You are on page 1of 17

PENYEBARAN MERKURI AKIBAT USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI DAERAH SANGON, KABUPATEN KULON PROGO, D.I.

YOGYAKARTA Oleh: Bambang Tjahjono Setiabudi SUBDIT KONSERVASI ABSTRACT Inventory of mercury distribution in the people mining area that was conducted at Sangon aims to document the possibility of environmental degradation and to provide quantitative data on the extent and magnitude of the environmental impact. Analytical results of water samples from the investigated area indicate that the surface water has not been contaminated by mercury and other heavy metals. However, gold processing using amalgamation techniques has resulted in contamination of mercury in the stream sediments as shown by high values of Hg, Pb, Zn, As and Cd. This leads to environmental pollution and may affect people health in the mine area and surrounding. Soil sample analyses show very high values of mercury content, i.e. > 50 ppm Hg. Tailing samples contain 800 - 6900 ppm Hg, which is considered very high. The highly elevated values of mercury in the tailing samples are closely related to the use of mercury in the trommel mill operation. In addition, tailing materials have not been treated appropriately and contain significant values of gold, silver and base metals, indicating that the processing recovery using this technique have not been optimal. Mercury contamination arising from illegal mining activities has affected local areas, but this should be anticipated to prevent larger environmental damage. SARI Inventarisasi sebaran merkuri di wilayah usaha pertambangan emas rakyat yang dilakukan di Daerah Sangon bertujuan untuk meneliti kemungkinan perubahan kualitas lingkungan. Hasil analisis conto air menunjukkan tidak terdeteksi adanya kontaminasi merkuri dan logam berat lainnya dalam air permukaan. Meskipun demikian pengolahan emas dengan cara amalgamasi telah menyebabkan kontaminasi pada sedimen sungai, dimana kadar Hg, Pb, Zn, As dan Cd menunjukkan nilai yang sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat di sekitar lokasi penambangan. Hasil analisis conto tanah menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi >50 ppm Hg. Demikian pula dengan conto tailing yang semuanya menunjukkan nilai konsentrasi Hg yang sangat tinggi, yaitu 800 6900 ppm. Kenaikan konsentrasi merkuri dalam tailing berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih dengan gelundung. Selain itu material tailing masih mengandung emas, perak dan logam berat lainnya dalam jumlah yang tinggi, menunjukkan recovery pengolahan yang tidak optimal dan tidak dilakukannya penanganan tailing secara baik. Penyebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas rakyat di daerah Sangon diperkirakan bersifat lokal, tetapi perlu mendapatkan perhatian untuk mencegah dampak negatif yang lebih besar.

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Usaha pertambangan, oleh sebagian masyarakat sering dianggap sebagai penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini
Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas. Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri
61-1

untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas. Pendataan penyebaran merkuri akibat penambangan emas rakyat pernah dilakukan di wilayah pertambangan emas Pongkor dan hasilnya menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri yang cukup tinggi baik pada endapan sungai, tanah maupun air. Oleh karenanya pendataan penyebaran merkuri di lokasi pertambangan emas Sangon perlu dilakukan sebagai implementasi dari pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Sejalan dengan tugas pokok dan fungsinya, Subdit Konservasi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral telah melakukan Pendataan Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kec. Kokap, Kab. Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.2 Maksud dan Tujuan Pendataan penyebaran merkuri di lingkungan usaha pertambangan emas rakyat dimaksudkan untuk menginventarisasi sebaran merkuri dan logam berat lainnya, yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pencegahan penurunan kualitas lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui zona penyebaran merkuri dan logam berat lainnya sehingga penyebarluasan logam berbahaya ini dapat diantisipasi sedini mungkin, serta daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan dapat dideteksi agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang lebih luas. 1.3 Lokasi Kegiatan dan Kesampaian Daerah Kabupaten Kulon Progo terletak di bagian paling barat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, secara geografis terletak antara 7o 38 42 LS - 7o 59 03 LS dan 110o 01 37 BT - 110o 16 26 BT. Kabupaten Kulon Progo berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul di sebelah Timur, Kabupaten Magelang (Jawa Tengah) di sebelah utara, Kabupaten Purworejo (Jawa Tengah) di sebelah barat, serta Samudra Indonesia di sebelah selatan. Lokasi penelitian secara administrasi berada di Daerah Sangon, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY (Gambar 1). Daerah ini dapat dicapai dengan perjalanan darat dari Bandung ke Yogyakarta menggunakan bus atau kereta api. Sangon dapat dicapai dari Yogyakarta dengan menggunakan mobil melalui Wates selama 1,5 jam.
Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

Kulon Progo merupakan dataran pantai pada bagian selatan, perbukitan bergelombang di bagian tengah dan timur, serta perbukitan terjal dan pegunungan dibaguian barat dan utara (dikenal sebagai Perbukitan Menoreh). Di Kab. Kulon Progo terdapat 2 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Progo dan DAS Serang. Sungai Serang dengan anak-anak sungainya memiliki daerah pengaliran seluas 3636 hektar dengan debit air minimum 0.03m3/detik dan maksimum 153,6 m3/detik. Kulon Progo merupakan daerah beriklim tropis yang mengalami musim kemarau (Mei Oktober) dan musim hujan (November April) dengan curah hujan rata-rata 1430 mm per tahun dengan hari hujan rata-rata 12 hari per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari (689 mm; 18 hari hujan), tetapi daerah ini mengalami kekeringan dan kekurangan air pada musim kemarau, terutama pada bulan Agustus-September. 1.4 Merkuri, Pertambangan Emas Rakyat dan Pencemaran Lingkungan Merkuri, ditulis dengan simbol kimia Hg atau hydragyrum yang berarti perak cair (liquid silver) adalah jenis logam sangat berat yang berbentuk cair pada temperatur kamar, berwarna putih-keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik, tetapi sebaliknya memiliki sifat konduktor panas yang kurang baik. Merkuri membeku pada temperatur 38.9 oC dan mendidih pada temperatur 357 oC (Stwertka, 1998). Dengan karakteristik demikian, merkuri sering dimanfaatkan untuk berbagai peralatan ilmiah, seperti termometer, barometer, termostat, lampu fluorescent, obat-obatan, insektisida, dsb. Sifat penting merkuri lainnya adalah kemampuannya untuk melarutkan logam lain dan membentuk logam paduan (alloy) yang dikenal sebagai amalgam. Emas dan perak adalah logam yang dapat terlarut dengan merkuri, sehingga merkuri dipakai untuk mengikat emas dalam proses pengolahan bijih sulfida mengandung emas (proses amalgamasi). Amalgam merkuri-emas dipanaskan sehingga merkuri menguap meninggalkan logam emas dan campurannya. Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini dapat bercampur dengan enzyme didalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzyme untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap kedalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifat beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat
61-2

berbahaya jika terhisap, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri diantaranya adalah kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf. Kegiatan penambangan emas tradisional di Indonesia dicirikan oleh penggunaan teknik eksplorasi dan eksploitasi yang sederhana dan murah. Untuk pekerjaan penambangan dipakai peralatan cangkul, linggis, ganco, palu dan beberapa alat sederhana lainnya. Batuan dan urat kuarsa mengandung emas atau bijih ditumbuk sampai berukuran 1-2 cm, selanjutnya digiling dengan alat gelundung (trommel, berukuran panjang 55-60 cm dan diameter 30 cm dengan alat penggiling 3-5 batang besi). Proses pengolahan emasnya biasanya menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan media air. Selanjutnya emas dipisahkan dengan proses penggarangan sampai didapatkan logam paduan emas dan perak (bullion). Produk akhir dijual dalam bentuk bullion dengan memperkirakan kandungan emas pada bullion tersebut. Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003). Lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme. Bahan-bahan yang mengandung merkuri yang terbuang kedalam sungai atau laut dimakan oleh mikro-organisme tersebut dan secara kimiawi terubah menjadi senyawa methyl-merkuri. Mikro-organisme dimakan ikan sehingga methyl-merkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan penelitian, konsentrasi merkuri yang terakumulasi dalam tubuh ikan diperkirakan 40-50 ribu kali lipat dibandingkan konsentrasi
Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

merkuri dalam air yang terkontaminasi (Stwertka, 1998). Oleh karenanya, usaha pengolahan emas dengan menggunakan merkuri seharusnya tidak membuang limbahnya (tailing) kedalam aliran sungai sehingga tidak terjadi kontaminasi merkuri pada lingkungan disekitarnya, dan tailing yang mengandung merkuri harus ditempatkan secara khusus dan ditangani secara hati-hati. 1.5 Metodologi Kegiatan pendataan penyebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas di Daerah Sangon, Yogyakarta dilakukan dengan tahapan berikut ini: a) Pengumpulan data sekunder dan penentuan lokasi pengambilan conto geokimia dengan pengeplotan rencana lokasi pada peta wilayah kegiatan. b) Survei lapangan meliputi pengumpulan data dan informasi di daerah penambangan dan pengolahan emas, khususnya Sangon, Plampang, Gunung Kukusan dan sekitarnya dalam wilayah Kec. Kokap. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara pemantauan langsung kondisi geologi dan lingkungan tambang serta dengan menggali informasi dari penambang dan masyarakat pada lokasi tambang tersebut. Pengukuran posisi geografis lokasi tambang dan lokasi gelundung dilakukan dengan menggunakan GPS (Garmin 12XL) dan peta topografi skala 1:25.000. Pengamatan geologi didasarkan pada referensi Peta Geologi Lembar Yogyakarta skala 1:250000 (Rahardjo, drr., 1995). c) Pengumpulan data geokimia dilakukan dengan pengambilan conto sedimen sungai, tanah, tailing, batuan dan air sungai. Conto sedimen sungai (300-400 gram; 80 mesh) diambil secara sistematis pada cabang-cabang sungai dengan mempertimbangkan Daerah Aliran Sungai dimana terdapat usaha pertambangan emas rakyat. Conto tanah dan tailing (300-400 gram) diambil dari lokasi pengolahan emas (gelundung). Conto air (400-500 ml) diambil dari sungai di daerah hulu sampai ke hilir, serta di sekitar tempat pengolahan emas. Sedangkan conto batuan dan bijih diambil secara selektif dari beberapa lokasi tambang dan lokasi mineralisasi sulfida yang ada di wilayah Kec. Kokap. Semua conto geokimia dianalisa dengan peralatan AAS di Laboratorium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Bandung.
61-3

d) Pengolahan data dan laporan dilakukan di Bandung, mencakup informasi tentang keadaan wilayah Kulon Progo, keadaan geologi, usaha pertambangan emas rakyat, pembahasan penyebaran merkuri dan logam berbahaya lainnya, dan tingkat penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri. 2. GEOLOGI DAERAH KULON PROGO SANGON,

50mm) membentuk stockwork veinlets pada batuan andesit terubah. Emas dan perak terdistribusi secara acak dalam urat kuarsa dengan kadar 1 - 13,8 ppm Au dan 5,4 - 63,2 ppm Ag (Gunawan, drr., 2001). Urat-urat kuarsa mengandung emas berkadar tinggi dijumpai di Dusun Sangon 2, Plampang, Gabus dan Gunung Kukusan. 3. HASIL PENELITIAN

Daerah Kulon Progo dibentuk oleh batuan berumur Tersier sampai Kuarter, diantaranya Formasi Nanggulan, Formasi Kebobutak, Formasi Jonggrangan dan Formasi Sentolo, serta batuan intrusi intermediet-felsik. Formasi Nanggulan (Eosen - Oligosen) disusun oleh batupasir bersisipan lignit, napal pasiran, batulempung limonitik, sisipan napal dan batugamping, batupasir dan tuf. Formasi Kebobutak (Oligosen - Miosen) berupa breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat dan lava andesit. Formasi Jonggrangan (Miosen) disusun oleh konglomerat, napal tufan, batupasir gampingan bersisipan lignit, batugamping berlapis dan batugamping koral. Formasi Sentolo (Miosen - Pliosen) disusun oleh batugamping dan batupasir napalan. Sedangkan batuan intrusi, yang menerobos Formasi Kebobutak (Miosen), berkomposisi andesit hipersten, andesit augit, trakiandesit sampai dasit (Rahardjo, drr., 1995). Daerah Sangon didominasi oleh batuan andesit porfiri dan sedikit endapan aluvial kuarter. Sebagian andesit mengalami breksiasi, silisifikasi dan ubahan propilitik sampai filik. Beberapa urat kuarsa yang mengisi bidang rekahan dan zona geser menunjukkan mineralisasi emas berasosiasi dengan pirit dan sulfida logam dasar (Foto 1). Struktur geologi lokal dijumpai berupa kekar dan breksiasi pada batuan andesit. Sesar normal minor berarah Barat Laut - Tenggara dan Timur Laut - Barat Daya juga dijumpai di daerah Sangon dan sekitarnya. Mineralisasi emas di Sangon tersebar tidak merata dalam urat kuarsa mengandung sulfida, dan kadang-kadang berasosiasi dengan lempung ubahan filik-argilik yang penyebarannya dikontrol oleh bidang-bidang rekahan membentuk stockwork veins. Urat kuarsa dengan tebal bervariasi, <1cm - 50cm, membentuk jalur mineralisasi yang umumnya berarah N60oE - N110oE dengan kemiringan 70o - 80o. Di beberapa lokasi, mineralisasi emas terdapat dalam urat kuarsa halus (1Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

3.1 Pertambangan Emas Rakyat Usaha pertambangan emas di wilayah Kokap telah berlangsung sejak 10 tahun yang lalu, setelah penemuan urat-urat kuarsa mengandung emas di Daerah Sangon dan sekitarnya oleh penambang emas tradisional dari Tasikmalaya. Penambangan emas dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan (adit) dan sumur (vertical shaft). Teknik penambangan dilakukan tanpa perencanaan yang baik dan dengan cara penggalian mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas cukup tinggi. Untuk memasyarakatkan penerapan teknologi penambangan emas rakyat yang efisien, aman dan berwawasan lingkungan, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (Gunawan, drr., 2001) telah melakukan percontohan penambangan emas di Dusun Sangon 2, dengan membuat lubang tambang percontohan (vertical shaft dan adit). Keadaan usaha pertambangan emas rakyat pada tahun 2001 menunjukkan 25 lokasi penambang tradisional di daerah Sangon. Pada saat ini sebagian besar pertambangan emas di Kokap telah tidak aktif. Beberapa usaha pertambangan yang masih aktif beroperasi diantaranya adalah tambang emas Nurwaji, Suwiji, Sunarto, Nurkadi, Sarjan, Ponirin dan Anwar. 3.2 Survei Geokimia Penelitian geokimia dilakukan dengan pengambilan conto sedimen sungai, tanah, tailing, batuan dan air sungai, menghasilkan total sebanyak 161 buah. Conto sedimen sungai aktif (97 buah) dan conto air (41 buah) diambil secara sistematis baik didekat lokasi penambangan emas rakyat (cabang-cabang S. Plampang, S. Selo dan S. Papak) maupun cabang sungai dimana tidak dijumpai kegiatan penambangan. Conto sedimen sungai dan air juga diambil di daerah hulu sungai untuk memperoleh gambaran rona awal lingkungan yang diperkirakan tidak terpengaruh oleh
61-4

kegiatan penambangan rakyat. Conto yang dianggap mewakili rona awal ini tersebar di bagian utara wilayah penelitian, diantaranya daerah Menguri, Sekendal, Sungapan 2 dan Nguri. Conto tanah (5 buah) diambil dari sekitar lokasi gelundung, karena pada umumnya proses amalgamasi dan pembuangan tailing dilakukan di halaman rumah atau di kebun pemilik tambang, sehingga kemungkinan kontaminasi merkuri pada lahan pemukiman cukup tinggi. Demikian juga conto tailing (9 buah) diambil dari lokasi pembuangan tailing yang umumnya berupa kolam buatan di halaman rumah atau kebun, untuk mengetahui kandungan merkuri dan logam berat lainnya dalam tailing serta kandungan emas dan perak untuk memperkirakan efektifitas teknik pengolahan dengan menggunakan merkuri (gelundung). Pengambilan conto batuan (9 buah) dilakukan di lokasi Tambang Nurwaji, Suwiji dan Plampang 2 (conto bijih), dan di lokasi singkapan andesit termineralisasi di S. Plampang dan S. Menguri. Analisis unsur Au, Hg dan logam lainnya dimaksudkan untuk mengetahui rona awal kadar logam tersebut pada batuan yang termineralisasi. Semua conto geokimia telah dianalisis unsur Hg, Cu, Pb, Zn, Cd dan As. Untuk conto batuan dan tailing selain unsur-unsur tersebut, juga dianalisis unsur Au dan Ag. Pola penyebaran unsur Hg akan dipakai sebagai dasar utama dalam memberikan gambaran kontaminasi atau penurunan kualitas lingkungan, mengingat usaha pertambangan emas di Daerah Sangon dan sekitarnya menggunakan merkuri sebagai media untuk pengolahan emasnya. Sedangkan unsur logam berat lainnya merupakan logam berbahaya yang biasanya berasosiasi erat dengan mineralisasi emas sehingga dengan adanya kegiatan pertambangan emas, unsur logam tersebut akan terbuang melalui air dan tailing ke sungai dan lingkungan di sekitarnya. 3.3 Prakiraan Dampak Lingkungan Tambang Emas Rakyat Di Sangon Pengolahan bijih emas dengan teknik amalgamasi di Daerah Sangon umumnya dilakukan di halaman rumah atau di pinggir sungai yang berdekatan dengan lokasi tambang dengan memakai gelundung (Foto 2). Satu lokasi pengolahan bijih menggunakan 1 - 10 gelundung dan setiap gelundung dapat mengolah 15 - 25 kg bijih dalam sehari. Bijih yang telah ditumbuk dimasukkan kedalam gelundung berisi potongan besi (rod),
Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

ditambahkan air, merkuri dan semen, dan selanjutnya diputar selama 8 - 24 jam dengan tenaga listrik (generator) atau kadang-kadang dengan tenaga air jika kondisi sungai memungkinkan. Setelah proses amalgamasi selesai, amalgam dipisahkan dari tailingnya dengan cara diperas dengan kain parasit dan tailing dialirkan ke dalam bak penampungan tailing (Foto 3) atau dibiarkan mengalir ke halaman rumah (Foto 4). Di beberapa lokasi, material tailing yang telah memenuhi kolam dijual dan dibawa keluar daerah Sangon untuk diproses ulang. Jika hal ini terjadi, maka kemungkinan kontaminasi merkuri di lokasi pengolahan di Sangon dapat berkurang. Tetapi kadang-kadang dalam kondisi bak penampungan yang telah penuh, proses pengolahan masih berlangsung sehingga tailing meluap dan mengalir ke sungai, terutama jika terjadi hujan, sehingga terjadi kontaminasi merkuri di lingkungan sekitarnya. Selain itu jika gelundung diletakkan di pinggir sungai, biasanya tailing dibuang langsung kedalam sungai sehingga kontaminasi merkuri di sungai akan terjadi secara langsung. Proses pemisahan emas dari amalgam dilakukan dengan cara penggarangan yang sederhana tanpa mempertimbangkan kualitas kesehatan dan lingkungan kerja. Amalgam dimasukkan kedalam mangkok keramik, ditambahkan boraks dan langsung dibakar pada suhu 300-400 C sampai menghasilkan bullion. Proses ini dilakukan di ruangan terbuka sehingga merkuri akan langsung menguap dan mengkontaminasi udara di sekitarnya. Pengambilan conto sedimen sungai dan air dilakukan pada saat musim kemarau, dimana banyak sungai yang sifatnya intermiten memiliki debit air yang sangat kecil atau bahkan tidak berair. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa sedimentasi logam berat dalam endapan sungai berlangsung lambat dan penyebarannya bersifat lokal. Meskipun demikian pada saat musim hujan, sebagian sungai mengalami banjir dan dalam keadaan demikian memungkinkan penyebaran merkuri dan unsur logam lainnya lebih luas, sehingga kontaminasi merkuri dan unsur lainnya dalam air dan sedimen sungai akan membawa dampak lebih besar, terutama jika unsur-unsur berbahaya tersebut diserap oleh makhluk hidup sebagai bagian rantai makanan yang akhirnya menjadi konsumsi masyarakat.

3.4 Merkuri Dalam Batuan


61-5

Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) di alam dan biasanya membentuk mineral sinabar (cinnabar) atau merkuri sulfida (HgS). Merkuri sulfida terbentuk dari larutan hidrothermal pada temperatur rendah dengan cara pengisian rongga (cavity filling) dan penggantian (replacement). Merkuri sering berasosiasi dengan endapan logam sulfida lainnya, diantaranya Au, Ag, Sb, As, Cu, Pb dan Zn, sehingga di daerah mineralisasi emas tipe urat biasanya kandungan merkuri dan beberapa logam berat lainnya cukup tinggi. Kelimpahan rata-rata merkuri dan beberapa logam berat dalam batuan yang tidak termineralisasi dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis kimia 6 conto batuan termineralisasi di Daerah Sangon menunjukkan kadar merkuri (Hg) berkisar antara 1,4 - 3,4 ppm. Conto bijih berupa urat kuarsa mengandung emas, yang diambil dari lokasi Tambang Nurwaji di Ds. Sangon 2 mengandung 92 ppm Hg. Conto bijih tersebut mengandung 891 ppm Cu, 0,53 % Pb, 18,5 % Zn, 1318 ppm Cd, 1035 ppm Ag dan 0.282 ppm Au. Sedangkan contoh bijih yang diambil dari lokasi tambang lainnya memiliki kadar 18 ppm Hg (Shaft Sangon 2) dan 2,3 ppm Hg (Shaft Tambang Suwiji di Gunung Kukusan). Conto bijih dari Tambang Suwiji, selain mengandung merkuri, juga menunjukkan konsentrasi arsen yang sangat tinggi, yaitu 2800 ppm As. Sebagai tambahan, kedua conto bijih tersebut juga mengandung kadar logam dasar (Cu, Pb, Zn), emas dan perak yang signifikan. Hasil analisis kimia tersebut diatas menunjukkan bahwa kadar merkuri dalam batuan termineralisasi cukup tinggi, sehingga apabila batuan tersebut ditambang dan diolah dengan cara amalgamasi, maka akan memberikan dampak lingkungan yang signifikan karena merkuri dan logam dasar lainnya akan terbuang bersama-sama tailing. 3.5 Merkuri Dalam Sedimen Sungai Kontaminasi merkuri dalam sedimen sungai terjadi karena proses alamiah (pelapukan batuan termineralisasi), proses pengolahan emas secara tradisional (amalgamasi), maupun proses industri yang menggunakan bahan baku mengandung merkuri. Untuk mengetahui sumbernya, kontaminasi merkuri ini perlu diperhatikan dengan cermat karena tidak adanya standar baku mutu untuk kadar merkuri dalam sedimen sungai. Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 baku mutu zat pencemar dalam limbah untuk parameter merkuri adalah 0,01 mg/L atau 10
Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

ppb. Nilai ambang batas ini sangat rendah jika dipakai untuk mengevaluasi hasil analisa Hg dalam sedimen sungai. Sebagai contoh hasil pemantauan merkuri di pertambangan emas rakyat (PETI) di Daerah Pongkor menunjukkan kadar maksimum 2688 ppm. Dari 231 conto sedimen sungai, hanya 6 lokasi yang menunjukkan konsentrasi Hg dibawah 0,01 ppm (Gunradi, drr., 2000). Demikian juga hasil pemantauan merkuri di daerah tambang emas rakyat di Cineam, Tasikmalaya yang mana sebagian besar conto menunjukkan konsentrasi Hg lebih dari 0,01 ppm. Oleh karenanya dalam kegiatan pendataan penyebaran merkuri di Daerah Sangon ini perlu dipertimbangkan untuk memakai referensi data kelimpahan atau dispersi unsur Hg dalam sedimen sungai yang sering dipakai sebagai petunjuk mineralisasi dalam kegiatan eksplorasi mineral logam. Konsentrasi Hg dalam sedimen sungai berkisar antara <10 ppb sampai 100 ppb (Tabel 2). Untuk daerah dimana tidak terdapat pengolahan emas, konsentrasi Hg lebih dari 100 ppb dapat menunjukkan adanya mineralisasi sulfida, sehingga analisis Hg dalam sedimen sungai ini sangat bermanfaat untuk keperluan eksplorasi mineral logam, khususnya endapan emas tipe epithermal. Sedangkan untuk daerah dimana terdapat lokasi pengolahan emas, baik yang masih aktif maupun tidak, nilai anomali unsur Hg dalam sedimen sungai harus dievaluasi secara hati-hati mengingat besar kemungkinan terjadi pencemaran akibat pemakaian merkuri oleh pertambangan emas rakyat. Hasil analisis kimia unsur merkuri dalam conto sedimen sungai menunjukkan nilai minimum 0,01 ppm Hg dan maksimum 97,84 ppm Hg dengan zonasi dan pola penyebaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Dengan menggunakan standar nilai kelimpahan unsur Hg dari Tabel 2 tersebut diatas, maka terdapat 7 conto sedimen sungai yang memberikan kadar <0.1 ppm Hg atau <100 ppb Hg. Ketujuh conto sedimen sungai tersebut berasal dari aliran sungai kecil yang berada di daerah batuan yang tidak mengalami mineralisasi sulfida dan tidak terdapat aktifitas penambangan. Oleh karena itu nilai <0,1 ppm Hg dapat dianggap mewakili rona awal unsur Hg di Daerah Sangon dan sekitarnya. Nilai rona awal unsur Hg tersebut terdapat pada sedimen sungai di daerah hulu S. Kadigunung (0,012 ppm), Cabang Kiri S. Secang (0,08 ppm), S. Secang (0,012 ppm), S. Sekendal (0,049 ppm), S. Menguri (0,080 ppm; 0,086 ppm dan 0,056 ppm). Hasil analisis 90 conto sedimen sungai lainnya menunjukkan kadar
61-6

>0,1 ppm Hg, termasuk diantaranya 63 conto yang memiliki kadar 0,1 - 1,0 ppm Hg, dan sisanya sejumlah 27 conto sedimen sungai memiliki kadar >1,0 - 97,84 ppm Hg. Semua conto sedimen sungai yang menunjukkan kadar >2 ppm Hg berasal dari daerah dimana terdapat lokasi penambangan emas rakyat atau yang berdekatan dengan lokasi penambangan emas rakyat (Gambar 2). Termasuk diantaranya adalah conto KO-070-SS yang mengandung 11,44 ppm Hg, diambil dari Cabang Kiri S. Plampang, Sangon 2, yang berada dibawah lokasi bekas Shaft dan Gelundung Sarjan. Conto KO-071-SS yang diambil dari Cabang Kiri S. Plampang, Sangon 2 memberikan hasil 97,84 ppm Hg juga berada pada wilayah penambangan emas rakyat. Demikian juga lokasi conto KO-001-SS dan KO-006-SS yang mengandung 8,46 ppm Hg dan 52,28 ppm Hg, semuanya berada di sekitar lokasi penambangan emas rakyat yang masih aktif. Dengan kata lain, tingginya kadar merkuri dalam conto sedimen sungai memiliki korelasi positif dengan keberadaan penambangan emas rakyat yang mempergunakan teknik amalgamasi. Dari analisa data tersebut diatas dapat diduga bahwa penambangan emas rakyat yang menggunakan gelundung (amalgamasi) dalam pengolahannya telah menyebabkan pencemaran sungai di sekitarnya. Meskipun standar baku mutu untuk sedimen sungai belum ditentukan, namun kadar merkuri dalam beberapa conto sedimen sungai telah menunjukkan konsentrasi yang sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan dampak yang negatif dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat di sekitar lokasi penambangan. Konsentrasi unsur logam dasar (Cu, Pb dan Zn) menunjukkan nilai yang bervariasi, terutama di daerah dimana terdapat kegiatan pertambangan emas rakyat. Nilai konsentrasi logam dasar berkisar 12 - 252 ppm Cu, 10 4439 ppm Pb dan 37 - 3980 ppm Zn. Untuk unsur Cu dan Pb, konsentrasi <80 ppm dianggap sebagai kisaran nilai yang menunjukkan kelimpahan normal. Sedangkan konsentrasi >80 ppm dianggap sebagai kisaran nilai yang menunjukkan anomali unsur Cu dan Pb dalam sedimen sungai. Kenaikkan konsentrasi Cu dan Pb ini dapat disebabkan oleh adanya mineralisasi sulfida tembaga dan timah hitam maupun oleh adanya kegiatan penambangan. Sedangkan untuk unsur Zn, nilai <200 ppm dapat dianggap sebagai nilai konsentrasi normal dalam sedimen sungai. Kenaikan kadar merkuri dalam conto sedimen sungai dari lokasi di sekitar daerah
Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

tambang emas rakyat juga memiliki korelasi positif dengan kenaikan kadar logam dasar, khususnya Pb dan Zn (Tabel 3). Kadar logam Pb dan Zn yang sangat tinggi tersebut berhubungan langsung dengan proses pengolahan emas dengan cara amalgamasi dimana mineral sulfida logam, khususnya Cu, Pb dan Zn, bersama dengan merkuri terbuang sebagai material tailing. Konsentrasi unsur Arsen dalam sedimen sungai berkisar <2 ppm - 40 ppm. Berdasarkan nilai kelimpahan unsur As dalam sedimen sungai, nilai konsentrasi As tersebut masih dapat dianggap sebagai konsentrasi yang normal. Meskipun demikian konsentrasi As menunjukkan kenaikan yang signifikan pada conto sedimen sungai di sekitar lokasi penambangan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya mineral mengandung arsen yang berasal dari tailing pengolahan emas yang terakumulasi dalam sedimen sungai. Konsentrasi unsur Kadmium (Cd) dalam sedimen sungai berkisar 1 - 3 ppm, dengan nilai rata-rata 1,38 ppm. Conto sedimen sungai yang berasal dari bagian utara wilayah penelitian (rona awal) menunjukkan kadar 1 ppm, sedangkan conto sedimen di sekitar wilayah pertambangan menunjukkan nilai 2 - 3 ppm. Diantara 97 conto sedimen, terdapat 1 conto yang mengandung 11 ppm Cd yang berasal dari sungai di sekitar lokasi penambangan emas di Sangon 2. Seperti yang terjadi pada unsur lainnya, kenaikan konsentrasi Cd kemungkinan disebabkan oleh adanya mineral mengandung Cd dalam material tailing pengolahan emas yang terakumulasi dalam sedimen sungai. 3.6 Merkuri Dalam Tanah Berdasarkan pengamatan lapangan, banyak proses pengolahan bijih emas dengan gelundung dilakukan di lokasi pemukiman, di halaman rumah atau kebun pemiliknya. Hal ini tentu menjadi perhatian, khususnya dalam melihat kemungkinan kontaminasi Hg di lingkungan tempat tinggal masyarakat, sehingga pengetahuan tentang konsentrasi merkuri dalam tanah menjadi cukup penting. Meskipun di beberapa tempat, limbah tailing yang diperkirakan masih mengandung emas dan merkuri diangkut dan dijual keluar desa, tetapi masih ada sisa tailing tercecer dan sebagian kolam tailing yang penuh, sehingga masih ada kemungkinan terjadinya kontaminasi merkuri di sekitar lokasi gelundung. Selain itu proses penggarangan yang dilakukan disamping rumah juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan,
61-7

karena uap merkuri yang bebas akan mengkontaminasi lahan di sekelilingnya. Seperti halnya dengan conto sedimen sungai, sampai saat ini belum tersedia standar nilai baku mutu Hg dalam tanah. Hasil penelitian konsentrasi Hg dalam tanah di daerah pertambangan emas rakyat di Daerah Pongkor (Jawa Barat) menunjukkan konsentrasi antara 1 ppm sampai 1300 ppm, sehingga nilai ambang batas yang tercantum pada PP 18/1999 tentang pengelolaan limbah B3 dianggap terlalu rendah jika dipakai sebagai acuan untuk conto tanah. Nilai konsentrasi Hg dalam tanah yang sering dipakai sebagai pathfinder untuk keperluan eksplorasi berkisar dari <10 - 300 ppb (Tabel 1). Nilai kadar Hg dalam tanah yang melebihi 50 ppb menunjukkan kemungkinan keterdapatan mineralisasi. Hasil analisis kimia 5 conto tanah dari lokasi di sekitar tempat pengolahan emas (gelundung), semuanya menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi. Empat conto tanah mengandung konsentrasi lebih dari 50 ppm Hg dan 1 conto tanah mengandung hampir 7 ppm Hg (Gambar 3). Konsentrasi merkuri dalam tanah ini dianggap sangat tinggi jika dibandingkan dengan nilai kelimpahan unsur merkuri dalam tanah yang normalnya kurang dari 0,3 ppm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wilayah di sekitar tempat pengolahan emas rakyat telah mengalami kontaminasi merkuri yang signifikan. Hal ini dapat terjadi mengingat sebagian penambang emas yang mengolah bijih emas di sekitar pemukimannya sering mengalirkan lumpur tailingnya ke halaman rumah sebelum ditampung pada kolam buatan yang terbatas atau bahkan dialirkan ke sungai di sekitarnya. Hasil analisis kimia unsur Cu, Pb, Zn, As dan Cd juga menunjukan kenaikan kadar logam tersebut yang cukup tinggi dalam 3 conto tanah. Misalnya conto tanah yang diambil dari lokasi di sekitar Gelundung Sarjan, menghasilkan 265 ppm Cu, 3661 ppm Pb, 1560 ppm Zn, 128 ppm As dan 4 ppm Cd. Kenaikan konsentrasi logam tersebut dapat terjadi karena lumpur tailing yang dikeluarkan dari gelundung masih mengandung logam berbahaya tersebut, seperti yang dapat dilihat pada hasil analisis kimia conto tailing dari lokasi yang sama. 3.7 Merkuri Dalam Air Permukaan Konsentrasi merkuri dapat disebabkan oleh partikel halus yang terbawa bersama limbah akibat proses amalgamasi dan pelarutan dari sedimen sungai yang mengandung
Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

merkuri. Dalam jangka waktu yang cukup lama logam merkuri dapat teroksidasi dan terlarut dalam air permukaan. Dari penelitian konsentrasi Hg dalam air dari lokasi tambang di daerah Jawa Barat, pada umumnya kadar merkuri dalam air sangat kecil dan berada dibawah nilai ambang batas, kecuali di beberapa lokasi yang berhubungan dengan kegiatan pertambangan emas rakyat. Hasil analisa conto air menunjukkan bahwa semua conto air memiliki konsentrasi <0,5 ppb Hg atau <0,0005 ppm Hg. Sedangkan kriteria mutu air yang ditentukan dalam PP 82/2001 untuk merkuri adalah 0,001 ppm (kelas 1), 0,002 ppm (kelas 2 dan 3), dan 0,005 ppm (kelas 4). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mutu air permukaan di wilayah Kulon Progo masih baik dengan konsentrasi merkuri dibawah batas deteksi alat. Hasil pengukuran keasaman air permukaan menunjukkan pH minimum 7,3 dan maksimum 8,3, dengan pH rata-rata 7,7, yang berarti masih berada dalam kisaran pH yang ditentukan (pH 5-9). Konsentrasi unsur Cu, Pb, Zn, As dan Cd dalam conto air pada umumnya menunjukkan nilai dibawah batas deteksi alat. Meskipun demikian pada beberapa conto air yang berasal dari tempat pengolahan emas mengandung konsentrasi logam dasar yang agak tinggi misalnya conto air KO-BC-W (Sangon 2) mengandung 0,07 ppm Cu, 2,3 ppm Pb dan 0,38 ppm Zn. Demikian juga conto air dari tempat pengolahan emas di Plampang 2 (KO006-W) menunjukkan konsentrasi (0,12 ppm Pb dan 0,43 ppm Zn) yang lebih tinggi dari nilai baku mutu (0,02 ppm Cu; 0,03 ppm Pb, dan 0,05 ppm Zn) yang ditetapkan. Sebagai catatan untuk KO-BC-W, conto air diambil secara langsung dari limbah pengolahan gelundung aktif. 3.8 Merkuri Dalam Tailing Konsentrasi merkuri yang tinggi dalam conto tailing pada umumnya disebabkan oleh proses amalgamasi yang tidak sempurna. Dari beberapa penelitian, diperoleh data yang menunjukkan merkuri yang hilang setelah amalgamasi dapat mencapai 5% - 10%. Sebagai pembanding, kadar merkuri dalam tailing dari daerah Pongkor (Gunradi, drr., 2000) menunjukkan kisaran nilai 600 - 1000 ppm Hg. Meskipun tailing tersebut dapat diproses atau didaur ulang, tetapi kemungkinan besar konsentrasi merkuri yang terdapat dalam tailing akhir yang terbuang ke sungai masih cukup besar.
61-8

Hasil analisis kimia conto tailing dari 9 lokasi pengolahan emas rakyat di wilayah Sangon, semuanya menunjukkan nilai konsentrasi Hg yang sangat tinggi, yaitu 800 6900 ppm. Menurut para penambang di beberapa lokasi penambangan, material tailing ini masih diproses kembali sebagai campuran untuk pengolahan emas, sehingga diharapkan nilai konsentrasi merkuri pada tailing terakhir akan lebih rendah. Meskipun demikian, pada conto tailing yang diambil dari lokasi pengolahan emas (gelundung) yang tidak aktif, nilai konsentrasi merkuri masih sangat tinggi, yaitu 800 ppm Hg, dibandingkan kadar merkuri pada batuan yang termineralisasi yang mengandung 1 4 ppm Hg. Kenaikan konsentrasi merkuri yang sangat tinggi berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih dengan menggunakan alat gelundung. Lokasi dan sebaran unsur Hg dalam tailing dapat dilihat pada Gambar 3. Conto tailing yang diambil dari lokasi pengolahan bijih juga masih mengandung emas, perak dan logam-logam lainnya yang tinggi, yaitu 1,6 7 ppm Au, 16 66 ppm Ag, 85 1375 ppm Cu, 311 8433 ppm Pb, 432 33400 ppm Zn, 65 3800 ppm As dan 4 184 ppm Cd. Kadar emas yang tinggi (7ppm) terdapat pada conto tailing yang masih akan diolah kembali, sehingga diharapkan recovery pengolahan emas akan optimal. Hal ini juga ditunjukkan oleh conto tailing dari lokasi tambang emas rakyat yang sudah tidak aktif yang menunjukkan nilai konsentrasi emas yang minimal (1,6 ppm). Sedangkan kenaikan kadar logam dasar, Arsen dan Kadmium pada conto tailing kemungkinan berasal dari sulfida logam yang terbuang bersama material tailing. 4. KESIMPULAN

Pertambangan emas rakyat di Sangon merupakan usaha sampingan penduduk setempat. Sebagian usaha pertambangan emas telah tidak aktif dan hanya beberapa penambang masih aktif bekerja. Penanganan tailing dilakukan secara sederhana dengan kolam penampungan yang sangat terbatas, tanpa disertai dengan pengelolaan yang baik, seperti misalnya tidak dilakukannya proses detoksifikasi, degradasi, maupun penjernihan, sehingga material halus merkuri, arsen dan logam dasar masih bercampur dalam tailing. Oleh karenanya disarankan untuk melakukan penanganan tailing dengan cara daur ulang dan dengan sistem kolam penampungan yang lebih memadai. Selain itu pengangkutan atau
Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

penjualan material tailing keluar daerah secara teratur dapat mengurangi pencemaran merkuri di daerah Sangon dan sekitarnya. Proses pengolahan emas berada di halaman rumah dan kebun, memungkinkan terjadinya pencemaran merkuri terhadap lingkungan hidup, terutama jika kolam penampungan tailing tidak ditangani dengan baik. Selain itu proses penggarangan secara sederhana dilakukan di sekitar rumah, dapat menyebabkan pencemaran lingkungan oleh uap merkuri yang ditimbulkannya. Hasil analisis kimia conto air menunjukkan tidak terdeteksi adanya kontaminasi merkuri dan logam berat lainnya dalam air permukaan. Meskipun demikian di beberapa tempat, usaha pertambangan rakyat telah menimbulkan dampak kekeruhan terhadap air permukaan. Pengolahan emas dengan teknik amalgamasi telah menyebabkan kontaminasi merkuri pada sedimen sungai di sekitarnya. Kadar merkuri dalam beberapa conto sedimen sungai telah menunjukkan nilai yang sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang negatif dan berbahaya bagi masyarakat di wilayah Kulon Progo. Kenaikan kadar Pb, Zn, As dan Cd yang tinggi dalam conto sedimen sungai di sekitar daerah tambang emas rakyat berhubungan langsung dengan proses pengolahan emas dengan cara amalgamasi dimana mineral sulfida logam, bersama dengan logam merkuri terbuang sebagai campuran halus material tailing. Hasil analisis conto tanah menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi; 4 conto mengandung >50 ppm Hg dan 1 conto mengandung 7 ppm Hg. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wilayah di sekitar tempat pengolahan emas rakyat telah mengalami kontaminasi merkuri yang signifikan. Mengingat tingginya unsur merkuri dalam tanah, disarankan untuk melakukan studi geohidrologi untuk mengidentifikasi karakteristik air tanah dan kemungkinan pencemaran air tanah di sekitar lokasi tambang rakyat. Hal ini diperlukan mengingat sebagian besar penduduk memanfaatkan air sumur untuk keperluan hidup sehari-hari. Tailing dari 9 lokasi pengolahan emas rakyat di Sangon mengandung merkuri yang sangat tinggi, yaitu 800 6900 ppm. Kenaikan konsentrasi merkuri dalam tailing yang tinggi berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih. Selain itu material tailing masih mengandung emas, perak dan logam lainnya dalam jumlah yang tinggi, menunjukkan recovery pengolahan
61-9

yang tidak optimal dan tidak dilakukannya penanganan tailing secara baik. Penyebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas rakyat diperkirakan masih bersifat lokal karena banyak sungai yang bersifat intermittent atau memiliki debit air yang kecil sehingga mobilitas merkuri rendah. DAFTAR PUSTAKA Gunawan, Kuswandani, Fauzan, Sofyan, A., Setiawan, L., Subarna, Juju, Ariyadi, W. dan Suhendi, E., 2001. Percontohan Penambangan Emas di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Puslitbang Tekmira, Bandung. Gunradi R., Sukmana, Tain, Z. dan Nixon, 2000. Laporan Penelitian Pemantauan Unsur Hg (Merkuri) Akibat Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Daerah Pongkor, Jawa Barat dengan Pemetaan Geokimia. Koordinator Urusan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat. Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, H.M.D., 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Stwertka, A., 1998. Guide To The Elements. Oxford University Press, New York, 240 hal. Susilo, Y.E.B., 2003. Menuju Keselarasan Lingkungan. Averroes Press, Malang, 156 hal.

Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

61-10

Tabel 1. Kelimpahan rata-rata beberapa unsur logam berat pada berbagai jenis batuan (Sumber: Field Geologists Manual) Kelimpahan rata-rata (dalam ppm) Basalt Au Ag Hg As Cu Pb Zn Cd 0,004 0,1 0,08 2 100 5 100 0,2 Granodiorit 0,004 0,07 0,08 2 30 15 60 0,2 Granit 0,004 0,04 0,08 1,5 10 20 40 0,2 Serpih 0,004 0,05 0,5 15 50 20 100 0,2 Batugamping 0,005 1 0,05 2,5 15 8 25 0,1

Unsur

Tabel 2 Kelimpahan beberapa unsur logam berat dalam tanah, air dan sedimen sungai (Sumber: Techniques in Mineral Exploration) Unsur Tanah Au Ag Hg As Cu Pb Zn Cd <10 - 50 <0,1 - 1 <10 -300 1000 - 50000 5000 - 100000 5000 - 50000 10000 - 300000 <1000 - 1000 Kelimpahan (dalam ppb) Air 0,002 0,01 0,7 0,01 0,05 1 - 30 8 3 1 - 20 0,2 Sedimen Sungai <10 -100 1000 - 50000 5000 - 80000 5000 - 80000 10000 - 200000 -

Tabel 3. Hasil analisis kimia conto sedimen sungai yang diambil dari lokasi di sekitar daerah penambangan emas rakyat (dalam ppm) Kode Conto KO-001-SS KO-070-SS Cu 41 92 Pb 174 501 Zn 270 800 As 26 22 Cd 2 3 Hg 8,459 11,443 Keterangan lokasi S. Plampang, dekat Tambang Nurwaji, Ds. Sangon 2 Dibawah lokasi shaft PETI dan Gelundung Sarjan, tidak aktif, Ds. Sangon 2 S. Plampang, dekat lokasi gelundung, Ds.Plampang 2 S. Plampang, Ds. Sangon 2
61-11

KO-006-SS KO-071-SS

80 252

220 1857

504 3980

32 40

3 11

52,276 97,840

Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

Gambar 1. Peta lokasi kegiatan penelitian

Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

61-12

Gambar 2 Peta zonasi dan penyebaran nilai unsur merkuri (Hg) di Daerah Sangon, Kulon Progo

Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

61-13

Gambar 3. Peta sebaran nilai unsur merkuri (Hg) dalam tanah, batuan dan tailing di Daerah Sangon, Kulon Progo

Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

61-14

Foto 1 Singkapan andesit porfiri dan urat kuarsa yang mengisi rekahan Daerah Plampang 2, Desa Kalirejo, Kec. Kokap, Kulon Progo

Foto 2 Gelundung Nurwaji di Daerah Sangon 2, Desa Kalirejo, Kec. Kokap, Kulon Progo

Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

61-15

Foto 3 Kolam penampungan tailing milik Suwiji di Gunung Kukusan, Desa Hargorejo, Kec. Kokap, Kulon Progo

Foto 4 Pembuangan tailing ke halaman di sekitar lokasi gelundung di Daerah Sangon 2, Desa Kalirejo, Kec. Kokap, Kulon Progo
Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005 61-16

Kolokium Hasil Lapangan DIM, 2005

61-17

You might also like