You are on page 1of 2

SIFAT HUKUM KETENAGAKERJAAN

Sifat Hukum Ketenagakerjaan secara umum ada dua yaitu: a. Hukum yang bersifat mengatur dan b. Hukum yang bersifat memaksa a. Sifat Hukum Perburuhan sebagai Hukum Mengatur (Regeld) Ciri utama dari Hukum Perburuhan/ketenagakerjaan yang sifatnya mengatur ditandai dengan adanya aturan yang tidak sepenuhnya memaksa, dengan kata lain boleh dilakukan penyimpangan atas ketentuan tersebut dalam perjanjian (perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama). Sifat Hukum mengatur disebut juga bersifat fakultatif (regelendrecht/aanvullendrecht) yang artinya hukum yang mengatur/melengkapi, sebagai Contoh aturan ketenagakerjaan/perburuhan yang bersifat mengatur/fakultatif adalah: Pasal 51 ayat (1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan penjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis. Dikategorikan sebagai Pasal yang sifatnya mengatur oleh karena tidak harus/wajib perjanjian kerja itu dalam bentuk tertulis dapat juga lisan, tidak ada sanksi bagi mereka yang membuat perjanjian secara lisan sehingga perjanjian kerja dalam bentuk tertulis bukanlah hal yang imperative/memaksa; Pasal 60 ayat (1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan. Ketentuan ini juga bersifat mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk menjalankan masa percobaan atau tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu tidak tertentu/permanen. Pasal 10 ayat(1) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bagi pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Merupakan ketentuan hukum mengatur oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan (merupakan hak) dan dapat pula tidak dilaksanakan oleh pengusaha. Buku III Titel 7A Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPer) dan Buku II Titel 4 Kitab UndangUndang Hukum Dagang (KUHD).

b. Sifat Memaksa Hukum Perburuhan dalam pelaksanaan hubungan kerja untuk masalahmasalah tertentu diperlukan campur tangan pemerintah. Campur tangan ini menjadikan hukum ketenagakerjaan bersifat publik. Sifat publik dari Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan ditandai dengan ketentuanketentuan memaksa (dwingen), yang jika tidak dipenuhi maka negara/pemerintah dapat melakukan aksi/tindakan tertentu berupa sanksi. artinya hukum yang harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar. Bentuk ketentuan memaksa yang memerlukan campur tangan pemerintah itu antara lain: a. Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana bidang ketenagakerjaan. b. Adanya syaratsyarat dan masalah perizinan, misalnya Perizinan yang menyangkut Tenaga Kerja Asing; Perizinan menyangkut Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ;

Penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan izin dan syarat tertentu; Masalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pemutusan hubungan kerja; Syarat mempekerjakan pekerja anak, dan sebagainya.

You might also like