You are on page 1of 7

STUDI BAHASA DAN KONTEKS SOSIAL

I.

Pendahuluan Menurut Wardhaugh (1977) bahasa adalah suatu lambang bunyi suara yang

arbiterer yang bergunakan untuk berkomunikasi antar manusia. Dengan adanya bahasa maka manusia dapat melakukan interaksi dan berkomunikasi yang mana bahasalah sebagai media penghubung demi mentransfer ide, gagasan, dan keinginan yang dipikirkan kepada lawan bicaranya atau mitra tutur. Jika dikaitkan dengan kebudayaan, bahasa juga memiliki semua karakteristik kebudayaan karena bahasa merupakan milik anggota masyrakat, bahasa ditransmisikan secara sosial. Bahasa tercermin dalam ide, tindakan, dan hasil karya manusia, bahasa sebagai sarana manusia untuk berperan, bertindak, berinteraksi, dan berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Wardhaugh (1988) mengatakan bahasa adalah milik individu dan milik masyarakat sosialnya. Ini berarti bahasa yang dimiliki seseorang merupakan milik dirinya sendiri dan merupakan cerminan dari budaya, dan sosialnya karena bahasa dan sosial merupakan satu ikatan yang terjalin yang tidak mungkin tepisahkan satu sama lainnya. II. Konteks Sosial Konteks adalah gagasan yang digunakan dalam ilmu bahasa (linguistik, sosiolinguistik, linguistik fungsional sistemik, analisis wacana, pragmatik, semiotika, dll) dalam dua cara yang berbeda, yaitu sebagai lisan konteks (verba), konteks sosial. a. Konteks verbal mengacu pada teks sekitarnya atau berbicara dari sebuah ekspresi (kata, kalimat, percakapan gilirannya, tindak tutur, dll). Idenya adalah bahwa konteks lisan mempengaruhi cara kita memahami ekspresi. Oleh karena itu norma untuk tidak mengutip orang keluar dari konteks. Karena linguistik kontemporer banyak mengambil teks, wacana atau pembicaraan sebagai objek analisis, studi modern konteks lisan terjadi dalam hal analisis struktur wacana dan hubungan timbal balik mereka, misalnya hubungan koherensi antara kalimat. b. Konteks sosial. Secara tradisional, dalam sosiolinguistik, konteks sosial didefinisikan dalam istilah variabel sosial obyektif, seperti kelas, gender atau ras.

Baru-baru ini, konteks sosial cenderung didefinisikan dari segi identitas sosial yang ditafsirkan dan ditampilkan dalam teks dan berbicara oleh pengguna bahasa Menurut Poerwadarminta(2008:156) pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, konteks diartikan sebagai bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna. Istilah konteks dan situasi sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa. Walau kata konteks dan situasi sering diiringi penggunaannya, sebaliknya diadakan juga perbedaan antara kedua kata itu. Kata- kata pada satu bahasa yang dapat kita pahami tanpa mengenal konteks nya. Fishmam (dalam Tarigan, 3:1988) beserta pakar sosiolinguistik lainnya sangat yakin bahwa maksud dan tujuan penggunaan satu atau dua bahasa sangat beraneka ragam dan barbeda dari satu wilayah ke wilayah lainnya dari orang ke orang bergantung pada topik, penyimak dan konteks. Berdasarkan penggunaannya, berarti bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalurnya, dan alatnya serta bagaimana situasi keformalannya. Tentunya pengunaan bahasa sesuai dengan konteks dan situasinya. Konteks sosial mencerminkan bagaimana orang-orang di sekitar sesuatu menggunakan dan menafsirkannya. Konteks sosial mempengaruhi bagaimana sesuatu dilihat. Pikirkan tentang bagaimana Anda melihat hal yang berbeda dalam konteks sosial yang berbeda.Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam bidang Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa Sosiolinguistik adalah bahagian linguistik yang berhubung kait dengan bahasa, fenomena bahasa dan budaya. Bidang ini juga mengkaji fenomena masyarakat dan berhubung kait dengan bidang sain sosial seperti Antropologi seperti sistem kerabat (Antropologi) bisa juga melibatkan geografi dan sosiologi serta psychologi sosial. Keefektifan interaksi atau komunikasi verbal ditentukan oleh faktor yang berkaitan dengan bahasa itu sendiri dan faktor-faktor lain di luar bahasa yang disebut dengan konteks sosial. Dengan kata lain, penutur juga harus memperhatikan normanorma sosial budaya dari bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi, seperti cara berbicara, jarak penutur dan petutur, jenis kalimat atau ekspresi yang digunakan, kepada siapa, kekuatan suara dan sebagainya (Harmer, 2003:247). Jika hal ini tidak

diperhatikan maka tidak tertutup kemungkinan terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Bahasa yang digunakan oleh penutur dalam mengekspresikan informasi terkait dan termotivasi oleh konteks sosial. Dalam teori Lingusitik Sistemik Fungsional yang selanjutnya disingkat dengan LSF konteks sosial terdiri atas tiga strata, secara berurutan dari yang tertinggi atau paling abstrak ke konkret meliputi meliputi ideologi, budaya, dan konteks situasi (register). Dalam teori LSF bahasa berfungsi untuk memaparkan, mempertukarkan, dan merangkai pengalaman. Ideologi, budaya dan situasi yang berbeda berpotensi membentuk realisasi bahasa yang berbeda pula. Konteks situasi yang terdiri atas tujuh faktor, mempengaruhi situasi percakapan. Ketujuh faktor itu adalah latar, partisipan, tujuan, bentuk atau isi percakapan, cara, media, norma-norma, dan ranah komunikasinya (Hymes, 1974). Konsekuensinya dalam berkomunikasi atau dalam menukarkan pengalamannya, penutur harus memperhatikan ketujuh faktor tersebut agar percakapan dapat berlangsung dengan lancar. Konteks situasi pada penutur tertentu sangat berpengaruh terhadap tuturan yang akan disampaikan sehingga penutur harus melakukan pilihan ujaran berdasarkan kepada siapa berbicara dan dalam situasi apa. Penutur akan memilih ujaran yang berbeda ketika berbicara dengan atasan dan bawahannya. Demikian pula dalam konteks situasi yang berbeda serta topic yang berbeda penutur akan menggunakan ujaran yang berbeda pula. Pilihan-pilihan ujuran tersebut disebut sebagai sistem percakapan. Pilihan-pilhan ujaran ini akan berpengaruh terhadap struktur percakapan. Jika konteks sosial menentukan pemakaian bahasa, sistem dan struktur percakapan ditentukan oleh bentuk sosial itu. III. Makna dan sosial konteks Ada beberapa jenis makna: 1. Makna leksikal, dan gramatikal Makna leksikal adalah makna yang memeliki atau ada pada kata tanpa konteks apapun. Contoh kata kuda memiliki makna leksikal sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai Makna Gramatikal adalah untuk menyatakan makna-makna atau nuansanuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yang

bermakna 2buah buku, menjadi buku-buku yang bermakna banyak buku. 2. Makna Referensial dan Nonreferensial Sebuah kata disebut bermakna refrensial kalau ada referensinya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, meja, kursi adalah termasuk kata- kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata seperti dan, atau, dan karen, termasuk kata yang tidak bermakna referensial, karena kata itu tidak mempunyai referensi. 3. Makna konotatif dan denotative Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata. Jadi makna denotatif ini sebenarnya sama dengan leksikal. Contoh kata babi bermakna denotatif sejenis binatang yang biasa diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya. Kata kurus bermakna denotatif keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran normal. Sedangkan makna konotatif makna yang tidak sebenarnya. Contoh kata babi pada contoh di atas, pada orang yang beragama islam atau di dalam masyarakat islam mempunyai konotasi yang negatif, ada rasa atau perasaan yang tidak enak bila mendengar kata itu.
4. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Menurut Leech (1976) dalam chear (1994:147) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah kata terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai dan kata rumah memiliki makna konseptual bangunaan tempat tinggal manusia. Jadi, makna konseptual sesungguhnya sama dengan makna leksikal, makna denotatif, dan mmakna referensial.

Leech (2003:38) menyimpulkan tujuh tipe makna yaitu sebagai berikut: 1. Makna konseptual atau pengertian MAKNA ASOSIATIF 2. Makna konotatif 3. Makna stilistika 4. Makna afektif 5. Makna refleksi 6. Makna kolokatif Yang dikomunikasikan dengan apa yang diacu oleh bahasa Yang dikomunikasikan dari keadaan sosial mengenai penggunaan bahasa Yang terungkap dari pesan dan tingkah laku pembicara/ penulis Yang disampaikan melalui asosiasi dengan pengertian yang lain dari ungkapan yang sama Yang disampaikan melalui asosiasi dengan kata yang cenderung terjadi pada lingkup kata yang lain Yang dikomunikasikan dengan cara dimana pesannya disusun atas dasar urutan dan tekanan Isi yang logis, kognitif atau denotatif

7. Makna thematic

Kesimpulan Bahasa merupakan fenomena sosial. Kita tidak dapat memisahkan bahasa dari kebudayaan di dalam masyarakat, sebab hubungan antara keduanya sangat erat. Bahasa itu sudah menyatu benar dengan orang yang menggunakannya dan memilikinya. Karena bahasa itu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kebudayaan di dalam masyarakat, maka setiap bahasa merefleksikan kebudayaan masyarakat pemakainya. Bahasa itu merupakan bagian dari sistem nilai, kebiasaan, dan keyakinan yang kompleks yang membentuk suatu kebudayaan.

Referensi 1. Panjiesantoso. Sosiolinguistik : Hubungan Bahasa Dengan Konteks Sosial https://panjiesantoso.wordpress.com/2010/05/15/sosiolinguistik-hubunganbahasa-dengan-konteks-sosial/ 2. http://www.scribd.com/doc/51454424/28/Bahasa-pada-Konteks-Sosial 3. BAHASA MASYARAKAT - ELISA :: Elearning Unversitas Gadjah Mada ielisa.ugm.ac.id/index.php?app=common&cat=komunitas...repository.usu.ac.id/bitstre am/123456789/21950/5/Chapter%20I.pdf

SOSIOPRAGMATIK

STUDI BAHASA DAN KONTEKS SOSIAL

Oleh YOLA MERINA 1021215102

PROGRAM STUDI LINGUISTIK PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2010-2011

You might also like