You are on page 1of 7

Ada Berapa Lapisan Atmosfer?

Suka dengan artikel ini?


|More

Minggu, 5 September 2010 - Alam semesta adalah tempat yang sangat luas. Sangat luas sekali. Orang zaman dahulu tidak mengira luasnya langit.

Bayangkan kamu sebagai orang yang hidup dua ribu tahun lalu dan melihat langit. Kamu tidak akan mengira kalau bintang-bintang di langit merupakan benda langit yang ukurannya rata-rata jauh lebih besar dari matahari. Kamu melihat awan bergerak perlahan. Kamu melihat bulan bergerak lebih perlahan lagi, sedemikian perlahan sehingga kamu perlu beberapa lama untuk menyadarinya. Di siang hari, kamu lihat matahari bergerak pula. Mungkinkah langit berlapislapis? Gagasan ini masuk akal bagi orang kuno. Sungguh. Tapi saat kita memahami bahwa langit hanyalah ungkapan kita untuk apa yang ada di atas kepala kita, kita mulai sadar bahwa gagasan langit hanyalah sebuah hal yang relatif. Keluar dari planet bumi, gagasan langit benar-benar khayali. Kemana langit? Ia ada di atas kaki kita, kata para astronot. Di antariksa, ruangan menjadi tak berbatas. Bila dirimu menaiki cahaya, dan kamu bergerak lurus menembus kegelapan antariksa, tidak ada yang dapat menghentikanmu, kecuali kemungkinan kecil, sangat kecil, kalau kamu akan termakan oleh Lubang Hitam. Kamu akan terbawa ke sisi jauh alam semesta. Sampai kapanpun kamu tidak akan menghantam dinding batas, karena saat kamu melaju, alam semesta juga mengembang. Ruang angkasa tidaklah seperti kue lapis, tapi ia lebih mirip dengan keju. Dimana bolongan adalah bintang dan planet, sementara kejunya sendiri adalah ruangan kosong. Banyak orang modern menyadari ini, tapi para cendekiawan yang pikirannya bersilang antara keinginan melestarikan keyakinan lama dengan sains yang terus menggugurkan keyakinan lama, tiba pada sebuah ide: Jangan-jangan yang dimaksud tujuh lapis langit itu adalah Atmosfer.

Jika langit adalah antariksa, maka langit lebih mirip keju daripada kue lapis

Itu bagus. Langit adalah atmosfer. Dan kita juga tahu atmosfer berlapis-lapis. Masalahnya apakah benar atmosfer memiliki tujuh lapisan? Mari kita hitung

Troposfer, tempat anda sekarang

Lapisan 1 : Troposfer
Lapisan terendah atmosfer adalah troposfer. Dari permukaan bumi naik hingga sekitar 8 kilometer di kutub dan 17 kilometer di khatulistiwa. Disinilah terjadi awan dan cuaca. Suhu semakin ke atas semakin dingin dan pada puncak lapisan sudah turun mencapai negatif 44 derajat Celsius! Kepadatan udaranya tentu saja sangat rendah. Bila kamu naik pesawat dari Jakarta ke Batam misalnya, ketinggian kamu cuma 11 kilometer, masih ada di dalam troposfer. Tapi kalau kamu lihat ke jendela, kamu bisa lihat banyaknya awan di bawah kamu.

Stratosfer, tempat ozon berada

Lapisan 2: Stratosfer
Di atas troposfer ada stratosfer, yang meninggi sekitar 50 kilometer. Herannya, suhu disini tidak terus turun, tapi naik. Ini mengapa dia dipandang sebagai lapisan baru di atmosfer. Sebelumnya kalau kamu naik dari permukaan bumi, suhu akan terus turun, dan tiba pada suhu tertentu, suhunya naik. Titik dimana suhu berbalik itulah perbatasan antara troposfer dan stratosfer. Di puncak stratosfer, suhu mencapai 15 derajat Celsius. Hal ini karena adanya ozon, molekul yang terdiri dari tiga atom oksigen, bukannya dua. Ozon menjadi hangat karena radiasi gelombang pendek dari matahari. Ia menjadi hangat karena ultraviolet. Tapi, walaupun kamu membawa termometer dan melihat suhu terus naik, ternyata tidak terasa adanya perubahan panas. Koq bisa? Karena secara ilmiah, suhu didefinisikan sebagai tingkat kecepatan atom dan molekul. Jadi semakin cepat atom bergerak, berarti suhunya semakin tinggi. Tapi karena atom yang bergerak cepat tersebut sangat sedikit di stratosfer, maka jarang sekali ditemukan atom yang akan menumbuk kulitmu untuk mengabarkan otakmu bahwa rasanya panas. Jadi, lapisan baru ini bisa juga ditentukan karena keberadaan sebuah gas baru. Sebuah gas yang tidak ditemukan di udara di bawahnya. Gas inilah yang melindungi bumi dari ultraviolet dan radiasi gelombang pendek lainnya. Ia perisai bumi.

Lapisan ionosfer terbagi menjadi mesosfer dan termosfer

Lapisan 3: Ionosfer
Naik lagi kita dan kita tiba di ionosfer. Ia berada antara 50 hingga 600 kilometer di atas kepala kamu yang sedang nongkrong di rumah. Yang membuat lapisan ini ada adalah kemampuannya memantulkan balik gelombang panjang (radio) dari bumi. Oke, begini deh. Lapisan 1 : Biasa aja. Lapisan 2 : Gelombang pendek matahari ditangkis. Lapisan 3: Gelombang panjang bumi yang ditangkis. yup. Lapisan ionosfer membuat komunikasi jarak jauh itu mungkin dilakukan. Zaman dahulu, walaupun suaranya tidak terlalu jelas karena belum ada satelit, orang masih bisa mengirimkan berita radio dari Belanda ke Indonesia mengenai kemenangan Sekutu terhadap Jepang. Hal ini karena gelombang radio tersebut dipantulkan kembali ke bumi saat mencapai ionosfer. Di ionosfer kita juga berjumpa dengan awan noktilusen yang indah. Awan ini buatan meteor yang lewat. Butiran air yang terlalu lemah untuk menjadi awan di sini diberi kekuatan oleh meteor sehingga secara kebetulan, membentuk awan. Tingginya rata-rata 80 kilometer di atas sana. Ionosfer sering dibagi menjadi dua yaitu mesosfer (50 80 km) dan termosfer (80 200 km). Pembagian ini didasarkan suhu. Di mesosfer, masih bisa ada awan noktilusen, di termosfer, ia sudah tidak mungkin ada lagi. Meteor terlalu rame dan panas.

Eksosfer. Bagian terluar atmosfer

Lapisan 4: Eksosfer
Lebih tinggi lagi, di atas ionosfer, ada eksosfer. Tidak ada batas yang jelas setelah ionosfer, udara menjadi semakin tipis dan tipis hingga pada akhirnya hampa sepenuhnya dari udara. Daerah inilah eksosfer, daerah transisi antara langit dan antariksa.

Kesimpulan
Oke, sekarang kita hitung langit ada berapa lapisan.

1. 2. 3. 4.

Troposfer Stratosfer Ionosfer Eksosfer

Itu tujuh? Hehe. Ya nggak lah. Tapi boleh juga kita bilang langit ada lima lapisan. Dengan membelah ionosfer. Jadi 1. 2. 3. 4. 5. Troposfer Stratosfer Mesosfer Termosfer Eksosfer

Tapi ini belum tujuh! Para pakar cocologi bingung tuh. Gimana supaya jadi tujuh biar sesuai dengan keinginannya agar tulisan kuno tentang langit yang tujuh lapis itu benar. Anda tahu tekniknya? Gampang. Sisipkan lapisan baru, sebuah lapisan perantara. Begini 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Troposfer Tropopause Stratosfer Stratopause Mesosfer Termosfer Eksosfer

Aha! Jadi tujuh lapis langit. Gampang kan? Well, kamu dapat dengan jelas melihat kalau ini hanya akal-akalan saja. Kalau mau buat lapisan seperti itu, kenapa tidak begini? 1. Troposfer 2. Tropopause 3. Stratosfer 4. Stratopause 5. Mesosfer 6. Mesopause 7. Termosfer 8. termopause 9. Eksosfer 10. Eksopause Mau berapa lapisan lagi? Bisa lagi kamu selipkan antara troposfer dan tropopause itu, katakanlah lapisan namanya troposferaus. Diantara tropopause dan stratosfer itu diselipkan trostrasfer. Buat terus lapisan semaunya tanpa ada bukti ilmiahnya, yang penting cocok dengan tulisan yang bilang, ada tujuh lapis langit, sepuluh lapis langit, enam belas dst.

Lapisan Atmosfer yang sebenarnya Yang lebih modern tidak menyisipkan bagian pause gituan. Mereka menindih-nindihkan. Masukin aja ionosfer kedalam mesosfer dan termosfer, jadi seolah tiga lapisan berbeda. Tapi itu baru enam, bagaimana supaya tujuh. Karang lapisan baru, namanya ozonosfer. Jadinya tujuh lapisan langit. Ini dia 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Troposfer Stratosfer Ozonosfer Mesosfer Termosfer Ionosfer Eksosfer

Konyol bukan. Kalau anda belum melihat kekonyolannya, coba analogi ini. Ada delapan jenis indera 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mata Lidah Hidung Bulu hidung Telinga kiri Telinga kanan Telinga Kulit

Anda lihat disini. Pencampur adukan antara sub bagian dengan bagian dan antara komponen dengan bagian. Bulu hidung adalah komponen dari hidung, sama halnya dengan ozon komponen dari stratosfer. Telinga kiri dan telinga kanan adalah sub bagian dari telinga, sama halnya dengan mesosfer dan termosfer merupakan sub bagian dari ionosfer.

Kue lapis sains Gini saja lah. Kalau masih gak percaya coba ketik atmosphere layer di google, pilih gambar. Lihat ada berapa lapisan sebenarnya atmosfer itu. Sebenarnya, kalau mau jujur. Istilah tujuh lapis langit itu datang dari zaman waktu orang percaya kalau semua benda langit mengelilingi bumi. Sejarahnya begini, tahun 624 SM, Thales dari Miletus, menyadari kalau bintang itu ada dua jenis. Satu yang bergerak cepat mengelilingi langit, satunya lagi diam tak bergerak. Yang bergerak cepat tidak berkelap kelip, yang diam berkelap kelip. Ia memberi nama bintang yang bergerak cepat ini sebagai planet yang artinya pengembara. Thales menghitung kalau planet jumlahnya ada lima. Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus. Uranus dan Neptunus belum ditemukan saat itu karena tak terlihat dengan mata tanpa alat dari bumi. Ada lima benda langit, dan tambahkan bulan serta matahari, jadilah tujuh. Tujuh benda langit mengelilingi bumi dengan latar belakang bintang yang diam. Inilah model geosentris pertama.

Asal usul tujuh lapisan langit Kemudian Thales dan penerusnya mengamati kalau planet tidak pernah bertabrakan. Bulan dan matahari juga begitu. Gerhana hanyalah berpapasan saja, karena terlihat bayangan yang satu menutupi yang lain. Jadi ada sebuah jarak di antara mereka. Ada sebuah lapisan. Dan, Jreeeng, lahirlah gagasan kalau langit memiliki tujuh lapisan. Jadi ini loh tujuh lapisan itu 1. 2. 3. 4. Bulan Merkurius Venus Matahari

5. Mars 6. Yupiter 7. Saturnus Kita sudah dua setengah milenium semenjak orang yunani mengajukan kalau langit ada tujuh lapis. Kita juga sudah setengah milenium semenjak orang Polandia mengajarkan kita kalau bumi mengitari matahari dan gagasan tujuh lapis langit hanyalah karena konsep yang salah tentang posisi bumi di tata surya. Tapi, herannya, ada sebagian orang yang merasa masih belum tersadar dari mimpi kejayaan bumi yang dikelilingi tujuh lapisan langit. Referensi 1. Borrero, F., Hess, F.S., Hsu, J. Kunze, G., Leslie, S.A., Letro, S., Manga, M., Sharp, L., Snow, T., Zike, D., National Geographic. Earth Science: Geology, the Environment, and the Universe. McGraw Hill, 2008 2. Miller, C. Edwards, P.N. Changing the Atmosphere: Expert Knowledge and Environmental Governance. The MIT Press, 2001 3. Moore, S.P. Atlas of the Universe. Philips, 2006

You might also like