You are on page 1of 25

Bahan Perkuliahan KURIKULUM KTSP dan KBK

BAB I KURIKULUM Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa di kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal di sekolah. Apa yang akan di capai di sekolah, di tentukan oleh kurikulum sekolah itu. Pengertian kurikulum perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam kamus Webster tahun 1812 dan baru timbul untuk pertama kalinya dalam kamus pada tahun 1856. Artinya pada waktu itu adalah: 1. a race course; a place for running; a chariot. 2. A course in general; applied paerticulary to the course of study in a university. Jadi dengan kurikulum dimaksud suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau dalam kereta perlombaan, dari awal sampai akhir. kurikulum juga berarti chariot, semacam kereta pacu pada zaman dahulu, yakni suatu alat yang membawa seorang dari start sampai finish Di samping penggunaan kurikulum semula dalam bidang olah raga, kemudian di pakai dalam bidang pendidikan, yakni dalam sejumlah mata kuliah di perguruan tinggi. Dalam kamus Webster tahun 1955 kurikulum di beri arti a. A course esp. a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degree. b. The whole body of course offered in an educational institunion, or deparemen there of, - the usual sense. Di sini kurikulum khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus di tempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. kurikulum juga berarti keseluruhan pelajaran yang di sajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Di Indonesia istilah kurikulum baru menjadi popular sejak tahun lima puluhan, yang di populerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu di kenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah rencana pelajaran. Pada hakekatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya Curriculum Development, Theory and Practice mengartikan sebagai a plan of learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak. Kurikulum adalah program pendidikan yang di seiakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan petumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, dengan program kurikuler tersebut, sekolah/lembaga pendidikan menyediakan lingkungan pendidikan bagi siawa untuk berkembang. Itu sebabnya, kurikulum disusun sedemikian rupa yang memungkinkan siswa melakukan beraneka ragam kegiatan belajar. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran, namun meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran,

perlengkapan sekolah, perpustakaan, karyawan tata usaha, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain. Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses activities, and experiences which pupils have under the direction of school, whether in the classroom or not. Berdasarkan rumusan ini, kegiatan-kegiatan kurikuler tidak terbatas dalam ruangan kelas, melainkan mencakup juga kegiatan di luar kelas. Pandangan modern menjelaskan, bahwa antara kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler tidak ada pemisahan yang tegas. Semua kegiatan yang bertujuan memberikan pengalaman pendidikan kepada siswa tercakup dalam kurikulum. Kendatipun pandangan tersebut di terima , namun pada umumnya guru-guru tetap berpandangan, bahwa kegiatan-kegiatan dalam kelas saja yang termasuk kurikulum, sedangkan kegiatan di luar kelas dari segi nilai edukatif yang dinerikan oleh kurikulum itu. Penganut pandangan ini tetap menyadari, bahwa kegiatan-kegiatan ekstrs merypakan bagian khusus dalam program pendidikan sekolah. Pandangan yang dikemukakan oleh Prof. I.P. Simanjuntak juga mendapat perhatiandilihat dari segi piker sistematik yang ilmiah dan rasional, dimana kurikulum dikaji dari berbagai aspek, yakni seagai berikut: 1. Kurikulum berkenaan dengan fungsi. Pada garis besarnya, suatu kurikulum diperuntukkan bagi warga Negara (calon warga Negara), calon anggota/pembentuk keluarga yang baru, calon anggota masyarakat, calon anggota profesi, dan sebagainya. 2. Kurikulum itu disediakan untuk siapa? Pertanyaan itu berkenaan dengan siapa yang akan mendapat dan mengikuti kegiatan-kegiatan kurikulum tersebut. Jadi secara langsung berkenaan dengan siswa atau atau anak didik. Karena itu kurikulum harus mempertimbangkan aspek perkembangan, kemampuan, intelegensi, kebutuhan, minat dan permasalahan yang dihadapi siswa. Implikasinya, isi kurikulum atau bahan pelajaran harus bersumber dan sesuai dengan lingkungan anak tersebut. 3. Kurikulum itu diberikan untuk membantu jadi apa? Pertanyaan ini berkenaan dengan tujuan kurikulum. Secara khusus perlu dipertanyakan apakah kurikulum itu ditujukan untuk mempersiapkan anak melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, atau intuk mempersiapkan anak ke lapangan kerja yang tersedia dalam masyarakat, atau kedua-duanya. Bertalian dengan masalah tersebut, selanjutnya perlu dipertimbangkan apakah kurikulum itu bersifat educable atau trainable, di samping mempertimbangkan juga usaha membentuk kepribadian yang terintegrasi dalam semua aspek (kognitif, afektif dan psikomotorik). Imolikasinya adalah berkenaan dengan penentuan program pendidikan umum, program pendidikan khusus dan program-program lainnya yang diperlukan. 4. Hal-hal apa saja yang harus tercakup dalam kurikulum? Petanyaan ini berkenaan dengan isi kurikulum harus berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Tujuantujuan itu dilihat dari segi: (1). Aspek hakekat manusia, (2). Tuntutan dalam pembangunan, (3). Tuntutan bagi setiap warga Negara dengan nilai-nilai dasar dalam konstitusi, aspirasi pemerintah, aspirasi masyarakat dan kebudayaan nasional. Isi kurikulum senantiasa disusun dalam bentuk program pengajaran

bidang studi. Materi kurikulum secara structural memiliki keseimbangan, serasi dengan linkungan, keluesan, berkesinambungan, yang disusun dalam urutan topic-topik pelajaran dalam ruang lingkup tertentu. 5. Bagaimana melaksanakan kurikulum ? pertanyaan ini berkenaan dengan aspek metodologi pengajaran. Masalah ini erat pertaliannya dengan tujuan yang hendak dicapai, anak yang belajar, guru yang mengajar, bahan pelajaran, alat bantu pengajaran. Pendekatan metodologi umumnya telah digariskan dalam kurikulum. Misalnya dalam kurikulum tahun 1975 telah ditegaskan, bahwa metode yang digunakan adalah pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Dewasa ini telah dikembangkan system instruksional berdasarkan tujuan yang spesifik, dapat di ukur dan berdasarkan perubahan tingkah laku yang diharapkan, guru lebih banyak berperan sebagai pembimbing dan fasilitator. Murid lebih aktif, bahan yang serasi dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai serta mudah diperoleh, disamping menggunakan teknologi pendidikan yang lebih maju sesuai dengan kemungkinan yang ada. Untuk itu, dianjurkan agar guru-guru lebih banyak menggunakan metode-metode, seperti: diskusi, pemecahan masalah, karyawisata, pengajaran berprogama dan system modul, selain model ceramah yang sampai sekarang masih dipakai oleh sebagian besar guru. 6. Bagaimana cara mengetahui hasil kurikulum itu? Pertanyaan ini berkenaan dengan system evaluasi. Dalam pedoman pelaksanaan kurikulum umumnya telah ditentukan system dan alat evaluasi yang perlu digunakan guru. Evaluasi yang digunakan secara formatif maupun secara summative. Bentuk evaluasi yang digunakan secara objektif dan komprehensif. Disamping evaluasi hasil belajar juga dikembangkan prosedur evaluasi kurikulum dan evaluasi program pendidikan. Dalam system pendidikan nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan isi dan lahan pelajearan serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rumusan ini lebih spesifik yang mengandung pokok-pokok pikiran, sebagai berikut: 1. Kurikulum merupakan suatu rencana atau perencanaan. 2. Kurikulum merupakan pengaturan, berarti mempunyai sistematika dan struktur tertentu. 3.Kurikulum memuat atau berisikan isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata ajaran atau bidang pengajaran tertentu. 4.Kurikulum mengandung cara, atau metode atau strategi penyampaian pengajaran. 5.Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. 6.Kendatipun tidak tertulis, namun telah tersirat di dalam kurikulum, yakni kurikulum dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. 7.Berdasarkan butir 6, maka kurikulum sebenarnya adalah suatu alat pendidikan.

BAB II PERKEMBANGAN KURIKULUM Kalau kita berbicara mengenai inovasi dan pengembangan kurikulum, pertanyaan pertama ialah mengapa harus memikirkan dan melakukannya? Apa alasannya? Audrey & S.Howard Nicholls (1982) mengemukakan bahwa karena masyarakat dan mereka yang belajar mengalami perubahan, maka langkah awal dalam rumusan kurikulum adalah penyelidikan mengenai situasi (situation analysis) yang kita hadapi termasuk situasi lingkungan belajar dalam artian menyeluruh, situasi peserta didik, dan para calon pengajar yang diharapkan melaksanakan kegiatan. Para ahli kurikulum umumnya berpendapat bahwa kurikulum hanyalah alat atau instrument untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran yang ditetapkan. Kurikulum bukan sebagai tujuan akhir. Dalam sebuah pendidikan teologi, dapat dikatakan bahwa pengajar dan mereka yang belajar berinteraksi di sekitar kurikulum yang di rumuskan untuk mencapai suatu tujuan Seiring dengan perubahan masyarakat dan nilai-nilai budaya, serta perubahan kondisi dan perkembangan peserta didik, maka kurikulum juga mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh asaz falsafah dan tujuan pendidikan teologi yang kita anut. Mengutip pandang Ralph Tyler (1949), almarhum Prof. S. Nasution mengetengahkan empat factor, landasan ataupun asaz utama yang selalu mengambil peran dalam pengembangan kurikulum, yakni: pertama, azas filosofi, termasuk filsafat bangsa, masyarakat dan sekolah serta guru-guru; kedua azas sosiologis, menyangkut harapan dan kebutuhan masyarakat (orang tua, kebudayaan, masyarakat, pemerintah, ekonomi); ketiga azas psikologi yang terkait dengan taraf perkembangan fisik, mental, emosional dan spiritual anak didik; keempat: azas epistemologis, berkaitan dengan konsep kita mengenai hakekat ilmu pengetahuan. Pengembangan kurikulum merupakan inti dalam penyelenggaraan pendidikan, dan oleh karenanya pengembangan dan pelaksanaan harus berdasarkan pada asas-asas pembangunan secara makro. System pengembangan kurikulum harus berdasarkan asas-asas sebagai berikut: 1.Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan pada asaz keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2.Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asaz demokrasi pancasila. 3.Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asaz keadilan dan pemerataan pendidikan. 4.Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asaz keseimbangan, keserasian dan keterpaduan. 5.Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asaz hokum yang berlaku. 6.Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asaz kemandirian dan pembentukan manusia mandiri. 7.Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asaz nilai-nilai kejuangan bangsa.

8.Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asaz pemanfaatan, pengembangan, penciptaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Mengacu pada pola pikir manajemen, maka pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan secara terpadu dan berjenjang, sebagai berikut: 1.Tingkat makro; penembangan kurikulum didukung oleh berbagai disiplin ilmu kealaman, ilmu social dan ilmu perilaku yang masing-masing menganut hukumnya sendiri (hokum kausalitas, hokum normative, dan hokum probabilitas). 2.Tingkat structural; pengembangan kurikulum melibatkan peran serta berbagai pihak secara intersektoral, dan antar institusional baik dalam lingkungan pendidikan maupun nono pendidikan, yang dilaksanakan secara terkoordinasi. 3.Tingkat mikro; pengembangan kurikulum dilaksanakan secara sistematik yang memuat semua komponen, lengkap, utuh, menyeluruh, konsisten, dan serasi dengan factor-faktor yang mendasarinya. 4.Tingkat individual; pengembangan kurikulum mengacu dan melibatkan semua individu secara interaktif dan komunikatif dalam proses pembelajaran agar tercapai hasil belajar yang dapat diamati secara terukur.

KURIKULUM

BAB BERBASIS

III KOMPETENSI (KBK)

Kurikulum berbasis kompetensi adalah konsep kurikulum yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional RI untuk menggantikan kurikulum 1994. KBK merupakan sebuah konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standart peformansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh siswa, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK lahir sebagai implikasi dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Dengan adanya Undang-Undang tersebut. Maka terjadi perubahan kebijakan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik kepada desentralistik. Perubahan kebijakan tersebut sudah barang tentu berimplikasi pada penyempurnaan kurikulum. Melalui kurikulum 2004 , daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan dunia pendidikan diwilayahnya berdasarkan karakteristik daerah tersebut. KBK juga lahir sebagai respon atas berbagai persoalan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia, diantaranya adalah pergeseran orientasi pendidikan, dari orientasi berkelompok kepada individual. Maksudnya pendidikan diarahkan untuk membentuk individu yang mempunyai potensi dan bakat yang berbeda dan bervariasi, sehingga perlu perhatikan secara berbeda. Untuk mengetahui kemampuan itntelektual pelajar, maka perlu diadakan dua bentuk SMA, yaitu SMA-A dan SMA-B. SMA-A menerima lulusan SMP dengan (nilai ebtanas murni evaluasi belajar tahap akhir nasional(NEM ebtanas) minimal 45 atau dengan hasil ujian nasional (UAN) minimal 7,5. SMA-B menerima lulusan SMP dengan NEM ebtanas minimal 36 atau dengan hasil UAN minimal 6,0. Pembagian untuk anak-anak pinar dan anak biasa juga berlaku di luar negeri dan dalam negeri. Berikut contoh-contohnya. Di Jerman, ada gymnasium untuk anak pintar dan realschule untuk anak biasa. Di Belanda, ada voobereidend wetenschahappelijk onderwijs (VWO) untuk anakanak pintar dan hoter algemeen vormend onderwijs (HAVO) untuk anak-anak biasa. Di Inggris, Singapura, dan Malaysia, ada high school tujuh tahun untuk anak pintar, dan high school lima tahun untuk anak biasa. Di Indonesia, pada akhir tahun ajaran 1996/1997 ada 21 SMU unggul di Jakarta. Sekolah ini menerima pelajar yang memiliki NEM SLTP minimal 45. Hasil ebtanas adalah NEM rata-rata IPA 7,0; NEM rata-rata IPS 7,90. Hasil ebtanas SMU biasa adalah NEM rata-rata IPA 5,12, NEM rata-rata IPS 5,60. Harus diakui, tidaklah mungkin mencapai kompetensi yang tinggi apabila dalam satu kelas para pengajar harus mengajar murid yang lemah kemampuannya, murid biasa, dan murid pintar secara bersama. Lulusan SMA-A boleh melanjutkan ke universitas atau institut. lulusan SMA-B boleh melanjutkan ke sekolah tinggi kejuruan (fachhochschule), akademi, atau politeknik. Untuk mencapai kompetensi tinggi, semua pengajar harus magister pengajaran bidang studi (master in science teaching, master in language teaching, master in religion teaching, dan sebagainya). Semua pengajar (sekolah menengah negeri) ini diangkat oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pusat. Kurikulum dan bahan yang diajarkan sama, baik untuk SMA-B maupun SMA-B. cara mengajarnya lebih intensif dan tuntunan kepada pelajar SMA-A lenih tinggi.

Kurikulum dan bahan yang diajarkan selama tiga tahun ditentukan oleh Depdoknas pusat. Urutan bahan yang diajarkan diserahkan kepada pengajar mata pelajaran. Pengajar sendiri yang akan menentukan buku-buku bidang studi mana saja yang akan dipakai. Dengan demikian, buku-buku yang digunakan itu tidak ditentukan oleh kepala sekolah atau komisi sekolah. Semua buku-buku bidang studi yang sudah dipilih dan akan dipakai itu dipinjamkan kepada para pelajar. Karena itu, perpustakaan harus memiliki buku selengkap mungkin dan dikelola oleh seorang ahli perpustakaan. Pengalaman sehari-hari meyakinkan kita bahwa bergairah saja tidak cukup untuk berhasil dalam studi, cara membimbing pelajar, cara mengajar itu ikut menentukan. Maka, perlu ada aturan-aturan yang dimaksud untuk menciptakan sebuah kerangka pasti dan jelas, yang membantu baik pengajar maupun pelajar meraih tujuan pembelajaran.

BAB IV KOMPETENSI TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP merupakan singkatan dari singkatan dari Kompetensi Tingkat Satuan

Pendidikan, yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah /daerah, social budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standart kompetensi lulusan, di bawah supervise dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan di SD, SMP, SMA dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan dibidang agama untuk MI, MTs, MA dan MAK. KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar system pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif. Hal tersebut juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan standart nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. A.Konsep Dasar KTSP Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15)dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai berikut: 1.Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. 2.Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut: KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan , di bawah supervise dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigm baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar-mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan

mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih besar, di samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efisiensi, dan pemerataan pendidikan. KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan, khususnya kurikulum. Pada system KTSP, sekolah memiliki full authority and responsibility dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan, untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan tersebut, sekolah di tuntut untuk mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam indicator kompetensi, mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah, Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang dutetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga kependidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu merumuskan dan menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan oprasional untuk mencapai tujuan sekolah.

BAB V KETERKAITAN ANTARA KBK DAN KTSP Pada dasarnya KTSP adalah KBK yang dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan standart isi (SI) dan standart kompetensi lulusan (SKL). KS dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang tedapat pada KBK. Sebagai contoh dalam kurikulum MTs 2004 hanya terdapat satu/dua standart kompetensi (SK) masing-masing jenjang kelas untuk hamper semua mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Aqidah Akhlak, AL-Quran Hadits, Fiqh, dan SKI). Namun dalam kurikulum 2006 terdapat lebih dari dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam plus rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK sudah ditentukan mana yang untuk semester1 dan 2. Sementara itu, batasan semacam ini tidak ada pada kurikulum 2004, Bila kita lihat dari beberapa aspek yang terdapat dalam KBK maupun KTSP, ada kesamaan antara keduanya. Kesamaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1.Pendekatan pembelajaran berorientasi pada kompetensi (competence based approach). 2.Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. 3.Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. 4.Penilaian memperhatikan pada proses dan hasil belajar (authenticassessment). 5.Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif.

Walau dalam beberapa aspek diatas antara KBK dan KTSP sama, namun dalam beberapa aspek lain ada perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat pada: 1.Prinsip-prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum Ada perbedaan prinsip-prinsip yang dipakai dalam perkembangan dan pelaksanaan KBK dan KTSP. 2.Struktur kurikulum Ada perbedaan antara struktur kurikulum KBK dengan KTSP, sebagai contoh dalam kurikulum 2004, mata pelajaran pengetahuan social dan Kewarganegaraan digabung, namun dalam kurikulum 2006 dipisah lagi. kemudian dalam kurikulum 2004 MA, pelajaran Pendidikan Agama Islam semuanya diajarkan mulai dari kelas X sampai XII, tetapi dalam kurikulum 2006 pelajaran SKI hanya diajarkan dikelas XII saja, dan pelajaran Aqidah Akhlak hanya diajarkan dikelas X dan XI. 3.SK dan KD Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa SK dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Dalam kurikulum 2006 ada pemindahan KD juga ada penambahan baik SK maupun KD, hal ini dilakukan sebagai penataan kembali dari SK dan KD dalam kurikulum 2004. Dalam KBK tidak hanya SK dan KD saja yang ditentukan oleh pusat, tetapi juga Materi Pokok dan Indikator Pencapaian. Berbeda dengan KTSP, pemerintah pusat hanya menentukan SK dan KD saja, sedangkan komponen lain ditentukan oleh guru dan sekolah. A.Beberapa Permasalahan Dalam Peralihan Dari KBK Ke KTSP Seperti diuraikan di atas, bahwa ada beberapa perbedaan antara KTSP dengan KBK, diantaranya adalah dalam hal struktur kurikulum, baik di tingak SD/MI, SMP/MTs, atau di tingkat SMA/MA. Yang perubahan strukturnya dirasakan banyak adalah di tingkat SMA/MA. Sementera sosialisai dan panduan KTSP belum merata. Apalagi untuk Standar Isi (SK dan KD) mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Madrasah Aliyah sulit didapat, entah apakah memang DEPAG RI belum mengeluarkan standar isi tersebut atau sosialisasinya yang belum merata. Keadaan seperti ini membingungkan sekolah dan guru-guru, sebenarnya mata pelajaran apa saja yang harus dipelajari anak dalam KTSP. Di satu sisi sekolah dituntut untuk menyusun dan melaksanakan KTSP, di sisi lain sosialisasi kurikulum baru ini belum merata dan maksimal, selain itu perangkat untuk menyusun KTSP belum semuanya tersedia, dan belum didistribusikan di sekolah-sekolah. Banyak kasus dibeberapa sekolah, ada beberapa mata pelajaran yang diajarkan tetapi ketika UAS tidak diujika, begitu juga sebaliknya. Selain itu format buku raport yang berubah-ubah, hal ini tentu membuat semakin bingung pihak sekolah dan guru-guru, apa yang di inginkan pemerintah dengan KTSP ini.

BAB VI STANDAR ISI Apakah itu standar? Standar dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 diberi makna kriteria minimal. Standar berarti batas, patokan, syarat yang harus dicapai dalam proses peningkatan mutu. Batas-batas itu harus terukur sehingga harus jelas indikatornya. Menurut Douglas (2002:7) standar itu aturan permainan yang terbuka. Digambarkan seperti pada saat anak-anak bermain congklak, salah satu anak berteriak: Kamu bohong! Dalam aktivitas anak-anak terdapat standar permainan. Standar itu pasti, misalnya dalam standar batas nilai minimal membantu siswa mencapai target. Standar itu ukuran keahlian atau kompetensi. Standar itu prestasi yang patut dicontoh. Standar itu tantangan. Standar itu hasil kesepakatan. Ditegaskan pula bahwa dari hasil studi mengenai pendidikan baik dilihat dari prespektif teoritis maupun politis, Douglas menyatakan bahwa standar adalah efektif. Berkenaan dengan efektivitas menurut Osborne dan Gaebler (1999) selalu mendatangkan hasil yang lebih baik. Abin Syamsudin (1999:20) mendefinisikan bahwa efektif pada dasarnya menunjukan ukuran tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai (achievements, observed outputs) dengan hasil yang ditetapkan terlebih dahulu. Berdasarkan itu, maka standar adalah kriteria minimal yang harus dicapai yang ditetapkan pada saat menyusun perencanaan. Bagaimana menerapkan standar? Penerapan standar berarti menerapkan manajemen scientific. Jadi, memerlukan langkah investigasi mengenai berbagai fenomena melalui kegiatan observasi dan analisis empiris mengenai berbagai peristiwa yang terukur. Memerlukan pemahaman mengenai tujuan yang hendak dicapai. Perlu menetapkan definisi proses pekerjaan. Perlu mengenali batasbatas pekerjaan dengan jelas. Menerapkan standar memerlukan pemahaman teori yang mendasari pekerjaan dan keterampilan, mengaplikasikan teori dalam pekerjaan sehari-

hari. Berkaitan dengan aplikasi teori berarti pengelola perlu memahami perilaku yang diukur. Penerapan standar memerlukan penguasaan menjabarkan definisi konsep ke dalam definisi oprasional (http://www.wikipedia. org/ wiki/ oprasional). Penerapan standar berdasarkan definisi dan prosedur di atas meliputi pentahapan 10 langkah berikut: 1. Memilih teori yang mendasari pekerjaan 2.Memahami bagaimana menerapkan teori pada pelaksanaan pekerjaan 3.Mendefinisikan pekerjaan 4.Menentukan tujuan pekerjaan dengan jelas 5.Menjabarkan definisi konsep ke dalam definisi operasional 6.Menentukan indikator atau perilaku yang menjadi ukuran 7.Menentukan ukuran, batas, patokan, kriteria, syarat minimal atau batas ketercapaian tujuan 8.Melaksanakan observasi dan analisis atau menghimpun data ketercapaian tujuan 9.Mengolah data ketercapaian 10.Menetapkan batas pencapaian terhadap tujuan yang diharapkan Uraian di atas menegaskan pentingnya data, mencatat data, mengolah data, dan menafsirkan data yang terkait pada pemenuhan batas yang ditetapkan. Menerapkan Standar Isi dan Standar Proses Penetapan standar terkait pada tiga masalah utama yang melekat pada sistem pengelolaan pendidikan. Permasalahan itu sebagaimana dirumuskan Fitzgibbons. Pertama, manusia seperti apa yang ingin dikembangkan melalui proses pendidikan? Kedua, apa yang harus diberikan? Ketiga, bagaimana memberikannya? (Supandi 1988: 16). Tujuan adalah menentukan seluruh proses kegiatan. Kejelasan kompetensi lulusan merupakan syarat mutlak. Secara operasional pencapaian tujuan harus terdeskripsikan dan terukur dalam perbuatan siswa dalam kelas dan hasil pekerjaan mereka yang dipamerkan. Hubungan antara deskriptor kinerja siswa dengan tujuan tergambar dalam diagram standar. Di antara pergerakan mutu pendidikan, pemerintah telah menetapkan Standar Nasional Pendidikan (SNP), sebagai acuan bagi pelaksanaan pendidikan di Indonesia. SNP merupakan criteria minimal tentang system pendidikan di saluruh wilayah hokum Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dari delapan standar tersebut, yang telah dijabarkan dan disahkan penggunaannya oleh Mendiknas adalah standar isi dan standar kompetensi lulusan. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam criteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar Isi memuat kerangka dasar, struktur kurikulum, beban

belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik. BAB VII STRUKTUR KURIKULUM 1.Struktur Kurikulum Pendidikan Umum Struktur kurikulum pendidikan umum terdiri dari struktur kurikulum SD/MI, struktur kurikulum SMP/MTs, dan struktur kurikulum SMA/MA. a.Struktur Kurikulum SD/MI Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun kelas I sampai kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajar dengan ketentuan sebagai berikut : 1.Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan local dan pengembangan diri. Muatan local merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan cirri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan local ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengenbangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus di asuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikann kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh komselor, guru, atau tenaga kependidikan yang yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. 2.Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan IPA terpadu dan IPS terpadu. 3.Pembelajaran pada kelas I s.d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV s.d VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. 4.Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran di alokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per mingggu secara keseluruhan. 5.Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit. 6.Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu. Struktur kurikulum SD/MI adalah sebagai berikut. DALAM BENTUK TABEL

BAB VIII STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) BAHASA INDONESIA Berikut ini kutipan Standar Kompetensi Lulusan Ujian Nasional 2008, untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia tingkat SMA/MA (Bahasa). Standar ini dikutip dari lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 34, tanggal 5 November 2007. Penulis sajikan dalam bentuk uraian. 1.MEMBACA Memahami secara kritis berbagai jenis wacana tulus/teks nonsastra dan nonteks (berbentuk grafik, table) artikel, tajuk rencana, laporan, karya ilmiah, teks esai, biografi, pidato, berbagai jenis paragraph (naratif, deskriptif, argumentative, eksposisi dan persuasive). Menyerap informasi berbagai ragam teks bacaan nonsastra dan sastra dengan berbagai teknik membaca, mencakup: Isi tersurat dan tersirat berbagai teks bacaan (table/grafik, laporan, artikel, tahuk rencana, karya ilmiah, teks pidato, dan berbagai jenis paragrar) Pertanyaan isi dan masalah berbagai teks bacaan Ide pokok dalam teks bacaan Fakta dan opini dalam teks bacaan Rangkuman teks isi bacaan, table, dan grafik Isi buku biografi tokoh (yang diteladani) Simpulan isi artikel, tajuk rencana, teks pidati, laporan, teks esai, biografi dan berbagai paragraph Kalimat utama dan kalimat penjelas Rangkuman paragraph Persamaan topic dua teks Perbedaan penyajian dua teks Kalimat berupa alasan dalam paragraph argumentasi 2.MENULIS Mengungkap gagasan,pendapat, perasaan, informasi dalam bentuk teks naratif, deskriptif, eksposisi, argumentasi, persuasive, teks pidato, artikel, proposal, surat dinas, surat dagang, rangkumman, ringkasan, notulen, laporan, dan karya ilmiah dengan mempertimbangan kesesuaian isi dengan konteks, kepauan, ketepatan struktur, ejaan, pilihan kata, dan menyunting berbagai jenis wacana tulis. Mengungkapkan pikiran, informasi, pengalaman, dalam berbagai wacana/teks tulis, berupa: Penyusunan dan pengembangan kerangka, isi paragraph naratif, deskriptif, eksposisi,

argumentative, persuasive, artikel, teks pidato, proposal, karya ilmiah (termasuk daftar pustaka dan catatan kaki), dan berbagai surat resmi (surat dagang, surat kuasa, surat lamaran pekerjaan, dan surat dinas) Simpulan paragraph induktif dan deduktif Penulisan paragraph pola induktif dan deduktif, laporan diskusi, notulen rapat, resensi memo, buku fiksi/nonfiksi dan karya ilmiah. Penyusunan kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraph/pargraf kompleksitas. Kalimat topic/kalimat penjelas dalam berbagai jenis paragraph, surat teks pidato (melengkapi bagian wacana yang rumpang) Pelengkapan berbagai teks pidato, berbagai jenis surat, dan unsure-unsur karya ilmiah. Penyuntingan/perbaikan kesalahan isi dan bahasa dalam teks mencakup penggunaan: kata baku/tidak baku, istilah, frasa, kata, berimbuhan, kosakata, pilihan kata, struktur kalimat, dan EYD. Pelengkapan berbagai wacana rumpang dengan kosakata, kata berimbuhan, istilah, frasa, kata penghubung, kalimat deskripsi sesuai gambar. Kelanjutan paragraph (deskriptif, persuasive, argumentative, silogisme, analogi, dan generalisasi) Kalimat sesuai topic. Rangkuman diskusi dalam notulen Kelengkapan unsure karya tulis/ilmiah. 3.KEBAHASAAN Menguasai berbagai komponen kebahasaan dalam berbagai bentuk tulisan. Memahami dan menggunakan berbagai komponen kabahasaan, mencakup: Jenis frasa dan klausa, struktur kalimat, kata berimbuhan, dan kata mejemuk Perubahan makna kata dan relasi makna (makna konotatif dan denotative, gramatikal dan leksikal, kias dan lugas, umum dan khusus) Perubahan, pergeseran makna kata, dan hubungan makna kata Ragam bahasa baku dan tidak baku Melengkapi kalimat rumpang/paragraph dengan kata baku, kata ulang kata berimbuhan, frasa klausa, jenis kata, kata majemuk Pola kalimat.

BAB IX MUATAN LOKAL A.Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Akhir-akhir ini, pendidikan nasional sedang dihadapkan pada berbagai perubahan. Dari berbagai factor yang mempengaruhinya tidak ada yang lebih mendasar dibandingkan dengan perubahan yang terjadi dalam kurikulum. Perubahan dalam kurikulum telah berpengaruh secara langsung terhadap pemerataan pendidikan, dan distribusi sumber belajar, serta sarana dan prasarana pendidikan. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memiliki kedudukan yang sangat sentral dalam seluruh kegiatan pembelajaran, yang menentukan proses dan hasil belajar. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pembelajaran, serta dalam pembentukannkompetensi dan pribadi peserta didik dan dalam perkembangan kehidupan masyarakat pada umumnya, maka pembinaan dan pengembangan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi memerlukan landasan yang kuat berdasarkan hasilhasil pemikiran dan penelitian mendalam demikian halnya dengan pengembangan kurikulum muatan local. Dimasukkannya muatan local dalam kurikulum pada dasarnya dilandasi oleh kenyataan bahwa Indonesia memiliki beraneka ragam adat istiadat, kesenian, tata cara, tata karma pergaulan, bahasa dan pola kehidupan yang diwariskan secara turun temurun deri nenek moyang bangsa Indonesia. Hal tersebut tentunya perlu dilestarikan dan dikembangkan, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan cirri khas dan jati dirinya. Upaya menjaga ciri khas bangsa Indonesia harus dimulai sedini mungkin pada usia pra sekolah kemudian diintensifkan secara formal melalui pendidikan di sekolah dasar, di sekolah menengah, sampai perguruan tinggi. Dengan demikian proses pendidikan tidak hanya menyajikan bidang studi-bidang studi yang biasa ditayangkan dalam jadwal pelajaran, tetapi tugas terpenting adalah mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik melalui proses berpikir yang efektif dan efisien (Renik and Klopfer, 1989:1-3). Sekolah sebagai tempat berlangsungnya proses pendidikan merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang karakteristik dan kekhususan yang ada di lingkungannya. Pengenalan keadaan lingkungan alam, social dan budaya kepada peserta didik di sekolah memberikan kemungkinan kepada mereka untuk akrab, dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik. Dalam kerangka inilah perlunya dikembangkan kurikulum muatan local. 1.Konsep Dasar Kurikulum muatan local terdiri dari beberapa mata pelajaran yang berfungsi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menumbuhkembangkan pengetahuan dan kompetensinya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan. Kurikulum muatan local adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Depdikbid dalam E. Mulyasa, 1999:5). Penentuan isi dan bahan pelajaran muatan local didasarkan pada keadaan dan kebutuhan

lingkungan, yang dituangkan dalam mata pelajaran dengan alokasi waktu yang berdiri sendiri. Adapun materi dan isinya ditentukan oleh satuan pendidikan, yang dalam pelaksanaannya merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang ada dasarnya berkaitan dengan linkungan alam, lingkungan social dan ekonomi, serta lingkungan budaya. Sedangkan kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat sesuai dengan arah perkembangan serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk: a.Melestarikan dan mengembangkan budaya daerah yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat. b.Meningkatkan kemampuan untuk mendongkrak perekonomian daerah. c.Meningkatkan penguasaan bahasa asing (Arab, Inggris, Mandarin, dan Jepang) untuk mempersiapkan masyarakat dan individu memasuki era globalisai. d.Meningkatkan life skill yang menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan pembelajaran lebih lanjut. e.Meningktkan kemampuan berwirausaha untuk mendongkrak kemampuan ekonomi masyarakat, baik secara individu, kelompok maupun daerah. 2.Tujuan Kurikulum dan Pembelajaran Muatan Lokal Secara umum muatan local bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap hidup kepada peserta didik agar memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungan dan masyarakat sesuai dengan nilai yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional (Depdiknas, 2006). Lebih lanjut dikemukakan, bahwa secara khusus pengajaran muatan lokal bertujuan agar peserta didik: a.Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, social dan budayanya. b.Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya. c.Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Pemahaman terhadap konsep dasar dan tujuan muatan lokal diatas, menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum muatan local pada hakekatnya bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara peserta didik dengan lingkungannya (E. Mulyasa,1999) 3.Kedudukan Kurikulum Muatan Lokal Kurikulum muatan local merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum muatan local merupakan upaya agar penyelenggaraan pendidikan di daerah dapat di sesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional, sehingga pengembangan dan implementasi kurikulum muatan local mendukung dan melengkapi KTSP. Mengacu pada struktur kurikulum dalam standar isi, alokasi waktu untuk mata pelajaran

muatan local di setiap jenjang pendidikan hamper sama 2 jam pelajaran, hanya berbeda waktunya untuk masing-masing jenjang. Hal tersebut dapat dipahami sebagai berikut: a.Jenjang Pendidikan Dasar 1)SD/MI/SDLB, masing-masing 2 jam pelajaran per minggu (1 jam pelajaran = 35 menit) 2)SMP/MTs/SMPLB, masing-masing 2 jam pelajaran per minggu (1 jam pelajaran = 40 menit) b.Jenjang Pendidikan Menengah 1)SMA/MA/SMALB, masing-masing 2 jam pelajaran per minggu (1 jam pelajaran = 45 menit) 2)SMK/MAK, masing-masing 2 jam pelajaran per minggu (1 jam mata pelajaran = 45 menit dan durasi waktu 192 jam) Adapun kegiatan belajar mengajar efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester), baik untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, maupun SMK/MAK pada umumnya berkisar 34 sampai 38 minggu. Hal ini bisa dipelajari lebih lanjut dalam kalender pendidikan, dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kegiatan di satuan pendidikan masing-masing. Memahami susunan program diatas, Nampak bahwa muatan local pada jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan mata pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik di setiap tingkat kelas. Adapun mengenai isi dan pengembangannya merupakan kewenangan satuan pendidikan dan daerah masing-masing. 4.Ruang Lingkup Ruang lingkup muatan local dalam KTSP adalah sebagai berikut: a.Muatan local dapat berupa: bahasa daerah, bahasa asing (Arab, Inggris, Mandarin, dan Jepang), kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat (termasuk tata karma dan budi pekerti), dan pengetahuan tentang karakteristik lingkungan sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. b.Muatan local wajib diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik pada pendidikan umum, pendidikan kejuruan maupun pendidikan khusus. c.Beberapa kemungkinan lingkup wilayah berlakunya kurikulum muatan local, adalah sebagai berikut: Pada seluruh kabupaten/kota dalam suatu propinsi, khususnya di SMA/MA, dan SMK. Hanya pada satu kabupaten/kota atau beberapa kabupaten/kota tertentu dalam suatu propinsi yang memiliki karakteristik yang sama. Pada seluruh kecamatan dalam suatu kabupaten/kota yang memiliki karakteristik yang sama. Setiap sekolah dapat memilih dan melaksanakan muatan local sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondidi masyarakat, serta kemampuan dan kondisi sekolah dan daerah masing-masing. 5.Prosedur Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Pengembangan kurikulum muatan local di setiap daerah dan wilayah pada dasarnya dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan tiap propinsi, dan Kepala Dinas Pendidikan tiap kota dan kabupaten, dengan prosedur sebagai berikut: a.Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal di tingkat propinsi: Langkah yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum muatan local tingkat propinsi adalah sebagai berikut: 1)Mengkaji kelengkapan mata pelajaran muatan local yang diusulkan oleh setiap

kota/kabupaten dan kecamatan. 2)Menentukan mata pelajaran muatan local yang layak untuk dilaksanakan di wilayah yang bersangkutan, berdasarkan usulan dari tiap-tiap kabupaten/kota, dengan berbagai pertimbangan dari tim pengembang kurikulum (TPK) muatan local tingkat propinsi. 3)Memberlakuan kurikulum muatan local sesuai dengan butir b) melalui surat keputusan Kepala Dinass Pendidikan Propinsi. Dalam keputusan tersebut diberikan keluwesan kepada masing-masing sekolah untuk memilih mata pelajaran muatan local yang telah ditetapkan, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan masing-masing. Di samping itu, pada propinsi tertentu ada mata pelajaran muatan local yang wajib dilaksanakan oleh setiap sekolah. Hal tersebut terutama berkaitan dengan bahasa daerah, dan bahasa asing di daerah wisata (misalnya di Bali, bisa diwajibkan muatan local Bahasa Inggris). b.Pengembangan kurikulum muatan local tingkat kota/kabupaten. Langkah-langkah pengembangan kurikulum muatan local tingkat kota dan kabupaten adalah sebagai berikut: 1)Mengkaji kelayakan usulan mata pelajaran muatan local dari setiap kecamatan. 2)Menentukan mata pelajaran muatan local yang layak untuk dilaksanakan di kota/kabupaten, berdasarkan usulan dari setiap kecamatan, dengan berbagai pertimbangan dari tim pengembang kurikulum (TPK) muatan local tingkat kota/kabupaten, untuk duusulkan ke Dinas Pendidikan Propinsi. 3)Memilih dan mengembangkan mata pelajaran muatan local yang telah ditetapkan Kepala Dinas Pendidikan Propinsi untuk SMA, dsn oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten untuk SD dan SMP. Dalam pelaksanaannya, di samping mata pelajaran muatan local wajib, setiap sekolah diberikan keluwesan untuk memilih dan mengembangkan mata pelajaran muatan local yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan masing-masing. c.Pengembangan kurikulum muatan lokal di tingkat kecamatan Langkah-langkah pengembangan kurikulum muatan lokal tingkat kecamatan adalah sebagai berikut. 1)Mengusulkan jenis-jenis muatan lokal kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota/ Kabupaten berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. 2)Memilih mata pelajaran muatan local yang di tetapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan kota/kabupaten, dan kepala dinas pendidikan kecamatan untuk dilaksanakan di sekolah masing-masing. d.Pengembangan kurikulum muatan local tingkat sekolah. Sekolah yang tidak dapat memilih mata pelajaran muatan local yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan dapat mengembangkan mata pelajaran muatan local sesuai dengan keadaan dan kebutuhan dan kemampuan masing-masing, dengan persetujuan Dinas Pendidikan. Dalam hal ini kepala sekolah: 1)Mengusulkan jenis muatan local kepada Kepala Dinas Pendidikan kota/kabupaten melalui kepala dinas pendidikan kecamatan. 2)Menentukan pelajaran muatan local dengan persetujuan Dinas Pendidikan kecamatan dan kabupaten /kota. 3)Bersama-sama dengan Dinas Pendidikan kecamatan, menentukan mata pelajaran muatan local dengan persetujuan kabupaten/koota.

e.Pengembangan Silabus dan RPP Pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mata pelajaran muatan local dan perangkat kurikulum muatan local lainnya, dilakukan dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Cara mengembangkan silabus dan RPP muatan local hamper sama dengan mata pelajaran lain, yang bisa dilihat kembali pada bab terdahulu yang membahas tentang pengembangan silabus dan RPP. 6.Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal Berdasarkan pengalaman yang lalu, setiap daerah memiiki berbagai pilihan mata pelajaran muatan local baik untuk cakupan wilayah propinsi, kabupaten maupun kecamatan. Sehubungan dengan itu, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa tahap yang dilalui; baik pada tahap persiapan maupun pada pelaksanaannya. a.Persiapan Beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru, dan tenaga kependidikan yang lain di sekolah pada tahap persiapan ini adalah sebagai berikut. 1.Menentukan mata pelajaran muatan local untuk setiap tingkat kelas yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi sekolah, dan kesiapan guru yang akan mengajar. 2.Menentukan guru. Guru muatan local sebaiknya guru yang ada di sekolah, tetapi bisa juga menggunakan narasumber yang lebih tepat dan professional. Misalnya untuk kesehatan menggunakan tenaga kesehatan, pertanian menggunakan penyuluh pertanian, dan kesenian memanfaatkan seniman yang ada di lingkungan sekitar sekolah. Kehadiran mereka bisa part time, hanya membantu guru, tetapi bisa juga full time, langsung memegang dan bertanggungjawab terhadap mata pelajaran muatan local tertentu. Kegiatan ini bisa dikoordinir oleh kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bidang akademis, bekerja sama dengan komite sekolah. 3.Sumber dana dan sumber belajar. Dana untuk pembelajaran muatan local dapat menggunakan dan BOS (bantuan operasional sekolah), tetapi bisa juga mencari sponsor atau kerjasama dengan pihak lain yang relevan. Bagi SMK dan SMA mungkin bisa menjual produk pembelajaran muatan local ke masyarakat, sehingga karenanyabiaya operasional bisa tertanggulangi. Misalnya keterampilan membuat wayang golek dari kayu di daerah Purwakarta Jawa Barat. Demikian halnya dalam kesenian, bisa membuat group tari atau group seni tertentu, yang sewaktu-waktu bisa ditampilkan kepada masyarakat. Adapun sumber belajar muatan local dapat memanfaatkan bahan-bahan yang sudah ada (learning resources by utilitation), atau bisa merancang sendiri sesuai dengan keperluan (learning resources by design). Informasi tentang sumber belajar tersebut bisa diperoleh di kantor kecamatan, kelurahan, dan kantor desa. Informasi tersebut bisa juga dinyatakan kepada tokoh masyarakat nonformal, masyarakat dunia usaha, industry dan lembaga swadaya masyarakat. b.Pelaksanaan Pembelajaran Pelaksanaannya pembelajaran muatan local hamper sama dengan mata pelajaran lain, yang bisa dipelajari kembali pada bab dan sub bab terdahulu tentang pelaksanaan pembelajaran, yang dalam garis besarnya adalah sebagai berikut. 1)Mengkaji silabus 2)Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

3)Mempersiapkan penilaian c.Tindak Lanjut Tindak lanjut adalah langkah-lanhkah yang akan dan harus diambil setelah proses pembelajaran muatan local. Tindak lanjut ini erat kaitannya dengan hasil penilaian terhadap pelaksanaan pembelajaran. Bentuk tindak lanjut ini, bisa berupa perbaikan terhadap proses pembelajaran, tetapi bisa juga merupakan upaya untuk mengembangkan lebih lanjut hasil pembelajaran, misalnya dengan membentuk kelompok belajar, dan group kesenian. Tindak lanjut ini bisa juga dengan melakukan kerjasama dengan mastarakat, misalnya untuk memasarkan hasil (produk) pembelajaran muatan local. Dalam hal pemasaran hasil ini E. Mulyasa lebih menekankan kepada SMA/MA, dan SMK, karena untuk tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah mungkin hasilnya belum layak dipasarkan, meskipun demikian tidak menutup kemungkinan untuk melakukannya. Semua itu merupakan kewenangan guru dan kepala sekolah, dan bisa juga bekerja sama dengan komite sekolah. Dengan demikian, melalui pembelajaran muatan local ini, kita berharap dapat melahirkan lulusan-lulusan yang kreatif, dan produktif, serta siap untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan Negara. 7. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran muatan local Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran muatan local;berkaitan dengan pengorganisasian bahan, pengelolaan guru, pengelolaan sarana pembelajaran, dan kerjasama antar instansi sebagai berikut. a.Pengorganisasian bahan Pengorganisasian bahan hendaknya: 1)Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, naik perkembangan pengetahuan, cara berpikir, maupun perkembangan social dan emosionalnya; 2)Dikembangkan dengan memperhatikan kedekatan dengan peserta didik, baik secara pisik maupun psikis; 3)Dipilih yang bermakna dan bermanfaat bagi peserta didik dalam kehidu[an sehari-hari; 4)Bersifat fleksibel, yaitu member keleluasaan bagi guru dalam memilih metode dan media pembelajaran; 5)Mengacu pada pembentukan kompetensi dasar tertentu secara jelas. b.Pengelolaan guru Pengelolaan guru hendaknya: 1)Memperhatikan relevansi antara latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang diajarkannya. 2)Diusahakan yang pernah mengikuti penataran, pelatihan atau kursus tentang muatan local c.Pengelolaan sarana pembelajaran Pengelolaan sarana pembelajaran hendaknya: 1)Memanfaatkan sumber daya yang terdapat dilingkungan sekolah secara optimal 2)Diupayakan dapat dipenuhi oleh intansi terkait. d.Kerjasama antar instansi Untuk mewujudkan kurikulum muatan local, perlu diupayakan kerjasama antar instansi terkait, antara lain berupa:

1)Pendanaan; 2)Penyediaan narasumber dan tenaga ahli; 3)Penyediaan tempat kegiatan belajar; dan 4)Hal-hal lain yang menunjang keberhasilan pembelajaran muatan lokal MUATAN LOKAL SMA NEGERI 1 GRABAG Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal Dengan mengacu pada substansi yang ada SMA Negeri 1 Grabag memberikan muatan lokal berdasarkan kebutuhan, budaya daerah, dan letak geografis yaitu daerah Jawa, serta berdasarkan keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 895.5/01/2005, 23 Februari 2005, maka muatan lokal yang ditetapkan di SMA Negeri 1 Grabag adalah Bahasa Jawa BAB X PENGEMBANGAN DIRI A.Kegiatan Pengembangan Diri Pengembangan diri merupakan salah satu komponen KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah , baik pada pendidikan umum, pendidikan kejuruan, maupun pendidikan khusus. Meskipun demikian, pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus di asuh oleh guru, tetapi bisa juga difasilitasi oleh konselor, atau tenaga kependidikan lain yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Dalam struktur kurikulum pendidikan umum, dijelaskan bahwa pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Sedangakan dalam bentuk kurikulum pendidikan kejuruan (SMK, dan MAK), di samping itu penjelasan diatas, dikemukakan pula bahwa kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan social , belajar dan pembentukan karir peserta didik. Pengembangan diri bagi peserta didik SMK/MAK terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingn karir. Dari uraian diatas, dapat ditarik beberapa benang merah berkaitan dengan pengembangan diri, sebagai berikut: 1.Kegiatan pengembangan diri dapat difasilitasi dan dibimbing oleh guru, konselor, atau tenaga kependidikan lain yang memiliki kemampuan dalam membantu pengembangan

diri peserta didik. 2.Bagi sekolah yang sudah memiliki guru bimbingan dan konseling (BK), kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan oleh guru BK, tetapi bagi sekolah yang belum memiliki guru BK (terutama di sekolah dasar) dapat dilakukan oleh wali kelas , guru mata pelajaran agama, guru kesenian, atau guru lain yang sesuai. 3.Kegiatan pengembangan diri juga dapat dilakukan oleh kepala sekolah, atau tenaga kependidikan lain yang kompeten. 4.Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan dalam bentuk bimbingan dan konseling atau dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. 5.Kegiatan pengembangan diri bagi peserta didik SMK/MAK lwbih ditekankan pada pengembangan kreativitas dan bimbingan karir. 6.Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan dikelas, selama 2 jam pembelajaran, tetapi dapat juga dilakukan di luar kelas dengan kegiatan yang dilakukan equivalen 2 jam pembelajaran perminggu, atau kurang lebih 34 jam pembelajaran setiap semester. 7.Kegiatan pengembangan diri bisa bekerjasama dengan masyarakat, dunia usaha, dunia industry dan lembaga swadaya masyarakat. Materi pengembangan diri dapat didiskusikan oleh kepala sekolah, guru, konselor, dan tenaga kependidikan lain di sekolah yang sesuai dengan keperluan dan kebutuhan peserta didik. Dalam diskusi ini bisa juga dilibatkan peserta didik, dan komite sekolah untuk memberikan masukan-masukan mengenai program perkembangan diri. Jika kegiatan pengembangan diri dilakukan di dalam kelas, maka topic-topik yang dapat diangkat antara lain sebagai berikut: 1.Mengisi waktu senggang 2.Menghadapi dan memecahkan masalah dalam kehidupan 3.Mengenal dan memahami diri 4.Remaja dan masalahnya 5.Bahaya pergaulan bebas 6.Memahami potensi diri 7.Belajar dari orang-orang sukses 8.Cara melaksanakan sholat kusyu 9.Menjadi pengusaha yang amanah Daftar topic tersebut hanyalah sebagai contoh, kepala sekolah, guru, konselor, dan tenaga kependidikan dapat memilh dan mengembangkan topic-topik yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan kondisi sekolah masing-masing. Pengembangan diri, dapat dilakukan dengan metode diskusi, bermain peran, Tanya jawab, pemecahan masalah, dan metode lain yang sesuai. Adapun pelaksanaannya bisa dilakukan di kelas, di luar kelas, bahkan di luar sekolah. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengembangan diri dapat dipadukan dengan muatan local, dengan cara memilih topic unggulan daerah (sebagai muatan local), yang sesuai dengan bakat, minat, dan potensi peserta didik (sebagai pengembangan diri). Semua itu sangat bergantung kepada kreatifitas guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lain dalam mengelola dan mengembangkan program-program sekolahnya. DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Mulyasa, Enco. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Nasution, S. 2006. Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. SJ, J. Drost. Dari KBK sampai MBS, Jakarta: Penerbit Buka Kompas. http://mjieschool.blogspot.com/2008/11/skl.bhs.html http://grandmall10.com/2010/03/05/pekembangan-lurikulum http://yapina.multiply.com/journal Diposkan oleh cair di 11:19

You might also like