You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Dalam prosedur Bedah mulut, kita bisa menemukan berbagai macam komplikasi yang dapat mengancam jiwa pasien jika tidak bisa kita tangani dengan baik. Komplikasi-komplikasi ini dapat berupa fraktur, luka pada jaringan, dislokasi TMJ, emfisema, perdarahan, perforasi sinus, kerusakan saraf, trismus, hematoma, ekimosis, edema, infeksi, dan lain-lain. Salah satu komplikasi yang mungkin dapat terjadi pasca ekstraksi gigi adalah perdarahan. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa perdarahan pasca ekstraksi dapat terjadi karena faktor lokal maupun karena faktor sistemik. Sebagai seorang dokter gigi, kita dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang memadai dalam melakukan pencegahan dan penatalaksanaannya. Komplikasi lainnya yang penting untuk kita ketahui adalah perforasi sinus sehingga terbuka hubungan oroantral antara sinus dan rongga mulut. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai kedua komplikasi ini, agar supaya kita bisa lebih waspada dan hati-hati dalam melakukan prosedur Bedah mulut, serta tahu cara penatalaksanaannya jika komplikasi ini terjadi.

1|Page

BAB II PEMBAHASAN

A. Perdarahan (Hemorrhage) Perdarahan merupakan komplikasi umum dalam bedah mulut dan dapat muncul saat pencabutan gigi yang simpel ataupun prosedur bedah lainnya. Dalam semua kasus, perdarahan dapat dikarenakan trauma pembuluh darah di daerah tersebut seperti masalah-masalah yang berkaitan dengan pembekuan darah. Perdarahan ini muncul sebagai akibat cedera atau terpotongnya pembuluh darah alveolaris inferior atau arteri palatal.Perdarahan yang parah harus dipastikan melalui pengambilan riwayat medis secara menyeluruh dan perawatan harus direncanakan sebelum prosedur pembedahan. Perdarahan pasca ekstraksi umumnya disebabkan oleh faktor lokal, seperti : - trauma yang berlebihan pada jaringan lunak - mukosa yang mengalami peradangan pada daerah ekstraksi - tidak dipatuhinya instruksi pasca ekstraksi oleh pasien - tindakan pasien seperti penekanan soket oleh lidah dan kebiasaan menghisap-hisap - kumur-kumur yang berlebihan - memakan makanan yang keras pada daerah ekstraksi Faktor lokal Setelah tindakan ekstraksi gigi yang menimbulkan trauma pada pembuluh darah, hemostasis primer yang terjadi adalah pembentukan platelet plug (gumpalan darah) yang meliputi luka, disebabkan karena adanya interaksi antara trombosit, faktor-faktor koagulasi dan dinding pembuluh darah. Selain itu juga ada vasokonstriksi pembuluh darah. Luka ekstraksi juga memicu clotting cascade dengan aktivasi thromboplastin, konversi dari prothrombin menjadi thrombin, dan akhirnya membentuk deposisi fibrin. Perdarahan pasca ekstraksi gigi biasanya disebabkan oleh faktor lokal, tetapi kadang adanya perdarahan ini dapat menjadi tanda adanya penyakit hemoragik. Beberapa penyakit sistemik yang mempengaruhi terjadinya perdarahan 1. Penyakit kardiovaskuler Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga terjadi perdarahan.

2|Page

2. Hipertensi Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi. Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga dapat menyebabkan perdarahan. 3. Hemofilli Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII. Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedangkan pada von Willebrands disease terjadi kegagalan pembentukan platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan. 4. Diabetes Mellitus Bila DM tidak terkontrol, akan terjadi gangguan sirkulasi perifer, sehingga penyembuhan luka akan berjalan lambat, fagositosis terganggu, PMN akan menurun, diapedesis dan kemotaksis juga terganggu karena hiperglikemia sehingga terjadi infeksi yang memudahkan terjadinya perdarahan. 5. Malfungsi Adrenal Ditandai dengan pembentukan glukokortikoid berlebihan (Sindroma Cushing) sehingga menyebabkan diabetes dan hipertensi. 6. Pemakaian obat antikoagulan Pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan (heparin dan walfarin) menyebabkan PT dan APTT memanjang. Perlu dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan internist untuk mengatur penghentian obat-obatan sebelum pencabutan gigi. Jika terjadi perdarahan, maka ada beberapa golongan obat-obatan dan hal-hal yang perlu untuk diingat dan diperhatikan, antara lain : 1. Antikoagulan. Beberapa pasien menggunakan obat antikoagulan karena berbagai alas an; pada wanita muda untuk thrombosis vena dalam yang berulang, pria usia pertengahan untuk infark miokardium atau penggantian katup jantung, orang tua untuk menghindari stroke. Periksa riwayatnya. 2. Aspirin adalah antikoagulan ringan. Beberapa pasien mendapat dosis aspirin yang teratur untuk mengurangi agregasi platelet dan menghindari thrombosis. Dosis ini demikian kecil sehingga tidak membuat perbedaan yang nyata pada pendarahan dari lesi di dalam mulut. Contohnya, dosis besar yang diberikan pada penderita arthritis rumatoid, akan memberikan efek yang nyata dalam memperpanjang waktu bekuan. Pasien yang
3|Page

kesakitan bisa saja meminum dosis yang lebih besar dari dosis yang disarankan, dan tidak menyadari kandungan preparat analgesiknya. Periksa riwayat penyakit. 3. Hemofilia atau penyakit Christmas. Bila kondisi ini cukup parah sehingga menimbulkan perdarahan spontan dari dalam mulut, pasien kemungkinan besar telah mengetahui bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Namun, bentuk yang ringan, dapat disamarkan oleh perdarahan dari pencabutan gigi dan umumnya timbul berupa perdarahan reaksioner. 4. Kelainan darah. Leukimia dan trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan spontan dari gingival atau perdarahan yang membingungkan sehabis pencabutan gigi. Umumnya, ada tanda-tanda lain dari penyakit ini dan jarang sekali pasien dating ke dokter gigi tanpa mengetahui keberadaan penyakit ini. Walaupun demikian, rembesan darah dari gingival yang terus menerus, sebaiknya dipertimbangkan dengan serius dan semua tindakan bedah ditunda sampai kondisi medis pasien yang sebenarnya diketahui. 5. Pasien menjadi sangat cemas karena mengalami perdarahan dalam mulut. Hal ini sendiri dapat menaikkan tekanan darah dan membantu terjadinya perdarahan. Selain itu, rasa cemas meningkatkan kadar fibrinolisin. Yang lebih penting lagi, mencuci mulut berulang-ulang, gangguan dari lidah, atau pertemuan dengan pasien atau kerabat yang mengalami perdarahan soket gigi dapat membuat perdarahan sulit berhenti. Pencegahan kemungkinan komplikasi perdarahan karena faktor-faktor sistemik 1. Anamnesis yang baik dan riwayat penyakit yang lengkap Kita harus mampu menggali informasi riwayat penyakit pasien yang memiliki tendensi perdarahan yang meliputi : - bila telah diketahui sebelumnya memiliki tendensi perdarahan - mempunyai kelainan-kelainan sistemik yang berkaitan dengan gangguan hemostasis (pembekuan darah) - pernah dirawat di RS karena perdarahan - spontaneous bleeding, misalnya haemarthrosis atau menorrhagia dari penyebab kecil - riwayat keluarga yang menderita salah satu hal yang telah disebutkan di atas, dihubungkan dengan riwayat penyakit dari pasien itu sendiri - mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti antikoagulan atau aspirin - Penyebab sistemik seperti defisiensi faktor pembekuan herediter,misalnya von Willebrands syndrome dan hemofilia Kita perlu menanyakan apakah pasien pernah diekstraksi sebelumnya, dan apakah ada riwayat prolonged bleeding (24-48 jam) pasca ekstraksi. Penting untuk kita ketahui bagaimana penatalaksanaan perdarahan pasca ekstraksi gigi sebelumnya. Apabila setelah diekstraksi perdarahan langsung berhenti dengan menggigit tampon atau dengan penjahitan dapat disimpulkan bahwa pasien tidak memiliki penyakit hemoragik. Tetapi bila pasca ekstraksi gigi pasien sampai dirawat atau bahkan perlu mendapat transfusi maka kita perlu berhati-hati akan
4|Page

adanya penyakit hemoragik. Bila ada riwayat perdarahan dalam (deep haemorrhage) didalam otot, persendian atau kulit dapat kita curigai pasien memiliki defek pembekuan darah (clotting defect). Adanya tanda dari purpura pada kulit dan mukosa mulut seperti perdarahan spontan dari gingiva, petechiae . Penatalaksanaan perdarahan pasca ekstraksi gigi Yang pertama harus kita lakukan adalah tetap bersikap tenang dan jangan panik. Berikan penjelasan pada pasien bahwa segalanya akan dapat diatasi dan tidak perlu khawatir. Alveolar oozing adalah normal pada 12-24 jam pasca ekstraksi gigi. Penanganan awal yang kita lakukan adalah melakukan penekanan langsung dengan tampon kapas atau kassa pada daerah perdarahan supaya terbentuk bekuan darah yang stabil. Sering hanya dengan melakukan penekanan, perdarahan dapat diatasi. Jika ternyata perdarahan belum berhenti, dapat kita lakukan penekanan dengan tampon yang telah diberi anestetik lokal yang mengandung vasokonstriktor (adrenalin). Lakukan penekanan atau pasien diminta menggigit tampon selama 10 menit dan periksa kembali apakah perdarahan sudah berhenti. Bila perlu, dapat ditambahkan pemberian bahan absorbable gelatine sponge (alvolgyl / spongostan) yang diletakkan di alveolus serta lakukan penjahitan biasa. Bila perdarahan belum juga berhenti, dapat kita lakukan penjahitan pada soket gigi yang mengalami perdarahan tersebut. Teknik penjahitan yang kita gunakan adalah teknik matras horizontal dimana jahitan ini bersifat kompresif pada tepi-tepi luka. Benang jahit yang digunakan umumnya adalah silk 3.0, vicryl 3.0, dan catgut 3.0. Pada perdarahan yang sangat deras misalnya pada terpotongnya arteri, maka kita lakukan klem dengan hemostat lalu lakukan ligasi, yaitu mengikat pembuluh darah dengan benang atau dengan kauterisasi. Pada perdarahan yang masif dan tidak berhenti, tetap bersikap tenang dan siapkan segera hemostatic agent seperti asam traneksamat. Injeksikan asam traneksamat secara intravena atau intra muskuler. Apabila terjadi perdarahan, maka ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengontrol perdarahan :

Tekanan adalah tindakan segera,baik tekanan dengan tangan atau tekanan tidak langsung dengan perban. Menutupnya dengan sepon kasa atau Gelfoam bertekanan Klem atau pengikatan digunakan untuk mengontrol pendarahan dari pembuluh darah
5|Page

Klip hemostatik, digunakan untuk mengontrol perdarahan dari pembuluh yang sulit diikat. Elektrokauterisasi, untuk pendarahan dari pembuluh yang kecil atau rembesan

Bahan-bahan hemostatik:

Spon gelatine penyerap (Gelfoam) yang menyerap darah dengan aksi kapiler dan menimbulkan beku darah. Selulosa yang dioksidasi (Surgicel), yang secara fisik mempercepat pembekuan darah. Haemostat kolagen mikrofibrilar (Avitene, Helistat) yang memicu agregasi platelet. Thrombin hewan topical (trombinar, thrombostat) yang membekukan fibrinogen dengan segera.

6|Page

B. Perforasi Sinus (Oroantral fistula) Tindakan pencabutan gigi-gigi posterior rahang atas terutama pada gigi molar dan premolar yang tidak hati-hati dan penggunaan elevator dengan tekanan yang berlebihan ke arah superior dalam upaya pengambilan fragmen atau ujung akar gigi molar dan premolar kedua atas melalui alveolus dapat menyebabkan terbentuknya lubang antara prossesus alveolaris dengan antrum. Oroantral fistula yang terjadi segera setelah tindakan pencabutan, apabila kecil dan segera dilakukan perawatan dengan cepat dan benar cenderung sembuh spontan karena adanya proses pembekuan darah yang mampu menutup pembukaan yang terjadi.

Lesi periapikal pada dinding sinus maksila menambah resiko fistula oroantral

Oroantral fistula yang tidak segera ditangani, sehingga lubang yang terbentuk bertahan lebih lama, maka traktus akan mengalami epitelisasi, daerah rongga mulut seringkali mengalami proliferasi jaringan granulasi atau jaringan ikat dan jika berlanjut dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan dipercepat pada pencabutan gigi yang mengalami infeksi periapikal. Perawatan yang tidak benar, menyebabkan infeksi dapat menyebar ke arah sinus melaui lubang oroantaral sehingga dapat menyebabkan terjadinya sinusitis maksilaris.

Gambaran Radiografi ujung akar yang berkontak maksilaris langsung dengan sinus

7|Page

Secara umum, tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi oroantral fistula adalah dengan melakukan foto rontgen terlebih dahulu sebelum tindakan pencabutan gigi untuk mengetahui posisi akar gigi posterior rahang atas yang letaknya dekat dengan antrum dan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit periapikal pada jaringan disekitar ujung akar gigi. Pengontrolan tekanan yang diberikan pada instrumen dan tindakan yang selalu berhati-hati multak dilakukan sehingga terjadinya oroantral fistula dapat dihindari. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk penutupan oroantral fistula. Pemilihan metode dibuat berdasarkan cara yang telah dilakukan dalam setiap kasus tertentu, dengan mengobservasi prinsip dasar pembedahan yang diperlukan. Daerah kerusakan dan adanya suatu oroantral fistula dapat dilakukan penutupan dengan pembuatan flap. Penentuan desain flap perlu dipertimbangkan agar suplai darah tetap memadai untuk menghindari terjadinya nekrosis dan hilangnya jaringan oleh karena hilangnya sirkulasi darah yang sempurna. Flap harus bebas dari semua perlekatan periosteal agar dapat berotasi atau berubah letak untuk menutupi kerusakan yang terjadi tanpa membuat tekanan pada jaringan. Flap harus di desain agar garis sutura tidak diletakkan di daerah perforasi dan semua margin yang diperlukan dapat diperoleh dan dipertahankan dengan cara penjahitan. Beberapa prosedur yang disarankan untuk menutup oroantral fistula yang terjadi diantaranya adalah: Penutupan oroantral fistula yang terletak di antara gigi dilakukan dengan insisi melibatkan mukoperiosteum di daerah distal gigi di anterior kemudian melewati daerah oroantral fistula dilanjutkan ke daerah mesial gigi di posterior. Insisi juga di lakukan pada daerah palatal. Setelah itu dilakukan pengurangan tinggi tulang alveol daerah yang mengalami pembukaan kemudian tepi mukosa yang di insisi diangkat dan disatukan kemudian dilakukan penjahitan. Luka pada bagian palatal dibiarkan terbuka untuk mempercepat penyembuhan.

Oroantral fistula yang terjadi pada daerah yang tidak bergigi (kehilangan tuberositas maksilaris) yang tidak sengaja setelah pencabutan dapat dilakukan dengan pengurangan pada dinding bukal dan palatal agar terjadi adaptasi flap jaringan lunak bukal dan palatal. Flap jaringan lunak dibentuk secara konservatif agar membentuk suatu garis kemudian flap dijahit.

Flap bukal merupakan prosedur yang sederhana.Flap bukal dapat dikombinasikan dengan prosedur Caldwell-luc yang digunakan sebagai jalan masuk ke sinus maksilaris bila diperlukan.
8|Page

Kelebihan teknik ini adalah mudah di mobilisasi, keterampilan yang minimun dan waktu yang diperlukan lebih singkat. Sedangkan kekurangannya adalah penyatuan jaringan pada flap bukal tidak baik sehingga disarankan untuk penutupan oroantral fistula yang kecil.

Jaringan yang membentuk lingkaran perifer dari fistula dieksisi dan sisa jaringan mukosa palatal di de-epitelisasi untuk memberikan vaskularisasi yang baik pada daerah yang mengalami kerusakan agar dapat memperlebar flap dan memudahkan penjahitan kemudian dilakukan insisi divergen atau melebar melalui mukoperiosteum dibuat pada pembukaan oroantral ke superior sampai pada mukobukal fold, dan insisi dari flap ini diangkat untuk pembukaan alveolus lateral dibawahnya. Melalui insisi periosteal ini dilakukan pengurangan ketebalan untuk

memperpanjang dan mengendorkan flap dan dilakukan penjahitan. Penggunaan antibiotik dan dekongestan diindikasikan setelah prosedur diatas untuk mempertahankan kesehatan antrum dengan mencegah infeksi dan memberikan drainase secara fisiologis. Teknik flap palatal dilakukan dengan melibatkan insisi dan pengambilan flap mukoperiosteal dan dijahit pada jaringan de-epitelisasi yang sudah disiapkan. Perlu perhatian yang lebih terhadap desain flap agar dapat terjadi rotasi dan posisi yang benar. Flap palatal yang didesain dengan baik adalah tebal dan memiliki suplai darah yang sempurna yang diperlukan untuk penyembuhan. Prosedur tersebut mengakibatkan terbukanya tulang palatal dimana perlu dilakukan dresing sampai terbentuknya jaringan granulasi. Kelebihan teknik ini adalah lebih mudah dibentuk untuk menutup kerusakan yang terjadi karena mukosa palatal lebih tebal dan lebih padat serta penyatuan dari flap palatal lebih baik sehingga flap palatal lebih dipilih untuk fistula yang kambuh dan lebih besar sedangkan kekurangannya adalah prosedur pembedahannya lebih sulit. Adapun tahapan yang dilakukan adalah melakukan eksisi lingakaran jaringan lunak pada oroantral fistula kemudian dibuat desain flap palatal dengan ketebalan penuh mengikutsertakan arteri palatine dalam flap sehingga dapat ikut terotasi selanjutnya dilakukan pemutaran dan penjahitan dari flap.

9|Page

Pembuatan bukal flap

Terlepas dari teknik penutupan yang digunakan, keberhasilan penutupan oroantral fistula tergantung pada pengontrolan infeksi sinus, pengambilan jaringan sinus yang berpenyakit dan drainase nasal yang memadai. Infeksi sinus harus dikontrol sebelum pembedahan melalui pemberian antibiotik spectrum luas, dekongestan dan tetes hidung. Aliran antara oroantral dapat di hindari dengan pembuatan basis akrilik yang sesuai yang dapat menutupi kerusakan yang terjadi tanpa masuk kedalamnya. Jaringan sinus yang berpenyakit seperti adanya polip dihilangkan melalui prosedur Caldwell-Luc dan drainase melalui pembuatan jendela nasoantral pada meatus nasalis inferior. Dapat diambil satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya oroantral fistula adalah dengan pengambilan foto rontgen terlebih dahulu sebelum pencabutan gigi dikerjakan, tindakan yang selalu berhati-hati dalam melakukan pencabutan, melakukan tes tiup dan kumur setelah pencabutan untuk mendeteksi apakah terjadi kecelakaan terbukanya antrum atau tidak, sehingga bila terjadi dapat segera diketahui dan dilakukan perawatan dengan cepat dan benar serta komplikasi yang lebih parah dapat dihindari.

10 | P a g e

BAB III KESIMPULAN

Berbagai komplikasi dalam bedah mulut, baik perioperatif maupun postoperatif merupakan suatu hal yang tidak bisa kita anggap enteng. Hal ini bisa terjadi walaupun kita sudah melakukan pemeriksaan secara cermat pada pada pasien kita. Dalam hal ini kita sebagai dokter gigi haruslah bisa melakukan tindakan-tindakan pencegahan untuk menghindari terjadinya komplikasi tersebut, serta kita harus bisa melakukan perawatan yang sesuai jika komplikasi ini terjadi. Perdarahan merupakan satu dari sekian banyak komplikasi yang bisa sangat berbahaya bagi pasien. Ini dapat berhubungan dengan faktor lokal seperti trauma, penyakit-penyakit sistemik seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, Malfungsi Adrenal, faktor keturunan seperti Hemofilia, ataupun obat-obatan antikoagulan yang mengganggu proses pembekuan darah. Perforasi sinus maksilaris (oroantral fistula) merupakan komplikasi dimana terjadi lubang pada dinding sinus maksilaris, sehingga terbuka hubungan antara rongga mulut dan sinus maksilaris. Komplikasi ini harus ditangani dengan menutup rongga tersebut dengan flap agar supaya tidak terjadi infeksi dalam sinus.

11 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos, Fragiskos D. 2007. Oral Surgery. Berlin Heidelberg : Springer _______, 2010, Komplikasi Peri dan Pasca Operatif [online] http://www.scribd.com/doc/45565487/Komplikasi-Peri-Dan-Pasca-Operative diakses tanggal 21 September 2011) Dentistry Molar, 2010, Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya [online] http://dentistrymolar.wordpress.com/2010/08/05/perdarahan-pasca-ekstraksi-gigipencegahan-dan-penatalaksanaannya/ diakses tanggal 21 September 2011) Santoso,T; Poedjiastoeti,W, 2010, Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya [online] http://www.pdgionline.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=592&Itemid=33 diakses tanggal 21 September 2011)

12 | P a g e

You might also like