You are on page 1of 6

4 FAKKTOR PENDUKUNG EKONOMI SYARIAH Keempat faktor pendukung perekonomian syariah yang telah saya tulis dipostingan sebelumnya,

secara tidak langsung menstimulasi para investor untuk berlomba-lomba mendirikan lembaga keuangan syariah dengan mengalihkan dana investasinya kesektor ekonomi syariah. Adapun sejumlah alasan para investor melirik sistem syariah karena hal-hal berikut : 1. Mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam, hal ini memungkinkan banyak masyarakat yang berpindah prinsip dari konvensional ke prinsip syariah untuk mendapatkan transaksi yang lebih aman dan halal. 2. Survei yang dilakukan oleh BNI Syariah pada tahun 2005 bawa 51% masyarakat Indonesia menolak dengan adanya sistem bunga. 3. Selain bank syariah, sektor perekonomian lain yang mengalami perkembangan adalah asuransi syariah. Asuransi syariah pada intinya memiliki prinsip kejelasan dana, tidak mengandung judi dan bunga. Inilah prinsip yang dirindukan oleh masyarakat yang menginginkan asuransi yang aman dan halal. 4. Persistensi bank syariah yang tahan akan goncangan krisis moneter global Kesimpulannya, sejak terjadi krisis ekonomi di Indonesia, bank syariah mampu bertahan bahkan mampu bersaing dengan bank konvensional lain. Sejak saat itu bank syariah memperlihatkan prospek yang cerah di dunia perekonomian Indonesia. Hal ini didukung oleh beberapa faktor antara lain kegagalan sistem ekonomi kapitalis, tumbuhnya institusi keuangan di berbagai negara, tumbuhnya lembaga pendidikan dan wacana ekonomi syariah, dan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang adanya sistem ekonomi syariah. Modal utama prospek ekonomi syariah yaitu mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. PROSPEK LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH Fenomena begitu banyaknya bank bank konvensional mengkonversikan dirinya menjadi bank syariah baik secara totaliltas maupun hanya depan membuat unit usaha baru dengan alasan bank syariah memiliki prospek positif di negara yang memiliki jumlah umat muslim terbesar didunia seperti Indonesia ini, apalagi para ekonom syariah memprediksikan kedepannya indonesia akan menjadi pusat ekonomi syariah didunia. Dengan melihat prospek cerah yang ditunjukkan berbagai lembaga keuangan syariah saat ini karena didukung oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1. Adanya kegagalan dari sistem ekonomi Kapitalistik yang telah menimbulkan krisis di berbagai negara. Sistem kapitalisme tersebut telah membawa cacat sejak awal, sehingga perekonomian suatu negara yang menganut sistem tersebut sewaktu-waktu dapat mengalami krisis moneter yang pastinya akan merambat pada krisis sosial yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan dimana-mana. Untuk mengganti sistem ekonomi yang telah rusak, berbagai pengamat ekonomi

telah memikirkan sistem apa yang cocok bagi perekonomian di Indonesia. Disinilah Islam tepatnya sistem ekonomi syariah memiliki prospek yang cerah. 2. Tumbuhnya institusi keuangan di berbagai negara. Contohnya adalah di Indonesia sendiri BMI sudah berdiri sejak tahun 1992. Berdirinya BMI diikuti dengan munculnya lembaga keuangan syariah lainnya seperti BNI Syariah, Bank Mandiri Syariah dan sejenisnya. Apalagi setelah diterbitkannya UU No. 10 tahun 1998, bahwa bank syariah sebagai salah satu bank yang boleh berdiri di Indonesia dan ditambah lagi akan fatwa MUI akan haramnya bunga bank makin meningkatkan animo masyarakat untuk beralih dari bank konvensional ke bank syariah. 3. Tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan dan berbagai wacana ekonomi Islam. Faktor ini ditandai dengan bermunculannya lembaga pendidikan yang membuka program studi dan jurusan ekonomi syariah. Wacana tentang ekonomi Islam juga makin marak di media cetak maupun media elektronik. 4. Meningkatnya kesadaran masyarakat Indonesia akan adanya wacana tentang ekonomi syariah. Tanpa adanya kesadaran ini ekonomi syariah akan mengalami stagnansi bahkan tertolak dari masyarakat Indonesia. PROSPEK CERAH EKONOMI SYARIAH Krisis Keuangan atau dikenal dengan jargon krismon yang telah melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah berefek negatif sangat luas terhadap bangsa, karena krisis tersebut merupakan krisis ekonomi, financial, politik dan sosial sekaligus. Krisis dari krisis nilai tukar rupiah itu diperparah dengan kebijakan moneter yang keliru, salah satunya adalah dengan naiknya suku bunga pinjaman. Tingginya suku bunga di bank-bank konvensional menimbulkan terjadinya kredit macet yang cukup besar, hal ini menyebabkan banyak bank konvensional dilikuidasi. Meskipun krisis moneter yang dialami bangsa Indonesia tidak lantas menyebabkan perekonomian mengalami stagnansi yang berkepanjangan. Ini dibuktikan dengan adanya angka pertumbuhan ekonomi nasional 2007 yang mencapai 6,3 persen serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tumbuh 52 persen sehingga menjadikan bursa kita memiliki kinerja terbaik kedua di Asia tahun 2007, tidak menjadikan sektor riil mengalami pertumbuhan yang signifikan. Akibatnya pengangguran dan kemiskinan masih menjadi persoalan utama dalam perekonomian kita. Salah satu alternatif kebijakan ekonomi adalah penguatan peran intermediasi perbankan nasional dalam pembiayaan dan investasi sektor riil dengan memperkuat posisi lembaga keuangan syariah dan instrument pembiayaan yang ada. Di sinilah celah prospek bank syariah, karena bank syariah memiliki potensi dalam mendukung pengembangan sektor riil terutama Usaha Kecil Menengah. Salah satunya tampak dari BPRS dan BMT yang berperan sebagai partner sekaligus menjadi jaringan kerja dari bank syariah dengan pengusaha kecil dan koperasi sebagai nasabahnya. Saat bank-bank konvensional gulung tikar bahkan ada yang terpaksa merger, bank syariah tampil ditengah krisis moneter sebagai lembaga keuangan alternatif. Memang,

pembiayaan macet karena krisis ekonomi juga dapat dialami bank syariah. Kenyataan ini membuktikan bahwa bank syariah mempunyai resistensi yang tangguh pada ketidakpastisan pasar. Dengan resistensi tersebut, bank syariah telah membuktikan bahwa bank syariah memiliki prospek yang menjanjikan sebagai sistem perekonomian alternatif bagi perekonomian Indonesia.

TANTANGAN EKSTERNAL LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH Artikel ini merupakan lanjutan dari postingan saya sebelumnya yang saat ini membahas akan tantangan lembaga keuangan syariah yang datang dari luar dan tidak kalah penting untuk diselesaikan. Beberapa diantaranya adalah : 1. Posisi lembaga syariah dalam kerangka hukum. Tantangan ini bersifat mendesak, karena akan menghambat upaya pengembangan bank syariah. RUU perbankan syariah yang tengah digodok perlu diperjuangkan untuk segera diundangkan. Aturan tentang pasar modal syariah, surat utang negara syariah, obligasi syariah serta aturan lain sangat penting. Intinya, semua aturan yang akan memberikan ruang gerak lebih luas bagi pelaku bisnis syariah. 2. Dukungan penuh pemerintah belum maksimal. Memang pemerintah mendukung keberadaan perbankan syariah, tetapi dalam tataran kebijakan (political will) dan keseriusan (good will) masih belum optimal. Para menteri, gubernur, bupati belum memberi tempat yang layak untuk berkembang. Di BI (bank Indonesia) belum ada Deputi Gubernur khusus syariah. Selayaknya, Dewan Syariah Nasional dan bankir syariah melakukan lobi-lobi dan pendekatan kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, agar dukungan konkret dan nyata pada perbankan syariah dapat terealisasikan. 3. Sinisme masyarakat. Tidak terelakkan, masih ada masyarakat yang memandang dengan senyum sinis. Terjadi mis-persepsi, seolah bank syariah itu eklusif (untuk umat Islam), sistem bagi hasil kurang menguntungkan dan susah prosesnya. Bank syariah perlu mempromosikan dirinya secara simpatik dan memikat. Berusaha mengubah mindset mereka dan yang penting mampu menampilkan sosok bank syariah yang profesional, berkualitas dan menguntungkan. Adapun berbagai tantangan dari luar yang baru saja saya paparkan, tidak semestinya untuk dihindari, tetapi untuk dihadapi. Justru berbagai tantangan yang hadir diharapkan akan memotivasi setiap insan perbankan syariah untuk terus belajar dan berkarya dengan lebih baik lagi. SUMBER: http://Ekonomisyariah.info/

Kemerdekaan Ekonomi Vs Prinsip Ekonomi Syariah


Sabtu, 20 Agustus 2011 15:07 WIB Oleh: Any Setianingrum MESy 66 tahun kemerdekaan adalah waktu yang cukup untuk meraih kesuksesan ekonomi sebuah negara. Malaysia, negara Islam modern dan dinamis, yang usia kemerdekaannya lebih muda 12 tahun dari Indonesia telah mencanangkan menjadi negara maju pada tahun 2020. Rasulullah SAW beserta sahabatnya dalam waktu singkat sukses merubah perekonomian kota Madinah menjadi perekonomian yang penuh keadilan dan sejahtera. Bagaimana wajah 66 tahun kemerdekaan ekonomi Indonesia? Tahun 2011 penguasaan/kepemilikan asing kurang lebih pada sektor pertambangan mencapai 75%, sektor perbankan 47,02%, industri telekomunikasi 24-95%. Fakta lain yang sungguh ironis adalah, ada sebuah perusahaan asal Singapura menguasai 85 ribu hektar perkebunan sawit di Indonesia, sementara luas negara Singapura sendiri kurang dari 70 ribu hektar (Sumber Kompas, 25 Mei 2011). Kebutuhan pokok pangan seperti beras, kedelai, gula, daging sapi garam masih pula diperoleh dengan cara mengimpor. Cicilan hutang pokok plus bunga yang dibayar dalam 6 tahun terakhir adalah 877,633 triliun (SD-IGJ, 2010), lebih besar dari APBN 2007 dan melebihi seluruh pendapatan dari pajak setahun. Biaya, waktu dan energi untuk merintis mengurangi ketergantungan pada asing, serta resistensi dari sebagian kecil pihak yang diuntungkan dari kegiatan impor/kepemilikan asing, tentulah tidak seberapa besar dibanding dengan manfaat dan keberkahan yang diperoleh dalam jangka panjang jika pemenuhan kebutuhan tersebut bisa diproduksi sendiri. Produk-produk/kepemilikan lokal selain akan memberi efek penciptaan lapangan kerja bagi 8,12 juta orang pengangguran (BPS, 2011), juga memberikan manfaat lain bagi kedaulatan dan martabat bangsa. Adapun adanya kenyataan lebih murah, lebih praktis dan lebih mudah pada produk impor/kepemilikan asing janganlah mengecoh Indonesia untuk terus bertahan menjadi sasaran empuk produk/kepemilikan asing, sebab hal itu tidak akan berhasil memenuhi substansi kebutuhan sebuah negara berdaulat. Negara akan mudah terjebak dalam berbagai musibah ekonomi jika produk/kepemilikan asing telah mendominasi. Diantara musibah ekonomi adalah melemahnya basis-basis produksi dan produktifitas sektor riil sehingga pembangunan ekonomi memiliki kualitas yang rendah karena mengandalkan sektor konsumsi yang sebagian besar merupakan produk asing. Musibah serius lainnya adalah besarnya kerusakan lingkungan, bagaimanapun pihak asing yang menguasai hutan dan perkebunan Indonesia tidak akan sepenuhnya memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan negara lain, apalagi memikirkan kepentingan generasi penerus negara orang. Musibah memilukan

lainnya adalah beban berat yang harus dipikul jutaan warung-warung kecil dan para pedagang di pasar-pasar tradisional di seluruh pelosok tanah air akibat menjamurnya hypermarket dan supermarket yang mayoritas di dalamnya terdapat kepemilikan asing. Akibat lilitan utang, Indonesia menjadi sangat mudah jatuh dalam tekanan asing, khususnya dalam penyusunan UU dan kebijakan-kebijakan strategis pemerintah. Melalui UU dan kebijakan yang telah tertawan itulah intervensi asing sangat mudah masuk. Sistem ekonomi neoliberalis yang mengedepankan perdagangan bebas, spekulasi valas, pasar dan komoditas serta privatisasi layanan masyarakat memberikan kontribusi besar kepada wajah perekonomian Indonesia dan dunia hingga menjadi seperti saat ini. Sepanjang abad 20 telah terjadi lebih dari 20 Krisis ekonomi di negara-negara kapitalisme dan para pengikut setianya (Davies, 1996). Berikut ini akan diuraikan secara singkat, pengaturan perekonomian negara dalam perspektif prinsip ekonomi syariah yang bisa menjadi hikmah. Indikator kesuksesan perekonomian sebuah negara dalam Islam tidak hanya ditentukan oleh pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan fisik saja, namun juga ditentukan oleh ada/tidaknya keadilan dalam kesejahteraan masyarakat, dan keadaan keimanan penduduknya yang tercermin pada keadaan moral, etika dan performa sektor sosial atau ketaatan penduduk dalam membayar ZIS. Kebijakan dasar perekonomian negara adalah melalui mekanisme zakat dan pelarangan riba. Dalam perspektif Islam, jika semua kegiatan usaha dipaksa mengikuti laju suku bunga maka akan terjadi ekploitasi peserta ekonomi yang lemah oleh peserta yang lebih kuat yang akan menyuburkan spekulasi, inflasi dan menumpuknya harta pada sekelompok orang. Karena itulah sistem ekonomi negara harus selalu mengintegrasikan sektor moneter dengan sektor riil sebagai konsekuensi dilarangnya riba, gharar (ketidakjelasan) dan spekulasi. Kebijakan pemerintah secara umum dalam perekonomian Islam adalah mengoptimalisasi sektor sosial dan institusi penunjang pasar. Perekonomian Islam sangat mendukung kegiatan bisnis/perdagangan, mengedepankan produktivitas dalam pertumbuhan sektor riil yang berbasis halal-haram dan manfaat-mudarat dengan basis transaksi jual beli, sewa menyewa dan bagi hasil. Optimalisasi institusi pasar akan menghidupkan basis-basis produksi, meningkatkan produktifitas, menekan inflasi, membuka lapangan kerja, menekan kemiskinan dan menjadikan produk asing hanya sebagai mitra/pelengkap saja. Optimalisasi sektor sosial akan memberikan rasa tentram dan aman kepada rakyat. Terkait sumber daya yang menyangkut hajat hidup orang banyak dalam sebuah negara, Rasulullah Saw bersabda: Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (HR Ibnu Majah). Jadi penguasaan sumber daya alam oleh kelompok saja tidak diperbolehkan apalagi oleh kelompok asing yang manfaat terbesarnya tidak jatuh ke tangan rakyat.

Dengan mekanisme yang konsisten tersebut selama pemerintahan Islam berjaya tidak ditemukan adanya krisis ekonomi yang serius dan terjadi berulang. Prinsip ekonomi Islam terbukti pula sangat mendukung nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia terkait penegakkan nilai amanah untuk mengoptimalkan terlebih dulu segala sumber daya terdekat yang telah dikaruniakan Allah Swt. Adam Smith (1776), yang dianggap sebagai bapaknya ekonomi kapitalis, menganggap bahwa contoh terbaik masyarakat berperadaban tinggi yang kuat secara ekonomi dan politik adalah masyarakat Arab (Madinah) di bawah pimpinan Muhammad. Para pendiri bangsa ini mungkin tidak pernah menduga di usia 66 tahun kemerdekaan, Indonesia belum sepenuhnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam bidang ekonomi, jumlah orang miskin mencapai 30,02 juta orang (BPS, Maret, 2011) dan maraknya kasus KKN dan kiriminalitas. Namun tak ada kata terlambat, Rasulullah SAW, para sahabat dan masyarakat Madinah telah memberi inspirasi yang gemilang. Mereka berhasil membenahi perekonomian Madinah yang telah ratusan tahun dikuasai riba, ketidakadilan dan carut marutnya perilaku masyarakat menjadi kota dengan peradaban tinggi yang diakui dunia sepanjang masa. SUMBER: www.republika.co.id

You might also like