You are on page 1of 9

MAKALAH KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF (TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliyah Kepemimpinan Pendidikan

Disusun JALIL MAHYA ARIFIN SEMESTER : VII-B

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-KHAIRAT PAMEKASAN JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
TAHUN AKADEMIK 2011

A. Latar belakang Wacana kepemimpian dalam dunia Islam yang utuh digali dari teks suci agama (alQuran) mulai menjadi gelombang besar pada akhir abad 19 setelah sebelumnya melemah karena menguatnya gelombang pengembangan ilmu pengetahuan melalui pengkajian langsung terhadap sumber pengetahuan berupa perilaku manusia dan gejala alam semesta raya ini. Keadaan itu terjadi karena Eropa telah terbukti berhasil membangun dan mengembangkan peradabannya sampai sekarang dengan melandaskan epistemologi pengetahuannya dalam bentuk demikian, ditambah lagi politik pengetahuan yang menghegemoni terhadap penduduk dunia lainnya sehingga bentuk epistemologi ini menjadi begitu kokoh, kuat dan tak terbantahkan karena menguatkanya apresiasi penduduk dunia lainnya. Kepemimpinan transformasional perspektif Islam dalam kajian ini tidaklah dibangun dengan kerangka pikiran dikotomis antara ayat Allah SWT yang verbal berupa al-Quran dan ayatNya yang non verbal berupa perilaku manusia dan gejala alam semesta. Oleh karena itu, dalam membincang kepemimpinan transformasional dalam perspektif Islam tidak perlu dimulai dari nol, tetapi dapat memanfaatkan perilaku kepemimpinan manusia dan teori-teori kepemimpinan yang sudah ada termasuk teori Transformational Leadership barat dengan melakukan saling menguji, saling dialog, saling melakukan revisi dan saling melakukan modifikasi, saling melengkapi atau mengurangi (antara al-Quran dan perilaku manusia/gejala alam semesta) sehingga dapat dibangun kesimpulan yang paling mendekati kebenaran hakiki. Hal ini berdasarkan pemahaman adanya dua ragam tanda (sign/ayat) Tuhan yang perlu diketahui. Pertama tanda-tanda (ayat-ayat) yang bercorak linguistik verbal dan menggunakan bahasa insani (bahasa Arab/bahasa Qurani). Kedua, tanda-tanda (ayat-ayat) yang bercorak nonverbal berupa perilaku manusia dan gejala alam. Keduanya diturunkan Allah untuk manusia agar mereka menelaah dan memahaminya. Kedua ayat itu menduduki posisi yang sama (sama-sama berasal dari Allah SWT.) sebagai sumber inspirasi dalam membincang kepemimpinan transformasional perspektif Islam. Ulasan tentang konsep kepemimpinan trnsformasional baik yang dikaji dari ayat Tuhan yang verbal (al-Quran) maupun yang nonverbal (perilaku manusia dan gejala alam semesta) titik persamaannya adalah dalam memposisikan perubahan dan perbaikan sebagai titik berangkat dan tujuan organisasi. Adapun perpedaannya adalah konsep yang dikaji dari ayat Tuhan yang berupa perilaku manusia dan gejala alam semesta seringkali terlalu antroposentris bahkan mengalami keterputusan dengan hal yang teosentris. Sedangkan konsep yang dikaji langsung dari ayat Tuhan yang verbal (al-Quran) seringkali terlalu terjebak kepada teosentris sehingga terkesan konsep yang dibangun tidak kontektual yang sesuai dengan psikososial manusia. Konsep transformational leadership sudah banyak diberbincangkan di barat khususnya pada akhir-akhir ini. Meskipun demikian, pembahasan di bagian ini bukan gejala dari alih-alih dan akuisisi pengetahuan, dengan jalan mencari-cari atau mengganti landasan dasar dari sebuah teori pengetahuan yang sudah ada sebelumnya dengan al-Qur'an. karena tulisan ini

tidaklah dibangun dengan kerangka pikiran dikotomis antara ayat Allah SWT yang verbal berupa al-Quran dan ayatNya yang non verbal berupa hamparan alam semesta dan gejalanya. Lahirnya perubahan (transformasi) yang lebih baik merupakan inti dari usaha- usaha yang dilakukan oleh jamak manusia di dunia ini. Perubahan dan perbaikan merupakan inti dari aktivitas sebuah kepemimpinan. Dengan demikian term transformasi menjadi hal yang sangat signifikan dan relevan. Usaha agama, usaha pengetahuan, usaha ekonomi, usaha politik, usaha kebudayaan, usaha pendidikan, usaha manajemen, usaha kepemimpinan dan lain sebagainya merupakan serangkaian yang dilakukan oleh manusia untuk menuju perubahan (transformasi) yang lebih baik. Dalam al-Quran semangat perubahan, revolusi termasuk transformasi dapat menemukan pijakan epistemologisnya dari beberapa ayat yang menceritakan tentang para nabi dan rasulullah yang revolusioner semisal cerita Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad SAW dan beberapa ayat yang tertera lafadz al-Hijrah, dan al-Jihadu,. Berangkat dari identifikasi ayatayat bersemangat transformasi dengan kata-kata kunci seperti diatas kita akan dapat memulai mengkonsepsikan tentang kepemimpinan transformasional dan perilakunya dalam perspektif Islam (al-Quran). B. Rumusan Masalah Mengingat banyaknya masalah yang dihadapi dalam mewujudkan kepemimpinan yang transformatif (transformational leadership), maka pada kesempatan ini pembahasan dibatasi pada;
1. Apa pengertian pemimpin transformatif (Transformational Leadership) ?.

2. Apa saja cirri-ciri dari kepemimpinan transformatif ?. 3. Bagaimana problematika seleksi kepemimpinan ?. 4. Apa saja karakteristik pemimpin transformatif ?. 5. Apa saja komponen perilaku kepemimpinan transformasional ?.

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemipinan transformatif

Kepemimpinan transformatif didefinisikan sebagai kepemimpinan di mana para pemimpin menggunakan karisma mereka untuk melakukan transformasi dan merevitalisasi orga-nisasinya (Gerald Greenberg dan Robert A Baron, Behavior in Organization, Ohio State University, 2003). Ada juga yang mengartikan bahwa kepemimpinan transformatif adalah kepemimpinan yang melibatkan perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan kepemimpinan yang dirancang untuk memelihara status quo). Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu. Akan tetapi John Gregorius Burns pada tahun 1978 pernah menggulirkan gagasan tentang kepemimpinan yang transformatif. Kepemimpinan yang transformatif menurut Burns adalah sebuah proses dimana para pemimpin dan para pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Kesadaran para pengikut dibangkitkan dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan pada emosi seperti kecemburuan, keserakahan dan kebencian (lihat Achmad M Masykur, 2009 ). B. Ciri-ciri pemimpin transformatif Pemimpin yang transformatif lebih menekankan pada bagaimana merevitalisasi institusinya, baik dalam level organisasi maupun negara. Secara lebih detail, para pemimpin yang transformatif memiliki ciri-ciri berikut. 1. Seperti yang disebutkan di atas, mereka memiliki karisma yang dapat menghadirkan sebuah visi yang kuat dan memiliki kepekaan terhadap misi kelembagaannya.Ini berarti setiap gerak dan aktivitasnya senantiasa disesuaikan dengan visi dan misi organisasinya. Inilah yang dijadikan sebagai acuan untuk tetap konsisten dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakannya. 2. Mereka senantiasa menghadirkan stimulasi intelektual. Artinya, mereka selalu membantu dan mendorong para pengikutnya untuk mengenali ragam persoalan dan cara-cara untuk memecahkannya. Ini berarti para pengikutnya diberi kesempatan untuk berpartisipasi mengidentifikasi persoalan dan secara bersama- sama mencari cara penyelesaian yang terbaik. Dalam karakteristik ini, pemimpin transformatif lebih banyak mendengar ketimbang memberikan instruksi. 3. Pemimpin yang transformatif memiliki perhatian dan kepedulian terhadap setiap individu pengikutnya. Mereka memberikan dorongan, perhatian, dukungan kepada pengikutnya untuk melakukan hal yang terbaik bagi dirinya sendiri dan komunitasnya.

4. Pemimpin transformatif senantiasa memberikan motivasi yang memberikan inspirasi bagi pengikutnya dengan cara melakukan komunikasi secara efektif dengan menggunakan simbol-simbol, tidak hanya menggunakan bahasa verbal. 5. Mereka berupaya meningkatkan kapasitas para pengikutnya agar bisa mandiri, tidak selamanya tergantung pada sang pemimpin. Ini berarti pemimpin transformatif menyadari pentingnya proses kaderisasi dalam transformasi kepemimpinan berikutnya. Ini berbeda dengan model kepemimpinan karismatik yang memosisikan para pengikutnya tetap lemah dan tergantung pada dirinya tanpa memikirkan peningkatan kapasitas dari para pengikutnya. 6. Para pemimpin transformatif lebih banyak memberikan contoh ketimbang banyak berbicara. Artinya, ada sisi keteladanan yang dihadirkan kepada para pengikutnya dengan lebih banyak bekerja ketimbang banyak berpidato yang berapi-api tanpa disertai tindakan yang konkret. Dalam perspektif kepemimpinan transformatif tadi, sekat yang membatasi antara peran kaum muda dan golongan tua sejatinya justru menjadi jembatan dalam melakukan proses transformasi kepemimpinan. Persoalan sesungguhnya bukan terletak pada kutub perbedaan cara pandang antara kaum muda versus kaum tua,antara prokemapanan versus properubahan. Persoalan sesungguhnya justru terletak pada bagaimana membangun mekanisme dan sistem transformasi kepemimpinan. Hal itu hanya bisa berjalan jika ada visi dan konsistensi yang kuat dalam jiwa seorang pemimpin. Dan, itu bukan monopoli kaum tua atau kaum muda saja. C. Problematika seleksi kepemimpinan Dari paparan keenam ciri pemipin transformatif adalah didasari dengan spirit perubahan, saya meringkas dari ciri diatas, ada esensi yang paling mendasar, yaitu pemipin yang mempunyai konsistensi mewujudkan keadilan sisoal bagi masyarakatnya. Keadilan sosial itu akan terwujud bila mana pemimpian secara institusi mampu menghasilkan kebijakan sosial yang merepresentasikan segala isu-isu bersama, dengan perundang-undangan. Dan kebijakan sosial akan terlahir bila mana pemimpin mampu menyerap segala keluh masyarakat. Lahirnya kebijakan pemerintah sekarang yang sering kali dirasa tidak berpihak pada masyarakat, dan banyaknya oposisi politik yang tidak jarang mengganggu kesetabilan roda pemerintahan, sudah menjadi bukti betapa sulitnya kita menemukan pemimpin yang transformatif tentunya yang juga mempunyai harisma. Terlepas dengan konsep demokrasi, karena demokrasi bukanlah konsep untuk meluluhkan harisma pemimpin. Munculnya Megawati-Prabowo, SBY-Boediono, dan Jusuf Kalla-Wiranto yang kesemuanya berusia 60 tahun keatas, salah satu indikasi bahwa inilah pentas drama politik nasional kaum kemapanan aka berahir, dengan kata lain akan munculnya ring selanjutnya. Tentu harapan kita muncul pemimpin yang mempunyai spririt perubahan, energik, inovatif, mandiri dan berharisma (mampu menggiring masa dengan gagasannya). Dan karakter seperti itu sejatinya ada dikalangan muda.

Bisa jadi pemilu 2014 akan diisi kaum muda, telah muncul intelektual dan politisi muda dinegeri kita, seperti politisi muda parta golkar Yudy Crisnandi, Budiman Sudjatmiko (PDIP), Annas Urbaningrum (PD), Pamono Anum (PDIP), Muhaimin Iskandar (ketua umum DPP PKB), Tifatul Sembiring (Presiden PKS), bahkan ada juga tokoh independent yang fenomenal seperti Fajrur Rahman. Namun, mampukah itu terwujud dengan liberlnya demokrasi sekarang...?, karena masih banyak tokoh tua yang akan membeli demokrasi ini, tokoh "karbit" yang selalu membawa kebesaran keluarganya, tokoh Agama yang selalu menjual umatnya, dan tokohtokoh lain yang tentu akan gerah jika bangsa ini dibawa kearah yang jelas. Belum cukup disitu, mereka akan berhadapan dengan warisan kaum tua yang menjadikan masyarakat kita pragmatis. Sebenarnya masih banyak cara lain untuk mewujudkan pemimpin transformatif di 2014, terutama kaum pegiat bangsa yang masih mempunyai semangat idealisme. Yaitu gerakan yang tersusun dengan apik. Saya memfokuskan pada kalangan intelektual. Komunitas ini tidak akan bergerak sendiri, mereka pada umumnya mempunyai komunitas, seperti Perguruan Tinggi, OKP, LSM. D. Karakteristik Pemimpin Transformatif Menganalogi Ekuslie Goestiandi (2010), minimal ada lima karakteristik pemimpin transformatif yang membedakannya dengan pemimpin-pemimpin lain pada umumnya.
1. Mereka selalu mengincar dan terbuka untuk mempekerjakan orang-orang hebat, dan

memacunya untuk menunjukkan potensi dan kinerja terbaiknya. Mereka tidak takut, suatu hari disalip oleh orang-orang yang dipimpinnya tersebut.
2. Mereka menciptakan lingkungan yang memungkinkan orang untuk berpikir bebas dan

bekerja keras. Mereka bukan tiran yang merasa sabdanya selalu benar dan keputusannya selalu tepat.
3. Mereka menantang anak buahnya untuk menciptakan peluang-peluang pekerjaan atau

bisnis baru. Mereka tidak menempatkan diri sebagai superman, an indispensable person, yang sedari awal sudah merumuskan apa yang harus dilakukan anak buahnya.
4. Mereka rela mendengarkan dan merangkum beragam pandangan yang berbeda, bahkan

bertentangan, sebelum mengambil keputusan. Mereka menghindari untuk jadi seorang pengambil keputusan yang melulu memusatkan perhatian kepada pemikiran dan pertimbangan diri sendiri.
5. Mereka adalah seorang investor manusia yang andal. Mereka lebih suka melihat

bawahannya mengeksekusi pekerjaan dengan cara dan gayanya masing-masing dan menikmati hasil dari apa yang dikerjakannya itu. Mereka menghindari untuk menjadi seorang pahlawan yang selalu ikut serta dalam segala hal. Mereka tak terjebak menjadi micro manager yang senantiasa mencampuri pekerjaan dan tanggung jawab anak buahnya sampai kepada perkara yang sedetail-detailnya.

E. Komponen Perilaku Kepemimpinan Transformasional Di bawah ini akan dibicarakan komponen perilaku atau manifestasi kepemimpinan transformasional agar dalam memahaminya lebih terukur. Bass dalam Hartanto beranggapan bahwa unjuk kerja kepemimpinan yang lebih baik terjadi bila para pemimpin dapat menjalankan salah satu atau kombinasi dari empat cara ini, yaitu
1. Idealized Influence - Charisma.(Pengaruh Ideal-Kharisma)

Pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan kepentingan orang lain dari kepentingan sendiri. Sebagai pemimpin perusahaan ia bersedia memberikan pengorbanan untuk kepentingan perusahaan. Ia menimbulkan kesan pada bawahannya bahwa ia memiliki keahlian untuk melakukan tugas pekerjaannya, sehingga patut dihargai. Ia memberikan wawasan serta kesadaran akan misi, membangkitkan kebanggaan serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan dada para bawahannya.
2. Inspirational Motivation (Motivasi Inspirasi)

Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada bawahannya, antara lain dengan menentukan standar-standar tinggi, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai. Bawahan merasa mampu melakukan tugas pekerjaannya, mampu memberikan berbagai macam gagasan. Mereka merasa diberikan inspirasi oleh pemimpinnya.
3. Intellectual Sitnulation (Rangsangan Intelektual)

Pemimpin mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
4. Individual Consideration (Pertimbangan Individu)

Pemimpin mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dari secara khusus rnau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Selain itu memberikan perhatian, membina, membimbing, dan melatih setiap orang secara khusus dan pribadi. Pemimpin menimbulkan rasa mampu pada bawahannya bahwa mereka dapat melakukan pekerjaannya, dapat memberi sumbangan yang berarti untuk tercapainya tujuan kelompok.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dari latar belakang dan penegetian di atas yang menjelaskan tentang kepemimpinan transformatif yang coba dibangun oleh Burns kita bisa melihat bahwa ada prasyarat yang sangat mendasar sebelum pemimpin yang transformatif itu lahir, yaitu tidak berdasarkan pada kecemburuan, keserakahan dan kebencian. Akan tetapi menurut penulis, masih ada yang kurang dari prasyarat yang diberikan oleh Burns, yaitu kejujuran. Karena menurut hemat penulis, kejujuran-lah yang akan mengantarkan seorang manusia menjadi seorang pemimpin yang transformatif. Karena akan sangat sulit orang yang tidak jujur kemudian diberi amanah untuk menjadi pemimpin, kecuali, orang tersebut berpura-pura menjadi orang yang jujur. Terkait dengan kepemimpinan transformatif, Achmad M Masykur pernah melakukan penelitian dengan objek penelitiannya adalah Khalifah Umar ibn Al Khatab. Alasan memilih Umar ibn Al Khatab sebagai objek penelitian adalah karena keberhasilan Umar dalam mengembangkan daerah kekuasaan umat islam. Washington Irving mengatakan bahwa keseluruhan sejarah Umar menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang memiliki tenaga dan pikiran besar, integritas yang tidak dapat dibengkokkan dan keadilan yang teguh ( lihat Achmad M Masykur, 2009 ). Selain dari yang penulis tulis di atas, kita juga perlu melihat sosok Umar ibn Al Khatab sebagai seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang juga dikenal sebagai sahabat yang sangat jujur. Islam sendiri memprasyaratkan seorang pemimpin dengan empat sifat yang harus dimiliki, yaitu : sidiq ( jujur ), tabligh ( penyampai ), amanah ( bertanggung jawab ) dan fathonah ( cerdas) ( lihat Tekad Wahyono, 2009 ). Dari sini kita bisa melihat bahwa islam pun menjadikan kejujuran sebagai sifat yang pertama kali harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Sehingga ketika syarat yang pertama (sidiq atau jujur) tidak terpenuhi, maka apa yang disampaikan oleh seorang pemimpin tersebut patut dipertanyakan, karena pemimpin tersebut berpotensi menjadi pemimpin yang tidak amanah, meskipun pemimpin tersebut adalah seorang yang cerdas, lulusan universitas terkemuka di luar negeri misalnya. Prof.Dr. Yunahar Ilyas pernah mengatakan lebih baik seorang calon pemimpin itu bodoh, tapi dia jujur dan amanah, daripada dia pintar tapi tidak jujur dan tidak amanah. Hal ini dikarenakan jujur dan amanah adalah sifat yang terkait dengan akhlak seorang manusia, dan tidak mudah mencari orang yang jujur dan amanah, apalagi mendidik menjadi orang yang jujur dan amanah. Berbeda dengan mencari atau mendidik seseorang agar menjadi pintar atau cerdas, menurut beliau hal itu tidak terlalu sulit. Di pihak lain, para pemimpin yang transformatif lebih mementingkan revitalisasi para pengikut dan organisasinya secara menyeluruh ketimbang memberikan instruksi-instruksi yang bersifat top down. Pemimpin yang transformatif lebih memosisikan diri mereka sebagai mentor yang bersedia menampung aspirasi para bawahannya. Diantara teori kepemimpinan yang unggul adalah teori kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional adalah pendekatan kepemimpinan dengan

melakukan usaha mengubah kesadaran, membangkitkan semangat dan mengilhami bawahan atau anggota organisasi untuk mengeluarkan usaha ekstra dalam mencapai tujuan organisasi, tanpa merasa ditekan atau tertekan. Seorang pemimpin dikatakan bergaya transformasional apabila dapat mengubah situasi, mengubah apa yang biasa dilakukan, bicara tentang tujuan yang luhur, memiliki acuan nilai kebebasan, keadilan dan kesamaan. Pemimpin yang transformasional akan membuat bawahan melihat bahwa tujuan yang mau dicapai lebih dari sekedar kepentingan pribadinya. Sedangkan menurut Yukl kepemimpinan transformasional dapat dilihat dari tingginya komitmen, motivasi dan kepercayaan bawahan sehingga melihat tujuan organisasi yang ingin dicapai lebih dari sekedar kepentingan pribadinya. Kepemimpinan transformasional secara khusus berhubungan dengan gagasan perbaikan. Bass menegaskan bahwa kepemimpinan transformasional akan tampak apabila seorang pemimpin itu mempunyai kemampuan untuk: 1) Menstimulasi semangat para kolega dan pengikutnya untuk melihat pekerjaan mereka dari beberapa perspektif baru. 2) Menurunkan visi dan misi kepada tim dan organisasinya. 3) Mengembangkan kolega dan pengikutnya pada tingkat kemampuan dan potensial yang lebih tinggi. 4) Memotivasi kolega dan pengikutnya untuk melihat pada kepentingannya masingmasing, sehingga dapat bermanfaat bagi kepentingan organisasinya. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Devanna dan Tichy karakteristik dari pemimpin transformasional dapat dilihat dari cara pemimpin mengidentifikasikan dirinya sebagai agen perubahan, mendorong keberanian dan pengambilan resiko, percaya pada orang-orang, sebagai pembelajar seumur hidup, memiliki kemampuan untuk mengatasi kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian, juga seorang pemimpin yang visioner.

You might also like