You are on page 1of 23

EFEKTIFITAS KOSENTRASI IBA (Indole Butryric Acid) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN STEK JERUK KEPROK TAWANGMANGU

(Citrus nobilis Lour. Var. Tawangmangu)

Usulan Penelitian untuk Skripsi Diajukan kepada : Jurusan/Program Studi Agroteknologi

Oleh: Wahyu Beno Kusdianto H 0708049

JURUSAN/ PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JUNI, 2011

EFEKTIFITAS KOSENTRASI IBA (Indole Butryric Acid) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN STEK JERUK KEPROK TAWANGMANGU (Citrus nobilis Lour. Var. Tawangmangu)

Usulan Penelitian untuk Skripsi

Oleh: Wahyu Beno Kusdianto H 0708049 Telah disetujui

Pembimbing Utama

: .. Tanggal: : .. Tanggal:

Ir. Pratignya Sunu, MP. NIP. 195301241980031003 Pembimbing Pendamping

Dra. Linayanti D., MSi. NIP. 195207111980032001

Surakarta,

Desember 2011

Mengetahui, Komisi Sarjana Program Studi Agroteknologi Ketua,

Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi. NIP. 196201161990021001

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman tahunan yang berasal dari Asia Tenggara. Sejak ratusan tahun lalu, tanaman ini sudah terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman pekarangan. Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah yang paling banyak digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu tidak mengherankan jika perkembangan tanaman jeruk mengalami perubahan populasi yang cukup tajam. Pada saat ini sebagian petani buah menyadari bahwa komoditas buah jeruk memang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama jenis komoditas jeruk keprok. Jeruk keprok (Citrus nobilis Lour.) merupakan salah satu spesies dari sekian banyak spesies jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Mutu dan penampilannya sangat mempengaruhi dan memegang peranan penting dalam perdagangan (Zahara, 2002). Ada beberapa jenis jeruk keprok yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti keprok Pulung (Ponorogo), keprok Grabag (Magelang), keprok Brastepu (Tanah Karo-Sumatera Utara) dan keprok Tawangmangu. Namun sekarang jeruk keprok di Indonesia sudah banyak yang rusak dan tidak diregenerasikan lagi. Daerah-daerah yang tadinya merupakan sentra jeruk yang terpenting, sekarang sudah tidak ada lagi. Jeruk keprok di beberapa daerah sudah terancam punah, diantaranya jeruk keprok Tawangmangu (Citrus nobilis Lour. Var.

Tawangmangu). Kehancuran tanaman jeruk ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama kurangnya pemeliharaan disertai dengan serangan penyakit akar dan batang serta akhir-akhir ini disebabkan oleh suatu penyakit yang dinamakan CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration). Tanaman jeruk keprok Tawangmangu selain memiliki buah yang rasanya enak juga memiliki manfaat dibidang kesehatan dan industri minyak astsiri. Buah jeruk dianggap sebagai makanan super untuk kesehatan kulit. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa faktor yang berpengaruh dari buah jeruk adalah fitonutrisi yang berfungsi sebagai antioksidan, termasuk didalamnya flavon,

antasianin, polifenol dan vitamin C. Nutrisi antioksidan ini membantu menjaga kita terhadap kerusakan akibat radikal bebas, yang dapat merubah struktur kimia dari sel tubuh. Katarak, suatu penyakit penurunan penglihatan yang biasanya muncul seiring dengan bertambahnya usia, biasanya merupakan akibat dari kerusakan akibat radikal bebas. Antioksidan yang terdapat dalam buah jeruk dapat membantu menetralisir mata dari pengaruh radikal bebas. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa vitamin C dan E dapat bermanfaat sebagai pencegahan terhadap katarak (Istianto, 2008). Kulit jeruk keprok mempunyai nilai guna tinggi yaitu untuk menghasilkan minyak atsiri. Produk ini digandrungi oleh konsumen, terutama kalangan menengah ke atas, untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum. Kulit jeruk memiliki kandungan senyawa yang berbeda-beda, bergantung varietas, sehingga aromanya pun berbeda. Namun, senyawa yang dominan adalah limonen. Kandungan limonen bervariasi untuk tiap varietas jeruk, berkisar antara 70-92%. Minyak atsiri jeruk dapat digunakan sebagai pengharum ruangan, bahan parfum, dan penambah cita rasa pada makanan. Minyak atsiri jeruk juga bermanfaat bagi kesehatan, yaitu untuk aroma terapi. Aroma jeruk dapat menstabilkan sistem syaraf, menimbulkan perasaan senang dan tenang, meningkatkan nafsu makan, dan menyembuhkan penyakit. Manfaat bagi kesehatan tersebut karena minyak atsiri jeruk mengandung senyawa limonen yang berfungsi melancarkan peredaran darah, meredakan radang tenggorokan dan batuk, serta menghambat sel kanker. Minyak atsiri jeruk juga mengandung linalool, linalil, dan terpineol yang memiliki fungsi sebagai penenang (sedatif), serta sitronela sebagai penenang dan pengusir nyamuk. Jeruk dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan generatif melalui biji, sering dilakukan karena mudah, sedangkan perbanyakan vegetatif masih jarang dilakukan. Perbanyakan dengan cara vegetatif salah satunya dengan cara stek. Teknik perbanyakan ini, merupakan metode perbanyakan tanaman dengan mengunakan bagian tanaman yang dipisahkan dari induknya dimana jika ditanam pada kondisi yang menguntungkan untuk berregenerasi akan berkembang menjadi tanaman yang mampu tumbuh baik.

Kelebihan dari perbanyakan vegetatif dengan cara stek adalah, kita dapat mendapatkan tanaman baru dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat, selain itu dapat diperoleh sifat yang sama dari induknya. Keberhasilan perbanyakan dengan stek dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : media tanam, bahan stek, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), dan lain-lain. Pemberian zat pengatur tumbuh dimaksudkan agar dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan perkembangan untuk kelangsungan hidupnya. Salah satu auksin yang sering digunakan adalah IBA (Indole Butyric Acid). IBA merupakan salah satu jenis auksin yang tidak menimbulkan keracunan sampai pada kosentrasi tinggi, mempunyai sifat stabil, daya kerja lebih lama (Abidin, 1994). Auksin IBA sebagai salah satu zat pengatur tumbuhan, dalam peengaplikasian pada tanaman menurut Hartman dan Kester (1968) dapat dilakukan dengan cara disemprot, dicelup, dan direndam. Dalam penelitian Santoso (2011) pemberian IBA pada tanaman kepuh dapat memacu pembentukan tunas dan akar dimana prosentase stek hidup mencapai 53,3% dan perlakuan kosentrasi IBA 4 ppm dengan lama perendaman 24 jam memberikan hasil yang lebih baik pada prosentase stek hidup, saat muncul tunas, jumlah daun, jumlah akar, dan tinggi tunas. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan berakar dan bertunas stek batang jeruk dengan adanya pengaruh kesentrasi perendaman dan lama perendaman dengan mengunakan larutan IBA (Indole Butyric Acid). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh IBA dan lama perendaman, serta interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan setek Jeruk Keprok Tawangmangu (Citrus nobilis Lour. Var. Tawangmangu). B. Perumusan Masalah Jeruk keprok merupakan jenis jeruk yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tanaman yang ada sudah tua, sehingga diperlukan perbanyakan secara cepat agar tanaman jeruk ini tidak punah. Namun cara perbanyakan in vitro yang dilakukan belum mendapatkan hasil yang baik. Berdasarkan hasil survei di

lapangan, selama ini petani sulit untuk mendapatkan bibit alami jeruk keprok. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbanyakan dengan cara cepat dan sederhana yang dapat dilakukan oleh para petani. Perbanyakan secara klonal bisa menjadi alternatif yang lebih baik agar dihasilkan tanaman keprok secara cepat dan dalam waktu yang singkat yaitu dengan teknik stek. Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang akan diteliti adalah : 1. 2. Kosentrasi IBA untuk pertumbuhan stek batang jeruk. Lama perenda IBA untuk memperoleh pertumbuhan stek batang jeruk yang terbaik. C. Tujuan Penenelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kosentrasi dan lama perendaman IBA yang tepat untuk pertumbuhan stek tanaman jeruk. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai pembiakan secara vegetatif secara cepat dan mudah diterapkan dikalangan petani. 2. Sebagai informasi dasar bagi penelitian selanjutnya. E. Hipotesa Diduga bahwa pemberian IBA pada kosentrasi tertentu dan dengan lama perendaman yang tepat akan memberikan pengaruh yang paling baik untuk pertumbuhan stek batang jeruk Tawangmangu.

II. TINJUAN PUSTAKA

A. Jeruk Keprok Tawangmangu (Citrus nobilis Lour. Var. Tawangmangu) Tanaman jeruk keprok (Citrus nobilis Lour.) diduga berasal dari Asia Tenggara, kemudian menyebar ke seluruh dunia terutama di daerah subtropik. Ada beberapa jenis jeruk keprok yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti keprok Pulung (Ponorogo), keprok Tawangmangu (Karanganyar, Surakarta), keprok Grabag (Magelang) dan keprok Brastepu (Tanah Karo, Sumatera Utara). Menurut Karsinah (2002), kedudukan jeruk ini dalam sistematika adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Klass Sub Klass Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Rutales : Rutaceae : Citrus : Citrus nobilis Lour. Tanaman jeruk keprok Tawangmangu berbentuk pohon dengan ketinggian mencapai 8 meter. Bentuk batang tegak, bulat, serta menpunyai percabangan simpodial dengan warna daun hijau kotor. Daun memiliki sifat berseling, lonjong, tepi rata, ujung runcing, dan bertipe tunggal. Pangkal daun berbentuk tumpuk dengan ukuran panjang 4-8 cm dan lebar 2-4 cm. Tangkai daun bersayap, panjang 0,5-1,5 cm dan daun berwarna hijau serta tulang daun menyirip. Bunga tanaman jeruk ini bersifat majemuk yang berada di ujung batang dan di ketiak daun. Kelopak bungan berbentuk bintang dengan bentuk menyerupai segi lima yang sama disetiap sisinya, berwarna hijau. Bunganya memiliki benang sari berbentuk silindris dengan panjang 0,5 cm. Kepala sari berbentuk ginjal dan berwarna kuning, sedangkan kepala putiknya berbentuk bulat berwarna kuning. Mahkota bunga menyerupai bintang dan mempunyai lima helai mahkota berwarna putih.

Buah jeruk keprok Tawangmangu berbentuk bulat dengan diameter 5-8 cm, serta mempunyai permukaan kasar. Ketika buah masih muda, buah berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi kuning. Bijinya berbentuk bulat telur dengan ukuran diameter 2-3 mm, berwarna putih. Akar jeruk keprok ini bersifat tunggang dan berwarna putih kekuningan (Kanisius, 1994). Di Indonesia tanaman jeruk dibudidayakan sebagai usaha agribisnis atau sebagai tanaman pekarangan. Selain itu, jeruk juga banyak ditanam di dalam pot karena ukuran batangnya pendek, penuh dengan buah yang sangat eksotik sehingga mempunyai daya tarik tersendiri. Buah jeruk umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar, minuman segar atau sirup. Kulit dan biji jeruk mengandung minyak yang dapat digunakan sebagai pengharum rambut, campuran minuman dan bahan wangi-wangian (Istianto, 2008). Pohon jeruk keprok mencapai ketinggian 6-10 m, berduri, dengan bentuk batang bulat dan mempunyai jumlah percabangan yang banyak. Dahannya kecil dan letaknya terpencar serta tidak beraturan. Bentuk daun bulat telur memanjang dengan pangkal tumpul dan mempunyai ujung yang runcing. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua mengkilat sementara permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Buah berbentuk bulat, kulit buah tebal, permukaannya kasar dan berpori-pori besar. Biji bersifat poliembrionik dan berwarna sedikit kekuningan sementara embrio berwarna hijau keputihan (Istiato, 2008). Jeruk keprok ini mengandung sejumlah nutrisi, di antaranya vitamin B1 dan vitamin C. Selain itu jeruk ini juga mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, karoten, asam sitrat dan glukosida. Jeruk ini bermanfaat sebagai pereda berbagai penyakit, misalnya sebagai obat batuk dan menghilangkan rasa mual (Ball, 1997). Keistimewaan lain dari jeruk keprok ini adalah kulit buah yang memiliki aroma yang sangat wangi yang dapat dijadikan sebagai pengharum rambut serta bahan wangi-wangian (Astuti, 2000).

B. Perbanyakan Tanaman 1. Perbanyakan Generatif Perbanyakan tanaman banyak dilakukan dengan berbagai cara, mulai dengan yang sederhana sampai yang rumit. Tingkat keberhasilannya pun bervariasi dari tinggi sampai rendah, keberhasilan perbanyakan tanaman tergantung pada beberapa faktor antara lain: cara perbanyakan yang digunakan, jenis tanaman, waktu memperbanyak, keterampilan pekerja dan sebagainya. Perbanyakan tanaman bisa digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu perbanyakan secara generatif dan vegetatif (Irawanto, 2001). Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menggunakan biji yang dihasilkan dari proses penyerbukan antara benang sari dan putik. Pada umumnya, proses penyerbukan terjadi secara alami yang dibantu oleh angin dan serangga. Keuntungan dari perbanyakan ini yaitu memiliki sistem perakaran lebih kuat dan rimbun. Oleh karena itu, sering perbanyakan tanaman dengan biji (generatif) dilakukan untuk penyediaan batang bawah yang nantinya akan diokulasi atau disambung dengan batang atas dari jenis unggul. Perbanyakan dengan biji juga masih dilakukan terutama pada tanaman tertentu yang bila diperbanyak dengan cara vegetatif menjadi tidak efisien (tanaman buah tak berkayu). Sementara itu, ada beberapa kelemahan dari perbanyakan secara generatif yaitu, sifat turunan tidak sama dengan induk. Kelemahan lainya, fase pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi lama sehingga untuk masuk ke fase generatif menjadi lambat. Karena diawall pertumbuhan, makanan yang dihasilkan dari proses fotosintesis digunakan untuk membentuk batang dan tajuk. Akibatnya, waktu tanaman untuk masuk ke dalam fase pembentukan bunga dan buah menjadi lebih lama (Omon, 1984). Kelemahan dari perbanyakan secara generatif adalah biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat induknya. Tanaman baru dari biji meskipun telah diketahui jenisnya kadang-kadang sifatnya menyimpang dari pohon induknya, dan bahkan banyak tanaman yang tidak menghasilkan biji atau jumlah bijinya sedikit. Jika ditanam, dari ratusan biji yang berasal dari satu pohon induk yang sama akan menghasilkan banyak tanaman baru dengan

sifat yang beragam. Keragaman ini terjadi akibat adanya pengaruh mutasi gen dari pohon induk jantan dan betina. Untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada perbanyakan generatif, maka orang mulai memindahkan perhatiannya keperbanyakan vegetatif (Prastowo, 2006). 2. Perbanyakan Vegetatif Perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah perbanyakan tanaman tanpa melalui proses perkawinan. Bahan yang digunakan untuk perbanyakan ini berasal dari organ tanaman misalnya batang, daun, umbi, spora, dan lainlain. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dari cara yang paling sederhana seperti stek, cangkok, merunduk, dan lain-lain hingga cara yang rumit melalui teknik kultur jaringan (Widarto, 1996). Keuntungan perbanyakan secara vegetatif yaitu,lebih cepat berbuah, sifat turunan sesuai dengan induk, dapat digabung sifat-sifat yang diinginkan. Sedangkan kelemahan dari perbanyakan ini adalah memiliki perakaran kurang baik, lebih sulit dikerjakan karena membutuhkan keahlian tertentu, dan jangka waktu berbuah lebih pendek (Kristina, 2008). Perkembangbiakan secara vegetatif merupakan alternatif yang perlu diperhatikan, salah satunya dengan cara stek. Perkembangbiakan dengan cara stekdiharapkan menjadi metode yang sederhana dan mudah diaplikasikan oleh para petani dengan membawa sifat yang sama dengan induknya. Cara stek yaitu kita bisa mendapatkan tanaman baru dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini disebabkan, karena dalam satu pohon bisa diperoleh ratusan bahan stek, dan juga dengan penggunaan hormon pertumbuhan, kita bisa mendapatkan tanaman baru yang lebih cepat (Iskandar, 2002). 3. Stek Salah satu teknik perbanyakan vegetatif yang secara teknis cukup mudah dan sederhana serta tidak membutuhkan biaya produksi dan investasi yang besar adalah stek. Teknik perbanyakan vegetatif dengan stek adalah metode perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian tanaman yang dipisahkan dari induknya, dimana jika ditanama pada kondisi yang

menguntungkan untuk berregenerasi akan berkembang menjadi tanaman yang sempurna (Purnomosidhi, 2002). Tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya mempunyai sifat persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifatsifat lainnya. Selain itu kita juga memperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang mempunyai akar, batang, dan daun yang relatif singkat (Wudianto, 1988). Stek batang adalah tipe stek yang paling umum dipakai dalam bidang kehutanan. Stek batang didefinisikan sebagai pembiakkan tanaman dengan menggunakan bagian batang yang dipisahkan dari induknya, sehingga menghasilkan tanaman yang sempurna. Menurut Yasman dan Smits (1988), stek batang ini sebaiknya diambil dari bagian tanaman ortotrof sehingga diharapkan dapat membentuk suatu batang yang pokok dan lurus keatas. Stek batang sebagai material sangat menguntungkan, karena batang mempunyai persediaan makanan yang cukup terhadap tunas-tunas batang dan akar (Santosa F., 2004), dan juga dapat dihasilkan dalam jumlah besar. Kemudian, dalam upaya pembiakan secara vegetatif, melalui cara ini diperoleh persen tumbuh tanaman yang tinggi, adanya peningkatan sistim pertumbuhan perakaran, serta bibit tanaman yang ditanam lebih mampu dan cepat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Keuntungan dari stek batang adalah pembiakkan ini lebih efisien jika dibandingkan dengan cara lain karena cepat tumbuh dan penyediaan bibit dapat dilakukan dalam jumlah yang besar. Sedangkan kesulitan yang dihadapi adalah selang waktu penyimpanan relatif pendek antara pengambilan dan penanaman (Wudianto, 1988). Dengan demikian sumber bahan vegetatif haruslah dicari atau dipilih tanaman-tanaman unggul dengan produksi tinggi, tahan hama dan penyakit serta mudah penanamannya, sedangkan yang berkaitan dengan persiapan bahan stek, Yasman dan Smits (1988) menerangkan pemotongan bagian pangkal stek sebaiknya 1 cm dibawah buku (node) karena sifat anatomis dan penimbunan karbohidrat yang banyak pada buku tersebut adalah lebih baik untuk perakaran stek.

C. Perendaman Hormon Pada umumnya petani beranggapan bahwa tanpa pemberian hormon pun pada stek bisa tumbuh. Anggapan tersebut memang benar, tetapi terdapat kelemahan dimana pertumbahan akar yang muncul tidak seragam dan mempunyai tingkat keberhasilan yang rendah. Penggunaan zat pengatur tumbuh dimunkinkan untuk memacu pertumbuhan akar yang baik sehingga dapat digunakan untuk perbanyakan masal. Selain itu, tidak semua jenis tanaman-tanaman yang sulit berakar dan membutuhkan perlakuan auksin untuk merangsang pertumbuhan akar (Nababan, 2009). Terdapat beberapa teknik perendaman yang dilakukan dalam

pengaplikasian zat pengatur tumbuh pada bahan stek. Perendaman sebagian, merupakan teknik perendaman pada bagian batang saja tanpa menyertakan

tajuknya. Metode perendaman ini menggunakan kosentrasi yang rendah untuk menginduksi akar atau menumbuhkan akar hingga dari kosentrasi normal. Penentuankosentrasi tergantung dari lamanya bahan stek direndam dan jenis tanamanya. Semakin lama perendaman semakinkecil kosentrasi yang dianjurkan. Semakin sulit berakar suatu tanaman maka semakin besar kosentrasi hormon yang digunakan. Secara umum metode ini melalui dua tahap yaitu perendaman menggunakan auksin selama 1-2 hari ynag kemudian dilanjutkan dengan perendaman menggunakan air tanpa auksin hingga akar tumbuh (Abidin, 1982). Perendaman total yaitu merendam seluruh bagian tanaman termasuk tajuk kedalam larutan auksin. Metode ini biasa dilakukan untuk perbanyakan tanaman dengan bahan stek pucuk atau batang muda dari tanaman-tanaman herba. Kosentrasi yang digunakan pada metode ini sama dengan metode perendaman sebagaian hanya saja waktu yang diperlukan sedikit lebih cepat. Perendaman cepat seperti perendaman sebagian, yaitu merendam batang stek, hanya saja kosentrasi auksin yang diberikan lebih besar yaitu 3-4 kali dari kosentrasi normal. Waktu perlakuanya sangat cepat yaitu 2-3 detik saja, jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan perendaman total yang membutuhkan waktu 1-2 jam saja (Wudianto, 1996).

D. Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik komplek alami yang disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur (Hartman, 1990). Zat pengatur tumbuh dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu, auksin, sitokinin, giberalin, ethylen, dan inhibitior. Hormon-hormon ini masuk kedalam auksin yaitu, IAA, NAA, dan IBA. Hormon yang ada pada tanaman ini jumlahnya sedikit, maka perlu ditambah sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat (Davies 1993). IBA (indole Butyric Acid) adalah hormon pengakaran lain yang biasa digunakan oleh para pemulia. ZPT merupakan suatu zat yang digunakan sebagai perangsang pertumbuhan, dalam hal ini ZPT dapat digunakan untuk mempercepat tumbuhnya perakaran stek (Adjer dan Otsamo, 1996). IBA dihasilkan secara alami pada tanaman dan juga dapat dibuat secara sintetik. Pada perbanyakan kina ledger, hasil yang diperoleh menunjukan bahwa adanya pengaruh kosentrsi IBA yang nyata terhadap jumlah akar dan panjang akar, dengan kosentrasi optimum 2 mg/l dengan jumlah akar tertinggi mencapai 7,2 buah. Jika IBA yang akan diabsorsi tinggi, proses pembelahan sel berlangsung cepat sehingga pembentukan kalus akan lebih cepat dan luas. Semakin luas bagian yang membentuk kalus, berarti semakin banyak primordia akar yang akan terbentuk, sehingga inisiasi akar lebih banyak. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan akar pada perlakuan dengan kosentrasi tertentu lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan kosentrasi IBA yang lebih rendah

(Hartman dan Kester, 1997). IBA lebih bersifat stabil dan mobilitasnya dalam tanaman rendah. Hormon ini berada pada tempat dimana ia diberikan dan tidak menyebar dibagian stek yang lain sehingga tidak akan mempengaruhi pertumbuhan bagian lain, sedangkan

IAA dapat menyebar ke tunas-tunas dan menghalangi perkembangan tunas-tunas tersebut (Lia, 2000). IBA mempunyailebih praktis dari jenis auksin lainya yaitu IAA dan mempunya kemampuan yang baik untuk menginisiasi akar dan tunas. IBA berbebtuk tepung berwarna putih atau kristal-kristal yang bersatu dimana menunjukan suatu reaksi yang mempunya karakteristik dari senyawa organik lainnya. ZPT ini tidak dapat dilarutkan dalam air biasa tetapi dapat dipecah dengan larutan alkali dan karbon (Kyte and Kleyn, 1996). Pemberian IBA denga kosentrasi 4 ppm yang dilakukan oleh Santoso (2011) dapat meningkatkan panjang akar dan tumbunya tunas pada tanaman kepuh. Pada percobaan lain yang dilakukan oleh Irawati (2005), diketahui bahwa perendaman tanaman daun dewa (Gymura pseudochina) dalam IBA kosentrasi 50 ppm diperoleh hasil terbaik pada perekaranya.

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Tawangmangu. B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi batang tanaman jeruk, larutan IBA, tanah, kompos, pasir. 2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Pisau stainles b. Ember plastik digunakan untuk merendam stek c. Polibag untuk tempat tumbuh, media tumbuh stek d. Gelas ukur untuk mengukur banyaknya larutan IBA yang digunakan e. Hiter sebagai alat penyiram f. Mistar untuk mengukur panjang akar stek g. Oven sebagai alat untuk mengeringkan akar h. Timbangan analitik untuk menimbang hormon dan akar yang sudah di oven i. Alat tulis menulis j. Label C. Cara Kerja Penelitian 1. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAKL) pola faktorial, yang terdiri atas dua faktor dengan 3 ulangan sebagai berikut : a. Faktor pertama (K) yaitu kosentrasi IBA dengan 3 taraf, yaitu : K1 : 5 ppm K2 : 10 ppm K3 : 15 ppm b. Faktor kedua (M) yaitu lama perendaman IBA dengan 3 taraf, yaitu :

M1 : 6 jam M2 : 12 jam M3 : 18 jam Dari kedua faktor tersebut, diperoleh sembilan kombinasi perlakuan yaitu K1M1, K1M2, K1M3, K2M1, K2M2, K2M3, K3M1, K3M2, K3M3. Setiap perlakuan tersebut diulang sebanyak 3 kali ulangan, sehingga diperoleh 27 unit percobaan. Sebagai pembanding maka dilakukan percobaan dengan tanpa diberi perlakuan kosentrasi maupun dilakukan perendaman yaitu K0M0 dan diulang sebanyak 3 kali sehingga ada 30 unit percobaan. 2 Pelaksanaan Penelitian a. Penyiapan tempat penelitian Tempat tumbuh dibersihkan dari tumbuhan-tumbuhan yang hidup didalamnya dan dibuat petak-petak percobaan dengan menggunakan rafia serta membuat pagar pembatas disekeliling tempat penelitian. b. Sterilisasi alat dan media Alat dan media disterilisasikan dengan menuangkan air mendidih pada alat dan media, kemudian ditunggu sampai dingin. c. Penyiapan media tumbuh Media yang digunakan untuk pertumbuhan stek yaitu tanah, kompos, dan pasir dengan perbandingan 1:1:1. Untuk penyesuaian terhadap lingkungan, media yang telah terisi dalam ember dibiarkan selama 6 hari sebelum ditanami. d. Pengambilan Bahan Stek Bahan stek yang digunakan berasal dari Tawangmangu di salah satu pekarangan milik warga. Pengambilan bahan stek dilakukan secara seragam, yaitu pada tunas wiwilan yang tumbuh dan dipotong sepanjang 30 cm. Setelah dipotong, bahan stek dimasukan dalam kapas yang telah dibasahi untuk kemudian dibawa ke rumah kacas Fakultas Pertanian UNS. Bagian pangkal stek dipotong miring (45o) dan permukaan bagian atas diusahakan rata dan licin. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar permukaan penyerapan air dan memberi kesempatan pertumbuhan akar yang seimbang.

e. Penyiapan larutan IBA Larutan IBA dibuat dengan konsentrasi berbeda yaitu 0 ppm (kontrol), 4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm. Penyiapan larutan IBA adalah dengan melarutkan bubuk IBA tersebut dengan alkohol 95 % lalu ditambah air sampai menjadi 1 liter sesuai dengan konsentrasi hormon yang diinginkan Pembuatan konsentrasi hormon dilakukan dengan cara : 1. Konsentrasi 0 ppm (tanpa IBA) 2. Konsentrasi 4 ppm, adalah campuran 4 mg IBA dengan 1 liter air 3. Konsentrasi 6 ppm, adalah campuran 6 mg IBA dengan 1 liter air 4. Konsentrasi 8 ppm, adalah campuran 8 mg IBA dengan 1 liter air f. Perendaman dengan hormon Perendaman dilakukan dengan cara merendam batang stek degan berbagai perlakuan yaitu perendaman 8 jam, perendaman 24 jam. g. Penanaman Stek Stek ditanam pada media yang telah disiapkan terlebih dahulu, dibuat lubang agar penanaman stek tidak mengalami kerusakan akibat gesekan dengan tanah. Bibit dimasukkan ke dalam media, selanjutnya bibit ditimbun dengan tanah. h. Pemeliharaan Stek Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pembersihan gulma dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali sehari pada pagi hari dan sore hari untuk mempertahankan kelembaban batang stek. i. Pengamatan dan Pengukuran Pengamatan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman stek jeruk keprok Tawangmangu dilakuakan setelah pemanenan atau pencabutan sampel tanaman dan kemudian dilakukan pengamatan terhadap setiap variabel yang diamati. perendaman 16 jam, dan

3. Parameter Yang Diukur a. Persentase stek hidup Persentase stek hidup dihitung dengan membandingkan antar jumlah stek hidup pada akhir penelitian dengan jumlah stek yang ditanam pada awal penelitian. Perhitungn persentase stek hidup dihitung dengan rumus dibawah ini :

b. Saat muncul tunas Pengamatan ini dilakukan saat bahan stek muncul tunas, dan setelah itu akan dilakukan pengamatan terhadap jumlah tunas. c. Jumlah tunas Menghitung jumlah tunas yang tumbuh dengan melihat lansung pada batang stek. d. Tinggi tunas Tinggi tunas merupakan indikator untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bahan stek. Pengukuran dilakukan dengan mengukur tunas yang tumbuh dengan menggunakan mistar dari pangkal tunas sampai dengan titik tumbuh. Pengukuran dilakukan seminggu sekali mulai dari awal penanaman sampai akhir pengamatan. e. Berat Kering Tunas Berat kering tunas diukur dengan menimbang tunas yang dihasilkan pada setiap stek setelah dikeringkan pada oven. f. Panjang akar Menghitung panjang akar dari setiap perlakukan, sehingga dapat diketahui perlakuan yang memberikan hasil akar yang terpanjang. g. Jumlah Akar Stek Jumlah akar stek yaitu jumlah akar terbentuk dari setiap stek.

h. Berat Kering Akar Berat kering akar diukur dengan menimbang akar yang dihasilkan pada setiap stek setelah dikeringkan pada oven. 4. Analisis Data Data hasil penelitian dianalaisis dengan metode deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan hasil dari pengamatan setiap variabel penelitian.

IV. JADWAL KEGIATAN

No. 1 2 3 4 5 6 7 8. 9

Nama Kegiatan Penyiapan Tempat Tumbuh Penyiapan Media Tumbuh Pengambilan Bahan Stek Penyiapan Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F Pemberian Hormon Penanaman Stek Pemeliharaan stek Pengamatan dan Pengukuran Persiapan Seminar Hasil dan Seminar Hasil

Bulan Pelaksananaan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

V. RINCIAN BIAYA

Bahan : 1. Batang nilam yang muda 2. IBA 3. Alkohol 4. Aquades 5. Sewa lahan 6. Media tanah Alat : 1. Pisau stainles 2. Ember plastik 3. Polibag 4. Gelas ukur 5. Hiter 6. Mistar 7. Alat tulis menulis Administrasi Bahan Bakar Lain-lain Total : : : : : : : : : : : Rp. 15.000,Rp. 50.000,Rp. 100.000,Rp. 20.000,Rp. 20.000,Rp. 5.000,Rp. 20.000,Rp. 100.000,Rp. 100.000,Rp. 400.000,Rp. 2.000.000,: : : : : : Rp. Rp. 400.000,Rp. 50.000,Rp. 50.000,Rp. 500.000,Rp. 100.000,-

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1982. Dasar-dasar Pengetahuan tentanga Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung. Adjer dan Otsama. 1996. Pengaruh Berbagai Media dan Jumlah Ruas terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Ecalyptus grandis. Skripsi. Universitas Sumatara Utara. Ball, J. S. 1997. Fruit Growing. New Delhi: Kalyani Publishers. Davies. P.J. 1993. Plant Hormones and their Role in Plant Growth and Development. Martinus Nijhoff Publisher. Boston. P : 15-25. Hartman dan D. E. Kester, 1983. Plant Propagation (Principle and Practise 5). Prentice Hall. Internasional Inc. Engelwoods Clifs. New Jersy. 253-341. Hartman, H.T, D.E. Kester, Davies, R.I, Geneve. 1997. Plant Propagation (principal and Practice 6). Prentice Hall. Upper Saddle River. New Jersy. Hartman, H.T., Kester, D.E. 1968. Plant Propagation : Principles and Practice, 2d ed. Prentice-Hall International. New Jersey. Hartman, H.T., Kester, D.E. 1990. Plant Propagation Principles and Practice. Prentice-Hall International. New Jersey. Irawati, H. 2005. Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Daun Dewa (Gymura pseudochina) Setelah Direndam Dengan IBA. Jurusan Biologi. Universitas Diponegoro. Semarang. Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (indole Butryc Acid) terhadap Persen Jadi Stek Pucuk Merawi Putih. Laporan Penelitian. Universitas Patimura. Ambon. Iskandar, Winarni. 2002. Aneka cara Melipat Gundukan Tanaman. PT. Tirto Unggul. Semaranag. Istianto, Mizu. 2008. Peluang Meningkatkan Nilai Ekonomi Kulit Jeruk Dengan Minyak Atsiri. Warta Penelitian dan Pengembangan Vol. 30, No. 6. Solok. Johardi, D. 1995. Studi Pembiakan Vegetatif Stek Pucuk Shorea Selanica BL. Dengan Menggunakan Zat Pengatur Tumbuh IBA Pada Media Campuran Tanah dan Pasir. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan) Kanisius, A. A. 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Yogyakarta: Kanisius. Karsinah, dkk. 2002 Keragaman Genetik Plasma Nutfah Jeruk Berdasarkan Analisis Penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 7, No. 1, p. 8-16. Balar Penelrtran Tanaman Buah. Kampus IPB Dermaga. Bogor.

Kristina, Indra. 2008. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Atonik) terhadap Pertumbuhan Akar Jati dalam Perbanyakan Secara Stek Pucuk. Laporan Penelitian. FKIP. UMS. Surakarta. Kyte, L., dan J, Kleyn. 1996. Plant From Test Tubes on Journal of The Science of Food and Agriculture. Prentice Hall International Inc. London. Lia, S. 2000. Teknik Produksi Umbi dan Bunga Lili (Lilium Longiflorum Thumb.). Info Hortikultura No. 1. Vol 2/94. Puslitbang Hortikultura. Nababan, Delima. 2009. Penggunaan Hormon IBA terhadap Pertumbuhan Stek Ekaliptus Klon Ind. 48. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Omon, R.M. dan A.F, Maruf. 1989. Pengaruh Media Padat dan Rootone-F terhadap Pertumbuhan Akar Stek Batang Shorea cf. polyandra. Buletin Penelitian Kehutanan. Vol. 5, No. 3. Balai Penelitian Kehutanan Siantar. P. 195-202. Prastowo, Nugroho. dkk. 2006. Teknik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. World Agroforesty Centre. Prihatman, Kemal. 1999. Budidaya Tanaman Jeruk (citrus. sp.). Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS. Purnimosidhi, Pratiknya. dkk. 2002. Perbanyakan dan Budidaya Tanaman Buahbuahan dengan Penenekanan pada Duria, Mangga, Jeruk, Melinjo, dan Sawo. ICRAF dan Winrock International. Santosa, S, N, dkk. 2004. Perbanyakan Tanaman Kina Cinchoena ledgeriana Moens. dan C. Succirubra pavon melalui Penggadaan Tunas Aksilar. J. menara perkebunan 72 (1) : 11-25. Santoso, Budi. 2011. Pengaruh Berbagai Kosentrasi IBA dan Lama Perendaman Terhadap Pertumbuhan Stek Batang Kepuh. Skripsi. Fakultas Pertanian Iniversitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Widarto, L. 1996. Perbanyakan Tanaman dengan Biji, Stek, Cangkok, Sambungan, dan Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta. Wudianto, R. 1996. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Yasman dan Smits, 1998. Metode Pembuatan Stek Dipterocarpaseae. Badan Penelitian Dan Penembangan Kehutanan. Balai Penelitian Kehutanan. Samarinda. Zahara, F. 2002. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pembentukan dan Pengakaran Tunas Mikro Pada Citrus nobilis Secara In Vitro. Kultura 37 (2): 22-25.

You might also like