You are on page 1of 17

BAB 1 PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Di Indonesia angka kejadian kecelakaan lalu lintas masih sangat tinggi. Pada tahun 2008 jumlah insiden kecelakaan lalu lintas berjumlah 30.000 angka kejadian kecelakaan. dan pada 2010 diperkirakan meningkat antara 1,1-1,2 juta, kemudian menjadi 1,3-1,4 juta per tahun pada tahun 2020. Hal ini tentu tidak hanya membawa korban materi saja, namun juga hilangnya jumlah usia produktif sebagai korban kecelakaan tersebut. Pelayanan pra rumah sakit terutama untuk kasus trauma sudah dibangun di seluruh dunia dengan model yang bervariasi yang berintegrasi dengan tanggap darurat dan resque local serta lembaga kesehatan lainya. Di Indonesia pelayanan pra rumah sakit dilakukan perawat. Pelayanan ambulans di Indonesia merupakan hospital-based ambulance dimana operasional ambulans ini tergantung sepenuhnya pendanaan dan sumber daya yang dimiliki oleh rumah sakit yang bersangkutan. Sedangkan kru yang paling umum adalah perawat ,pengemudi operator radio komunikasi. Melibatkan dokter jika memang diperlukan untuk memenuhi tindakan sesuai kompetisinya darinya, Bobby,2010

Fungsi dari tenaga perawat di Negara maju untuk pre hospital dengan infrastruktur EMS (Emergency Medical System) yang terbatas yang disebut juga paramedik yang telah mendapat 1000-3000 jam keterampilam di unit ambulans. Beberapa Negara Eropa seperti Prancis dan Italia tidak menempatkan perawat untuk melakukan pertolongan Advanced Life

Support karna dilakukan oleh dokter, namun perawat berperan penting saat memberikan bantuan hidup dasar selama perjalanan menuju rumahsakit. Peran paramedik (perawat) di Norwegia sangat dibutuhkan dan eksis sekali dalam playanan pre hospital sehingga berkembang.

Di Indonesia, masing-masing rumah sakit masih memiliki cara penangan pasien yang beragam sehingga belum memiliki keseragaman dalam penangan maupun kesiapan pelayanan pra rumah sakit, pelayanan ambulans khususnya di daerah-daerah masih sangat kurang, dengan

terbatasnya fasilitas untuk stabilisasi baik untuk basic maupun advanced life support, sehingga ironis saat banyak ditemukan ambulans yang bersatu peran antara merujuk pasien dengan ambulans jenazah, Peralatan

dimasukkan ambulans jika ada pasien yang akan dirujuk. Dimana situasi ini akan memerlukan waktu dan menimbukan resiko pada keaadaan pasien jika tidak dilakukan dengan cepat, cermat, dan tepat. Sebenarnya angka kesakitan dan kematian akan bisa ditekan , jika system penanggulangan kegawat daruratan terpadu berjalan dengan baik. Salah satu komponen system tersebut yaitu pelayanan informasi ambulance Gawat darurat 118 (AGD) dan tentu saja harus sinergi dengan fase Unit gawat darurat Rumah sakit. Pengoprasian dalam unit ambulans dimulai dari perencanaan dan persiapam meliputi menetukan perawat yang berkompeten yang dapat mendampingi pasien dengan menentukan peralatan dan obat yang

diperlukan saat perjalanan baik khususnya darurat, bagaimana antisipasi dan kesiapan perawat dalam stabil;isasi managemen saat pasin daam kadaan memburuk diperjalanan, pemantauan selama transportasi sehingga dapat stabil dalam transportasi menuju rumah sakit rujukan,

Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja. Kondisi ini menuntut kesiapan petugas kesehatan untuk mengantisipasi kejadian itu. Bila kita cermati, kematian-kematian karena henti jantung dan henti nafas selama ini cukup banyak khususnya pada area Pre Hospital. Management pertolongan keadaan Gawat Darurat pada area tersebut sampai saat masih sangat menyedihkan. Banyak kematiankematian di masyarakat yang mestinya bisa dicegah bila kita punya kepedulian terhadap masalah tersebut (pusbankes118-DIYanang.2010 )

Banyak kejadian yang menimbulkan keaadaan pasien menjadi memburuk dalam perjalanan ke rumah sakit rujukan. Sarana yg kurang mndukung untuk menunjang pertolongan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi organ-organ vital dengan minimnya kesiapan perawat saat merujuk yang dapat memperburuk keadaan pasien

Didapatkan studi pendahuluan bahwa perawat yang merujuk alih rawat pasien ke IRD Lantai 1 RSUD Dr.Soetomo selamna tiga bulan terakhir dan dilihat dari perilaku kesiapan perawat daam merujuk perawat duduk didepan tidak dilakukannya stabiisasi observasi dalam erawat tidak mengetahui teknik

transport life support dan ironisnya

stabilisisai transport life support baik apa sja yang harus diphami dan dikerjakan saat pasien mengalami syok ato potensial sat pasien dengan GCS dibawah 5 Salah satu komponen sistem tersebut yaitu pelayanan transportasi Ambulans Gawat Darurat 118 (AGD 118) dan tentu saja harus bersinergi dengan fase Unit Gawat Darurat RS (UGD RS). Selama ini penanganan gawat darurat di Indonesia masih belum memadai. Tidak sebandingnya rasio antara AGD dibanding jumlah penduduk menyebabkan waktu tanggap yang seharusnya di bawah 10 menit jadi lebih lama. Misalnya di Jakarta, tiap tahun terdapat 751-1069 orang muda korban kecelakaan lalu lintas yang masih hidup pada saat polisi datang, tapi meninggal dalam perjalanan menuju RS (Aryono, 2008). Masalah pada sistem airway, breathing, circulation, disability terkadang tidak pernah memberi toleransi kepada korban. Hal ini karena tidak ada pertolongan tanggap darurat ke lokasi kejadian kecelakaan dengan cepat, tepat, dan cermat.

Sistem penanggulangan gawat darurat sehari-hari dapat menekan korban meninggal hingga 50 persen bila ditangani dengan baik. Sayangnya, masingmasing rumah sakit masih memiliki cara penanganan korban yang beragam sehingga belum memiliki keseragaman dalam penanganan maupun

kesiapannya. Keberhasilan penanggulangan gawat darurat sehari-hari akan memberikan dampak yang sangat bermanfaat bagi eskalai gawat darurat missal atau bencana. Upaya menanggulangi kegawatan di luar rumah sakit yaitu berupa pembentukan Ambulans Gawat Darurat (AGD) yang merupakan komponen dari Emergency Medical Service (EMS). Namun jika di rumah sakit (hospital-based), layanan ambulans akan dinaungi oleh unit pra rumah sakit

Dalam system rujukan pasien, ada beberapa yang menyebabkan pasien harus segera ditransport ke rumah sakit rujukan . Resusitasi dan Stabilisasi harus dilakukan sebelum rujukan, prinsipnya pasien hanya

ditransportasikan untuk mndpatkan fasilitas yanglebih baik dan lebih tinggi di tempat tujuan. (PRIMARY Trauma Care, 2005). Peran perawat dalam melakukan rujukan dengan transportasi ambulans harus selalu mendampingi pasien dengan elakukan pemeriksaan menyeluruh dan memonitor vital sign setiap 5 enit untuk pasien tidakl stabil dan 15 menit untuk pasien stabil, melakukan perawatan medis emergensi selama dibutuhkan. Misalnya tetap menjaga stabilitas dalam pembebasan jalan nafas, pembrian oksigenasi, dan sirkulasi selama perjalanan, kesiapan pemberian tindakan apanbila pasien henti jantung. Jika usaha bantuan hidup ife support telah dimulai sebelum memasukkan pasien ke dalam ambulans, maka proedur harus dilanjutkan selama perjalaanan sampai ke rumahsakirt dan bagaimana memindahkan pasien dari ambulans ke bed menuju ird yang dituju denan tetap enstabilkan kondisi asien missal dalam kedaan curiga cidera tulang belakang apa prinsip proinsiip yang opperlu diketahui perawat agar tidak lebih menciderai pasien. (agd 118, 2011). Khusus pasien ultitrauma maka hal ini akan sellu menimbulkan permasalahan . Seorang pasien dengan multitrauma akan membutuhkan suartu tindakan sesegera mungkin disisi lain ia juga memerukn transport ke fasilitas penyedia layanan kesehatan pada waktu yang bersamaan. Teamwork, penghematan waktu dan transport merupakan elemen penting untuk penanganan pasien multitrauma ini (Limmer 2001) Stabilisasi pasien saat transport life support bukna hana menantar pasien kerumah sakit melainkan serankaian tugas harus dilakukan sejak pasien dimasukkqan ke dalam ambulans hingga diambil alih oleh pihak rumah sakit.

1. 2 Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh kesiapan skill perawat AGD 118 terhadap stabilisasi transport life support pada merujuk pasien alih rawat dengan GCS < 5 saat pre hospital dengan ambulans di IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya?

1. 3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui pengaruh kesiapan skill perawat AGD 118 terhadap

stabilisasi transport life support pada merujuk pasien alih rawat dengan GCS < 5 saat pre hospital dengan ambulans di IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya?

1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi kesiapan skill perawat AGD 118 dalam merujuk pasien alih rawat dengan GCS < 5 saat pre hospital dengan ambulans di IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya 2. Mengidentifikasi stabilisasi transport life support pada merujuk pasien alih rawat dengan GCS < 5 saat pre hospital dengan ambulans di IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya? 3. Menganalisa pengaruh kesiapan skill perawat AGD 118 terhadap

stabilisasi transport life support pada merujuk pasien alih rawat dengan GCS < 5 saat pre hospital dengan ambulans di IRD RSU Dr. Soetomo Surabaya?

1. 4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi profesi keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan profesi keperawatan dalam meningkatkan kualitas asuhan khusunya dalam pre hospital management untuk life support dengan mabulans gawat darurat

1.4.2

Bagi peneliti Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawsan peneliti tentang apa pentingnya dan apa saja yg diperhatikan dalam kesiapan skill perawat terhadap stabilisasi transport life support dalam pre hospital di ambulans, sekaligus menjadi bahan masukan dan sumber data pnelitian selanutnya dan mendorong pihak yangberkepentingan untuk melakukan penelitian lebih lanjut

1.4.3

Bagi Institusi Pelayanan Sebagai masukan bagi instansi baik dilingkungan dinas kesehatan atau rumah sakit dan pelayanan AGD 118 dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan secara optimal untuk menekanangka kecatatan dan kematian pada pasien yang disebabkan factor kesiapan skill perawat dalam meujuk pasien alih rawat dengan GCS <5 sebagai bahan pertimbangan dalam perancangan management untuk tujuan progam sesuai kompetensi yan dihrapkan

1.4.4

Bagi masyarakat Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada kmasyarakat tentang pentingnya kesiapan skill dan stabilisasi transportasi life suppot pada pasien oleh perawat saat dilakukan alih rawat dengan ambulans.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Konsep Dasar Stabilisasi Transport Life Support 2.1.1 Definisi

Yang dilakukan oleh perawat yang berkompeten khususnya perawat gawat darurat yang mengenal kegawatan pada pasien, mampu mengatas pasien: syok, gawat nafas, henti jantung, gagal jantung paru otak, kejang, koma, perdarahan, kolik, kasus trauma orthopedic, mampu melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat (Depkes, 1990)

2.12 . Penderita gawat darurat dapat berupa kasus bedah ( misal :

trauma gawat abdomen, dsb. ) atau kasus non bedah ( misal : status asmatikus, stroke, dll. ) Penanggulangan penderita gawat darurat dilakukan pada fase pra rumah sakit, fase rumah sakit, atau mungkin diperlukan rujukan dari suatu rumah sakit ke rumah sakit lain yang mempunyai kemampuan tenaga dan fasilitas yang lebih tinggi. Salah satu factor yang menentukan keberhasilan penanggulangan pasien gawat darurat adalah faktor Transportasi. Transportasi pasien ke rumah
sakit bukan hanya sekedar mengatar pasien ke rumah sakit , namun serangkaian tugas yang harus dilakukan oleh perawat sejak pasien dimasukkan kedalam ambulans samai diambil alih oleh pihak rumah sakit yang sesuai dengan cepat dan aman Terdapat salah satu keberhasilan dalam transpoertasi yaitu stabilsisasi dalam transport life support yg harus dimiliki:

a. Mempersiapkan pasien untuk transportasi Perawat harus memperhatikan dan mempersiapkan alat dan pasien yang akan dirujuk dengan menggunakan fasilitas ambulans yaitu: 1. Melakukan pemeriksan menyeluruh. Melakukan pemeriksaan airway, breathing,circulation, disability dan exposure. Bila terdapat keadaan yang

mengancam nyawa pasien segera melakukan resusitasi sampai keadaan pasien relative stabil. Memastikan keadaan pasien tetap dalam kondisi sadar dan tidak ada gangguan jalan nafas setelah diletakkan diatas long spine board/ strectcher. Jika pasien tidak sadar dan menggunakanalat bantu jalan nafas 9airway), tugas perawat memastikan pasien mendapat pertukaran aliran gas nyang cukup saat diletakkan diatas strechtcer atau long spine board 2. Mengamankan posisi bed di dalam ambulans. Menempatkan pasien pada dengan menunci pada kedua ujung untuk mencegah agar roda tidak bergerak saat ambulans melaju. Kelalaian mengunci alat dengan sempurna pada kedua ujung roller bed dapat berakibat buruk bagi pasien 3. Memposisikan dan mengamankan pasien. Mengamankan posisi

pasien sesuai dengan kondisi penyakit atau cideranya. Didalam ambulans dapat mengubah ke posisi recovery (miring ke sisi) untuk menjaga terbukanya jalan nafas dan drainage cairan pada pasien tak sadar yang tidak memiliki kemungkinan cedera spinal. Pasien syok dapat ditransport dengan menaikkan tungkai 45 derajat. Mengimobilisasi dengan spinal board pada pasien dengan potensi spinal dan fiksasi dan stabilisasi dalam restrain yang dapat menahan pasien dengan aman namun tidak menggangu sirkulasi dan respirasi dan tidak memperparah nyeri saat perjalanan dan prinsip pemindahan dengan tetap control 4. Kontrol bebat dan bidai Mmeberikan tindakan bebat tekan pada pembuluh darah besar terdekat oleh luka dan pada luka sertmemeriksa anggota gerak yang dibidai dan meminimalkan pressure cidera dengan memberikan padding/ bantalan lunak di persendian yg dibidai dengan tetap mempertahankan prinsip bidai, pantau perihal denyut nadi, fungsi motorik, dan sensasinya. Karena alat imobbilisasi dapat mengendur selama pemindahan ke ambulans 5. Menaikkan keluarga atau teman terdekat melakukan c spine

Perawatan pasien selama perjalanan Perawat yang merujuk atau bertugas dalam ambulans minimal seorang perawat yang terlatih PPGD (Pelatihan Pertolongan Gawat Darurat) atau sudah

mengikutinya. Dalamkeadaan ini tugas perawat harus melakukan sejumlah ajtivitas berikut selama dalam perjalanan:

1. Memberi pusat kendali tim telah meninggalkan lokasi kejadiana 2. Melanjutkan perawatan medis saat dibutuhkan/ Jika usaha bantuan hidep telah dimulai sebelum memasukkan pasien di dalam ambulans, maka prosedur tersebut harus dilanjutkan selama perjalanan di rumah sakit. Melakukan satbilisai management dengan evaluasi resusitas dugsi vgital, mendokumentasikan pemeriksaan awakl sampai temuan baru saat dilakukannya pre hospital care 3. Melakukan pemeriksaan menyeluruh dan memonitor terus perubahan vital sig adalah

Prinsip utama dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah jangan membuat penyakit / cidera penderita menjadi lebih parah ( Do not further harm ). Keadaan penderita diharapkan menjadi lebih baik pada setiap tahap penanggulangan, mulai dari tempat kejadian sampai kerumah sakit yang dapat member therapy paripurna. Dengan demikian tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa transportasi merupakan salah satu factor yang menentukan keberhasilan penanggulangan penderita gawat darurat.
pelayanan yang optimal saat penanganan pasien di lapangan maupun selama transport menuju rumah sakit rujukan. Kedua pendapat tersebut yaitu field

stabilization dan scoop and run. Pendapat pertama yakni stay and stabilize atau stay and play , hal ini mencakup tentang penerapan teknis medis kepada pasien dengan cara memberikan ALS di lapangan yang mencakup 1. Amankan jalan nafas dengan intubasi endotrakeal menggunakan rapid sequence induction (RSI) 2.Dekompresi dada 3.Memasang infuse 4.Resusitasi cairan pada pasien

hipovolemik. Tujuan dari tindakan tersebut untuk stabilisasi pasien seperlu mungkin saat di lokasi kejadian.

Prinsip Stabilisasi Merupakan tindakan yang harus dilakukan terhadap penderita gawat darurat agar kondisi penderita ( ABCDE ) tidak semakin buruk atau meninggalkan cacat di kemudian hari. Didalam penanggulangan penderita trauma, sebelum dilakukan transportasi maka penderita gawat darurat harus dilakukan stabilisasi agar penderita selamat selama transportasi sampai ke rumah sakit tujuan dengan kondisi yang stabil ( ABCDE tidak semakin memburuk ). Stabilisasi dilakukan secara optimal sesuai dengan kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia ditempat kejadian. Masyarakat awam atau awam khusus diharapkan mampu melakukan : - Bantuan hidup dasar ( Basic Life Support ) - Mengatasi perdarahan eksternal - Memasang pembalut dan bidai - Memilih sarana transportasi yang sesuai Apabila yang datang ke tempat kejadian adalah tim gawat darurat ( Ambulan 118 ), maka dapat dilakukan : - Penilaian assessment sekaligus resusitasi terhadap problem yang mengancam jiwa penderita ( ABCDE ), misal : o Mempertahankan kelancaran jalan nafas / airway o Member therapy oksigen o Member bantuan ventilasi mekanik o Mengatasi perdarahan eksterna o Mengatasi syock

o Apabila tersedia sarana dapat dilakukan resusitasi jantung paru. o Imobilisasi terhadap penderita trauma dengan memasang servical collar, bidai atau long spine board sesuai dengan kebutuhan. - Mencatat informasi seperti waktu kejadian, hal-hal yang berhubungan dengan kejadian, mekanisme trauma ( pada penderita trauma ), riwayat penyakit / pengobatan sebelumnya, untuk dilaporkan kepada dokter jaga instalasi / Unit Gawat Darurat. Melakukan transportasi segera tanpa menunda waktu ( respon time ) TRANSPORTASI PENDERITA GAWAT DARURAT Oleh Edy susanto, Amd Kep

Penunjang Sarana transportasi Sarana transportasi untuk penderita gawat darurat dapat berupa kendaraan darat, laut, udara sesuai dengan medan dimana penderita gawat darurat ditemukan. Diutamakan memakai kendaraan ambulan, yang dirancang khusus untuk mengangkut penderita gawat darurat. Kendaraan ambulan gawat darurat harus memenuhi syarat sbb : - Kelayakan jalan - Kelengkapan perlengkapan non medis: air conditioner, radio komunikasi, roda cadangan ( mobil ) dsb.

- Kelengkapan perlengkapan medis: tempat tidur penderita, kursi perawat/ dokter, tabung oksigen, alat-alat resusitasi, alat-alat monitor, cairan infuse, alat kesehatan habis pakai, obat-obatan emergency, cervical collar, bidai dsb. - Selain sopir paling tidak harus disertai paramedic dengan kemampuan penanggulangan penderita gawat darurat. Lebih baik bila disertai dokter.

Respon time Merupakan waktu yang diperlukan dalam penanggulangan penderita gawat darurat, baik dari tempat kejadian sampai ke rumah sakit maupun penanggulangan di rumah sakit itu sendiri. Stabilisasi penderita gawat darurat pada fase pra rumah sakit harus dilakukan secara optimal sesuai kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia, tetapi jangan menunda transportasi penderita ke rumah sakit yang sesuai dan terdekat. Tetap diperhatikan respon time.

Konsep Dasar Kesiapan Skill


tugas dari operasional ambulans yaitu: 1. Early Detection Anggota masyarakat menemukan kejadian

kegawatdaruratan dan mengetahui permasalahannya. 2. Early Reporting Saksi mata di lokasi kejadian menghubungi layanan gawat darurat dan memberikan keterangan yang jelas agar bisa direspon. 3. Early Response Petugas ambulans datang ke lokasi kejadian secepatnya, pemberian pertolongan bisa dimulai. 4. Good On Scene Care Tim ambulans memberikan pertolongan yang memadai dengan waktu yang tepat di lokasi kejadian.

5. Care in Transit Tim ambulans menaikkan ke dalam ambulans untuk transport yang sudah disesuaikan dengan kondisinya. Kemudian melanjutkan tindkan di atas ambulans sembari menuju ke rumah sakit rujukan. Rumah sakit yang terdekat dan memadai. 6. Transfer to Definitive Care Pasien setelah sampai di tujuan segera dilakukan timbang terima, baik di unit gawat darurat maupun di ruang praktek dokter.

Kualifikasi Kru Kru ambulans dapat berasal dari beberapa profesi, antara lain: 1. First Responder Seseorang yang datang pertama kali di lokasi kejadian, tugas utamnya yaitu memberikan tindakan penyelamatan nyawa seperti CPR (Cardio-Pulmonary Resuscitation) dan AED (Automated External Defibrillator). Mereka bisa diberangkatkan oeh pelayanan ambulans, atau kepolisian dan dinas pemadam kebakaran. 2. Ambulance Driver Beberapa pusat layanan ambulans mempekerjakan petugas yang tidak mempunyai kualifikasi medis sama sekali. (atau

hanya sertifikat pertolongan pertama) yang tentu saja hanya mempunyai job mengemudi secara sederhana untuk mengantar pasien. 3. Ambulance Care Assistant Mempunyai tingkat pelatihan yang bervariasi, tetapi petugas ini khusus untuk transport pasien yang menggunakan kursi roda maupun stretcher ambulans, namun bukan untuk transport pasien kritis. Tergantung pada penyedia layanan, mereka juga dilatih first aid dan penggunaan AED, terapi oksigen, atau teknik paliatif. Mereka bisa memberikan tindakan jika unit lain belum datang, atau jika ada pendampingan dari teknisi yang berkualifikasi atau seorang paramedik. 4. Emergency Medical Technician Dikenal juga sebagai Teknisi ambulans. Mereka mampu memberikan layanan gawat adrurat yang lebih luas seperti defibrilasi, penanganan trauma spinal, dan terapi oksigen. Beberapa Negara memilahnya kedalam beberapa tingkat (Amerika menganut EMT-Basic dan EMT-Intermediate) 5. Paramedic Ini merupakan level atas dari pelatihan medis dan biasanya mencakup ketrampilan utama yang tidak diperuntukkan bagi teknisi

seperti pemasangan infuse (dengan kemampuan untuk memberikan obat seperti morfin), intubasi, dan skill lain seperti krikotirotomi. Tergantung pada hokum yang ada, paramedik merupakan jabatan yang dilindungi, penyalahgunaan profesi paramedik dapat diancam hukuman. 6. Emergency Care Practitioner Jabatan ini terkadang disebut Super Paramedik, didesain utnuk menjembatani antara pelayanan ambulans dan pelayanan dokter praktek umum. ECPsudah berkualifikasi sama dengan paramedik yang sudah menjalani pelatihan lanjut. Ia juga meresepkan obat-obat yang sudah ditentukan. 7. Registered nurse (RN) Para perawat bisa dilibatkan dalam pelayanan ambulans, dengan seorang dokter, biasanya mereka ditugaskan pada ambulans udara dan transport pasien kritis. Sering bekerja juga dengan EMT dan paramedik. 8. Doctor Para dokter juga ikut dalam pelayanan ambulans, biasanya ambulans udara. Mereka mempunyai skill yang lebih dan tentu saja bisa menuliskan resep. Kita harus mengingat bahwa semua kasus yang diderita pasien akan potensial menimbulkan kegawatdaruratan, pasien bayi baru lahir, anak, dewasa, dan orang tua, semuanya jika mengalami kegawatdaruratan pasti akan mengerucut pada masalah kegawatdaruratan Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure

Peralatan AGD Alat-alat yang digunakan untuk pertolongan di lokasi kejadian meliputi antara lain tas tangan yang berisi suction portable, airway dan intubasi, cairan infus, obat resusitasi, portabel defib, backboards. 1. Secara praktis alat-alat tersebut meliputi: a. Perlindungan diri Surgical face mask: masker pelindung, Goggle: kaca mata pelindung mukosa mata dari cairan tubuh pasien, Disposable gown: gaun pelindung sekali pakai, Disposable gloves: sarung tangan sekali pakai, High visibility waistcoat: rompi pengaman di lalu lintas pada malam hari, b. Alat Jalan Nafas (airway)

Suction machine: untuk suction ledir/darah,

Head Immobiliser:

penyangga kepala dan leher, Neck Collar: penyangga leher, Guedel airway (OPA): untuk membuka jalan nafas, Suction tube: selang suction besar/yankeur, Suction catheter: selang suction kecil. c. Alat pernafasan (breathing) Stethoscope: untuk auskultasi, Nebuliser masks: masker yang ada tempat menaruh obat nebuliser salbutamol, Nasal canula: selang O2 ke hidung, O2 masks: masker O2 untuk pasien, Life Support Product (LSP): O2 tabung kecil untuk pasien sesak nafas, Entonox: berisi O2&Nitrous oksida untuk menghilangkan nyeri pasien sementara, O2 cylinder, regulator: suplai oksigen utama dalam ambulance dilengkapi kunci, humidant+flowmeter: untuk melembabkan udara dan mengatur jumlah O2 yang diberikan, Ventilator / Dragger: alat bantu

pernafasan,Ambubag (BVM): untuk memberikan bantuan pernafasan, d. Alat untuk sirkulasi (circulation) Sphygmomanometer: untuk memeriksa tekanan darah, Defibrillator: DC Shock untuk Ventrikel Takikardi & Ventrikel Vibrilasi yang dilengkapi monitor EKG & pulse oksimeter, Pulse oxymeter: untuk memeriksa saturasi oksigen & nadi, Defibrilator pads: elektrode besar untuk EKG & memberikan DC Shock, IV catheter : jarum infuse untuk akses vena perifer. e. Kesadaran (disability ) Torch/penlight: senter untuk memeriksa pupils, GCS-sheet : lembar untuk evaluasi Glasgows Coma Scale f. Alat untuk immobilisasi dan fiksasi Immobiliser Kits: bidai untuk fiksasi fraktur, Fracture Immobiliser: bidai untuk fraktur, Adhesive tape: plester pelekat, Ambulance dressing: untuk membalut luka, Cotton wool: kapas gulung, Gauze: kasa pembalut, Crepe bandage: perban gulung, Body strap: tali berbentuk pita untuk fiksasi pasien, patient safety. Eye pad: perban mata, Scissors: gunting serbaguna, Triangular bandage: mitela/perban segitiga, Disposable razor: silet cukur, g. Alat Transport

Trolley / Stretcher / Cot + Straps: brankar untuk membawa pasien + tali pengaman, Carrying chair + straps: kursi lipat untuk membawa pasien naik/turun tangga+tali pengaman,Scoop stretcher (orthopedic stretcher): untuk memindah pasien dengan cidera spinal, Long spineboard: untuk membawa pasien dengan cidera spinal, Kendrick Extrication Devices (KED): Untuk memindahkan pasien dengan cidera spinal dari dalam mobil yang mengalami kecelakaan, h. Alat-Alat Penunjang ECG Electrodes: penghubung EKG dengan badan pasien, Lubrication jelly: jel pelicin untuk selang suction dan selang intubasi, Glucometer: untuk mengecek gula darah acak, Glucostrips: untuk menampung tetesan darah dalam pengecekan gula darah, Blood Lancet: jarum tusuk untuk mengeluarkan darah, Syringe: spuit, Ambulance sheet: sprei untuk brankar, Disposable sheet: alas diatas sprei, Blankets: selimut, Pillow: bantal. i. Peralatan tambahan : Vomiting bags: kantong penampung muntahan pasien, Sharp Disposable Container: tempat penampung jarum&benda tajam lainya bekas dipakai untuk pasien, Trash Bucket: tempat sampah. Untuk setting peralatan yang lainnya, harus disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya akan merujuk bayi baru lahir, maka peralatanperalatan yang disediakan harus standard untuk bayi baru lahir. 2. Obat-obatan meliputi: Obat-obat gawat darurat mutlak harus ada misalnya Ventolin: bronkodilator, Adrenalin: obat emergency dalam resusitasi jantung, Glucagon: untuk pasien hipoglikemia, Atropine Sulfate: obat emergency dalam resusitasi jantung, Lignocain: untuk aritmia jantung, Normal saline: untuk infus/membersihkan luka, Water gels: untuk luka bakar, Gliceryl Trynitrate (GTN) spray: untuk nyeri dada karena Infark jantung/Angina dengan efek lain menurunkan tekanan darah, Paramedic bags: tas paramedik berisi alat-alat untuk infus dan intubasi, First aid bags: berisi alat-alat untuk pertolongan pertama. 3. Alat-alat untuk mobil ambulans

Fire Extinguisher: alat pemadam api, ban cadangan, dongkrak, senter lampu besar, air accu, balok kayu pengganjal, radiator coolant, car tool box, kunci pembuka roda, rescue tools untuk ambulans rescue, kabel jumper untuk memancing dari accu mobil lain, tali derek, dll.

Perjalanan menuju RS rujukan. Kita semua tahu bahwa tindakan transport dilakukan setelah pasien dilakukan resusitasi dan stabilisasi. Setelah pasien relative stabil, keputusan transportasi rujukan harus dibuat. Pada pasien trauma lebih sering dilakukan metode load and go, daripada stay and play. Pemberian tindakan ALS akan memperpanjang waktu untuk melakukan rujukan pasien. Penanganan pasien trauma terkini menganjurkan untuk

mengedepankan transport dengan cepat dan aman dari lokasi kejadian menuju rumah sakit rujukan. Penyedia layanan ambulans gawat darurat menekankan kebutuhan untuk memperpendek waktu saat di lokasi kejadian sambil

melakukan ABC. Segala tindakan yang berhubungan dengan kanulasi intra vena sebaiknya dilakukan selama perjalanan menuju rumah sakit. Transport dengan lampu dan sirine yang meraung-raung terkadang diperlukan namun bisa berakibat fatal. Transport seperti ini menempatkan unit ambulans pada resiko kecelakaan lalu lintas dengan kendaraan lain di depannya, bahkan bisa mengakibatkan kecelakaan beruntun. Monitoring pasien selama transport di dalam ambulans memang sangat sulit karena adanya guncangan dan suara gaduh. Saat pemindahan dari trolley ambulans ke trolley rumah sakit bisa mengakibatkan tercabutnya pipa endotrakeal. Penggunaan evakuasi medic dnegan helicopter tidak

menunjukkan manfaat pada transport di kawasan pemukiman. Helikopter akan sangat bermanfaat jika di area terpencil tidak tersedia ambulans atau jika menggunakan ambulans akan mengakibatkan transport yang berlapis. Observasi untuk pasien kritis tiap 5 menit sedangkan untuk pasien stabil setiap 15 menit.

You might also like