorang, khususnya terhadap basil TB. Pada seseorang yang belum terinfeksi basil TB, system imunitas selulernya belum terangsang untuk melawan basil TB, dengan demikian tes tuberculin akan negative. Bila pernah terinfeksi basil TB , dalam keadaan normal system ini sudah akan terangsang secara efektif 38 minggu setelah infeksi primer dan tes tuberculin akan positif (diameter indurasi 10-14 mm pada hari ketiga atau keempat dengan dosis PPD 5 TU intrakutan). Jika seorang penderita yang menderita TB aktif, tes tuberkulinnya dapat kelewat positif (diameter indurasi yang ditimbulkan dapat melebihi 14 mm), kalau proses TB nya hiperaktif (pada TB miliaris) seolah-olah seluruh kemampuan potensi imunitas seluler sudah terkuras habis, tes akan menjadi negative

Komplikasi Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah : Batuk darah Pneumotoraks Luluh paru Gagal napas Gagal jantung Efusi pleura Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Terapi Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan dibahas adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya. Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu : 1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. 2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin. Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini.

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada: Penderita baru TBC paru BTA positif. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada: Penderita kambuh. Penderita gagal terapi. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada: Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif

Dosis OAT

Obat Dosis (Mg/Kg

Dosis yg dianjurkan

DosisMaks (mg)

Dosis (mg) / berat badan (kg) < 40 4060 >60

BB/Hari) Harian Intermitten (mg/ kgBB / hari) R H Z E S 8-12 4-6 20-30 15-20 15-18 10 5 25 15 15 10 10 35 30 15 1000 600 300 (mg/Kg/BB/kali)

300 150 750 750 Sesuai BB

450 300

600 450

1000 1500 1000 1500 750 1000

Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap Fase intensif 2 bulan BB Harian RHZE Harian RHZ 3x/minggu RHZ Harian RH Fase lanjutan 4 bulan 3x/minggu RH 150/150 2 3 4 5

150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 30-37 38-54 55-70 >71 2 3 4 5 2 3 4 5 2 3 4 5 2 3 4 5

Tabel 4. Ringkasan paduan obat

Kategori Kasus I - TB paru BTA +,

Paduan obat yang diajurkan 2 RHZE / 4 RH atau

Keterangan

BTA - , lesi luas

2 RHZE / 6 HE *2RHZE / 4R3H3

II

- Kambuh pengobatan

-RHZES / 1RHZE / sesuai Bila Gagal hasil uji resistensi atau streptomisin alergi, diganti kanamisin dapat

2RHZES / 1RHZE / 5 RHE -3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE

II

- TB paru putus Sesuai berobat

lama

pengobatan berhenti keadaan dan (lihat

sebelumnya, minum klinis, radiologi obat

lama dan

bakteriologi saat ini

uraiannya) atau *2RHZES 5R3H3E3 III -TB paru BTA 2 RHZE / 4 RH atau neg. lesi minimal 6 RHE atau *2RHZE /4 R3H3 IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 / 1RHZE /

(pengobatan minimal 18 bulan) IV - MDR TB Sesuai OAT hidup Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB uji resistensi +

lini 2 atau H seumur

Efek samping dari obat-obatan TBC: Nama Obat Efek Samping

Rifampisin

- sindrom flu: demam, malaria - muntah, mual, diare - kulit gatal dan merah - SGOT/SGPT meningkat (gangguan fungsi hati)

INH

- nyeri syaraf - hepatitis (radang hati) - alergi, demam, ruam kulit

Pyrazinamide

- muntah, mual, diare - kulit merah dan gatal - kadar asam urat meningkat - gangguan fungsi hati

Streptomycine

- alergi, demam, ruam kulit - kerusakan vestibuler, vertigo (pusing) - kerusakan pendengaran (tuli)

Ethambutol

- gangguan syaraf mata

Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy).

Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.

DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu : a. Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC. b. Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis c. Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat). d. Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten. e. Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.

KESIMPULAN

Batuk Lama Pak Joni, 30 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan batuk. Pak Joni menderita batuk selama 4 minggu. Sudah diobati dengan obat batuk tetapi tidak sembuh. Badan tidak enak dan malaise. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 100/60 mmHg, konjungtiva pucat, pembesaran kelenjar getah bening di leher. Ditemukan suara ronkhi basah pada auskultasi paru. LED meningkat, limfositosis. Disarankan melakukan pemeriksaan penunjang lainnnya seperti pemeriksaan laboratorium mikrobiologi dan radiologi.

Analisis kasus Hasil anamnesis Pak Joni, 30 tahun Keluhan utama : batuk selama 4 minggu Riwayat pengobatan : sudah diobati dengan obat batuk tetapi tidak sembuh Keluhan penyerta : Badan tidak enak dan malaise Pemeriksaan fisik Tekanan darah 100/60 mmHg Konjungtiva pucat Pembesaran kelenjar getah bening di leher Ditemukan suara ronkhi basah pada auskultasi paru. Pemeriksan penunjang LED meningkat, limfositosis. Disarankan melakukan pemeriksaan penunjang lainnnya seperti pemeriksaan laboratorium mikrobiologi dan radiologi.

Diagnosis banding : Pneumonia, TB Paru

Diagnosis Kerja :

Gambar ALUR DIAGNOSIS P2TB (Program Penanggulangan Tuberculosis Nasional) Apabila dilihat dari hasil anamnesis (Batuk 4 minggu, sudah diobati dengan obat batuk tetapi tidak sembuh, badan tidak enak dan malaise), pemeriksaan fisik (Konjungtiva pucat = anemia akibat efek dari anoreksia pada pasien, pembesaran kelenjar getah bening di leher = limfadenitis akibat penyebaran infeksi dari bakteri Mycobacterium tuberculosa di kelenjar

limfe yang lokasinya paling dekat dengan lokasi bagian paru yang terinfeksi, yaitu pada bagian apeksnya, lalu ditemukan suara ronkhi basah pada auskultasi paru yang menandakan adanya infiltrat akibat adanya infeksi yang ditimbulkan oleh Mycobacterium tuberculosa), dan pemeriksaan penunjang (LED meningkat = adanya infeksi yang bersifat kronis, limfositosis = menandai sudah terbentuknya imunitas selluler akibat pajanan infeksi yang sudah cukup lama); pasien dicurigai terkena Suspect TB Paru Primer, namun hal ini harus disertai dengan diagnosis pastinya yaitu dengan pemeriksaan sputum S-P-S, pemeriksaan rontgen thoraks PA dan tes Tuberkulin. Sebagaimana alur diagnosis pasti diagnosis TB diatas.

Terapi Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

You might also like