You are on page 1of 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Taksonomi dan Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos) Ikan bandeng yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, bahasa Inggris Milkfish, dan dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu, pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Dane Forsskal pada Tahun 1925 di laut merah. Menurut Sudrajat (2008) taksonomi dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) Kingdom Phylum Subphylum Class Ordo Family Genus Spesies Nama lokal : Animalia : Chordata : Vertebrata : Osteichthyes : Gonorynchiformes : Chanidae : Chanos : Chanos chanos : Bolu, muloh, ikan agam

Nama dagang : Milkfish

Ikan bandeng memiliki tubuh yang panjang, ramping, padat, pipih, dan oval. menyerupai torpedo. Perbandingan tinggi dengan panjang total sekitar 1 : (4,0-5,2). Sementara itu, perbandingan panjang kepala dengan panjang total adalah 1 : (5,2-5,5) (Sudrajat, 2008). Ukuran kepala seimbang dengan ukuran tubuhnya, berbentuk lonjong dan tidak bersisik. Bagian depan kepala (mendekati mulut) semakin runcing (Purnomowati, dkk., 2007). Sirip dada ikan bandeng terbentuk dari lapisan semacam lilin, berbentuk segitiga, terletak di belakang insang di samping perut. Sirip punggung pada ikan bandeng terbentuk dari kulit yang berlapis dan licin, terletak jauh di belakang tutup insang dan, berbentuk segiempat. Sirip punggung tersusun dari tulang sebanyak 14 batang. Sirip ini terletak persis pada puncak punggung dan berfungsi untuk mengendalikan diri ketika berenang. Sirip perut terletak pada bagian bawah tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakang tubuh ikan bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar dibandingkan siripsirip lain. Pada bagian ujungnya berbentuk runcing, semakin ke pangkal ekor semakin lebar dan membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini berfungsi sebagai kemudi laju tubuhnya ketika bergerak (Purnomowati, dkk., 2007). Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat dijumpai di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa perkembangannya, ikan bandeng menyukai hidup di air payau atau daerah muara sungai. Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak (Purnomowati, dkk., 2007). Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat, yaitu 1,1-1,7 % bobot badan/hari (Sudrajat, 2008), dan bisa mencapai berat rata-rata 0,60 kg pada usia 5-6 bulan jika dipelihara dalam tambak (Murtidjo, 2002). Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya, (Purnomowati, dkk., 2007). Pada waktu larva, ikan bandeng tergolong karnivora, kemudian pada ukuran fry menjadi omnivore. Pada ukuran juvenil termasuk ke dalam golongan herbivore, dimana pada fase ini juga
5

ikan bandeng sudah bisa makan pakan buatan berupa pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng kembali berubah menjadi omnivora lagi karena mengkonsumsi, algae, zooplankton, bentos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet (Aslamyah, 2008). 2.2 Penyebaran dan Habitat Ikan Bandeng (Chanos chanos) Daerah penyebaran ikan Bandeng yaitu di laut tropik Indo Pasifik dan dominan didaerah Asia. Di Asia Tenggara ikan bandeng berada didaerah perairan pantai Burma, Thailand, Vietnam, Philipina, Malalysia dan Indonesia. Secara umum penyebaran ikan bandeng tercatat berada di sebagian besar laut Hindia dan laut Pasifik kira-kira dari 40 BT-100 BB dan antara 40 LU - 40 LS. Penyebarannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti phase bulan ,pasang surut,arus air dan kelimpahan plankton. Ikan bandeng hidup diperairan pantai, muara sungai,hamparan hutan bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa biasanya berada diperairan littoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan kedalaman antara 10-30 m. 2.3 Reproduksi Ikan Bandeng (Chanos chanos) Setelah induk ikan bandeng telah matang gonad. Tahap selanjutnya yaitu pemijahan induk ikan bandeng. Pemijahan ikan bandeng secara alami terjadi didaerah pantai yang jernih dengan kedalaman 40-50 meter, dan ombak yang sedikit beriak karena sifat telurnya yang melayang (Ahmad, 1998). Pemijahan bandeng berlangsung parsial, yaitu telur matang dikeluarkan sedangkan yang belum matang terus berkembang didalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam setahun, 1 ekor induk bandeng dapat memijah lebih dari satu kali.. Jumlah telur yang dihasilkan dalam satu kali pemijahan berkisar antara 300.000-1.000.000 butir telur (Murtidjo, 1989). Menurut Mudjiman (1983), pemijahan alami berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil yang tersebar disekitar gosong karang atau perairan yang jernih dan dangkal disekitar pulau pada bulan maret, mei, dan September sampai januari.
6

Bandeng memijah pada tengah malam sampai menjelang pagi. Sedangkan pemijahan buatan dapat dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon yang diberikan dapat berbentuk cair atau padat. Hormone bentuk padat diberikan setiap bulan, sedangkan hormone bentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad. Induk bandeng akan memijah setelah 2 15 kali implantasi tergantung pada tingkat kematangan gonad. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat 3 dapat dipercepat dengan menyuntikkan hormoneLHR H -a pada dosis 30 50 mikro gram/kg berat tubuh atau dengan hormoneHC G pada dosis 5000-10.000 IU/kg berat tubuh (Murtidjo, 1989). Indikator bandeng memijah adalah bandeng jantan dan bandeng betina berenang beriringan dengan posisi jantan dibelakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi pada pasang rendah dan fase bulan seperempat. Menurut Ahmad (1998), dalam siklus hidupnya, bandeng berpindah dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya mulai dari laut sampai ke sungai dan bahkan danau. Hal ini disebabkan karena bandeng memiliki kisaran adaptasi yang tinggi terhadap salinitas. 2.4 Tahapan Pembenihan Bandeng di dalam Hatchery 2.4.1. Persiapan Bak Pemeliharaan Bak pemeliharaan larva dilengkapi dengan pipa saluran udara (instalasi aerasi), instalasi air laut, instalasi alga, dan saluran pengeluaran, serta terpal sebagai penutup agar suhu stabil selama proses pemeliharaan larva. Adapun sistem aerasi pada bak pemeliharaan larva menggunakan aerasi gantung dengan jarak antar titik 50 cm dan jarak dari dasar bak adalah 5 cm agar sisa pakan dan kotoran tidak teraduk. Instalasi air laut untuk pengisian bak. Instalasi alga unutk menyalurkan phytoplankton (Chlorella) dari bak kultur plankton. Saluran pengeluaran untuk pemanenan. Dan terpal penutup bak menggunakan terpal warna putih agar cahaya matahari tetap bisa masuk ke dalam bak. Pencucian bak dilakukan dengan menggunakan kaporit 60 % sebanyak 100 ppm yang dicampur dengan deterjen 5 ppm dan dilarutkan dengan air tawar pada wadah berupa ember kemudian dinding dan dasar bak digosok-gosok dengan menggunakan scoring pad dan dibilas dengan air tawar hingga bersih dan
7

kemudian dilakukan pengeringan selama dua hari. Pencucian dan pengeringan bak ini bertujuan untuk menghilangkan dan mematikan mikro organisme pembawa penyakit. Selang, pemberat dan batu aerasi dicuci bersih dengan deterjen dan dikeringkan dengan dijemur. Pengisian air laut ke dalam bak pemeliharaan larva dilakukan dengan menggunakan filter bag sampai ketinggian air 75 cm. Air laut langsung ditransfer dari tandon yang sebelumnya telah dilakukan penyaringan dengan menggunakan sand filter, di dalam bak tandon ini air di sterilkan menggunakan kaporit 60 % sebanyak 15 ppm selama 24 jam dengan diberi aerasi yang kuat selanjutnya dinetralkan menggunakan Natrium thiosulfat 5 ppm dan juga diberi aerasi selama 24 jam setelah itu air baru dialirkan ke bak-bak pemeliharaan larva. 2.4.2. Penanganan Telur Induk Bandeng memijah pada malam hari. Telurnya bersifat melayang dan akan terkumpul di egg colector yang telah diberi saringan ukuran 500 m. Pemanenan telur dilakukan pada pagi hari sebelum sinar matahari panas atau sebelum pukul 7 pagi. Selanjutnya telur diseleksi, telur yang baik akan mengapung dan yang jelek akan mengendap. Telur hasil seleksi lalu di tebar di bak larva yang sudah dipersiapkan. Untuk penebaran telur pada bak ukuran 10 m3 dengan ketinggian air 75 cm sebanyak 100.000 150.000 butir telur. Setelah 18 21 jam telur akan menetas. 2.4.3. Pemeliharaan Larva a. Pemberian pakan Pakan yang diberikan berupa pakan alami dan pakan tambahan. Pemberian pakan alami berupa zooplankton jenis Rotifera diberikan setelah larva berumur 2 hari. Pemanenan Rotifera dilakukan dengan cara menyaring dari bak kultur zooplankton, penyaringan ini dilakukan untuk mengurangi volume media kultur yang terbawa ke dalam bak larva. Sedangkan pemberian phytoplankton jenis Chlorella diberikan setelah telur menetas, phytoplankton di dalam bak larva selain sebagai pakan juga sebagai buffer. Pemanenan Chlorella dilakukan pada pagi hari pada hari ke tiga. Dengan
8

asumsi pada saat tersebut kandungan pupuk pada media kultur telah banyak yang diserap oleh alga sehingga tidak terbawa masuk ke bak pemeliharaan yang dapat menyebabkan meningkatnya kandungan bahan organik selama proses pemeliharaan larva, karena pemanenan Chlorella dilakukan dengan cara volume yaitu pemanenan alga bersama dengan air media kultur, hari ketiga juga merupakan puncak populasi dan merupakan fase terbaik untuk di transfer ke bak pemeliharaan larva (Kurniastuti dan Ditjenkan, 1995). Pemanenan Chlorella sp dilakukan dengan menggunakan pompa celup dan dialirkan melalui instalasi pipa transfer alga ke bak pemeliharaan larva yang sebelumnya telah dibilas terlebih dahulu untuk mencegah masuknya atau terkontaminan dari protozoa. Selain pakan alami selama proses pemeliharaan larva bandeng diberikan juga pakan tambahan berupa tepung jagung (maizena) yang tujuannya untuk menjaga agar tidak sampai terjadi Under Feeding selama pemeliharaan larva. Pemberian pakan tambahan ini setelah larva umur 10 hari. Manajemen pemberian pakan dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Manajemen pemberian pakan pada pemeliharaan larva bandeng. Umur larva D0 s.d. D2 D2 s.d. D5 D6 s.d. D9 D10 s.d. D saat panen b. Chlorella 200 lt 200 lt 200 lt 200 lt Rotifer 5 ind /ml 10 ind /ml 20 ind /ml Pakan tambahan

10 gram

Pengelolaan kualitas air

Pengelolaan kualitas air pada masa pemeliharaan nener dilakukan dengan beberapa cara, yaitu monitoring, pengecekan kualitas air, water exchange, dan penyiponan. Monitoring kualitas air dilakukan setiap 3 hari. Parameter air yang dilakukan monitoring rutin adalah suhu dengan tujuan agar selama masa pemeliharaan proses metabolisme dan metamorfosis larva lancar yaitu berkisar pada 28 31o C. Sedangkan untuk pengecekan parameter kualitas air selama pemeliharaan larva dilakukan pada setiap pergantian air adalah parameter pH berkisar pada 7 8,5, salinitas berkisar 29 32 .
9

Penyiponan pertama dilakukan setelah telur menetas untuk membersihkan sisa cangkang dan telur yang tidak menetas. Penyiponan selanjutnya dilakukan apabila dasar bak telah kotor baik akibat sisa sekresi dari larva ataupun sisa pakan yang mengendap. Selain itu juga dilakukan penggantian air bak larva pemeliharaan setelah larva umur 10 hari sebanyak 10 %, penggantian ini dilakukan setiap hari dengan volume yang semakin meningkat sampai dengan panen. 2.4.4. Pemanenan Nener Pemanenan nener dilakukan larva masuk juvenil atau ukuran telah mencapai 1 1,5 cm yang biasanya berumur 15 16 hari dari tetasan. Pemanenan nener dimulai dengan menurunkan volume air 50 %. Setelah mencapai volume 50 %, dilakukan penyeseran nener dan ditampung ke ember dan apabila nener tinggal sedikit pipa saluran pengeluaran dibuka dan air dari saluran pengeluaran ditampung dalam ember yang telah dimodifikasi dengan pemberian saringan kasa dan nener yang telah banyak di dalam ember dipindahkan ketempat lain dengan menggunakan serokan. Nener yang telah dipanen dipindahkan ke tempat pengemasan dengan diberi aerasi. 2.5 Kebutuhan Nutrisi Pakan Ikan Seperti halnya hewan lain, ikan pun membutuhkan zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh. Zat gizi yang dibutuhkan adalah : protein,lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. 2.5.1. Protein Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik untuk pertumbuhan maupun untuk menghasilkan tenaga. Protein nabati (asal tumbuh- tumbuhan), lebih sulit dicernakan daripada protein hewani (asalhewan), hal ini disebabkan karena protein nabati terbungkus dalam dinding selulosa yang memang sukar dicerna.

10

Pada umumnya, ikan membutuhkan protein lebih banyak daripada hewanhewan ternak di darat (unggas dan mamalia). Selain itu, jenis dan umur ikan juga berpengaruh pada kebutuhan protein. Ikan karnivora membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan herbivora, sedangkan ikan omnivora berada diantara keduanya. Pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 20 60%, dan optimum 30 36%. Protein nabati biasanya miskin metionin, dan itu dapat disuplai oleh tepung ikan yang kaya metionin. 2.5.2. Lemak Nilai gizi lemak dipengaruhi oleh kandungan asam lemak esensialnya yaitu asam-asam lemak tak jenuh atau PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) antara lain asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam lemak esensial ini banyak terdapat di tepung kepala udang, cumi-cumi dll. Kandungan lemak sangat dipengaruhi oleh faktor ukuran ikan, kondisi lingkungan dan adanya sumber tenaga lain. Kebutuhan ikan akan lemak bervariasi antara 4 18%. 2.5.3. Karbohidrat Karbohidrat atau hidrat arang atau zat pati, berasal dari bahan baku nabati. Kadar karbohidrat dalam pakan ikan, dapat berkisar antara 10 50%. Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada kemampuannya untuk menghasilkan enzim pemecah karbohidrat (amilase). Ikan karnivora biasanya membutuhkan karbohidrat sekitar 12%, sedangkan untuk omnivora kadar karbohidratnya dapat mencapai50%. 2.5.4 Vitamin Apabila ikan kekurangan vitamin, maka gejalanya adalah nafsu makan hilang, kecepatan tumbuh berkurang, warna abnormal, keseimbangan hilang, gelisah, hati berlemah, mudah terserang bakteri, pertumbuhan sirip kurang sempurna, pembentukan lendir terganggu dll. Agar ikan tetap sehat, suplai vitamin harus kontinyu, tapi kebutuhan akan vitamin dipengaruhi oleh ukuran ikan, umur, kondisi lingkungan dan suhu air.
11

2.5.5. Mineral Mineral adalah bahan an-organik yang dibutuhkan oleh ikan untuk pembentukan jaringan tubuh, proses metabolisma dan mempertahankan keseimbangan osmotis. Mineral yang penting untuk pembentukan tulang, gigi dan sisik adalah kalsium, fosfor, fluorine, magnesium, besi, tembaga, kobalt, natrium, kalium, klor, boron, alumunium, seng, arsen, dll. Makanan alami biasanya telah cukup mengandung mineral, bahkan beberapa dapat diserap langsung dari dalam air. Namun pada umumnya, mineralmineral itu didapatkan dari makanan. Oleh karena itu, beberapa macam mineral yang penting perlu kita tambahkan pada proses pembuatan pakan. Selain kandungan gizi, ada beberapa bahan tambahan dalam meramu pakan buatan. Bahan-bahan ini cukup sedikit saja, diantaranya : antioksidan, perekat dan pelezat. Sebagai antioksidan atau zat antitengik dapat ditambahkan fenol, vitamin E, vitamin C, etoksikuin, BHT, BHA dan lain-lain dengan penggunaan 150 200 ppm. Beberapa bahan dapat berfungsi sebagai perekat seperti agar-agar gelatin, tepung kanji, tepung terigu dan sagu, dengan pemakaian maksimal 10%. Bahan perekat ini menjadi penting pada pembuatan pakan udang, sebab pakan udang harus mempunyai ketahanan yang tinggi, agar tidak cepat hancur dalam air. Sebagai pelezat, pada umumnya dipakai garam dapur sebanyak 2%.

2.6 Jenis-Jenis Pakan Ikan 2.6.1 Pakan Hidup Pakan hidup terdiri dari ikan hidup, cacing, invertebrata akuatik, seperti Daphnia atau Artemia, larva serangga seperti Bloodworm, dan jentik nyamuk, Infusoria, Rotifera, serta Paramecium Beberapa jenis dapat dibeli, sedangkan jenis yang lain harus dikumpulkan sendiri. Keuntungan: Banyak pakan hidup merupakan pakan alami ikan yang bersangkutan atau setidaknya setara dengan pakan alaminya. Pakan tersebut mengandung banyak serat sehingga pencernaannya akan tetap terjaga dengan baik. Pakan hidup dapat membantu ikan untuk memasuki kondisi kawin dan
12

merangsang masa kawin, terutama, pada spesies-spesies yang masa kawinnya di alam didahului dengan meningkatnya pesediaan pakan hidup. Kerugian: Seringkali pakan hidup bersifat musiman, sehingga pada saat tertentu sulit didapat. Dapat membawa hama dan penyakit, seperti cacing sutera (Tubifex sp), yang hidup pada lumpur tercemar, sehingga bisa mengimpor bakteri terhadap lingkungan akuarium. Hama seperti larva capung atau hydra bisa secara tidak sengaja ( melalui Daphnia atau Cyclops) masuk ke bak dan memangsa burayak. 2.6.2 Pakan Kering Pakan jenis ini merupakan pakan ikan paling populer. Meskipun produsen pakan ikan kering telah mebuat pakan kering ini sedemikian rupa sehingga cocok untuk ikan karnivra, herbivora, dan omnivora, terdapat kecenderungan mereka memproduksi jenis khusus yang berbeda untuk karnivora dan herbvora. Untuk itu perlu diperhatikan dengan baik pada saat membeli pakan kering yang bersangkutan. Sangat penting dipertimbangkan agar hanya membeli pakan-pakan yang telah diformulasikan secara saintifik dan diproduksi oleh perusahan berepusasi baik, serta khusus dipertuntukkan bagi ikan, meskipun pakan kering lain dengan harga lebih murah tersedia. Keuntungan: Mudah dalam penyimpanan dan penggunaan; tersedia secara konstan; semua elemen-elemen esensial yang diperlukan ikan telah disediakan dengan baik; tidak ada bahaya pencemaran hama dan penyakit. Kerugian: Terdapat kecenderungan pakan kering saat ini dibuat lebih pekat dan lebih mudah dicerna, sedangkan para akuaris cenderung boros dalam pemberian. Hal ini dapat memicu terjadinya pencemaran amonia dan nitrit. Beberapa jenis ikan menunjukkan gejala kurus, dan mengalami kelainan pencernaan apabila hanya diberikan pkan kering saja, dan beberapa jenis lainnya enggan memakan pakan kering. Beberapa jenis vitamin, seperti vitamin C terdegradasi dalam penyimpanan yang lama. Pakan kering dalam bentuk flake cenderung rawan terhadap pencucian vitamin pada saat kontak dengan air dibandingkan dengan pellet.

13

You might also like