You are on page 1of 45

1

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Minyak bumi merupakan salah satu materi kimia yang dipelajari di
kelas X semester 2 SMA. Materi ini banyak mengandung konsep yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Untuk mempelajari materi ini siswa
dituntut untuk dapat memahami dengan memikirkan, menyelidiki dan
menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya.
Untuk itu guru sebagai salah satu komponen utama dalam proses
pembelajaran diharapkan memiliki kemampuan yang profesional dalam
menjalankan tugasnya. Kemampuan profesional yang dimaksudkan adalah
seorang guru harus ahli dalam bidangnya, hal ini mencakup bagaimana
seorang guru dapat menerapkan strategi, pendekatan dan metode dalam
pembelajaran sehingga terciptanya pembelajaran yang efektif. Hal ini
dikemukakan oleh Slameto (2003: 74) Belajar yang efektif dapat membantu
siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan
instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan cara belajar yang
efektif perlu memperhatikan beberapa hal yaitu kondisi internal, kondisi
eksternal, strategi belajar dan metode belajar. Dalam kenyataannya
pembelajaran yang efektif belum tercapai dengan maksimal, karena interaksi
antara guru dan siswa kurang berjalan dengan harmonis.
1
2

Berdasarkan hasil wawancara dengan Guru Kimia yang mengajar di
SMA, pembelajaran efektif belum berhasil dicapai dalam proses
pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh banyak siswa yang kurang
mempersiapkan diri sebelum belajar bahkan tugas yang diberikan belum
maksimal dikerjakan. Kurangnya persiapan dan keseriusan siswa berakibat
kurang baik dalam proses belajar, terlihat dari proses belajar yang masih
berpusat pada guru dan siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran.
Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa dalam waktu yang sama,
terungkap bahwa permasalahan di atas disebabkan oleh kurangnya minat
untuk belajar, bosan ketika mengikuti proses pembelajaran, dan
ketidakmengertian mereka pada materi yang diajarkan. Selain itu tugas rumah
yang diberikan oleh guru jarang diberi nilai sehingga membuat siswa malas
untuk mengerjakannya. Semua ini mengakibatkan rendahnya hasil belajar
kimia siswa sehingga tidak dapat mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah pada umumnya.
Dalam menciptakan pembelajaran yang efektif guru harus bisa
memilih model pembelajaran yang tepat sehingga siswa dapat terlibat aktif
dalam proses pembelajaran. Salah satunya adalah model pembelajaran
GalPerin yang merupakan gabungan dari beberapa metode mengajar.
Beberapa metodenya yaitu metode ceramah dan metode diskusi. Gabungan
metode ini dapat meningkatkan minat dan interaksi siswa serta menuntut
keterlibatan siswa secara aktif. Jadi kelemahan metode yang satu dapat ditutup
oleh metode lainnya.
3

Wulandari (2009) telah membuktikan Penerapan model pembelajaran
GalPerin dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan
Kelarutan dan hasil Kali Kelarutan (K
sp
). Keunggulan dari model
pembelajaran GalPerin ini adalah memperlihatkan proses belajar yang efektif
sehingga dapat membantu dalam pencapaian kemampuan pada tingkat yang
lebih tinggi. Menurut Tjipto Utomo dan Kees Ruijter (1991: 86) menyatakan :
Keuntungan teori belajar Galperin adalah :
a. Teori ini baik, memperlihatkan proses belajar maupun
memberikan pengarahan kepada pengajar, teori-teori yang
lain biasanya diarahkan pada proses belajar saja.
b. Teori ini berlaku untuk pencapaian kemampuan pada
tingkat yang lebih tinggi.

Dalam model pembelajaran GalPerin, siswa dibagi menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Pembelajaran ini terdiri dari tahap
orientasi, tahap latihan, umpan balik (mendiskusikan hasil latihan), dan
tahapan lanjutan yang berupa pemberian sanksi yang mendidik bagi kelompok
yang tidak serius dalam proses pembelajaran.
Meskipun demikian, Utomo dalam Asmiyanto (2009) mengungkapkan
adanya kelemahan dari model pembelajaran GalPerin yaitu Model
pembelajaran GalPerin memerlukan waktu yang panjang, dan waktu sering
terbuang jika siswa tidak dapat menjawab pertanyaan.
Untuk mengatasi kelemahan model pembelajaran GalPerin tersebut
maka siswa diberi tugas rumah membuat ringkasan agar mereka menguasai
terlebih dahulu materi pelajaran yang akan dipelajari. Tugas rumah yang
diberikan oleh guru haruslah ada penilaiannya.
4

Keunggulan dari tugas membuat ringkasan dapat memotivasi siswa
untuk bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri, sehingga siswa
lebih siap dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Hal ini terbukti
dari hasil penelitian Deswita (2008) Pemberian tugas meringkas dapat
memotivasi siswa untuk lebih menyiapkan diri dalam mengikuti proses belajar
mengajar di sekolah.
Model pembelajaran GalPerin disertai dengan tugas membuat ringkasan
bertujuan agar siswa menguasai materi sebelum pembelajaran, aktif dalam
diskusi dan bisa memberi penjelasan serta jawaban pertanyan selama proses
pembelajaran, sehingga waktu dapat digunakan secara efektif selama proses
pembelajaran di sekolah. Menurut Winkel (1996: 278) Tujuan pemberian
tugas yaitu agar siswa berlatih mengolah materi pelajaran, belajar membagi
waktu dengan baik, belajar teknik-teknik studi yang efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul
Pengaruh Tugas Meringkas dalam Model Pembelajaran GalPerin dan Minat
Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Minyak Bumi Kelas X di
SMA N 2 Gunung Talang.

B. Identifikasi Masalah
1. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia belum maksimal.
2. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centre).
3. Guru belum memperhatikan minat siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
5

4. Guru belum memperhatikan interaksi antara model pembelajaran dan minat
terhadap hasil belajar kimia siswa.

C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang di uraikan di atas, maka
penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Gunung Talang dan terfokus pada
proses pembelajaran kimia yakni Penerapan tugas meringkas dalam model
pembelajaran GalPerin kelas X di SMA Negeri 2 Gunung Talang.
permasalahan yang diteliti adalah pengaruh tugas meringkas dalam model
pembelajaran GalPerin dan minat terhadap hasil belajar siswa. Disisi lain
minat siswa digunakan sebagai variabel untuk memperoleh informasi apakah
model pembelajaran GalPerin yang disertai dengan tugas meringkas dan
model pembelajaran GalPerin saja cocok bagi semua siswa. Selanjutnya
tentang minat itu dibatasi pada senang mencari objek yang menjadi
pengalaman belajar, bersemangat, kesungguhan serta ketekunan. Materi
pelajaran atau pokok bahasan dalam penerapan tugas meringkas dalam model
pembelajaran GalPerin ini adalah Pokok Bahasan Minyak Bumi Kelas X.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
pembatasan masalah, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:
6

1. Apakah hasil belajar Kimia siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran Galperin yang disertai tugas meringkas lebih tinggi dari
hasil belajar siswa hanya dengan model pembelajaran Galperin?
2. Apakah hasil belajar Kimia siswa yang memiliki minat tinggi, dibelajarkan
dengan menggunakan model pembelajaran Galperin yang disertai tugas
meringkas lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang dibelajarkan hanya
dengan model pembelajaran Galperin?
3. Apakah hasil belajar Kimia siswa yang memiliki minat rendah
dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Galperin yang
disertai tugas meringkas lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang
dibelajarkan hanya dengan model pembelajaran Galperin?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui Pengaruh yang
berarti pada tugas meringkas dalam model pembelajaran GalPerin terhadap
hasil belajar siswa pada pokok bahasan Minyak Bumi Kelas X di SMA N 2
Gunung Talang. Secara operasional tujuan penelitian ini untuk memperoleh
informasi tentang:
1. Perbedaan hasil belajar kimia siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran Galperin yang disertai tugas meringkas lebih tinggi dari
hasil belajar siswa hanya dengan model pembelajaran Galperin.
2. Perbedaan hasil belajar Kimia siswa yang memiliki minat tinggi,
dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Galperin yang
7

disertai tugas meringkas lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang
dibelajarkan hanya dengan model pembelajaran Galperin.
3. Perbedaan hasil belajar Kimia siswa yang memiliki minat rendah
dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Galperin yang
disertai tugas meringkas lebih rendah dari hasil belajar siswa yang
dibelajarkan hanya dengan model pembelajaran Galperin.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mamiliki manfaat secara akademis maupun praktis.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan seperti di bawah ini.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis temuan penelitian ini akan memperkaya khasanah
pengetahuan di bidang model pembelajaran, khususnya pembelajaran
Kimia. Di samping itu dapat pula memperkaya pengetahuan di bidang
proses belajar mengajar, karena minat merupakan bagian dari proses
pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
Selain manfaat teoritis, penelitian ini juga memiliki manfaat praktis
baik bagi guru, kepala sekolah, dan para peneliti.
a. Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi, wawasan
serta menjadi masukan untuk memperkaya alternatif model
pembelajaran yang dapat menggali dan menumbuh kembangkan
kreativitas siswa dalam pembelajaran Kimia.
8

b. Bagi Pembuat Kebijakan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
membuat kebijakan pendidikan, yaitu dalam pengembangan
pembelajaran pada tingkat Nasional, daerah maupun tingkat
operasional sekolah.
c. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi peneliti
untuk mengadakan penelitian lanjutan dengan melibatkan variabel lain
di luar variabel model pembelajaran dan minat yang relevan dan area
penelitian yang lebih luas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar Kimia.












9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Pembelajaran
Belajar merupakan proses daripada perkembangan hidup manusia.
Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu
sehingga tingkah lakunya berkembang. Perubahan yang ingin dicapai melalui
proses pendidikan pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku, sebagaimana
yang dikemukan oleh Sudjana (2008: 28) bahwa:
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
suatu perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk
seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan
tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan
kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan
lain-lain aspek yang ada pada individu.

Dari pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa hakikat utama dari
belajar adalah perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah perubahan
yang mampu mengantarkan seseorang yang belajar tersebut pada tingkah laku
yang positif. Menurut Slameto (2003: 3-6) ciri-ciri tingkah laku orang yang
telah belajar adalah:
a. Perubahan terjadi secara sadar.
b. Perubahan dalam belajar terjadi bersifat kontiniu dan
fungsional.
c. Perubahan dalam belajar bersifat tetap.
d. Perubahan dalam belajar bersifat aktif.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah.
f. Perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek.

7
10

Orang yang memiliki ciri-ciri belajar berarti telah mengalami proses
pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan kesatuan kegiatan yang tidak
dapat dipisahkan antara siswa yang belajar dengan guru, karena dalam proses
balajar mengajar akan selalu melibatkan serangkaian perbuatan guru dan
siswa atas dasar hubungan timbal balik untuk mencapai tujuan tertentu.
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan pokok dalam proses pendidikan di
sekolah. Berhasil atau tidaknya pendidikan bergantung pada bagaimana proses
belajar yang dialami siswa sebagai anak didik.

B. Pemberian Tugas
Dalam proses pembelajaran guru tidak hanya menyampaikan isi
pelajaran, tetapi juga memberikan tugas. Peranan tugas sangat penting dalam
pembelajaran karena dapat melihat atau meninjau pelajaran yang akan
dihadapi oleh siswa. Djamarah (2006: 85) menyatakan Metode penugasan
adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas agar siwa
melakukan kegiatan belajar. Menurut Roestiyah (1989: 133) Dengan
kegiatan melaksanakan tugas siswa akan aktif belajar, dan merasa terangsang
untuk meningkatkan belajar yang lebih baik, memupuk inisiatif dan berani
bertanggung jawab sendiri.
Pemberian tugas bukan ditujukan untuk menghukum atau mempersulit
siswa, tetapi memperjelas, memperkaya, memperdalam bahan yang diberikan
di dalam kelas. Dengan demikian, pemberian tugas hendaknya disesuaikan
dengan bahan ajaran.
11

Dalam memberikan tugas, hendaknya guru mempertimbangkan
beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (2008: 81) yaitu:
a. Tujuan yang akan dicapai.
b. Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga siswa mengerti
apa yang ditugaskan.
c. Sesuai dengan kemampuan siswa.
d. Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu
pekerjaan siswa.
e. Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas
tersebut.

Seiring itu, Roestiyah (1998: 134) juga mengemukakan hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemberian tugas adalah Apakah tujuan-tujuan yang
akan dicapai dengan tugas itu sudah cukup jelas, cukup dipahami oleh siswa,
sehingga mereka melaksanakan dengan tanggung jawab.
Dari kedua pendapat di atas, metode pemberian tugas dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan kemampuan siswa dan jenis-jenis tugas yang
diberikan. Pemberian tugas tanpa perencanaan berdampak negatif terhadap
siswa. Sebab, siswa tidak mendapatkan petunjuk dan masalah yang harus
dipecahkannya. Salah satu tugas yang dapat diberikan kepada siswa adalah
tugas membuat ringkasan.
Ringkasan adalah ikhtisar atau pokok penting dari suatu bacaan.
Dalam meringkas materi yang diberikan kepada siswa, guru dapat
mengefisienkan pelajaran yang padat sesuai waktunya. Selain itu tugas
meringkas telah melibatkan semua siswa dalam belajar. Siswa yang terbiasa
meringkas lebih aktif dalam mempelajari konsep-konsep yang akan dipelajari.
Membuat ringkasan merupakan jalan paling baik yang dilakukan setelah
12

membaca dengan mengerti bagian-bagian yang akan diringkas (Soedarsono,
1989: 77).
Sesuai dengan pendapat tersebut tugas meringkas dapat meningkatkan
aktifitas belajar siswa. Siswa yang biasanya tidak mencatat materi
pembelajaran akan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Dengan
demikian siswa akan memahami dan mengerti materi pelajaran yang akan
diajarkan.
Tugas rumah yang diberikan oleh guru haruslah ada penilaiannya,
seperti yang dikemukakan oleh Roestiyah (1998: 133) Bila guru telah
memberikan tugas pada siswa, hari berikutnya harus dicek apakah sudah
dikerjakan atau belum. Kemudian perlu dievaluasi, karena akan memberi
motivasi belajar siswa.

C. Model Pembelajaran GalPerin
Model pembelajaran Galperin merupakan suatu proses pembelajaran
yang digambarkan melalui beberapa rangkaian tahap kegiatan yaitu tahap
orientasi, tahap latihan, tahap balikan, dan tahap lanjutan.
Empat tahap pembelajaran tentang teori pendidikan Gal`perin yang
dikemukakan oleh Hartono dan Soekartawi (1995 : 59-60) yaitu:
1. Kegiatan pertama adalah pemberian orientasi mengenai isi pelajaran dan
cara penalaran, bentuk kegiatannya dapat berupa penjelasan tentang isi
dan struktur, penjelasan tentang hubungannya dengan bahan ajar yang
lain, penjelasan tentang manfaat mata pelajaran, dan pemberian contoh-
13

contoh. Dengan kata lain, orientasi berarti memberikan teori atau
memberikan penalaran atau cara menerapkannya. Di sini guru sekaligus
membagi siswa atas beberapa kelompok, yang beranggotakan 3 4 orang
siswa. Sebagaimana pendapat Lie (2002: 40) menjelaskan bahwa:
Pengelompokan heterogenitas (kemacam-ragaman
merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode
pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas bisa
dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender,
latar belakang sosio-ekonomi, dan etnik, serta kemampuan
akademis siswa. Dalam hal kemampuan akademis,
kelompok pembelajar kooperatif biasanya terdiri dari satu
orang berkemampuan sedang, dan satu lagi berkemampuan
kurang.

2. Kegiatan kedua adalah memberi kesempatan untuk melakukan latihan dan
penerapan. Kegiatan latihan ini dapat berupa membicarakan teori dengan
diskusi dan tanya jawab, memberikan tugas atau dengan pratikum. Yang
paling utama dalam latihan adalah adanya kegiatan secara terstruktur dan
terarah.
3. Kegiatan ketiga adalah berupa pemberian umpan balik yang dapat berupa
penyampaian informasi tentang hal-hal yang telah dikerjakan dalam
latihan, sampai dimana yang telah sesuai atau belum sesuai, serta
informasi tentang hal-hal yang perlu diperbaiki siswa. Pemberian umpan
balik ini dapat dilakukan dengan cara melihat apa yang telah dikerjakan
siswa, mencari sumber kesalahan yang terjadi, membantu siswa
menyelesaikan latihan.
4. Kegiatan terakhir adalah mengupayakan terjadinya tindak lanjut sebagai
langkah kongkret dalam proses belajar. Langkah lanjut dilakukan
14

berdasarkan pada hasil latihan dan umpan balik, langkah lanjut ini dapat
berupa tambahan penjelasan atau tambahan latihan.
Kadang-kadang kita menghadapi soal yang tidak dapat dipecahkan
dengan satu jawaban saja. Untuk mencari jawaban yang tepat maka diperlukan
teori Galperin. Semua jawaban ditampung dan dipertahankan, mana yang
paling banyak mendekati kebenaran layak sehingga musyawarah yang
demokratis dapat diambil kesimpulan.
Sehubungan dengan keempat rangkaian di atas dapat disimpulkan bahwa
proses belajar mengajar dapat dilaksanakan pada empat tahap:





Menurut teori Galperin suatu sasaran belajar hanya tercapai bila siswa
berorientasi, berlatih, dan melanjutkan proses belajar berdasarkan hasil umpan
balik. Sistem pendidikan mempunyai tugas untuk memungkinkan siswa
berorientasi, berlatih dan seterusnya.
Selanjutnya Jipto Utomo (1991: 37) menyatakan:
Ada empat fungsi pengajaran yang harus dilaksanakan sejajar dan
seirama dengan kempat tahap proses belajar. Fungsi-fungsi
pengajaran itu adalah:


1. Orientasi
2.Latihan
3. Umpan balik
4. Lanjutan
15

1. Memberikan orientasi dan cara- cara ilmu
2. Meberikan kesempatan unuk berlatih dan menerapkan materi
dan cara-cara ilmu
3. Memberi pengertian tentang hasil belajar yang telah dicapai
dalam proses belajar yang dilakukan
4. Memberikan kesempatan melajutkan latihan

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan, maksud orientasi tentang
materi dan cara-cara ilmu yaitu bahwa cara pengajaran harus dapat
menyuguhkan isi ilmu dan cara penalaran yang khas dalam bidang itu. Cara
penalaran adalah cara kegiatan berfikir yang digunakan dalam bidang itu. Isi
dan struktur mata pelajaran harus diberikan kepada siswa. Kemudian
diinformasi pada siswa apa tujuan yang akan dicapai setelah mempelajari
materi tersebut. Hal ini akan memotivasi siswa ikut tertarik mempelajari
kimia. Siswa diharapkan tidak hanya mengenal mata pelajaran tersebut, tetapi
juga mengerti dan mampu menerapkannya, maka prosedur pengoperasian dan
contoh penerapan harus diberikan juga dengan jelas.
Dalam tahap latihan siswa bekerja dalam kelompok kecil 3-4 orang
siswa. Kepada masing-masing siswa diberikan tugas dalam bentuk LDS yang
didiskusikan dalam masing-masing kelompok. Tujuan pemberian tugas untuk
mengarahkan siswa menguasai dan memahami konsep kimia secara
menyeluruh. Selain itu diharapkan siswa dapat berfikir secara logis, kritis dan
sistematis.
Laporan hasil diskusi penyelesaian soal-soal tiap-tiap kelompok dalam
diskusi merupakan balikan yang sangat berarti bagi siswa. Sebab mereka
dapat saling mengetahui hasil dari tiap kelompok, mungkin hasil sama tapi
16

cara yang berbeda sesuai dengan pengalaman belajarnya. Penyimpulan hasil
balikan yang dilakukan oleh guru pada tahap akhir proses belajar mengajar
adalah merupakan balikan yang sangat penting. Dimana dengan adanya
balikan ini maka siswa akan lebih memahami apa yang terkandung dalam satu
konsep tersebut, sehingga mereka tidak mudah lupa tentang konsep tersebut.
Untuk kelanjutan dari pembahasan suatu konsep maka siswa diberikan
tambahan penjelasan atau tambahan latihan untuk meningkatkan pemahaman
siswa.
Dengan menerapkan model pembelajaran Galperin ini diharapkan
diperoleh keuntungan tersendiri terhadap proses pembelajaran yang dilakukan.
Menurut Tjipto Utomo dan Kress Rulifer (1991:1996) menyatakan:
Keuntungan teori belajar Galperin adalah:

a. teori ini baik, memperhatikan proses belajar maupun memberikan
pengarahan kepada pengajar, teori-teori yang lain biasanya diarahkan
pada hasil proses belajar saja
b. teori ini berlaku untuk pencapaian kemampuan pada tingkat yang lebih
tinggi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran
Galperin ini diharapkan dapat meningkatkan penguasaan materi siswa agar
berada pada tingkat yang lebih tinggi.

D. Minat
Minat merupakan salah satu dimensi dari aspek afektif yang banyak
berperan juga dalam kehidupan seseorang, khususnya dalam kehidupan
belajar seorang siswa.
17

Menurut Slameto (2003: 180) mendefinisikan minat adalah suatu rasa
lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang
menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan
antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Dikatakan semakin kuat atau
dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Crow & Crow (1989) (dalam
Djaali; 2008: 121) mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak
yang mendorong seseorang untuk menghadapai atau berurusan dengan orang,
benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Ini
berarti bahwa, minat dapat menjadi penyebab sesuatu kegiatan, atau sesuatu
yang dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman yang telah distimuli oleh
kegiatan itu sendiri.
Djaali (2008: 121) minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang
menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya,
dapat pula dapat dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas.
Simon (1966: 69) mengemukakan bahwa, minat adalah sebagai sesuatu yang
dapat membangkitkan gairah seseorang dan yang menyebabkannya
menggunakan waktu, uang, serta energik untuk itu.
Kedua pendapat tersebut pada dasarnya menekankan minat sebagai
deskripsi sesuatu yang diinginkan seseorang sehingga menyebabkannya
bergairah dalam menjalankan sesuatu melalui kegiatan atau aktivitas yang
dilakukannya


18

E. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah proses
pembelajaran dilaksanakan, baik dalam bentuk prestasi maupun perubahan
tingkah laku dan sikap siswa. Menurut Hamalik (1990: 21) Hasil belajar itu
adalah perilaku yang ditimbulkan dari yang tidak tahu manjadi tahu,
timbulnya pengertian baru, perubahan sikap dan kebiasaan, keterampilan,
menghargai sifat perkembangan sosial, emosional, pertumbuhan dan jasmani.
Penilaian hasil belajar bertujuan melihat kemajuan belajar peserta
didik dalam hal menguasai materi pelajaran yang telah dipelajarinya sesuai
dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan (Rohani dan Ahmad. 1995: 169).
Hasil belajar siswa dapat dilihat dari tiga ranah yaitu ranah kognitif,
ranah afektif dan ranah psikomotor (Arikunto, 2008: 117). Hasil belajar siswa
yang berupa kognitif dapat dilihat dari nilai yang diperoleh dari instrumen
yang digunakan berupa tes. Hasil belajar dalam bentuk afektif dapat dilihat
dari sikap yang muncul setelah belajar. Sedangkan hasil belajar psikomotor
dapat dilihat dari keterampilan siswa setelah mengalami kegiatan belajar.
Pada penelitian ini hasil belajar yang akan penulis teliti adalah hasil
belajar pada ranah kognitif yang berupa tes belajar yang dinilai dalam bentuk
angka. Penilaian hasil belajar yang dilakukan mengacu pada penilaian
berdasarkan KTSP. Dalam KTSP penilaian dilakukan berdasarkan indikator.
Arikunto (2008: 26) menyatakan Ada dua teknik evaluasi (penilaian) yaitu
teknik tes dan non tes. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah teknik tes
19

yang dilakukan berupa tes akhir yang diberikan kepada siswa berupa tes
objektif dengan lima pilihan.

F. Karakterisitik Materi Minyak Bumi
Berdasarkan KTSP tahun 2006 untuk kelas X IPA SMA semester 2,
salah satu pokok bahasan yang dipelajari adalah minyak bumi. Materi minyak
bumi ini memiliki :
a. Standar kompetensi : Memahami sifat-sifat senyawa organic atas dasar
gugus fungsi dan senyawa makromolekul.
b. Kompetensi Dasar : Menjelaskan proses pembentukan dan teknik
pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi serta
kegunaannya.
c. Indikator yang akan dicapai :
1. Mendeskripsikan proses pembentukan minyak bumi dan gas alam.
2. Menjelaskan komponen-komponen utama penyusun minyak bumi.
3. Menafsirkan bagan penyulingan bertingkat untuk menjelaskan dasar
dan teknik pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi.
4. Membedakan kualitas bensin berdasarkan bilangan oktannya.
5. Menganalisis dampak pembakaran bahan bakar terhadap lingkungan.
d. Materi pelajaran :
1. Minyak bumi
2. Fraksi minyak bumi
3. Mutu bensin
20

4. Dampak pembakaran bahan bakar
Adapun rincian tentang konsep-konsep tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 1.

G. Kerangka Konseptual
Dalam proses pembelajaran keaktifan siswa sangat diperlukan dalam
usaha menciptakan pengalaman belajar. Untuk itu perlu suatu kondisi belajar
yang dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa dalam menemukan
konsep yang dipelajari. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
menerapkan model pembelajaran Galperin. Pada pembelajaran ini, siswa
dituntut untuk lebih aktif dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran
dan diharapkan dapat mengembangkan potensi siswa.
Meskipun demikian, Utomo dalam Asmiyanto (2009) mengungkapkan
adanya kelemahan dari model pembelajaran GalPerin yaitu Model
pembelajaran GalPerin memerlukan waktu yang panjang, dan waktu sering
terbuang jika siswa tidak dapat menjawab pertanyaan.
Untuk mengatasi kelemahan model pembelajaran GalPerin tersebut
maka siswa diberi tugas rumah dalam bentuk membuat ringkasan yang
bertujuan agar siswa menguasai terlebih dahulu materi pelajaran yang akan
dipelajari, aktif dalam diskusi dan bisa memberi penjelasan serta jawaban
pertanyan selama proses pembelajaran, sehingga waktu dapat digunakan
secara efektif selama proses pembelajaran di sekolah.
21

Hasil belajar siswa juga dapat dipengaruhi oleh faktor internal, salah
satunya adalah minat siswa terhadap pembelajaran Kimia. Minat adalah suatu rasa
lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang
menyuruh dalam diri siswa sehingga membuatnya berusaha secara maksimal dan
dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Minat siswa akan tinggi apabila guru
dapat memberikan semangat untuk meningkatkan hasil belajar. Minat siswa akan
berkurang apabila guru tidaka mampu memberikan semangat belajar kepada
siswa. Hal ini dapat digambarkan dalam kerangka konseptual sebagai berikut:














Gambar 1. Kerangka Hubungan Antar variabel Penelitian
Tugas Meringkas dalam
Model Pembelajaran
Galperin
Model Pembelajaran
Galperin
Hasil Belajar Siswa
Tugas Meringkas dalam
Model Pembelajaran
Galperin + minat tinggi
Model Pembelajaran
Galperin + minat rendah
Hasil Belajar Siswa
Tugas Meringkas dalam
Model Pembelajaran
Galperin + minat rendah
Model Pembelajaran
Galperin + minat rendah
Hasil Belajar Siswa
22

G. Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berpikir yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai
berikut.
1. Hasil belajar Kimia siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
Galperin yang disertai tugas meringkas lebih tinggi dari hasil belajar
siswa hanya dengan model pembelajaran Galperin.
2. Hasil belajar Kimia siswa yang memiliki minat tinggi, dibelajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran Galperin yang disertai tugas
meringkas lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang dibelajarkan hanya
dengan model pembelajaran Galperin.
3. Hasil belajar Kimia siswa yang memiliki minat rendah dibelajarkan
dengan menggunakan model pembelajaran Galperin yang disertai tugas
meringkas lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang dibelajarkan hanya
dengan model pembelajaran Galperin.















23



















BAB III
METODE PENELITIAN


A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Perlakuan yang akan
diberikan kepada kelas eksperimen adalah pemberian tugas meringkas dalam
model pembelajaran GalPerin. Sedangkan untuk kelas kontrol penggunaan
model pembelajaran GalPerin tanpa disertai tugas membuat ringkasan.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group
Posttest Only Design yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 1 : Randomized Control Group Posttest Only Design
Kelas Perlakuan Posttest
Ekperimen X T
1

Kontrol .... T
1

Sumber: Lufri (2007: 69).
Keterangan:
X : pemberian tugas meringkas dalam
24

model pembelajaran GalPerin.
... : penerapan model pembelajaran GalPerin tanpa
pemberian tugas meringkas.
T
1
: tes yang diberikan di akhir pokok bahasan (Posttest).


B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2
Gunung Talang yang terdaftar pada semester II tahun pelajaran 2009/2010.


2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.
Mengingat besarnya jumlah populasi dan terbatasnya kemampuan peneliti,
maka dalam penelitian ini dilakukan pemilihan sampel. Pemilihan sampel
dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu sampel yang sengaja
dipilih berdasarkan karakterisitik tertentu yang diperlukan dalam
penelitian (Lufri, 2007:86). Untuk mendapatkan sampel yang representatif,
yaitu sampel yang benar-benar mencerminkan populasinya, maka
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data nilai ulangan harian kimia siswa kelas X

SMA
Negeri 2 Gunung Talang tahun pelajaran 2009/2010.
b. Melakukan uji normalitas terhadap data yang diperoleh. Melakukan
Uji Normalitas bertujuan untuk melihat apakah populasi berdistribusi
nomal atau tidak.
20
25

c. Melakukan uji homogenitas variansi untuk mengetahui apakah
populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak.
d. Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas didapatkan 2 kelas
populasi yang terdistribusi normal dan homogen yaitu kelas X
2
dan X
3

yang langsung dijadikan kelas sampel. Untuk menentukan kelas
eksperimen dan kelas kontrol digunakan teknik purposive sampling.



C. Variabel dan Data
1. Variabel
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel bebas adalah penerapan tugas meringkas dalam model
pembelajaran GalPerin.
b. Variabel terikat adalah hasil belajar siswa dalam ranah kognitif yang
diperoleh melalui tes setelah perlakuan diberikan.
c. Variabel kontrol yaitu : guru, alokasi waktu, dan buku sumber yang
digunakan pada kedua kelas adalah sama.
2. Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Data primer
26

Data primer yaitu data yang langsung diambil dari subjek
penelitian melalui tes data sekunder.
2) Data sekunder
Data sekunder meliputi data tentang jumlah siswa dan nilai
ulangan harian dari populasi di kelas X SMA Negeri 2 Gunung
Talang.
b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah :
1) Siswa kelas X SMA Negeri 2 Gunung Talang tahun pelajaran
2009/2010 yang menjadi sampel untuk mendapatkan data primer.
2) Guru kimia SMA Negeri 2 Gunung Talang untuk mendapatkan
data sekundernya.

D. Prosedur Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian perlu dilakukan beberapa tahap
terdiri dari:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan semua hal yang berhubungan
dengan pelaksanaan penelitian yaitu:
a. Menentukan jadwal penelitian.
b. Menentukan populasi dan sampel.
c. Menetapkan kelas sampel.
27

d. Mempersiapkan Perangkat Pembelajaran, yaitu Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), dan mempersiapkan LKS
e. Membuat soal uji coba
f. Melakukan uji validitas, realibilitas, indeks kesukaran, dan daya
pembeda terhadap soal uji coba
g. Menyiapkan soal tes akhir.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, perlakuan yang dilakukan pada kelas sampel
adalah sebagai berikut:


Tabel 2: Tahap pelaksanaan penelitian pada kelas sampel
No
Kelas Eksperimen
(GalPerin dan Tugas Meringkas)
Kelas Kontrol
(GalPerin)
(1) (2)
1.


Pendahuluan
- Mengabsen dan mencek
kesiapan siswa.
- Apersepsi
- Menyampaikan judul dan
indikator pembelajaran
- Motivasi

Pendahuluan
- Mengabsen dan mencek
kesiapan siswa.
- Apersepsi
- Menyampaikan judul dan
indikator pembelajaran
- Motivasi
2. Kegiatan Inti
- Guru meminta siswa untuk
mengumpulkan tugas
ringkasan yang telah dibuat
dirumah.



- Guru membagi siswa dalam 8
kelompok yang terdiri atas 5
atau 6 orang dalam 1
kelompok.
- Guru membagi siswa dalam 8
kelompok yang terdiri atas 5
atau 6 orang dalam 1
kelompok.

- Guru memberikan penjelasan - Guru memberikan penjelasan
28

secara ringkas mengenai
materi pelajaran.
secara ringkas mengenai
materi pelajaran.

- Guru memberikan lembaran
kerja yang berisi pertanyaan-
pertanyaan tentang materi
pelajaran yang harus
didiskusikan oleh siswa dalam
kelompoknya.
- Guru memberikan lembaran
kerja yang berisi pertanyaan-
pertanyaan tentang materi
pelajaran yang harus
didiskusikan oleh siswa dalam
kelompoknya.

- Siswa menjawab pertanyaan
yang ada di lembar kerja
dengan berdiskusi di
kelompok masing-masing
sebagai laporan awal.

- Siswa menjawab pertanyaan
yang ada di lembar kerja
dengan berdiskusi di
kelompok masing-masing
sebagai laporan awal.

- Guru menunjuk masing-
masing kelompok untuk
mempersentasikan hasil
diskusinya di depan kelas.
- Guru menunjuk masing-
masing kelompok untuk
mempersentasikan hasil
diskusinya di depan kelas.


- Siswa menyimpulkan
pelajaran dari hasil diskusi dan
dibuat di laporan awal.

- Siswa menyimpulkan
pelajaran dari hasil diskusi
dan dibuat di laporan awal.


- Guru menginformasikan
laporan yang tidak lengkap,
kelompok yang kurang aktif,
dan tidak serius diantara 8
kelompok yang ada.

- Guru menginformasikan
laporan yang tidak lengkap,
kelompok yang kurang aktif,
dan tidak serius diantara 8
kelompok yang ada.
- Guru memberikan sanksi pada
kelompok yang termasuk
dalam kriteria di atas berupa
tampil didepan kelas untuk
menjelaskan kembali materi
pelajaran hari ini.

- Guru memberikan sanksi pada
kelompok yang termasuk
dalam kriteria di atas berupa
tampil didepan kelas untuk
menjelaskan kembali materi
pelajaran hari ini.
3. Penutup
- Siswa bersama guru
menyimpulkan materi
pelajaran yang telah dipelajari.
- Guru mengembalikan tugas
Penutup
- Siswa bersama guru
menyimpulkan materi pelajaran
yang telah dipelajari.

29

ringkasan yang telah diberi
penilaian.
- Siswa diberi tugas meringkas
dirumah untuk materi
pelajaran berikutnya.

3. Tahap Penyelesaian
Pada tahap penyelesaian ini yang dilakukan adalah:
a. Mengambil data nilai kedua kelas sampel yang telah diberikan tes
akhir dengan soal yang sama berupa soal objektif.
b. Mengolah data hasil belajar dari kedua kelas sampel.
c. Menarik kesimpulan dari hasil yang didapat sesuai dengan teknik
analisis data yang digunakan.


E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah tes. Tes yang dibuat sesuai dengan materi pelajaran yang
diberikan selama perlakuan berlangsung. Untuk mendapatkan tes yang benar-
benar valid, reliabel serta memperhatikan taraf kesukaran dan daya beda soal
maka terlebih dahulu harus dilakukan uji coba tes.

1. Validitas Tes
Tes hasil belajar dikatakan valid apabila tes tersebut (sebagai alat
ukur keberhasilan belajar peserta didik) secara tepat dan tepat dapat
mengukur atau atau mengungkapkan hasil belajar yang telah dicapai oleh
peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam
waktu tertentu. Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah
30

validitas isi. Suatu tes dikatakan memenuhi validitas isi apabila tes tersebut
dapat mengukur tujuan khusus tertentu yang sesuai dengan materi
pelajaran, bahasa dan aspek-aspek yang dikehendaki oleh indikator.
Validitas isi dapat diusahakan tercapai saat penyusunan tes, yaitu dengan
cara merinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi hasil penilaian. Penilaian
yang reliabel memungkinkan perbandingan yang reliabel dan menjamin
konsistensi (Kunandar 2007, 392).


Menurut Sudijono ( 1998 : 95 ) :
Tes hasil belajar dapat dikatakan reliabel apabila hasilhasil
pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut
secara berulang kali terhadap subyek yang sama, senantiasa
menunjukkan hasil yang tetap sama.
Penentuan reliabilitas tes hasil belajar dapat dengan menggunakan
rumus (Sudijono, 1998 : 258) :
r
11
= |
.
|

\
|
1 n
n
|
|
.
|

\
|

2
) )( (
) (
1
s n
M n M

M =
N
X E

S
2
=
( )
( ) 1
2 2

E E
N N
X X N

Keterangan :
31

r
11
= koefisien reliabilitas tes
n = banyak butir item
M = mean total
S
2
= variansi total
N = banyak siswa
X = jumlah skor total
Dengan kriteria :
0,90 < r
11
1,00 = reliabilitas sangat tinggi
0,70 < r
11
0,90 = reliabilitas tinggi
0,40 < r
11
0,70 = reliabilitas cukup
0,20 < r
11
0,40 = reliabilitas rendah
0,00 < r
11
0,20 = reliabilitas sangat rendah
Berdasarkan uji reliabilitas soal tes uji coba, diperoleh harga
koefisien reliabilitas soal = 0,615 (lampiran 10). Hal ini berarti bahwa
reliabilitas soal tes uji coba adalah cukup.
3. Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar
siswa untuk dapat membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi
dan yang berkemampuan rendah. Cara menentukan daya pembeda dapat
digunakan rumus yang dikemukakan Arikunto ( 2006 : 213) yaitu :
D =
B
B
A
A
J
B
J
B


Keterangan :
Ba = jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar
Bb = jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Ja = jumlah peserta kelompok atas
Jb = jumlah peserta kelompok bawah
D = daya pembeda
Kriteria :
0 0,1 = jelek
32

0,2 0,39 = cukup
0,4 0,69 = baik
0,7 1 = baik sekali
Berdasarkan uji daya beda soal, terdapat 6 butir soal dengan kriteria
jelek, 11 butir soal dengan kriteria cukup dan 8 butir soal dengan kriteria baik
(lampiran 11).
4. Indeks Kesukaran
Butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butirbutir item
yang baik, apabila butirbutir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak
terlalu mudah, dengan kata lain tingkat kesukaran itu adalah sedang dan
cukup. Bermutu atau tidaknya butirbutir item tes hasil belajar pertama-
tama dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang
dimiliki oleh masingmasing butir item tersebut. Untuk mengetahui sejauh
mana tingkat kesukaran digunakan rumus (Sudijono,1998:372) sebagai
berikut :
P =
Js
B

Keterangan :
P = indeks kesukaran
B = jumlah siswa yang menjawab benar
Js = jumlah siswa peserta tes
Kriterianya :
0 0,29 = soal sukar
0.3 0,69 = soal sedang
0,7 1 = soal mudah
Setelah diuji indeks kesukaran soal tes uji coba, terdapat 9 butir
soal dengan kriteria mudah, 8 butir soal dengan kriteria sedang dan 8 butir
33

soal dengan kriteria sukar. Berdasarkan hal tersebut dari 25 soal tes uji
coba hanya 20 soal yang dapat dipakai dan 5 soal dibuang. Sehingga
jumlah soal yang digunakan untuk tes hasil belajar adalah 20 soal
(lampiran 11).
F. Teknik Pengolahan Data

Analisis data hasil penelitian ini menggunakan metode statistik untuk
melihat keberhasilan siswa dalam belajar, yang menentukan pengolahan
datanya dilakukan dengan uji normalitas dan uji homogenitas.


1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari
populasi yang terdistribusi normal, memakai uji Liliefors (Sudjana, 2005:
246-247) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Data X
1
,X
2
,X
3
,...X
n
yang diperoleh dari data yang terkecil hingga ke
data yang terbesar.
b. Data X
1
, X
2
, X
3
, ....X
n
dijadikan bilangan baku Z
1
, Z
2
, Z
3
, ....Z
n
dengan
rumus sebagai berikut:
Zi =
S
X Xi

Keterangan:
Xi
= skor siswa yang diperoleh siswa yang ke-i
X = skor rata-rata
S = simpangan baku

34

c. Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung
peluang.
F (z
i
) = P (z s z
i
)
d. Dengan menggunakan proporsi Z
1
, Z
2
, Z
3
,...Z
n
yang lebih kecil atau
sama dengan Zi, jika proporsi ini dinyatakan dengan S (Zi), maka:
S (Zi) =
n
Zi Zyang Z Z banyaknyaZ s .... ..........
3 , 2 , 1

e. Menghitung selisih F(Z
i
) S(Z
i
) kemudian tentukan harga mutlaknya.
f. Diambil harga yang paling besar di antara harga mutlak selisih tersebut
dan disebut selisih L
0.

g. Membandingkan nilai L
0
dengan L
tabel
. Kriterianya diterima yaitu
hipotesis itu normal jika L
0
< L
tabel
, selain itu hipotesis ditolak.
Setelah dilakukan uji normalitas diperoleh kelas sampel terdistribusi
normal (Lampiran 15 dan Lampiran 16).
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas berfungsi untuk melihat apakah kedua sampel
mempunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk uji homogenitas
dilakukan langkah-langkah menurut Sudjana (2005: 249) sebagai berikut:
a. Mencari varians masing-masing data kemudian dihitung harga F dengan
rumus:
F =
2
2
2
1
S
S

Keterangan:
F = varians kelompok data
S
1
= varians hasil belajar kelas eksperimen
35

S
2
= varians hasil belajar kelas kontrol

b. Jika harga F sudah ditetapkan maka dibandingkan F tersebut dengan
harga F yang terdapat di dalam distribusi F dengan taraf signifikan 5%
dan pembilang = n
1
1 dan dk penyebut = n
2
1. Bila harga F yang
terdapat dari perhitungan lebih kecil dari harga F pada tabel berarti
kelompok data mempunyai varians yang homogen. Sebaliknya jika
harga F yang didapat dari perhitungan lebih besar dari harga F yang ada
dalam tabel berarti kedua kelompok data memiliki varians tidak
homogen (Sudjana, 2005: 249).
Setelah dilakukan uji homogenitas diperoleh kedua sampel
mempunyai varians yang homogen (Lampiran 17).
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas maka dilakukan uji
hipotesis. Untuk menguji hipotesis karena data terdistribusi normal dan
kedua kelompok data memiliki varians yang homogen maka digunakan uji-t
Sudjana (2005: 239). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
t =
2 1
2 1
1 1
n n
s
x x
+


dengan


( ) ( )
2
1 1
2
2 2
2
1 1 2
+
+
=
n n
S n S n
S
Dimana:


1
x = nilai rata-rata kelas eksperimen

2
x = nilai rata-rata kelas kontrol
36

S
1
= standar deviasi kelas eksperimen
S
2
= standar deviasi kelas kontrol
S = standar deviasi gabungan
n
1
= jumlah siswa kelas eksperiman
n
2
=

jumlah siswa kelas kontrol

Harga t
hitung
dibandingkan dengan t
tabel
, kriteria pengujiannya
adalah jika t
hitung
> t
tabel
pada taraf signifikasi 0,05 dan dk = n
1
+ n
2
- 2 berarti
hipotesis nol ditolak dan hipotesis kerja diterima. Jika t
hitung
< t
tabel
pada
taraf signifikasi 0,05 dan dk = n
1
+ n
2
- 2 berarti hipotesis kerja ditolak.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Data

Dari penelitian yang telah dilakukan pada kelas sampel, diperoleh
data tentang hasil belajar siswa. Data tersebut diperoleh dari tes akhir pada
kegiatan penelitian. Tes akhir yang diberikan berjumlah 20 soal. Pada
kelas eksperimen tes akhir diikuti oleh 28 orang siswa sedangkan pada
kelas kontrol diikuti oleh 32 orang siswa. Tabulasi data kedua kelas
sampel tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14. Berdasarkan hasil analisis
jawaban siswa pada kegiatan tes akhir diperoleh data nilai hasil belajar
siswa yang seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Rata-rata Tes, Simpangan baku dan Varians Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
37

Kelas N
X
S S
2
Eksperimen 28 69,10 11,22 126,03
Kontrol 32 62,03 13,25 175,58

Keterangan :
N = jumlah anggota sampel
X = nilai rata-rata
S = simpangan baku
S
2
= varians

Berdasarkan Tabel 6. dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa pada
kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan pemberian tugas
meringkas dalam model pembelajaran Galperin memiliki nilai rata-rata
yang lebih tinggi dari hasil belajar siswa kelas kontrol yang hanya
perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran Galperin. Data secara
rinci dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16.
B. Hasil Analisis Data
Untuk dapat menarik suatu kesimpulan dilakukan dengan uji
normalitas, uji homogenitas kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis
untuk menentukan statistik mana yang akan digunakan.
1. Hasil Uji Normalitas
Data hasil tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol diolah
untuk menentukan uji normalitas. Pada uji normalitas ini digunakan uji
Liliefors seperti yang tertera pada teknik analisis data. Berdasarkan uji
normalitas kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh harga L
0
dan
L
t
pada taraf nyata 0,05 seperti terlihat pada Tabel 4. berikut:
33
38

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.
Kelas N o L
0
L
t
Keterangan
Eksperimen 28 0,05 0,124 0,1658 Normal
Kontrol 32 0,05 0,152 0,1568 Normal

Berdasarkan Tabel 4. terlihat bahwa kedua kelas eksperimen
dan kelas kontrol memiliki L
0
< L
t
, berarti data kedua kelas sampel
terdistribusi normal. Perhitungan lengkap uji normalitas dapat dilihat
pada Lampiran 15 dan 16.

2. Hasil Uji Homogenitas
Untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol apakah
memiliki varians yang homogen atau tidak, maka dilakukan uji F.
Analisis homogenitas sampel dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas o F
hitung

F
tabel

Kesimpulan
Eksperimen
0,05 1,393 1,876 Homogen
Kontrol

Dari Tabel 5. terlihat bahwa kedua kelas sampel memiliki
F
hitung
< F
tabel
berarti kelas eksperimen dan kelas kontrol bervarians
homogen. Untuk lebih jelasnya uji homogenitas dapat dilihat pada
Lampiran 17.
39

3. Hasil Uji Hipotesis
Dari uji normalitas dan uji homogenitas kelas eksperimen dan
kelas kontrol didapatkan bahwa data kelas eksperimen dan kelas
kontrol tersebut terdistribusi normal dan memiliki varians yang
homogen. Untuk pengujian hipotesisnya digunakan uji-t. Hasil uji
hipotesis dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Tes Akhir
Kelas t
hitung
t
tabel
Kesimpulan
Eksperimen
2,23 1,67
Hipotesis
diterima
Kontrol
Dari hasil perhitungan dengan uji-t didapat harga t
hitung
2,23
dan pada taraf nyata 0,05 didapat harga t
tabel
1,67 dengan derajat
kebebasan 58, dengan demikian t
hitung
> t
tabel
maka hipotesis kerja
diterima. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar
siswa yang berarti antara kelas eksperimen yang diberikan perlakuan
penerapan tugas meringkas dalam model pembelajaran Galperin
dengan kelas kontrol yang hanya diberikan penerapan model
pembelajaran Galperin. Untuk langkah-langkah uji hipotesis ini dapat
dilihat pada Lampiran 18.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data tes akhir didapat rata-rata hasil
belajar kimia siswa pada kelas eksperimen 69,10 (Lampiran 15) dan pada
kelas kontrol 62,03 (Lampiran 16), data ini menunjukkan hasil belajar
40

siswa dengan pemberian tugas meringkas dalam model pembelajaran
Galperin lebih tinggi daripada hanya dengan menggunakan model
pembelajaran Galperin. Hal ini disebabkan karena dengan adanya tugas
meringkas dalam model pembelajaran Galperin dapat mengarahkan siswa
untuk lebih siap mengikuti proses pembelajaran. Sehingga proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan berlangsung lebih efisien
karena siswa telah memiliki pengetahuan awal sebelum pembelajaran
dilakukan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Winkel (1996:278) yang
menyatakan bahwa Tujuan pemberian tugas yaitu agar siswa berlatih
mengolah meteri pelajaran, belajar membagi waktu dengan baik, belajar
teknik-teknik studi yang efisien dan efektif.
Sebelum meringkas siswa terlebih dahulu membaca materi
pelajaran, sehingga siswa dapat memahami dan mengerti dari materi
pelajaran. Sejalan dengan itu Soedarsono (1989:77) mengungkapkan
bahwa Membuat ringkasan merupakan jalan yang paling baik yang
dilakukan setelah membaca dan mengerti bagian-bagian yang akan
diringkas. Sesuai dengan pendapat tersebut tugas meringkas dapat
meningkatkan aktifitas belajar siswa. Siswa yang biasanya tidak mencatat
materi pembelajaran akan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Dengan demikian siswa akan memahami dan mengerti materi pelajaran
yang akan diajarkan.
41

Menurut hasil pengamatan selama melakukan penelitian, terlihat
bahwa siswa pada kelas eksperimen lebih cepat dalam menyelesaikan
soal-soal yang terdapat pada LDS, sehingga waktu menjadi lebih efisien.
Hal ini disebabkan karena siswa telah memiliki pengetahuan awal sebelum
pembelajaran dilakukan dengan mengerjakan tugas rumah membuat
ringkasan. Ringkasan yang dibuat diambil dari bermacam-macam buku
sumber yang tersedia di perpustakaan, hal ini dengan sendirinya bisa
melengkapi pengetahuan siswa karena masing-masing buku memiliki
kekurangan dan kelebihan, sehingga antara siswa yang satu dengan yang
lain bisa saling melengkapi.
Namun jika ditinjau dari segi ketuntasan belajar siswa secara rata-
rata, hasil belajar siswa pada kelas sampel sudah berada diatas nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan pihak sekolah yaitu
60,00. Hal ini disebabkan karena kelas sampel sama-sama menerapkan
model pembelajaran Galperin melalui beberapa rangkaian tahap kegiatan
yaitu tahap orientasi, tahap latihan, umpan balik dan tahap lanjutan,
dimana model pembelajaran ini merupakan gabungan dari beberapa
metode mengajar. Beberapa metodenya yaitu metode ceramah dan metode
diskusi. Gabungan metode ini dapat meningkatkan interaksi siswa dan
menuntut keterlibatan siswa secara aktif. Jadi kelemahan metode yang satu
dapat ditutup oleh metode lainnya.
Dari uji t pada taraf nyata 0,05 dan derajat kebebasan 58
diperoleh harga t
hitung
2,23 dan harga t
tabel
1,67. Dengan demikian t
hitung
>
42

t
tabel
yang berarti bahwa H
1
diterima. Dapat disimpulkan bahwa tugas
meringkas dalam model pembelajaran Galperin memberikan pengaruh
positif yang berarti terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan
Minyak Bumi kelas X di SMAN 2 Gunung Talang.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa tugas meringkas dalam model pembelajaraan
Galperin berpengaruh positif secara signifikan terhadap peningkatan hasil
belajar siswa pada pokok bahasan Minyak Bumi kelas X di SMA Negeri 2
Gunung Talang. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar siswa
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka disarankan
beberapa hal :
43

1. Supaya guru dan calon guru dapat menerapkan model pembelajaran
Galperin yang disertai dengan pemberian tugas meringkas sebagai variasi
dalam pembelajaran kimia khususnya materi Minyak Bumi di SMA.
2. Penelitian ini masih terbatas pada materi Minyak Bumi maka diharapkan
ada penelitian lanjutan untuk materi lain.
3. Diharapkan dalam penyusunan kelompok belajar diinformasikan pada
pertemuan sebelumnya dan dipastikan siswa sudah duduk dengan
kelompok yang sudah ditetapkan sebelum pelajaran dimulai agar tidak
terjadi keributan dalam pengangkatan kursi sekaligus menghemat waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.

Asmiyanto, Taufik. Model Pembelajaran Tipe GalPerin. (http://www.ceds-
id.org/?p=10. Diakses: 19 Juni 2009).

Deswita. 2008. Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIIIs
SMPN 18 Padang Dengan Pemberian Tugas Meringkas Materi di Rumah di
Iringi Dengan Persentasi Hasil Kerja. Skripsi. Padang: FMIPA UNP.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2004. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperative. Surabaya: Unesa.

Ibrahim, R dan Nana Syaodih S. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.

J.M.C. Johari dan Rachmawati. 2007. Kimia SMA dan MA Untuk Kelas 1.
Jakarta: Esis.
39
44


Kunandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta : PT Grafindo Persada.

Lie, Anita. 2004. Cooparatif Learning. Jakarta: Gramedia Widia Sarana
Indonesia.

Lufri. 2007. Kiat Memahami Metodologi dan Melakukan Penelitian. Padang:
UNP Press.

Michael, Purba (2004). Kimia Untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga
Roestiyah, N.K. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Rohani, Ahmad dan Abu Ahmadi. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.

Soedarsono. 1989. Membaca Cepat dan Aktif. Jakarta: Gramedia.
Soekartawi, Suhardjono, Hartono. 1995. Meningkatkan Rancangan Instruksional.
Jakarta : Grafindo Persada

Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, Atep. 2006. Sains Kimia 1. Jakarta : PT Galaxy Puspa Mega.

Sudjana, Nana. 2008. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.

Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia Untuk Kelas X. Bandung : Grafindo.

Syukri, S. (1999). Kimia Dasar. Bandung. ITB
Utomo, Tjipto dan Kees Ruijter. 1994. Peningkatan dan Pengembangan
Pendidikan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Winkel. W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia
Wulandari. 2009. Pengaruh Model Pembelajaran Galperin terhadap Hasil Belajar
Siswa pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan (K
sp
) di
kelas XI IPA SMA Negeri 3 Padang. Skripsi. Padang: FMIPA UNP.
40
45

You might also like