You are on page 1of 5

Tipe-Tipe Kepemimpinan

Berdasarkan konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimpin tersebut melakukan dan mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka kemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan kedalam empat tipe, yaitu : tipe otoriter, tipe demokratis, tipe pseudo demokratis, dan tipe laissez-faire. 1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian Otokratis asal kata dari kata-kata: oto = sendiri, dan kratos =pemerintahan. Jadi otokratis berarti mempunyai sifat memerintah dan menentukan sendiri. Tipe kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan authoritarian. Kepemimpinan otoriter atau bisa di sebut kepemimpinan otokratis atau kepemimpinan diktator adalah suatu kepemimpinan dimana seorang pemimpin bertindak sebagai diktator, pemimpin adalah penguasa, semua kendali ada di tangan pemimpin. Seorang diktator jelas tidak menyukai adanya meeting, rapat apalagi musyawarah karena bagi seorang diktator tidak menghendaki adanya perbedaan dan pastinya suka dengan memaksakan kehendaknya. Dengan kepemimpinan diktator semua kebijakan ada di tangan pemimpin, semua keputusan ada di tangan pemimpin, semua bentuk hukuman, larangan peraturan dapat juga berubah sesuai dengan suasana hati pemimpin. Jika kita lihat dari sisi gaya kepemimpinan secara ekstrim kepemimpinaan otoriter menempati urutan pertama karena kita lihat dari seberapa besar pengaruh atau campur tangan pemimpin kemudian di lanjutkan kepemimpinan demokratis di mana pemimpin dan bawahan bsa saling bekerja sama dan yg ketiga atau titik ekstrim terakhir adalah kepemimpinan laissez faire yaitu pemimpin yg tidak bertindak sebagai pemimpin semua kebijakan bebas di tentukan sendiri oleh anggotanya. Jika kita tinjau menurut sistem kepemimpinan menurut likert maka sistem otoriter menempati sistem pertama (I), berikutan lengkap sistem kepemimpinan menurut likert : sistem l sistem ll sistem lll sisten lV : otoriter (explosive/authoritative). : otoriter bijaksana (benevolent authoritative). : konsultatif : partisipatif.

Adapun ciri kepemimpinan otoriter sistem l menurut likert dalam buku wahjosumidjo: kepemimpinan dan motivasi terbitan PT. Ghalia tahun 1987 adalah sebagai berikut : manajer menentukan semua keputusan yg bertalian dengan seluruh pekerjaan, dan memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakanya. manajer menentukan semua standard bgm bawahan melakukan tugas. manajer memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yg tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yg telas di tentukan. manajer kurang percaya terhadap bawahan dan sebaliknya bawahan tidak atau sedikit sekali terlibat dalam proses pengambilan keputusan. atasan dan bawahan bekerja dalam suasana yg saling mencurigai. Tipe kepemimpinan otoriter jika di terapkan sekarang mungkin kurang relevan, namun jika kita lihat lgi menurut gaya kepemimpinan situasional tipe kepemimpinan ini bisa di terapkan terhadap anggota atau bawahan dengan tingkat kematangan rendah yaitu ketika seorang pemimpin menghadapi bawahan yg belum bisa atau belum menguasai hampir semua bidang yg menjadi tanggung jawabnya.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic Demokratis berasal dari kata demos = rakyat dan kratos pemerintahan oleh rakyat, yaitu usaha dan tanggungjawab bersama oleh semua anggota kelompok. Kepemimpinan demokratis inilah yang dijadikan ukuran dalam kepemimpinan pendidikan dalam administrasi. Gaya kepemimpinan demokratis adalah dalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Pemimpin dalam tipe ini menafsirkan kepemimpinanya bukan sebagai diktator melainkan sebagai pemimpin ditengah-tengah anggota kelompoknya, hubungannya dengan para bawahannya bukan sebagai atasan dan bawahan tetapi lebih pada saudara tua pada adiknya. Dalam melaksanakan tugasnya ia mau menerima dan bahkan mengharapkan pendapat dan saran dari para bawahannya, demikian juga terhadap kritik yang membangun dari bawahannya dijadikan sebagai umpan balik dan bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan.

Disamping itu pemimpin ini juga memberikan kesempatan bagi timbulnya kecakapan memimpin pada anggota kelompoknya dengan jalan mendelegasilkan sebagian kekuasaan dan tanggung jawab. Sedangkan kepemimpinan yang demokratis kepala sekolah sebagai seorang pemimpin lebih mementingkan kepentingan bersama dari pada kepentingan sendiri, sehingga terciptalah hubungan dan kerjasama yang baik dan harmonis, saling membantu didalam melaksanakan tugas sehari hari dan akan tercipta suasana kerja yang sehat. Menurut Ngalim Purwanto gaya demokratis memiliki sifat-sifat : Dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu makhluk yang termulia didunia, Selalu berusaha menyingkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dari tujuan pribadi bawahan, Senang menerima saran, pendapat, dan kritik dari bawahan, Mengutamakan kerjasama dalam mencapai tujuan, Memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dan membimbingnya, Mengusahakan agar bawahan dapat lebih sukses dari pada dirinya, Selalu mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. Gaya demokratis dapat diterapkan bilamana para guru/staff sudah mampu mengambil keputusan apa yang dilakukan sesuai dengan kewajibannya dan sudah mempunyai pengalaman yang cukup untuk menentukan langkah-langkah dalam melaksanakan pekerjaan.

Jadi dapat disimpulkan kepemimpinan dapat diterapkan dimana dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan organisasi, seorang kepala sekolah atau pemimpin mengikutsertakan atau bersama-sama bawahannya, baik diwakili oleh orang-orang tertentu atau berpartisipasi langsung dalam pengambilan keputusan.Dari semua itu, dapat dilihat cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan, Adapaun kombinasi dari gaya kepemimpinan tersebut menghasilkan berbagai bauran gaya kepemimpinan yang dibedakan menjadi empat gaya kepemimpinan Menurut Agus Dharma dalam bukunya yang berjudul Manajemen Supervisi yaitu : Gaya Instruksi (gaya bos), Gaya Konsultasi (gaya dokter), Gaya Partisipasi (gaya konsultan), Gaya Delegasi (gaya bebas).

3. Gaya Kepemimpinan Pseudo-Demokratis Pseudo berarti palsu, pura-pura. Pemimpin semacam ini berusaha memberikan kesan dalam penampilannya seolah-olah dia demokratis, sedangkan maksudnya adalah otokrasi, mendesakkan keinginannya secara halus. Tipe kepemimpinan pseudo-demokratis ini sering juga disebut sebagai pemimpin yang memanipulasikan demokratis atau demokratis semu. Berkaitan dengan ini Kimball Willes menyebutkan bahwa cara memimpinnya tipe kepemimpinan pseudo-demokratis itu seperti diplomatic manipulation atau manipulasi diplomatis. Jadi, pemimpin pseudo demokratis sebenarnya adalah orang otokratis, tetapi pandai menutup-nutupi sifatnya dengan penampilan yang memberikan kesan seolah-olah ia demokratis.

4. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire Laissez-faire jika diterjemahkan dapat diartikan sebagai biarkan saja bejalan atau tidak usah dihiraukan ; jadi mengandung semacam sikap masa bodo. Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya. Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari pemimpin. Struktur organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pimpinan. Pemimpin semacam ini tidk akan menghasikan suasana tertib damai; tidak akan menimbulkan self discipline pada anggotanya-anggotanya. Tiap anggota akan menganggap bahwa hak dan kewajiban ada pada tiap anggota-anggotanya masing-masing, dank karena tiap anggota berhak berusaha dengan cara masing-masing, menurut kehendak dan pendapat masing-masing. Dalam setiap usaha diperlukan self disipine untuk mengekang diri sendiri, berusaha menyesuaikan diri pada ketentuan-ketentuan dari kelompok. Pimpinan yang laissez-faire sama sekali tidak berusaha menimbulkan self-disciplene, tidak meminta mengekangakan diri. Karena itu pimpinan laissez-faire (biarkan saja berjalan) dapat menimbulkan kekacauan dan kesimpang-siuran dalam usaha. Kepemimpinan macam ini mungkin disebabkan karena: tidak mampu, malas, masa bodo, atau karena tidak tahu arti sebenarnya dari demokrasi.

Menurut Sukanto (1987) ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (pp.196-198) : Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberi informasi pada saat ditanya. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas. Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian. Ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (Handoko dan Reksohadiprodjo, 1997, p. 304): Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok. Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai

You might also like