You are on page 1of 20

PEMIKIRAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN Makalah Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita selekta pendidikan Yang

di bina oleh Bapak A. Nurul Kawakip,M.Pd, M.A

Oleh : SITI ERMAWATI ( 08110219 ) AIDA HIDAYATUL LUTFIAH (08110121) MOH. EKO NASRULLOH (08110139)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Maret, 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Islam, Ilmu merupakan salah satu perantara untuk memperkuat keimanan. Iman hanya akan bertambah dan menguat, jika disertai ilmu pengetahuan. Seorang ilmuan besar, Albert Enstein mengatakan bahwa Science without Religion is blind, and Religion without science islame, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Dikalangan para cendekiawan muslim agaknya masih terdapat sikap pro dan kontra dalam menghadapi isu islamisasi ilmu pengetahuan. Ajaran Islam tidak pernah melakukan dikotomi antar ilmu satu dengan yang lain. Karena dalam pandangan islam, ilmu agama dan umum sama-sama berasal dari Allah. Islam juga menganjurkan kepada seluruh umatnya untuk bersungguhsungguh dalam mempelajari setiap ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan Alquran merupakan sumber dan rujukan utama ajaran-Nya memuat semua inti ilmu pengetahuan, baik yang menyangkut ilmu umum maupun ilmu agama. Memahami setiap misi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah memahami prinsip-prinsip al Quran. Dalam menghadapi perkembangan budaya manusia dengan perkembangan IPTEK yang sangat pesat, dirasakan perlunya mencari keterkaitan antara sistem nilai dan norma-norma Islam dengan perkembangan tersebut.Pada saat ini dalam dunia islam ilmu pengetahuan sudah berkembang pesat terutama dalam bidang IPTEK. Perubahan lingkungan yang serba cepat dewasa ini sebagai dampak globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), harus diakui telah memberikan kemudahan terhadap berbagai aktifitas dan kebutuhan hidup manusia. Oleh karenanya kita sebagai ummat islam jangan sampai berbelok dari ajaran islam dengan adanya berubahan dan kemajuan teknologi ini, kita harus lebih pandai-pandai dalam mengambil keputusan dan sikap.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil beberapa rumusan masalah yaitu : 1. Apa yang dimaksud dengan islamisasi pengetahuan?
2. Bagaimana sejarah dan model-model pengembangan islamisasi ilmu

pengetahuan?
3. Bagaimana implikasi islamisasi ilmu pengetahuan dalam pendidikan?

1.3. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat diambil beberapa tujuannya yaitu: 1. Apa yang dimaksud dengan islamisasi ilmu pengetahuan
2. Untuk mengetahui sejarah dan model-model pengembangan islamisasi

ilmu pengetahuan.
3. Untuk mengetahui implikasi islamisasi ilmu pengetahuan dalam

pendidikan.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Dalam Websters new World College Dictionary mendefinisikan Islamisasi sebagai to bring within Islam. Makna yang lebih luas adalah merujuk pada proses meng-Islam-kan. Hal yang harus di Islam-kan adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan itu sendiri ataupun objek lainnya. 1 Islamisasi ilmu pengetahuan sebuah gagasan yang timbul sejak dasawarsa 1970-an. Kata islami mengandung dua makna yang kurang lebih berbeda. Pertama, kata islami menunjukkan suatu periode sejarah, kedua, menunjukkan suatu aktivitas yang mengandung nilai-nilai Islam. Sedangkan arti dari ilmu pengetahuan, menurut Sayid Husein Nasr --seorang tokoh pertama dalam pembicaraan wacana baru tentang ilmu pengetahuan dan Islam di Teheran, Iran, tahun 1933, ia menyebut, (berbeda dengan yang biasa diutarakan oleh kebanyakan ilmuwan) ilmu pengetahuan dengan Scientia Sacra (Sacred science, ilmu sakral) untuk menunjukkan bahwa aspek kearifan ternyata jauh lebih penting dari pada aspek teknologi yang sampai saat ini masih menjadi ciri utama ilmu pengetahuan modern.2 Istilah Islamisasi Ilmu pengetahuan, ada sebuah kesan bahwa ada sebagian ilmu yang tidak Islam sehingga perlu untuk diislamkan. Dan untuk mengislamkannya maka diberikanlah kepada ilmu-ilmu tersebut dengan label "Islam" sehingga kemudian munculah istilah-istilah ekonomi Islam, kimia Islam, fisika Islam dan sebagainya. Bahkan ada sebagian orang yang ceroboh menganggap Islamisasi sebagai suatu proses yang berkaitan dengan objek-objek eksternal, kemudiannya mengaitkannya dengan komputer, kereta api, mobil bahkan bom Islam. Pada tingkat yang lebih tinggi lagi, ada yang terbelengu oleh pandangan dualistis, memberikan perhatian yang sedikit sekali pada pengembangan yang telah dilakukan oleh para cendikiawan dan pemikir muslim, mereka lebih tertarik melakukan pengembangan institusi-institusi, seolah-olah

1 2

Mudjia rahardjo. Quo vadis pendidikan islam.(UIN Malang Press.2006) hal.238 www.hidayatullah.com--Islamization, Friday, 06 November 2009 10:58

institusi-institusi tersebut dapat didirikan dengan baik tanpa para cendikiawan dan pemikir yang mumpuni di dalamnya. Pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan ini secara jelas diterangkan oleh al-Attas, yaitu: Pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belengu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya. Islamisasi adalah suatu proses menuju bentuk asalnya yang tidak sekuat proses evolusi dan devolusi. Menurut al-Faruqi, Islamisasi adalah usaha untuk mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cause (cita-cita)." Dan untuk menuangkan kembali keseluruhan khazanah pengetahuan umat manusia menurut wawasan Islam, bukanlah tugas yang ringan yang harus dihadapi oleh intelektual-intelektual dan pemimipin-pemimpin Islam saat ini. Karena itulah, untuk melandingkan gagasannya tentang Islamisasi ilmu, al-Faruqi meletakan "prinsip tauhid" sebagai kerangka pemikiran, metodologi dan cara hidup Islam. Prinsip tauhid ini dikembangkan oleh al-Faruqi menjadi lima macam kesatuan, yaitu : 1. Kesatuan Tuhan, 2. Kesatuan ciptaan, 3. Kesatuan kebenaran dan Pengetahuan, 4. Kesatuan kehidupan, dan 5. Kesatuan kemanusiaan. Secara umum, Islamisasi ilmu tersebut dimaksudkan untuk memberikan respon positif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan Islam yang "terlalu" religius, dalam model pengetahuan baru yang utuh dan

integral tanpa pemisahan di antaranya. Sebagai panduan untuk usaha tersebut, alFaruqi menggariskan satu kerangka kerja dengan lima tujuan dalam rangka Islamisasi ilmu, tujuan yang dimaksud adalah: 1. Penguasaan disiplin ilmu modern. 2. Penguasaan khazanah arisan Islam 3. Membangun relevansi Islam dengan masing-masing disiplin ilmu modern 4. Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara kreatif dengan ilmu-ilmu modern
5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai

pemenuhan pola rencana Allah swt. Dalam beberapa hal, antara al-Attas dengan al-Faruqi mempunyai kesamaan pandangan seperti pada tataran epistemologi mereka sepakat bahwa ilmu tidak bebas nilai (value free) tetapi terikat (value bound) dengan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Mereka juga sependapat bahwa ilmu mempunyai tujuan yang sama yang konsepsinya disandarkan pada prinsip metafisika, ontologi, epistemologi dan aksiologi dengan tauhid sebagai kuncinya. Mereka juga meyakini bahwa Allah adalah sumber dari segala ilmu dan mereka sependapat bahwa akar permasalahan yang dihadapi umat Islam saat ini terletak pada sistem pendidikan yang ada, khususnya masalah yang terdapat dalam ilmu kontemporer. Dalam pandangan mereka, ilmu kontemporer atau sains modern telah keluar dari jalur yang seharusnya. Sains modern telah menjadi "virus" yang menyebarkan penyakit yang berbahaya bagi keimanan umat Islam sehingga unsur-unsur buruk yang ada di dalamnya harus dihapus, dianalisa, dan ditafsirkan ulang sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran Islam.3 2.2. Sejarah Ide dan perkembangan islamisasi ilmu pengetahuan
3

Sejarah atau gagasan awal islamisasi ilmu pengetahuan


http://www.alhassanain.com/indonesian/book/book/history_library/various_books/iptek _dan_islam/006.html

Gagasan islamisasi ilmu pengetahuan kalau tidak salah muncul pada saat diselenggarakan sebuah Konferensi Dunia yang pertama tentang Pendidikan Muslim di Mekah pada tahun 1977. Adapun salah satu gagasan yang direkomendasikan adalah menyangkut Islamisasi pengetahuan. Gagasan ini antara lain dilontarkan oleh Muhammad Naquib al-attas dalam makalahnya yang berjudul Preliminary Thoughts on the Nature of Knowledge and the Definition and the Aims of Education dan Ismail raji al-faruqi dalam makalahnya Islamizing Social Science.4 Gagasan (ide) islamisasi ilmu pengetahuan itu muncul dari seorang direktur Lembaga Pengkajian Islam Internasioanal, Ismail Raji Al-Faruqi dengan karya popularnya, Islamination of knowledge, 1982 dan juga Muhammad Naquib Al-attas. Sebagaimana yang terungkap dalam bukunya itu, bahwa gagasan islamisasi tersebut Nampak sebagai respon seorang intelektual Muslim terhadap efek negative yang ditimbulkan dari ilmu pengetahuan modern Barat yang sekuler. Baik Al-Faruqi maupun Al-attas melihat adanya krisis dalam basis ilmu pengetahuan modern mengenai realitas atau pandangan dunia-nya (word view), yang kemudian berkembang pada persoalan epistimologi, sumber ilmu, sumber kebenaran dan seterusnya. Islamisasi pengetahuan yang dikehendaki Al-Faruqi dkk, itu adalah : menuangkan kembali pengetahuan sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam, yaitu memberikan definisi baru, mengatur data, mengevaluasi kembali kesimpulan-kesimpulan dan memproyeksikan kembali tujuan-tujuannya. Secara global ada lima program kerja yang dirumuskan Al-Faruqi adalah : 1. Penguasaan disiplin ilmu modern 2. Penguasaan khazanah Islam 3. Penentuan relevensi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern 4. Pencarian sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan ilmu modern 5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah SWT.
4

Mudjia rahardjo.ibid.hal.220

Kemudian rumusan tersebut dirinci menjadi dua belas langkah-langkah : 1. Penguasaan Disiplin Ilmu Modern: penguraian Kategori Dalam langkah pertama ini disiplin ilmu modern harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori, metodologi-metodologi, problem-problem dan tematema, yang hasilnya kemudian berupa kalimat-kalimat yang memperjelas istilah teknis. 2. Survei Disiplin Ilmu Setiap disiplin ilmu harus disurvei dan harus ditulis esei-eseinya, untuk menjamin bahwa para sarjana muslim telah menguasai masing-masing disiplin tersebut. 3. Penguasaan Khazanah Islam Penguasaan khazanah warisan intelektual Islam ini perlu sebagai titik awal upaya islamisasi ilmu pengetahuan modern. Karena proses islamisasi akan menjadi miskin jika tidak memperhatikan khazanah warisan intelektual Islam tersebut. 4. Penguasaan Khasanah Ilmiah Islam tahap Analisis Untuk dapat memahami kristalisasi wawasan Islam maka karya-karya mereka perlu dianalisis dengan latar belakang sejarah dengan identifikasi yang jelas. 5. Penentuan Relevansi Islam yang Khas terhadap Disiplin-disiplin ilmu Dalam hal relevansi Islam terhadap disiplin ilmu modern ini, menurut AlFaruqi tiga persoalan pokok harus diajukan untuk kemudian dicarikan jawabannya. 6. Analisis kritis terhadap disiplin ilmu modern

Begitu relevansiIslam dengan masing-masing disiplin ilmu ditentukan, maka dia harus dianalisis dari sudut pandang Islam. 7. Analisis kritis terhadap Khazanah Islam Yang menjadi sasaran kritik di sini adalah pemahaman intelektual Muslim mengenai nash (Al-Quran dan As-sunnah) dan semua karya-karyanya, begitu pula harus dianalisis relevansinya dengan masa kininya. 8. Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam 9. Survei masalah-masalah kemanusiaan secara umum 10. Analisis dan sistesis kreatif. 11. Menyusunan kembali disiplin ilmu modern ke dalam rangka Islam 12.Menyebarkan ilmu-ilmu yang telah Diislamisasi.5

M.Zainuddin. Filsafat Ilmu perspektif pemikiran islam. (Malang.Bayumedia.2003)hal.154-158

Langkah islamisasi ilmu Al-Faruqi dalam bagan :

Penguasaan disiplin ilmu-ilmu modern barat

Penguasaan ilmuilmu keislaman

Survei disiplin ilmu

Analisis terhadap khazanah keilaman

Menentukan relevansi islam untuk disiplin ilmu-ilmu modern Penilaian terhadap khazanah ilmu keislaman

Penilaian terhadap disiplin ilmu-imu

Analisis dan sintesis khazanah ilmu islam dengan ilmu modern Survei terhadap masalah umat islam Survei terhadap masalah umat manusia

Perumusan dan penulisan kembali disiplin buku-buku teks/ajar

Sosialisasi ilmupengetahuan yang sudah di islamisasi

Ternyata gagasan islamisasi Al Faruqi iru tidak serta merta mendapat respon positif dari kalangannya sendiri. Ini nampak dalam kritik yang dilontarkan oleh Fazlur-rahman dan Ziauddin Srdar, mereka menolak ide islamisasi itu karena

dinilai menyesatkan dan akan menjadikan prinsip Islam tetap dalam posisi subordinate dari ilmu-ilmu modern.

Model-model Pengembangan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Semangat umat Islam dalam mengenbangkan ilmu pengetahuan melalui

kebebasan penalaran intelektual dan kajian rasional-empirik atau semangat pengembangan ilmiah (scientific inquiry) dan filosofis, di damping dimotivasi oleh ajaran islam itu sendiri juga tidak lepas dari proses akulturasi.6 Model Islamisasi ilmu pengetahuan yang bias dikembangkan dalam menatap era globalisasi, yaitu Model Purifikasi, Model modernisasi Islam, dan Model Neo-Mordenis. Purifikasi mengandung arti pembersihan atau penyucian. Dalam arti, ia berusaha menyelenggarakan pengkudusan atau penyucian ilmu pengetahuan agar sesuai, sejalan dan tidak bertentangan dengan nilai dan norma Islam. Model purifikasi berasumsi bahwa dilihat dari dimensi normative-teologis, doktrin Islam pada dasarnya mengajarkan kepada umatnya untuk memasuki Islam secara kaffah/ menyeluruh. Gagasan Al-Faruqi dan Al-Attas tentang Islamisasi Pengetahuan dapat dikategorikan ke dalam Model Purifikasi. Hal ini dapat dicermati dari pendekatanpendekatan yang dikemukakan oleh kedua tokoh tersebut sebagaimana uraian di atas. Juga dapat dicermati dari empat rencana kerja Islamisasi Pengetahuan yang direkomendasikan oleh Al-Faruqi yaitu: (1). Penguasaan khazanah ilmu pengetahuan muslim, (2). Penguasaan khazanah ilmu pengetahuan masa kini, (3). Identifikasi kekurangan-kekurangan ilmu pengetahuan itu dalam kaitannya dengan ideal Islam, dan (4). Rekontruksi ilmu-ilmu itu sendiri sehingga menjadi suatu paduan yang selaras dengan kawasan dan ideal Islam. Model modernisasi Islam berangkat dari kepedulian akan keterbelakangan umat Islam di dunia sekarang, yang disebabkan oleh kepicikan berfikir, kebodohan, dan ketertutupan dalam memahami ajaran agamanya sendiri, sehingga system pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan tertinggal terhadap kemajuan yang dicapai Barat. Karena itu, ia cenderung mengembangkan pesan Islam dalam
6

Muhaimin, Arah baru pengembangan pendidikan islam.. (Bandung.NuansaCendekia.2003).hal.338

konteks perubahan social dan perkembangan iptek, serta melakukan liberalisasi pandangan yang adaptif terhadap kemajuan zaman, tanpa harus meniniggalkan sikap kritis terhadap unsur negative dan proses modernisasi. Modernisasi berarti berfikir dan bekerja menurut fitrah atau sunnatullah yang haq. Sunnatullah ini mengejawantahkan dirinya dalam hokum alam, sehingga untuk dapat menjadi modern umat Islam dituntut untuk memahami lebih dahulu hokum yang berlaku dalam alam (perintah Tuhan), yang pada gilirannya akan melahirkan ilmu pengetahuan. Karena itu, modern berarti bersikap ilmiah dan juga nasional. Untuk memahami seluruh hukum ternyata manusia memiliki keterbatan kemampuan , sehingga perlu ditempuh secara bertahap, sedikit demi sedikit dari waktu ke waktu. Karena itu menjadi modern berarti progresif dan dinamis. Dengan demikian, makna islamisasi pengetahuan yang ditawarkan oleh model modernisasi Islam adalah membangun semangat umat Islam untuk selalu modern, maju, proressif terus menerus mengusahakan perbaikan-perbaikan bagi diri sendiri dan masyarakatnya agar terhindar dari keterbelakangan dan ketinggalan dibidang iptek. Model Neo-Modernis berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang mendasar yang terkandung dalam Al Quran dan Al Sunnah al-Shahihah dengan mengikutsertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh dunia ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Islamisasi dalam arti neo-modernis, bertolak dari landasan metodologis sebagai berikut ;(1). Persoalan-persoalan kontemporer umat harus dicari penjelasaanya dari tradisi, dari hasil ijtihad para ulama terdahulu hingga sunnah, yang merupakan hasil penafsiran terhadap Al Quran, (2). Bila dalam tradisi tidak ditemukan jawabannya yang sesuai dengan tuntutan masyarakat kontemporer, maka selanjutnya menelaah konteks sosio-historik dari ayat-ayat Al Quran yang dijadikan sasaran ijtihad ulma tersebut (3). Melalui telaah historis akan terungkap pesan moral al Quran yang sebenarnya, yang merupakan etika social al Quran. (4).dari etika social al Quran itu kemudian diturunkan dalam konteks umat sekarang dengan bantuan hasil-hasilstudi yang cermat dari ilmu pengetahuan atas persoalan yang dihadapi umat tersebut. (5). Fungsi al Quran di sini bersifat

evaluative, legitimatif hingga member pendasaran dan arahan moral terhadap persoalan yang akan ditanggulangi.7 Dengan demikian Islamisasi pengetahuan mengandung makna mengkaji dan mengkritisi ulang terhadap produk ijtihad dari para ulama dan juga produk=produk ilmuwan non muslim terdahulu di bidang ilmu pengetahuan dengan cara melakukan verifikasi dan falsifikasi agar ditemukan relevan arau tidaknya pandangan, temuan, teori dan sebagainya dengan konteks ruang dan zamannya, serta berusaha menggali dan mencari alternative yang baru terhadap produk kajian sebelumnya. Perkembangan Ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan Sejak digagasnya ide Islamisasi ilmu pengetahuan oleh para cendikiawan muslim dan telah berjalan lebih dari 30 tahun, jika dihitung dari Seminar Internasional pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, berbagai respon terhadapnya pun mulai bermunculan, baik yang mendukung ataupun menolak, usaha untuk merealisasikan pun secara perlahan semakin marak dan beberapa karya yang berkaitan dengan ide Islamisasi mulai bermunculan di dunia Islam. Al-Attas sendiri sebagai penggagas ide ini telah menunjukkan suatu model usaha Islamisasi ilmu melalui karyanya, The Concept of Education in Islam. Dalam teks ini beliau berusaha menunjukkan hubungan antara bahasa dan pemikiran. Beliau menganalisis istilah-istilah yang sering dimaksudkan untuk mendidik seperti ta'lim, tarbiyah dan ta'dib. Dan akhirnya mengambil kesimpulan bahwa istilah ta'dib merupakan konsep yang paling sesuai dan komprehensif untuk pendidikan. Usaha beliau ini pun kemudian dilanjutkan oleh cendikiawan muslim lainnya, sebut saja seperti Malik Badri (Dilema of a Muslim Psychologist, 1990); Wan Mohd Nor Wan Daud (The Concept of Knowledge in Islam,1989); dan Rosnani Hashim (Educational Dualism in Malaysia: Implications for Theory and Practice, 1996). Usaha dalam bidang psikologi seperti yang dilakukan Hanna Djumhana B. dan Hasan Langgulung, di bidang ekonomi Islam seperti Syafi'i Antonio, Adiwarman, Mohammad Anwar dan lainlain. Bahkan hingga sekarang tercatat sudah lebih ratusan karya yang dihasilkan
7

Muhaimin. Ibid hal.341

yang berbicara tentang Islamisasi ilmu pengetahuan, baik dalam bentuk buku, jurnal, majalah, artikel dan sebagainya. Al-Faruqi sendiri, setelah menggagas konferensi internasional I, tahun 1977, yang membahas tentang ide Islamisasi ilmu pengetahuan di Swiss, ia mendirikan International Institute of Islamic Thought (IIIT) pada tahun 1981 di Washington DC untuk merealisasikan gagasannya tentang Islamisasi tersebut, selain menulis buku Islamization of Knowledge. Konferensi lanjutan pun diadakan kembali pada tahun 1983 di Islamabad Pakistan yang bertujuan untuk (i) mengekspos hasil konferensi I dan hasil rumusan yang dihasilkan IIIT tentang cara mengatasi krisis umat, juga (ii) mengupayakan suatu penelitian dalam rangka mengevaluasi krisis tersebut, dan juga mencari penyebab dan gejalanya. Setahun kemudian diadakan lagi konferensi di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan tujuan untuk mengembangkan rencana reformasi landasan berfikir umat Islam dengan mengacu secara lebih spesifik kepada metodologi dan prioritas masa depan, dan mengembangkan skema Islamisasi masing-masing disiplin ilmu. Pada tahun 1987, diadakan konferensi IV di Khortum, Sudan, yang membahas persoalan metodologi yang merupakan tantangan dan hambatan utama bagi terlaksananya program Islamisasi ilmu pengetahuan. Selain IIIT, beberapa institusi Islam menyambut hangat gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan dan bahkan menjadikannya sebagai raison d'etre institusi tersebut, seperti International Islamic University Malaysia (IIUM) di Kuala Lumpur, Akademi Islam di Cambridge dan International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur. Mereka secara aktif menerbitkan jurnal-jurnal untuk mendukung dan mempropagandakan gagasan ini seperti American Journal of Islamic Social Sciences (IIIT), The Muslim Education Quarterly (Akademi Islam) dan al-Shajarah (ISTAC). Walaupun demikian, setelah mengalami perjalanan yang cukup panjang, Islamisasi ilmu pengetahuan ini dinilai oleh beberapa kalangan belum memberikan hasil yang konkrit dan kontribusi yang berarti bagi umat Islam. Bahkan secara lugas editor American Journal of Islamic Social Sciences (AJISS)

mengakui bahwa meskipun telah diadakan enam kali konferensi mengenai pendidikan Islam, yaitu di Makkah (1977), Islamabad (1980), Dakka (1981), Jakarta (1982), Kairo (1985), dan Amman (1990), dan berdirinya beberapa universitas yang memfokuskan pada Islamisasi pendidikan, namun hingga saat ini, tugas untuk menghasilkan silabus sekolah, buku-buku teks, dan petunjuk yang membantu guru di sekolah belum dilakukan. Dan berdasarkan identifikasi Hanna Djumhana Bastaman, setelah cukup lama berkembang, Islamisasi melahirkan beberapa bentuk pola pemikiran, mulai dari bentuk yang paling superfisial sampai dengan bentuk yang agak mendasar. Bastaman mengistilahkannya sebagai: Similarisasi, yaitu menyamakan begitu saja konsep-konsep yang berasal dari agama, padahal belum tentu sama, Paralelisasi, yaitu menganggap paralel konsep yang berasal dari sains karena kemiripan konotasinya, tanpa mengidentikkan keduanya, Komplementasi, yaitu antara sains dan agama saling mengisi dan saling memperkuat satu sama lain dengan tetap mempertahankan eksistensinya masing-masing: Komparasi, yaitu membandingkan konsep/teori sains dengan konsep/wawasan agama mengenai gejala-gejala yang sama, Induktifikasi, yaitu asumsi-asumsi dasar dari teori-teori ilmiah yang didukung oleh temuan-temuan empirik dilanjutkan pemikirannya secara teoritis-abstrak ke arah pemikiran metafisik, kemudian dihubungkan dengan prinsip-prinsip agama dan al-Quran mengenai hal tersebut, dan Verifikasi, yaitu mengungkapkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang menunjang dan membuktikan kebenaran ayat-ayat al-Quran.

Implikasi Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan Islamisasi dalam aspek kelembagaan ini dimaksud adalah penyatuan dua

1. Aspek kelembagaan sistem pendidikan, yakni pendidikan islam (agama) dan sekuler (umum). Artinya melakuakan modernisasi bagi lembaga pendidikan agama dan islamisasi pendidikan sekuler. Adanya lembaga pendidikan modern (barat sekuler), dipandangsebagai kamufalse yang mengatas namakan Islam, dan menjadikan

Islam sebagai simbol, untuk mengantisipasi keadaan ini maka perlunya dibangun lembaga pendidikan baru sebagai tandingan.8 Sepertinya implikasi dari islamisasi ilmu pengetahuan pada aspek kelembagaan adalah terbentuknya lembaga independent yang mengintegrasikan pengembangan keilmuan agama dan umum, jadi apapun nama lembaganya tersebut yang terpenting adalah terintegrasinya secara komprehensif anatara sistem umum dan agama. Meskipun dalam tatanan sistematika keorganisasian lembaga mengadopsi barat namun secara subtansial menerapkan sistem Islam.

2. Aspek kurikulum Mengkaji kurikulum tidak diserahkan pada satu tim saja, namun membutuhkan ahli-ahli di bidangnya, perbincangan ini harus dimulai sejak awal islamisasi. Dalam hal ini kurikulum yang telah dikembangkan di Barat tidak boleh diabaikan. Rumusan kurikulum dalam islamisasi ilmu pengetahuan dengan memasukkan segala keilmuwan dalam kurikulum. Dengan demikian, lembaga pendidikan memiliki kurikulum yang aktual, responsif terhadap tuntutan permasalahan kontemporer. Artinya lembaga akan melahirkan lulusan yang visioner, berpandangan integratif, proaktif dan tanggap terhadap masa depan serta tidak diskotomik dalam keilmuan9 3. Aspek pendidik Dalam hal ini pendidik di tempatkan pada posisi yang selayaknya, artinya kompeteni dan profesional yang mereka miliki dihargai sebagaimana mestinya. Bagi al-faruqi tidak selayaknya para pendidik mengajar dengan prinsip keikhlasan, pendidik diberikan honorarium sesuai dengan keahliannya Terkait dengan pengajar yang memberikan pembelajaran pada tingkat dasar dan lanjutan tidak dibenarkan islamologi atau misioaris, artinya harus pendidik yang benar-benar islam dan memiliki basic keislaman yang mantab. Disamping
8 9

Jusuf amir faisal. Reorientasi pendidikan islam, hal 112 Ibid samsul nizar hal 273

itu , staf pengajar yang di inginkan dalam universitas islam adalah staf pengajar yang salehah serta memiliki visi keislaman Dengan demikian harus ada rumusan yang jelas tentang kriteria calon pendidik, selain indeks prestasi (IP) sebagai parameter kualitas intelektual, penting dilakuakan wawancara menyangkut aqidah, keimanan dan keagamanan, jiwa dan sikap terhadap jabatan, kriteria ini juga harus ditopang oleh kode etik islam tentang profesi pendidik. Seorang pendidik dituntut mempunyai kemampuan subtantif, yakni berupa gagasan dua segi keilmuan, yakni ilmu agama dan ilmu modern sekaligus. Selain kemampuan subtantif seorang pendidik juga dituntut memiliki kemampuan nonsubtantif, yakni berupa multiskill didaktis. Kemampuan ini mencakup keterampilan dalam menggunakan metode dan strategi pembelajaran, pengelolaan atau menejemen pendidikan, pengevaluasian, dan lain sebagainya, yang secara keseluruhan bertumpu pada unsur tauhid.

BAB III PENUTUP 3.1.Kesimpulan Pengertian istilah islamisasi antara ilmuan yang satu dengan yang lain berbeda-beda Menurut al-Faruqi, Islamisasi adalah usaha untuk mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cause (cita-cita). Pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan ini secara jelas diterangkan oleh al-Attas, yaitu: Pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belengu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya Gagasan islamisasi ilmu pengetahuan kalau tidak salah muncul pada saat diselenggarakan sebuah Konferensi Dunia yang pertama tentang Pendidikan Muslim di Mekah pada tahun 1977. Adapun salah satu gagasan yang direkomendasikan adalah menyangkut Islamisasi pengetahuan. Gagasan ini antara lain dilontarkan oleh Muhammad Naquib al-attas dan Ismail raji al-faruqi dalam Ada lima program kerja yang dirumuskan Al-Faruqi adalah : 1. Penguasaan disiplin ilmu modern 2. Penguasaan khazanah Islam 3. Penentuan relevensi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern 4. Pencarian sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan ilmu modern 5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah SWT.

Pendidikan Islam selalu diarahkan kepada pendidikan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu pendidikan yang meninggalkan pembinaan akhlak dan adab. Maka suatu ilmu akan selalu dibarengi oleh amal yang tidak terlepas dari koridor norma-norma adab. Maka sangat jelas bahwa arah pendidikan Islam diorientasikan kepada akhlak sebagai mana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Islamisasi ilmu pengetahuan adalah pembebasan umat Muslim dari nilainilai ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan pandangan hidup Islam. Dalam bahasa Al-Attas, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah Dewesternisasi Ilmu Pengetahuan (Dewesternitation of Knowledge). Implikasi dari islamisasi ilmu pengetahuan pada aspek kelembagaan adalah terbentuknya lembaga independent yang mengintegrasikan pengembangan keilmuan agama dan umum, Rumusan kurikulum dalam islamisasi ilmu pengetahuan dengan memasukkan segala keilmuwan dalam kurikulum. Dengan demikian, lembaga pendidikan memiliki kurikulum yang aktual, responsif terhadap tuntutan permasalahan kontemporer. Artinya lembaga akan melahirkan lulusan yang visioner, berpandangan integratif, proaktif dan tanggap terhadap masa depan serta tidak diskotomik dalam keilmuan Implikasi terhadap pendidik adalah pendidik di tempatkan pada posisi yang selayaknya, artinya kompeteni dan profesional yang mereka miliki dihargai sebagaimana mestinya. Bagi al-faruqi tidak selayaknya para pendidik mengajar dengan prinsip keikhlasan, pendidik diberikan honorarium sesuai dengan keahliannya Seorang pendidik dituntut mempunyai kemampuan subtantif, yakni berupa gagasan dua segi keilmuan, yakni ilmu agama dan ilmu modern sekaligus. 3.2.Saran Untuk membahas lebih dlam lagi memang sangat diharapkan sehingga perkembangan keilmuan akan semakin baik. Hal tersebu dapat dilakukan perbandingan dengan berbagai keilmuan lain maupun hasil penelitian. penelitian lebih mendalam akan sangat membantu dalam pengembangan tersebut.

DAFTAR RUJUKAN Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Muhaimin, 2003. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. Bandung: Nuansa Cendekia.
M.Zainuddin. 2003. Filsafat Ilmu perspektif pemikiran

islam.Malang.Bayumedia.

Nizar, samsul. 2008. Sejarah pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Raharjo Mudjia. 2006. Quo vadis pendidikan Islam. Malang: UIN Malang pres

http://www.alhassanain.com/indonesian/book/book/history_library/various_books /iptek_dan_islam/006.html www.hidayatullah.com--Islamization, Friday, 06 November 2009 10:58

You might also like