You are on page 1of 14

MAKALAH

ILMU ALAMIAH DASAR


Deteksi Dini Tsunami dengan Cara Teknologi dan Alamiah

Disusun oleh Kelompok 4 : NANANG S. TAUFIK ASHARI RENDI HALIM SETIAWAN BIMA A.S (201010130311060) (201010130311066) (201010130311068) (201010130311076)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011

BAB I KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya makalah Ilmu Alamiah Dasar Alat Pendeteksi Dini Tsunamiini.ddan juga berterima kasih kepada Bapak Harun selaku dosen kulia Ilmu Alamiah Dasar atas bimbingan dan bantuan dalam melaksanakan perkuliahan Ilmu Alamaiah Dasar sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Pada makalah ini yang membahas Alat Pendeteksi Dini Tsunami ada beberapa hal yang menyangkut tentang alat ini dimulai dari pembuata ,cara kerja hingga fungsi dari alat ini yang di dalamnya terdapat ilmu kelistrikan yang di aplikasikan pada alat ini.

Semoga dengan terselesainya makalah ini dapat memenuhi tugas dari mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar serta sedikit banyak dapat menambah pengetahuan tentang pendeteksi tsunami itu sendiri bagi para pembaca.Saya mohon maaf apabila pada makalah ini ada kekurangan dan kesalahan. Semoga makalah ini memberikan manfaat untuk kita semua.

Malang ,20 Desember 2011

Penulis

BAB II PEMBAHASAN

Deteksi Dini Tsunami dengan Cara Teknologi dan Alamiah


Bencana tsunami selalu mengancam bangsa ini karena lokasi geografisn dalam zona subduksi. Korban nyawa dan benda yang ditimbulkannya sangat besar dan tanpa bisa diperkirakan secara pasti datangnya. Alat deteksi tsunami hanya mendeteksi segera sesaat akan timbulnya bencana. Tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami. Tsunami dalam bahasa Jepang secara harafiah berarti ombak besar di pelabuhan. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih. Sejarawan Yunani bernama Thucydides merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah lain. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami. Teks-teks geologi, geografi, dan oseanografi di masa lalu menyebut tsunami sebagai gelombang laut seismik. Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa meter diatas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan

tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008. Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia. Bukti-bukti historis menunjukkan bahwa megatsunami mungkin saja terjadi, yang menyebabkan beberapa pulau dapat tenggelam Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 195 tsunami telah terjadi. Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi. Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga memberika kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian yang menyamakan dengan pasang-surut meliputi kemiripan atau memiliki kesamaan karakter dengan gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini. Hanya ada beberapa bahasa lokal yang memiliki arti yang sama dengan gelombang merusak ini. Aazhi Peralai dalam Bahasa Tamil, i beuna atau aln buluk (menurut dialek) dalam Bahasa Aceh adalah contohnya. Sebagai catatan, dalam bahasa Tagalog versi Austronesia, bahasa utama di Filipina, alon berarti gelombang. Di Pulau Simeulue, daerah pesisir barat Sumatra, Indonesia, dalam Bahasa Defayan, smong berarti tsunami. Sementara dalam Bahasa Sigulai, emong berarti tsunami.

Penyebab terjadinya tsunami Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau. Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.

Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua. Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter. Gempa yang dapat menyebabkan Tsunami 1. Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 30 km) 2. Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter 3. Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun Sistem Peringatan Dini Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Peringatan awal bencana Tsunami Sistem peringatan tsunami secara umum adalah merupakan suatu sistem untuk mendeteksi tsunami dan mengeluarkan peringatan untuk mencegah terjadinya banyak korban jiwa. Terdiri dari dua buah komponen pokok yaitu jaringan sensor utk mendeteksi gelombang tsunami dan infrastruktur komunikasi untuk mengeluarkan alarm atau sirine yang memperbolehkan evakuasi daerah pantai. Banyak daerah pantai disekitar Laut Pasifik, terutama Jepang, Hawaii, Polynesia, Alaska dan pantai-pantai Pasifik Amerika Selatan, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur pengungsian jika terjadi tsunami yang serius. Walaupun begitu banyak lautan lain yang tidak mempunyainya, hal inilah yang menyebabkan banyaknya korban jiwa saat terjadi tsunami 26 Desember 2004 yang terjadi di Lautan India. Dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh PBB pada Januari 2005 di Kobe, Jepang telah diputuskan bahwa Sistem Peringatan Tsunami akan ditempatkan di Lautan India sebagai respon akibat terjadinya Tsunami Laut India2004. Tentu saja penyediaan Sistem Peringatan Awal Tsunami berteknologi tinggi adalah sangat membutuhkan dana yang luar biasa besarnya baik untuk biaya infrastruktur

maupun biaya pemeliharaannya. Sebagai contoh seperti yang dikeluarkan oleh Website milik Nasa yang menyebutkan bahwa tiga dari empat peralatan peringatan Tsunami yang dipasang sejak tahun 1948 telah mengalami kerusakan dan biaya kerusakan alarm ini menjadi lebih mahal. Evakuasi perbaikan sistem peringatan di Hawaii ini telah menghabiskan biaya sebanyak 68 juta USD. Dari sini kita bisa membayangkan betapa besarnya biaya untuk penyediaan Sistem Peringatan Awal Tsunami dengan teknologi tinggi ini. Peringatan awal sebelum terjadinya bencana alam ini sebenarnya bisa diperoleh secara alami dari perilaku aneh binatang sebelum terjadinya bencana. Binatang telah bisa digunakan secara potensial sebagai sistem peringatan teknologi rendah dan tentu saja biaya yang dibutuhkannya juga jauh lebih murah dibandingkan dengan sistem peringatan berteknologi tinggi. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atu permukaan laut yang terknoneksi dengansatelit. Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama denganperangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawai pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965. Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas. Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat.

Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorologi,

Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System DSS). Sementara itu Indonesia punya 24 sirine untuk peringatan dini tsunami di seluruh Indonesia. Rencananya, dalam waktu dekat, pihaknya bakal menambah tiga sirine lagi. Alat deteksi tersebut, tersebar antara lain, enam di Sumatra Barat, enam di Aceh, enam di Bali, dua di Bengkulu, dua di Gorontalo, dan dua di Manado. Kondisi sirine ini dalam keadaan baik. Sirine itu setiap tanggal 26 setiap bulan pukul 10.00 pagi waktu setempat, dibunyikan. Prosedur pemakaian sirine ini juga sederhana. Tidak ada ijin, cuma koordinasi, bahwa kriteria seperti in yang harus dibunyikan, katanya. Sirine bisa dipakai jika tinggi gelombang tsunami mencapai lebih dari 1 meter. Ia juga menjelaskan, selain tersebar di 24 daerah, BMKG Pusat Jakarta juga punya sirine sendiri. Untuk kasus bencana tsunami di Mentawai, tidak bisa dideteksi langsung karena pantai Pulau , tidak punya sirine di Kepulauan Mentawai. Sirine baru di Pulau Sumatra, itu hany* ada di Painan, Padanga, dan Pariaman. Sirine di Sumatra Barat ditempatkan di Pusat Daerah Operasi (Pusdaop) Propinsi Sumatra Barat Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi(RISTEK). Sedangkan instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa terjadi. Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko, Peramalan, Peringatan, dan Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut), Integrasi dan Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan. Cara Kerja Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat. Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan data

dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id). Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.

Deteksi Dini Tsunami dengan Kabel Internet Bawah Laut


Belakangan ini bencana alam kerap menghantui banyak orang di dunia. Terlebih, bencana alam seperti tsunami tak dapat diprediksi jauh hari sebelumnya. Lantaran itulah, sistem peringatan dini tsunami yang akurat sangat diperlukan. Kini hadir sebuah pendekatan baru mendeteksi tsunami, yakni menggunakan kabel internet bawah laut. Hanya ada lima negara yang masih menggunakan sensor array sebagai sistem peringatan, yaitu Amerika Serikat, Australia, Indonesia, Cile, dan Thailand. Demikian seperti ditulis dalam sebuah artikel di NewScientist, Selasa (26/1). Tim peneliti yang dipimpin Manoj Nair di Nasional Administrasi Kelautan dan Atmosfer Colorado, Amerika Serikat, mengusulkan cara yang lebih murah mendeteksi tsunami. Yakni, menggunakan kabel telekomunikasi atau internet bawah laut untuk mendeteksi dengan medan listrik. Alat ini diciptakan sebagai muatan garam listrik di air laut yang melewati medan magnet bumi. Tim Nair menunjukkan bahwa medan listrik yang dihasilkan oleh tsunami saat melanda Asia Tenggara pada Desember 2004, diinduksi tegangan hingga 500 millivolt. Mereka pun berasumsi untuk bisa mendeteksi dengan voltmeter yang diletakkan pada ujung serat optik dan kabel tembaga di dasar Samudra Hindia. Hanya saja, ide ini masih memiliki keterbatasan. Sebab, kabel internet bawah laut belum dapat menunjukkan lokasi mana yang tepat untuk arah tsunami

Deteksi Awal Tsunami Secara Alamiah Pada Binatang Gempa bumi dasar laut yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 berkekuatan 9.0 skala Ricther merupakan gempa dengan kekuatan terbesar setelah gempa Alaska pada tahun 1964 dengan kekuatan 9.2. Gempa ini berasal dari Samudera India, yaitu sebelah utara pulau Simeulue dan merupakan ujung pantai barat Sumatra Utara. Gempa ini menghasilkan gelombang raksasa tsunami yang menghancurkan pantai Indonesia, Srilangka, India Selatan, Thailand dan negara lainnya dengan tinggi gelombang lebih dari 30 meter. Sampai saat ini korban jiwa manusia yang tercatat meninggal telah lebih dari 310.000 jiwa. Sedangkan jumlah binatang yang meninggal adalah relatif lebih sedikit atau bisa dikatakan bahwa dampak tsunami pada margasatwa adalah sangat terbatas, sehingga menimbulkan spekulasi bahwa binatang lebih mempunyai kepekaan terhadap bahaya yang akan terjadi. Spekulasi ini dikuatkan oleh beberapa fakta yang terjadi beberapa jam sebelum terjadinya bencana Tsunami. Perilaku aneh beberapa binatang sebelum bencana tsunami telah diamati di Srilangka, sekitar 1 jam sebelum bencana tsunami terjadi, orang-orang di Taman Nasional Yala mengamati 3 ekor gajah berlarian menjauh dari pantai Patanangala menuju perbukitan. Kelelawar secara fantastis banyak berterbangan disebelah selatan kota Dickwella di Srilangka. Dan juga diamati 2 ekor anjing tidak mau diajak mendekati pantai di dekat Galle, padahal setiap harinya anjing-anjing itu berada disekitar tempat itu. Kejadian aneh juga terjadi di Thailand seperti yang di laporkan di media massa bahwa beberapa ekor gajah yang sedang membawa wisatawan berlari menuju bukit, untuk menyelamatkan penunggangnya sebelum bencana tsunami menghancurkan dinding air di Phuket, Thailand. Di sebuah cagar alam pantai selatan India juga diamati sejumlah Flamingo beterbangan menuju hutan yang lebih aman dari cagar alam tersebut sebelum bencana tsunami. Pada saat tsunami melanda Srilangka, sekitar ratusan gajah, macan tutul, harimau, babi hutan, rusa, kerbau air, kera dan mamalia yang lebih kecil serta sejenis reptilia telah melarikan diri dengan selamat menuju ke dataran yang lebih tinggi. Sedangkan sejumlah besar kura-kura ditemukan mati didaerah puing-puing disepanjang pantai di propinsi Aceh. Kepekaaan dan naluri binatang terhadap respon akan timbulnya bahaya yang tidak dimiliki oleh manusia ini bisa digunakan sebagai alat untuk peringatan pertama bencana alam yang bisa digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan manusia sehingga bisa mengurangi jumlah korban jiwa manusia sebagaimana bencana tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu. Fisiologi yang berhubungan dengan panca indera binatang. Binatang memiliki panca indera yang super sensitif terhadap suara, temperature, sentuhan, getaran, aktifitas elektrostatis dan kimia serta medan magnet dan medan listrik. Sensitifitas ini memberikan mereka bisa mengetahui lebih awal beberapa jam sebelum bahaya bencana alam sebagaimana tsunami terjadi. Namun sensitifitas ini tidak dimiliki oleh manusia. Gempa menimbulkan getaran yang berubah-ubah pada tanah dan air sedangkan angin badai menyebabkan perubahan elektromagnetik di atmosfer. Beberapa binatang mempunyai indera pendegaran dan penciuman yang peka sehingga membuat mereka bisa menentukan sesuatu yang akan datang dihadapannya lebih dahulu daripada manusia. Riset-riset dibidang komunikasi akustik dan seismik telah

menunjukkan bahwa beberapa jenis ikan adalah sensitif terhadap getaran frekuensi rendah dan mendeteksi gempa jauh sebelum manusia merasakannya, disamping itu gajah juga bisa merasakan getaran-getaran yang dibangkitkan dari gempabumi yang menyebabkan tsunami.

Beberapa jenis binatang telah bisa mendengar tsunami yang akan datang dari saat gempa yang meletus dibawah dasar laut. Spesies burung, anjing, gajah, harimau dan binatang lainnya bisa mendeteksi frekuensi infrasonic antara 1-3 hertz dibandingkan manusia hanya pada frekuensi 100-200 hertz, sehingga binatang lebih memiliki sensitifitas pada gelombang suara berfrekuensi rendah dimana manusia tidak bisa mendengarnya. Beberapa teori yang terkait dengan kepekaan binatang pada bencana alam. Teori alternatif yang telah mendapatkan persetujuan dari banyak pakar baru-baru ini berkaitan dengan kepekaan binatang pada bencana alam adalah (i) bahwa binatang bisa merasakan perubahan pada medan magnet yang terjadi didekat pusat gempa, sebagai misal adalah burung dara, kura-kura, lebah dan masih banyak lagi; (ii)spesies ikan dikenal sangat sensitif pada variasi perubahan muatan listrik di dalam air yang kadang-kadang adalah merupakan isyarat permulaan terjadinya gempa bumi; (iii) organisme di tanah bisa merespon perubahan polaritas dan konsentrasi ion atmosfir atau muatan partikel, sehingga hal ini bisa menyebabkan binatang tersebut bisa mendeteksi efek ionisasi udara dari gas radon yang kadang-kadang dikeluarkan dari bumi sebelum gempa bumi terjadi; (iv) efek piezoelektrik juga telah menunjukkan bahwa perubahan tekanan yang dikerjakan pada kristal sejenis kwarsa menghasilkan muatan listrik pada permukaan kristal, hal ini dipercaya bisa membangkitkan energi listrik yang cukup untuk membuat terbang ion-ion sebelum, selama dan setelah gempa bumi, sehingga binatang bisa mengantisipasi gempa bumi lebih banyak melalui kepekaannya terhadap gemuruh angin. Peneliti-peneliti telah lama mempelajari jenis-jenis binatang yang bisa diharapkan bisa mendengar dan merasakan sebelum bumi berguncang dan sebelum ombak besar tsunami menjalar menuju daerah pantai dengan menggunakan kepekaan inderanya sebagai alat prediksi. Kiyoshi Shimamura, seorang dokter kesehatan di Jepang pada bulan September 2003 telah menyampaikan hasil studinya di media massa berkaitan dengan studinya berkaitan dengan perilaku aneh dari anjing seperti menggigit, menyalak yang melampaui batas bisa digunakan sebagai alat untuk meramalkan terjadinya gempa riset ini dikaitkan dengan gempa Kobe pada tahun 1995 yang menewaskan sekitar 6.000 orang. Peneliti dari Turki, Sheldrake juga melakukan studi pada reaksi binatang sebelum terjadinya gempa yang meliputi gempa California tahun 1994 dan gempa Turki tahun 1999. Seperti yang dilaporkan bahwa anjing berperilaku secara misterius dan tidak bisa tidur di tengah malam, burung burung yang dikandang terlihat gelisah dan kucing-kucing terlihat takut dan selalu ingin bersembunyi sebelumsaatterjadinyagempabumi. Dengan menelaah berbagai macam fakta, teori dan riset yang berkaitan dengan perilaku aneh binatang sebelum terjadinya bencana alam seperti yang telah diuraikan diatas, maka kepekaan binatang yang diekspesikan sebagai perilaku aneh ini bisa dimanfaatkan sebagai sistem peringatan awal bencana alam baik gempa bumi maupun tsunami. Perilaku aneh dari binatang ini bisa digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan pada manusia terhadap bencana yang akan terjadi. Tentu saja sistem

komunikasi yang baik perlu dibangun untuk menyebarkan adanya peringatan awal tsunami ataupun bencana alam yang lainnya baik melalui televisi, radio, internet ataupun penyampaian informasi dari mulut ke mulut. Yang sangat tergantung pada lamanya waktu antara terjadinya gempa dan waktu yang dibutuhkan oleh perambatan tsunami menuju ke populasi disekitar pantai, ini adalah merupakan waktu yang sangat krusial untuk melakukan pengungsian masyarakat sekitar pantai untuk menuju ke daratan yang lebih tinggi, sehingga mereka terselamatkan sebelum datangnya gelombang tsunami. Disamping itu pendidikan tentang bahaya tsunami, tanda-tanda datangnya tsunami, persiapan dan bagaimana cara menyelamatkan diri jika tsunami terjadi pada seluruh masyarakat adalah merupakan faktor yang sangat penting. Sehingga dengan memahami mulai dari peringatan awal tsunami baik dengan teknologi tinggi maupun dengan teknologi rendah melalui perilaku aneh binatang sebelum terjadinya bencana tsunami sampai dengan bagaimana cara menyelamatkan diri jika tsunami datang, Insya Allah bisa mengurangi jumlah korban jiwa dan tidak seperti kejadian bencana tsunami 26 Desember 2004 yang menewaskan lebih dari 300 ribu orang.

Mengendus Tsunami dengan Sensor Laser


Teknologi pendeteksi gelombang tsunami tak mesti terlalu canggih. Teknologi laser sederhanapun bisa digunakan untuk mengendusnya. Gempa dahsyat disertai gelombang tsunami yang terjadi di Sumatera Utara dan Aceh beberapa waktu yang lalu memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia betapa hebatnya daya lumat gelombang tsunami. Namun, kita semuapun tercengang manakala tahu bahwa sebetulnya tsunami perlu waktu beberapa menit hingga beberapa puluh menit untuk mencapai daratan. Diantara waktu itu, sesungguhnya sangat memungkinkan digunakan untuk memberi peringatan kepada penduduk di sekitar pantai akan adanya bahaya, sehingga mereka bisa menjauh secepatnya,. Sayangnya ini yang tidak terjadi. Pengalaman pahit itu menuntut kita mencari cara menghindarkan diri dari pengalaman serupa. Salah satunya barangkali kita bisa menengok pada Jepang, negeri rawan sekaligus berpengalaman menangani gempa dan tsunami. Jepang yang juga merupakan negara rawan gempa telah memasang alat pendeteksi gempa, baik di darat maupun di laut. Alat yang dipasang di laut juga dilengkapi dengan pendeteksi tsunami. Alat inipun dilengkapi dengan komputer super cepat beserta sarana komunikasinya. Dengan demikian, ketika tsunami terjadi, hanya dalam hitungan 2-5 menit, seluruh data komplet tentang ancaman tsunami itu tersiar ke publik melalui jaringan televisi. Mekanisme peringatan dini inilah yang dikembangkan di Jepang kini. Sebenarnya ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mendeteksi adanya tsunami yang dikembangkan. Salah satunya adalah seperti yang dikembangkan Dr. Sakata, peneliti ahli tsunami dari The National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention (NIED). Jepang, telah menciptakan metode baru dengan memakai laser. Metode ini sangat sederhana dan sangat sensitif sebagai sensor tsunami ataupun sensor pergeseran / tekanan. Disamping itu, alat ini terbebas dari suara bising karena yang dikirim ke sensor yang berada jauh dari pantai adalah cahaya laser melalui fiber optik sedang seluruh perangkat elektronik diletakkan di darat.

Gambar menunjukkan sistem pendeteksi tsunami dengan laser. Ada dua bagian yang terpisah, yaitu bagian sensor utama yang diletakkan di dasar laut beberapa kilometer dari pantai dan bagian monitoring atau kontrol yang berada di darat (ruang kontrol / monitor). Dua laser diode digunakan sebagai sumber cahaya sekaligus sebagai slave oscillator. Dari masing-masing laser dibagi menjadi dua bagian dengan perbandingan 9:1. Bagian yang 90 persen dikirim ke bagian sensor melalui fiber optik, demikian pula cahaya balik dikirim melalui fiber optik ke tempat penerima (ruang kontrol). Cahaya balik dari sensor akan dideteksi oleh photo detector dan kemudian sinyal dipakai untuk mengunci frekuensi laser terhadap transmisi puncak dari resonator. Bagian lain disatukan memakai fiber coupler untuk membangkitkan beat signal dan diukur frekuensinya. Sensor utama yang diletakkan di dasar laut berupa dua buah Fabry-Perot resonator dengan free spectral range (FSR) yang sama. Masing-masing cavity ini terbentuk dari dua buah cermin yang terpisahkan dengan jarak Lc dan dipasang bersilang (sumbu x dan y). FSR didefinisikan sebagai FSR = C/(2 n Lc), dengan C adalah kecepatan cahaya (m/detik), n adalah indeks bias medium (= 1) dan Lc adalah jarak antara dua cermin. Cavity ini hanya akan memberikan transmisi puncak bila frekuensi laser bersesuaian (beresonansi) dengan FSR dari cavity. Kemudian cavity dimasukkan ke dalam tabung silinder yang terbuat dari bahan antikarat yang masingmasing cermin dikunci dengan dinding tabung. Bentuk bagian dalam dibuat sedemikian rupa sehingga ada beda tebal dari dinding silinder pada arah x dan y Apabila dinding tabung terkena tekanan akibat gelombang tsunami, Lc akan berubah yang mengakibatkan FSR dari cavity berubah. Perbedaan tebal dinding juga mengakibatkan perbedaan perubahan panjang dari cavity 1 dan cavity 2. Gambar A menunjukkan grafik transmisi puncak dari resonator sebagai fungsi sweep frekuensi laser. Seperti digambarkan dalam grafik bahwa dengan tekanan yang sama ada perbedaan perubahan FSR dari resonator 1 dan 2. Perubahan ini yang dideteksi lebih lanjut dengan beat frekuensi dari dua laser yang masing-masing frekuensinya terkunci pada dua cavity tersebut. Locking laser terhadap peak transmisi dari sensor dilakukan dengan rangkaian sederhana berupa auto-lock circuit. Gambar B menggambarkan transmisi puncak dari sensor dilihat menggunakan oscilloscope, sedangkan gambar C menunjukkan sinyal setelah laser dikunci. Terlihat bahwa daya transmisinya sama dengan puncak dari sensor, yang berarti laser terkunci dengan baik terhadap sensor. Kecepatan sistem kontrol adalah 10 KHz, kecepatan ini cukup untuk mengantisipasi kecepatan perubahan sensor. Sensor bekerja bila kedua laser terkunci dengan baik ke masing-masing pasangan resonator. Kemudian dari sebagian cahaya laser yang digabungkan dideteksi beat sinyalnya memakai photo detector. Sumber cahaya beserta kelengkapannya yang diletakkan di darat. Dari alat ini dapat dimonitor perubahan frekuensi laser yang bersesuaian dengan dengan tinggi tsunami dan seterusnya disalurkan ke pusat pengamatan gempa memakai saluran telepon. Perubahan beda frekuensi 12 MHz dideteksi untuk setiap perubahan tsunami 1 cm. Untuk jarak antara dua cermin 10 cm, FSR dari resonator kira-kira 6 GHz, sehingga akan bisa mendeteksi tsunami yang tingginya mencapai 5 meter. Besarnya tsunami yang dapat dideteksi bisa diperbesar dengan memperbesar jarak dua cermin atau mempertebal dinding tabung. Jarak sensor ke darat dapat mencapai 50-100 km tergantung pada daya laser yang dipakai. Dengan jarak sensor 100 km dari pantai juga memungkinkan untuk memberi peringatan dini lebih dari puluhan menit ke darat bila di bagian sensor terjadi tsunami.

Alat Deteksi Tsunami Buatan Indonesia

Setelah beberapa kali memasang alat pendeteksi dini tsunami buatan luar negeri dibeberapa tempat strategis, pemerintah Indonesia akhirnya memproduksi dan memasang alat pendeteksi tsunami produksi dalam negeri. Pendeteksi berbobot 1,23 ton yang disebut Buoy Tsunami Indonesia ini diujicobakan di Perairan Selat Sunda Merak Banten sebelum dipasang di Perairan Samudera Hindia. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan uji coba penggunaan alat pendeteksi dini tsunami buatannya di Perairan Selat Sunda Merak Cilegon Banten Selasa (10/04/2007) . Alat yang disebut Buoy Tsunami Indonesia ini merupakan alat pendeteksi tsunami pertama yang berhasil diciptakan para peneliti Indonesia. Rencananya alat dengan bobot seberat 1,23 ton berharga miliaran rupiah ini akan diletakkan di Perairan Samudera Hindia untuk memberi peringatan dini terhadap terjadinya tsunami di daerah Bengkulu, Lampung, Banten dan Jakarta. Menurut Ridwan, alat yang terdiri dari dua bagian ini salah satunya akan diletakkan di dasar laut pada kedalaman 2100 meter. Sedang yang lainnya akan diletakkan mengambang di permukaan laut Samudera Hindia. Alat ini akan bekerja disaat terjadinya gelombang tsunami pertama, dimana sinyal yang dihasilkannya bisa diterima kantor BPPT hanya dalam waktu 3 menit.Sehingga bisa langsung diinformasikan kepada masyarakat. Pemasangan alat ini dilakukan pagi tadi dan menjadi alat pertama buatan Indonesia yang dipasang di Indonesia diantara 21 alat serupa buatan luar negeri.

PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat dengan sebenar-benarnya untuk memenuhi tugas dari mata kulia Ilmu Alamiah Dasar. Semoga makalah ini dapat berguna buat pembaca.Apabila dalam makalah ini ada kesalahan kami mohon maaf .tidak pula kami sebagai penulis untuk pembaca dapat menyampaikan saran dan kritikan yang sifatnya membangun dalam makalah ini.Agar penulis dapat memperbaiki lagi makalah ini di kemudian hari untuk dapat lebih baik lagi.

You might also like