Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
A21108300
Page 1 of 9
PEMBAHASAN
Konsep Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) memiliki defenisi yang beragam, namun pada dasarnya defenisi defenisi tersebut memiliki makna yang hampir sama. Menurut Soekrisno (2006) Good Corporate Governance merupakan suatu sistem tata kelola perusahaan yang baik untuk mencapai tujuan perusahaan, pencapaian, dan penilaian kinerja yang transparan. Tata kelola perusahaan tersebut mencakup hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Good Corporate Governance memiliki prinsip prinsip yang dapat dijadikan acuan untuk mengatur mekanisme hubungan manajemen perusahaan. Dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN jmengeluarkan Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG (Tjager dkk.,2003). Terdapat lima prinsip, yaitu : 1. Kewajaran (Fairness) Merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat, dan yang lainnya). Hal inilah yang memunculkan konsep stakeholders (seluruh pemangku kepentingan), bukan hanya kepentingan stockholders (pemegang saham). 2. Transparansi (Transparency) Merupakan kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Tidak boleh ada hal hal yang dirahasiakan, disembunyikan, ditutup tutupi, atau ditunda tunda pengungkapannya.
Page 2 of 9
3. Akuntabilitas (Accountability) Prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan (financial statements) yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan efektif. 4. Pertanggung jawaban (Responsibility) Prinsip dimana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh pemangku kepentingan kepada pengelola perusahaan. Tanggung jawab ini mempunyai lima dimensi, yaitu : ekonomi, hukum, moral, sosial, dan spiritual. 5. Kemandirian (Independency) Suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat profesional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari tekanan atau pengaruh dari manapun yang bertentangan dengan perundang undangan yang berlaku dan prinsip prinsip pengelolaan yang sehat.
Tahap Persiapan Di dalam tahapan ini, terdapat 3 langkah utama yaitu, 1) Awareness building, 2) GCG assessment, dan 3) GCG manual building.
Page 3 of 9
Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspek aspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti: Kebijakan GCG perusahaan Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan Pedoman perilaku Audit commitee charter Kebijakan disclosure dan transparansi Kebijakan dan kerangka manajemen resiko Roadmap implementasi
Tahap Implementasi Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni: 1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG.
Page 4 of 9
Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan. 2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG. 3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upayaupaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
Tahap Evaluasi Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikanperbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
Governance telah dianggap sebagai suatu sistem yang mampu mencegah perusahaan mengalami hal hal yang tidak diinginkan, misalnya krisis dan kebangkrutan. Namun, tidak semua perusahaan dapat mengadopsi prinsip prinsip GCG secara menyeluruh. Hal itu disebabkan setiap perusahaan memiliki kemampuan yang terbatas dan terkadang budaya perusahaan justru menjadi faktor penghambat penerapan prinsip prinsip GCG itu sendiri. Indonesia sebenarnya sudah sudah lama mencoba penerapan GCG lewat himbauan dan aturan pemerintah, misalnya Keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan GCG. Selain itu, perusahaan perusahaan di Indonesia juga sudah lama mencoba mensinergikan prinsip GCG dengan budaya perusahaannya, misalnya terbentuknya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum.
Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat di dalam Report on Institutional investor Survey (2002)
menempatkan Indonesia di urutan paling bawah bersama China dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Jika dilihat dari ketersediaan investor untuk memberi premium terhadap harga saham perusahaan publik di Indonesia, hasil survey tahun 2002 menunjukkan kemajuan dibandingkan hasil survey tahun 2000. Pada tahun 2000 investor bersedia membayar premium 27%, sedang di tahun 2002 hanya bersedia membayar 25% saja. Hal ini menunjukkan persepsi investor terhadap resiko tidak dijalankannya GCG, menjadi lebih baik. Secara keseluruhan urutan teratas masih ditempati oleh Singapura dengan skor 3,62, Malaysia dan Thailand mendapat skor 2,62 dan 2,19. Laporan tentang GCG oleh CLSA (2003), menempatkan Indonesia di urutan terbawah dengan skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk mekanisme institusional dan budaya corporate governance, dan dengan total 3,2. Meskipun skor Indonesia di tahun 2004 lebih baik dibandingkan dengan 2003, kenyataannya, Indonesia masih tetap berada di urutan terbawah di antara Negara-negara Asia. Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah penegakan hukum dan budaya corporate governance yang masih berada di titik paling rendah di antara Negara-negara lain yang sedang tumbuh di Asia. Penilaian yang dilakukan oleh CLSA didasarkan pada faktor eksternal dengan bobot 60% dibandingkan faktor internal yang hanya diberi bobot 40% saja. Fakta ini menunjukkan bahwa implementasi GCG di Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan penegakan yang lebih nyata lagi.
Page 6 of 9
bersama, krisis ekonomi yang dialami Indonesi di tahun 1998 terjadi salah satunya diakibatkan oleh sistem tata kelola perusahaan dan pemerintahan yang buruk. Sehingga melihat hal tersebut, eksistensi GCG merupakan hal yang mutlak dalam ruang lingkup pemerintahan maupun perusahaan bisnis. Kondisi Indonesia yang belum mencerminkan penerapan GCG yang maksimal semakin diperparah dengan semakin banyaknya kasus penyimpangan prinsip prinsip GCG. Contoh bentuk penyimpangan penyimpangan tersebut adalah : 1. 2. 3. 4. Penggunaan perusahaan sebagai vehicle (sarana) untuk mengumpulkan dana murah. Ketidakterbukaan atas informasi rencana bisnis penting. Penggunaan nama perusahaan untuk mendapatkan pinjaman pribadi. Keputusan Direksi tidak memperhatikan kepentingan pemegang saham secara keseluruhan. Oleh karena itu, GCG sangat dibutuhkan untuk diterapkan di Indonesia sebagai komitmen untuk mewujudkan sistem manajemen perusahaan yang sehat dan memiliki manfaat bagi banyak pihak.
Page 8 of 9
SUMBER PUSTAKA
Buku : Agoes, Sukrisno dkk.2009.Etika Bisnis dan Profesi.Jakarta : Salemba Empat
Page 9 of 9