You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN


Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan
kromosom (Cuncha, 1992). Down syndrome dinamai sesuai nama dokter
berkebangsaan Inggris bernama Langdon Down, yang pertama kali menemukan
tanda-tanda klinisnya pada tahun 1866. Pada tahun 1959 seorang ahli genetika
Perancis Jerome Lejeune dan para koleganya, mengidentifikasi basis genetiknya.
Manusia secara normal memiliki 46 kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh ayah
dan 23 lainnya diturunkan oleh ibu. Para individu yang mengalami down syndrome
hampir selalu memiliki 47 kromosom, bukan 46. Ketika terjadi pematangan telur, 2
kromosom pada pasangan kromosom 21, yaitu kromosom terkecil gagal membelah
diri. Jika telur bertemu dengan sperma, akan terdapat kromosom 21yang istilah
teknisnya adalah trisomi 21. Down syndrome bukanlah suatu penyakit maka tidak
menular, karena sudah terjadi sejak dalam kandungan.
Bayi yang mengalami down syndrome jarang dilahirkan oleh ibu yang berusia
di bawah 30 tahun, tetapi risiko akan bertambah setelah ibu mencapai usia di atas 30
tahun. Pada usia 40 tahun, kemungkinannya sedikit di atas 1 dari 100 bayi, dan pada
usia 50 tahun, hampir 1 dari 10 bayi. Risiko terjadinya down syndrome juga lebih
tinggi pada ibu yang berusia di bawah 18 tahun.
Masalah ini penting, karena seringkali terjadi di berbagai belahan dunia,
sebagaimana menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan Biotechnology
(ICBB) Bogor, di Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak pengidap down
syndrome. Sedangkan angka kejadian penderita down syndrome di seluruh dunia
diperkirakan mencapai 8 juta jiwa (Aryanto, 2008). Angka kejadian kelainan down
syndrome mencapai 1 dalam 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, setiap tahun lahir
3000 sampai 5000 anak dengan kelainan ini. Sedangkan di Indonesia prevalensinya



lebih dari 300 ribu jiwa (Sobbrie, 2008). Dalam beberapa kasus, terlihat bahwa umur
wanita terbukti berpengaruh besar terhadap munculnya down syndrome pada bayi
yang dilahirkannya. Kemungkinan wanita berumur 30 tahun melahirkan bayi dengan
down syndrome adalah 1:1000. Sedangkan jika usia kelahiran adalah 35 tahun,
kemungkinannya adalah 1:400. Hal ini menunjukkan angka kemungkinan munculnya
down syndrome makin tinggi sesuai usia ibu saat melahirkan (Elsa, 2003).
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah seminar psikologi
klinis, dan dengan sengaja memfokuskan pada salah satu topik klinis, yaitu down
syndrome.























BAB II
ISI


I. DEFINISI
Down Syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan
fisik dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom (Cuncha, 1992).
Menurut JW. Chaplin (1995), down syndrome adalah satu kerusakan
atau cacat fisik bawaan yang disertai keterbelakangan mental, lidahnya tebal,
dan retak-retak atau terbelah, wajahnya datar ceper, dan matanya miring.
Sedangkan menurut Kartini dan Gulo (1987), down syndrome adalah suatu
bentuk keterbelakangan mental, disebabkan oleh satu kromosom tembahan. IQ
anak down syndrome biasanya dibawah 50, sifat-sifat atau ciri-ciri fisiknya
adalah berbeda, ciri-ciri jasmaniahnya sangat mencolok, salah satunya yang
paling sering diamati adalah matanya yang serong ke atas.
Sedangkan, dari segi sitologi, down syndrome dapat dibedakan
menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Syndroma Down Triplo-21 atau Trisomi 21, sehingga penderita memiliki 47
kromosom. Penderita laki-laki= 47,xy,+21, sedangkan perempuan=
47,xx,+21. Kira-kira 92,5% dari semua kasus syndrome down tergolong
dalam tipe ini.
2. Syndrome Down Translokasi, yaitu peristiwa terjadinya perubahan struktur
kromosom, disebabkan karena suatu potongan kromosom bersambungan
dengan potongan kromosom lainnya yang bukan homolog-nya (Suryo,
2001).
Kesimpulan yang diperoleh dari berbagai definisi di atas adalah down
syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan mental dan fisik yang



disebabkan oleh kelainan kromosom. Anak yang mengalami down syndrome,
biasanya memiliki IQ di bawah 50.

II. PENYEBAB
Penyebab Biologis
Down syndrome terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21,
dari 23 kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut
berpasang-pasangan hingga jumlahnya menjadi 46. Pada penderita down
syndrome, kromosom nomor 21 tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga
totalnya menjadi 47 kromosom. Jumlah yang berlebihan tersebut
mengakibatkan kegoncangan pada sistem metabolisme sel, yang akhirnya
memunculkan down syndrome.
Hingga saat ini, diketahui adanya hubungan antara usia sang ibu ketika
mengandung dengan kondisi bayi. Yaitu semakin tua usia ibu, maka semakin
tinggi pula risiko melahirkan anak dengan down syndrome (Monks, Knoers,
Haditono, 50-1).
Down syndrome juga disebabkan oleh kurangnya zat-zat tertentu yang
menunjang perkembangan sel syaraf pada saat bayi masih di dalam kandungan,
seperti kurangnya zat iodium. Menurut data badan UNICEF, Indonesia
diperkirakan kehilangan 140 juta poin Intelligence Quotient (IQ) setiap tahun
akibat kekurangan iodium. Faktor yang sama juga telah mengakibatkan 10
hingga 20 kasus keterbelakangan mental setiap tahunnya (Aryanto, dalam
Koran Tempo Online).

III. PENDEKATAN PERSPEKTIF PSIKOLOGI
A. Perspektif Humanistik
Aliran ini memandang bahwa semua manusia pada dasarnya baik, dan
memiliki potensi untuk menjadi sehat dan kreatif. Dalam perspektif ini,
gangguan mental dapat berkembang akibat tekanan sosial. Adanya



pemberian cinta dan penerimaan dari orang tua atau orang terdekat lainnya
dapat mengoptimalkan perkembangan kepribadian anak. Rogers
menciptakan teori yang terpusat pada individu (person-centered theory),
yang prinsip-prinsipnya antara lain:
1. Untuk memahami seseorang, kita harus melihat dari cara mereka
mengalami peristiwa tersebut daripada terhadap peristiwanya itu sendiri.
2. Setiap individu itu unik, perbedaan persepsi dan perasaan pada tiap
individu menentukan perilaku mereka.
3. Motif utama yang selalu menggerakkan individu untuk maju adalah self
actualization, merupakan perwujudan dari seluruh potensi yang dimiliki
individu.
4. Mereka mempunyai tujuan yang sudah ditentukan. Adanya pengaruh
dari luar dirinya (orang tua, teman sebaya, sosial, atau tekanan
lingkungan) mengakibatkan individu kehilangan arah yang sudah
ditentukan (Santrock, 2002).
Oleh sebab itu, dalam memahami anak yang mengalami down
syndrome, kita harus dapat memahami keunikan yang terdapat pada diri
anak down syndrome, memberikan rasa cinta dan penerimaan tanpa syarat
kepada mereka, karena pada dasarnya mereka juga memiliki potensi positif
untuk dapat mengaktualisasikan dirinya.

IV. CIRI-CIRI
Ciri-ciri yang pada anak yang mengalami down syndrome dapat
bervariasi, mulai dari yang tidak nampak sama sekali, tampak minimal, hingga
muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang mengalami
down syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan mental dan fisik
(Olds, London, & Ladewing, 1996).
Penderita syndrome down biasanya mempunyai tubuh pendek dan
puntung, lengan atau kaki kadang-kadang bengkok, kepala lebar, wajah



membulat, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar, hidung lebar dan datar,
kedua lubang hidung terpisah lebar, jarak lebar antar kedua mata, kelopak mata
mempunyai lipatan epikantus, sehingga mirip dengan orang oriental, iris mata
kadang-kadang berbintik, yang disebut bintik Brushfield.
Berdasarkan tanda-tanda yang mencolok itu, biasanya dengan mudah
kita dapat mengenalnya pada pandangan pertama. Tangan dan kaki kelihatan
lebar dan tumpul, telapak tangan kerap kali memiliki garis tangan yang khas
abnormal, yaitu hanya mempunyai sebuah garis mendatar saja. Ibu jari kaki dan
jari kedua adakalanya tidak rapat.
Mata, hidung, dan mulut biasanya tampak kotor serta gigi rusak. Hal
ini disebabkan karena ia tidak sadar untuk menjaga kebersihan dirinya sendiri
(Suryo, 2001).

V. ONSET
Onset terjadinya down syndrome adalah sejak bayi masih berada
dalam kandungan ibu, yang disebabkan adanya kelainan susunan kromosom ke-
21.

VI. PREVALENSI
Menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan Biotechnology
(ICBB), Bogor, di Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak pengidap down
syndrome. Sedangkan angka kejadian penderita down syndrome di seluruh
dunia diperkirakan mencapai 8 juta jiwa (Aryanto, 2008).
Angka kejadian kelainan down syndrome mencapai 1 dalam 1000
kelahiran. Di Amerika Serikat, setiap tahun lahir 3000 sampai 5000 anak
dengan kelainan ini. Sedangkan di Indonesia prevalensinya lebih dari 300 ribu
jiwa (Sobbrie, 2008). Dalam beberapa kasus, terlihat bahwa umur wanita
terbukti berpengaruh besar terhadap munculnya down syndrome pada bayi yang
dilahirkannya. Kemungkinan wanita berumur 30 tahun melahirkan bayi dengan



down syndrome adalah 1:1000. Sedangkan jika usia kelahiran adalah 35 tahun,
kemungkinannya adalah 1:400. Hal ini menunjukkan angka kemungkinan
munculnya down syndrome makin tinggi sesuai usia ibu saat melahirkan (Elsa,
2003).

VII. TERAPI
Terapi fisik yang digunakan untuk menangani anak-anak yang
mengatasi kelainan down syndrome adalah dengan terapi treadmill, yaitu
dengan cara melatih ibu atau pengasuh dan anak yang mengalami down
syndrome. Ibu atau pengasuh anak down syndrome dilatih bagaimana cara yang
tepat untuk melatih anak down syndrome agar dapat berjalan dan dapat melatih
keterampilan motoriknya, misalnya bagaimana cara memegang bayi, melatih
anak untuk duduk dan berjalan sendiri. Hal ini dilakukan karena anak-anak
down syndrome seringkali mengalami keterbelakangan kemampuan motorik,
seperti terlambat berdiri dan berlari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Palisano, dkk membuktikan bahwa 73% dari anak-anak down syndrome
baru mampu berdiri pada usia 24 bulan, dan 40% bisa berjalan pada usia 24
bulan. Sehingga, terapi treadmill ini dilakukan agar dapat membantu anak-anak
down syndrome dalam melatih keterampilan motoriknya (Ulrich, 2008).
Selain terapi fisik tersebut, dapat pula dilakukan beberapa intervensi
sebagai penunjang dalam membantu perkembangan fisik dan psikologis anak-
anak down syndrome, seperti intervensi berupa special education, menerapkan
pendidikan khusus bagi anak-anak down syndrome, modifikasi perilaku, dan
parenting skill bagi orang tua anak-anak down syndrome. Sehingga dengan
adanya terapi fisik dan intervensi tersebut, diharapkan dapat membantu anak-
anak down syndrome agar mereka dapat tetap berkembang dengan optimal, dan
dapat beraktivitas, meskipun tidak seperti anak-anak normal lainnya
(Didapatkan dari materi perkuliahan psikopatologi perkembangan).




VIII. PREVENSI
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-
bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak
dengan down syndrome, atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus
dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki
risiko melahirkan anak dengan down syndrome lebih tinggi. Down syndrome
tidak bisa dicegah, karena down syndrome merupakan kelainan yang
disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Pemeriksaan diagnostik untuk
mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang
dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
a. Pemeriksaan fisik penderita
b. Pemeriksaan kromosom
c. Ultrasonography
d. Electrocardiography (ECG)
e. Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
Pada tahap perkembangannya, penderita down syndrome dapat
mengalami kemunduran dari sistem penglihatan, pendengaran, maupun
kemampuan fisiknya, mengingat otot-ototnya yang lemah. Dengan demikian,
penderita harus mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya maupun
memberi informasi yang cukup, serta kemudahan dalam menggunakan sarana
yang sesuai, berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun
mentalnya.

IX. KUALITAS HIDUP
Penderita down syndrome pada umumnya mengalami keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental, seperti gangguan dalam koordinasi sensori-
motorik, gangguan dalam kognitif, dan sebagainya yang seringkali
menyebabkan mereka kurang diterima secara sosial, karena perilakunya yang



tidak terkoordinasi dengan baik. Usia rata-rata pada saat kematian adalah 49
tahun, namun banyak yang mencapai 50 hingga 60 tahun. Tanpa adanya cacat
jantung, sekitar 90% dari anak-anak dengan down syndrome hidup menjadi
remaja pada anak seumuran mereka. Penderita down syndrome mengalami
perubahan fisik lebih cepat, terutama dalam mengalami penuaan. Gejala seperti
demensia, alzheimer, kehilangan daya ingat, penurunan lebih lanjut dalam hal
intelek, dan perubahan kepribadian, dapat berkembang pada usia dini. Penyakit
jantung dan leukemia sering menjadi penyebab kematian anak dengan down
syndrome. Namun, hal ini dapat diminimalisir dengan menggunakan terapi-
terapi bagi penderita down syndrome, sehingga mereka juga dapat berkembang
dan menjalani hidup secara lebih optimal. Pada umumnya, penderita down
syndrome selalu tampak gembira, mereka tidak sadar akan cacat yang
dideritanya.
Harapan hidup untuk orang dengan down syndrome hanya sekitar 9
tahun. Dengan perawatan medis yang lebih baik, banyak orang dengan down
syndrome sekarang hidup dengan baik dalam usia 50 tahunan atau lebih (Suryo,
2001).

X. PROGNOSIS
Prognosis penderita down syndrome sangat bervariasi, tergantung pada
jenis komplikasi (cacat jantung, kerentanan terhadap infeksi, pengembangan
leukemia) dari masing-masing bayi. Keparahan dari keterbelakangan secara
signifikan juga dapat bervariasi. Tetapi, kebanyakan anak-anak dengan down
syndrome bertahan hidup hingga dewasa. Namun, prognosis untuk bayi yang
baru lahir dengan down syndrome lebih baik daripada sebelumnya. Karena
pengobatan medis yang semakin modern, dengan menggunakan antibiotik
untuk mengobati infeksi dan pembedahan untuk mengobati cacat jantung dan
duodenum atresia, harapan hidup mereka telah meningkat pesat. Masyarakat
dan dukungan keluarga memungkinkan penderita down syndrome memiliki



hubungan yang berarti, serta dengan adanya program-program pendidikan,
dapat membantu penderita down syndrome untuk lebih survive, sehingga
mereka pun dapat bekerja.

XI. KESIMPULAN
Down syndrome merupakan bentuk keterbelakangan mental yang
disebabkan karena adanya abnormalitas kromosom, sehingga berdampak pada
kualitas hidup individu. Walaupun tidak bisa disembuhkan, tetapi penderita ini
bisa dilatih dan dididik secara khusus, dengan cara memberikan keterampilan
musik, mengajaknya berinteraksi satu sama lain, perawatan medis di tempat
yang ditentukan, lingkungan keluarga yang kondusif, dan pelatihan kejuruan
dapat meningkatkan perkembangan keseluruhan anak-anak dengan down
syndrom. Meskipun beberapa keterbatasan genetik fisik down syndrom tidak
dapat diatasi, pendidikan dan perawatan yang tepat akan meningkatkan kualitas
hidup mereka. Dan hal yang paling penting, adalah sikap memahami dan
penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regards) dari orangtua dan
keluarga terdekat penderita down syndrome, agar mereka juga dapat
mengaktualisasikan dirinya dengan segala keterbatasan dan potensi yang
mereka miliki.

XII. DALIL TERKAIT
A. QS. Al-Muminun: 13-14
+OE4UEE_ LOE;C+^ O)
O-4O~ -E` ^@ O
4L^UE= OE;COL- LOU4
4L^UEC OUE^-
LO4;_N` 4L^UEC
O4;_^- VgN
4^O=O =g^- V^4O
O +O4^4=e UE=



4OE=-47 _ E4O4l4 +.-
}=O;O 4-)UC^- ^j

Artinya:
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim).
13
Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang
paling baik.
14

B. QS. Al-Hasyr: 24-25
4O- +.- Og~-.- 4O)
) 4O- l)UE^-
+EO^- NUOO-
}g`u^- ;g^OE_^-
+OCjOE^- +O*:E^-
+O)E:4-^- _ =}E:c
*.- O4N ]O)O;+C ^g@
4O- +.- -)UEC^-
7ejO4l^- +OO=^- W
N. +7.Ec-
_/E_O^- _ E)Ol=O+C
+O 4` O) g4OEOO-
^O-4 W 4O-4
+OCjGE^- O1O4^- ^gj
Artinya:
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang
Maha sejahtera, yang mengaruniakan keamanan, yang Maha memelihara,
yang Maha perkasa, yang Maha kuasa, yang memiliki segala keagungan,
Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
10
Dialah Allah yang
menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai



asmaaul husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan
dialah yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.
11





C. QS. Al-Hujurat: 10-11
E^^) 4pONLg`u^-
E4Ou=) W-O)U; 4u-4
7uC4OE= _ W-OE>-4
-.- u7+UE 4pO+EOO>
^ Og^4C 4g~-.-
W-ONL4`-47 OECOEC O~
}g)` `O~ -/=O4N p
W-O+^O74C -LOOE= gu+g)`
4 E7.=O)e }g)` 7.=O)Oe
-/=O4N p O}74C -LOOE=
O}gu+g)` W 4 W-+OgU>
7=O^ 4 W-+O44L>
U^) W "^-)
N;-]- 7-OOO^- Eu4
^}ECe"- _ }4`4 - U+-4C
Elj^q N-
4pO+j-- ^
Artinya:
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
10
Hai orang-
orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari
mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan
lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka
mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang



mengandung ejekan, seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang
buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim.
11









DAFTAR PUSTAKA



Ammerman, Robert, T, Ph. D., & Hersen, Michel, Ph. D. (1997). Handbook of
Prevention and Treatment with Children and Adolescents. ( 495-513). New
York: United States of Amerika
Anonim. (2010). Down Syndrome. www.en.wikipedia.org/wiki/Down_syndrome.
Diakses pada 7 Maret 2010
Aryanto. (2008). Gangguan Pemahaman Bahasa pada Anak Down Syndrome.
www.tx-wicara.blogspot.com. Diakses pada 20 Februari 2010
Chaplin, JW. (1995). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Cuncha. (1992). Gangguan Pemahaman Bahasa pada Anak Down Syndrome.
www.tx-wicara.blogspot.com. Diakses pada 20 Februari 2010
Davison, Gerald, C, dkk. (2006). Psikologi Abnormal (terjemahan). (706-717).
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Depag RI. (1971). Al- Quran dan Terjemahnya. Jakarta
Elsa. (2003). Gangguan Pemahaman Bahasa pada Anak Down Syndrome.
www.tx-wicara.blogspot.com. Diakses pada 20 Februari 2010



Monks, dkk. (2008). Penyebab Down Syndrome. www.digilib.petra.ac.id. Diakses
pada 7 Maret 2010
Nusdwinuringtyas, Nury. (2008). Yazid dan Diagnosa Sindroma Down.
www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=6047. Diakses pada 20
Februari 2010.
Olds, dkk. (1996). Apa sih Down Syndrome?. www.tulisan-bebas.com. Diakses pada
20 Februari 2010
Santrock, John W. (2002). Life-Span Development. Jakarta: Erlangga
Sobbrie. (2008). Gangguan Pemahaman Bahasa pada Anak Down Syndrome.
www.tx-wicara.blogspot.com. Diakses pada 20 Februari 2010
Supratiknya, A, Dr. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius
Suryo, Ir. (2001). Genetika Manusia. (259-272). Jogjakarta: Gadjah Mada University
Press
Ulrich. (2008). Effects of Intensity of Treadmill Training on Developmental
Outcomes and Stepping in Infants With Down Syndrome: A Randomized
Trial. Vol. 8,114-122

You might also like