You are on page 1of 21

Seberapa Islamkah Negara-Negara Islam?

-Scheherazade S. Rehman & Hossein Askari-

ABSTRAK
Era paska 9/11, terdapat peningkatan perhatian hubungan yang kompleks antara agama, ekonomi, keuangan, politik, hukum, dan perilaku sosial. Hal ini telah membawa serta ketidaksetujuan pada bagaimana menginvestigasi dampak dari relijiusitas, apakah agama mempengaruhi ekonomi, politik, dan pandangan sosial suatu negara atau apakah faktorfaktor ini yang mempengaruhi relijiusitas? Dengan kata lain, apakah sebaiknya agama dipandang sebagai variabel dependen atau variabel independen? Dalam makalah ini penulis bertanya apa yang diyakini untuk menjadi pertanyaan pendahulu untuk hubunganhubungan seperti itu, yakni, negara-negara yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara Islam, seperti yang dibuktikan dengan keanggotaannya dalam OIC Organization of Islamic Conference (Organisasi Konferensi Islam yang kini berubah dalam bahasa Indonesia dengan istilah Organisasi Kerja sama Islam - OKI), yang memeluk kebijakan-kebijakan yang dapat ditemukan dalam ajaran Islam? Penulis yakin bahwa sekali pertanyaan ini diajukan, dapat memulai untuk memperkirakan bagaimana ketaatan pemeluk Islam pada Islam dapat mempengaruhi perilaku ekonomi, politik dan sosial. Dalam bagian pertama makalah ini, penulis menyajikan apa yang penulis yakini sebagai karakteristik dan kerangka berpijak dari sebuah negara Islam. Penulis mendasarkan penggambaran pada Al Quran, dan kehidupan, praktik, dan perkataan dari Nabi Muhammad sebagai 2 saluran prinsip yang menyediakan petunjuk bagi Kaum Muslim. Pada bagian kedua, penulis mengembangkan sebuah indkes untuk mengukur Keislaman dari negara-negara Islam dan non-Islam. Indeks Keislaman ini (I2) mengukur ketaatan 208 negara terhadap prinsip-prinsip Islam dengan menggunakan 4 sub-indeks dihubungkan dengan ekonomi, hukum dan pemerintahan, hak asasi dan politik, dan hubungan internasional. Kata kunci: Islam, pembangunan ekonomi, indeks, agama, studi ekonomi, keuangan, politik, hukum, sosial.
1

PENGANTAR

Para ekonom setuju bahwa terdapat beragam penentu pertumbuhan ekonomi dan bahwa . Penjelasan yang berhasil mengenai performa ekonomi telah menjadi variabelvariabel ekonomi yang sempit untuk mencakup tekanan politik, hukum, dan sosial. Agama merupakan salah satu semacam memaksa dan. Sekarang ini terdapat perhatian yang pantas dipertimbangkan pada peran agama dalam studi ekonomi Terdapat pula kesepakatan di antara para sosiolog bahwa keputusan-keputusan harian yang diambil oleh individu merupakan bagian yang dipengaruhi oleh sistem kepercayaan mereka. Sosiolog melakukan investigasi yang panjang tentang dampak agama terhadap tingkah laku seseorang, sedangkan ekonom hanya mencoba memeriksa dan menetapkan hubungan antara agama dan tingkah laku ekonomi. Penelitian ini adalah penelitian yang dibatasi untuk menunjukan hubungan antara agama dan kebijakan pemerintahan termasuk peraturan hukum. Agama memang berdampak pada ekonomi, sosial, politik dan keputusan hukum, namun para akademisi menghasilkan 2 pandangan (dari mazhab) yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan posisi agama dan perkembangan ekonomi. Apakah agama sebagai variabel dependen ataukan variabel independen. Jika agama dijadikan sebagai variabel dependen, berarti hal yang diteliti adalah hal hal seputar: tingkat perkembangan ekonomi seperti standard kehidupan atau campur tangan pemerintah di pasar, dampak ketaatan pengajaran agama dan ritual seperti seberapa sering seseorang mengunjungi geraja atau masjid dan kegiatan lain yang didasari oleh kepercayaan. Jika agama ditentapkan sebagai variabel independen, kita akan memeriksa pengaruh agama pada ekonomi politik seperti perfoma ekonomi, produktivitas, pekerjaan etnik dan hasil dari perkembangan sosial. Terdapat elemen yang hilang dalam perdebatan ini. Satu hal yang harus diketahui pertama kali adalah apakah negara yang dipermasalahkan mengikuti ajaran dan doktrin dari agama yang diklaim dan hingga seberapa luas. Kemudian dapat menilai korelasinya antara Islam dan performa ekonomi, standar hidup, dan pembangunan secara umum.

Terdapat 2 tujuan dalam makalah ini, Menguji apa yang penulis yakini yang menjadi ajaran Islam yang penting yang seharusnya membentuk kebijakan dari ssebuah negara yang berlabel Islam. Mengajukan ukuran awal pada luasnya ketaatan pada ajaran dan dokrin agama dalam negara yang memiliki label Islam, yakni untuk mengembangkan sebuah indeks untuk mengukur tingkat Keislaman dari negara-negara yang berdasarkan ajaranajaran Islam.

MENGUKUR KEILSAMAN

Perlu diperhatikan dan dibedakan di sini adalah label orang Islam dan ajaran Islam. Hal ini berkaitan dengan negara-negara yang akan diukur di sini. Apakah negara yang mendeklarasikan diri sebagai negara Islam, juga berperilaku seperti dengan ajaran Islam. Kemudian muncul asumsi, apakah negara-negara yang berlabel Islam tersebut benar-benar Islam ataukah hanya memakai nama Islam saja? Walaupun pertanyaan dari penelitian ini kompleks dan kontroversial Seberapa Islamkah Negara-Negara Islam? namun masih masuk akal untuk diukur. hasil penyelidikan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ajaran Islam menujukkan pedoman Islam untuk praktek-praktek ekonomi, sosial, hukum, dan politik yang sejalan dengan praktik saat ini dan struktur kelembagaan yang direkomendasikan. Selain itu, keyakinan kami bahwa konsepsi pembangunan manusia dan ekonomi di Islam adalah mirip dengan konsepsi "modern" di Barat1. Terdapat 7 negara yang menyatakan diri sebagai negara Islam: Afganistan, Bahrain, Iran, Mauritania, Oman, Pakistan, Yaman. 12 negara yang menyatakan Islam sebagai agama negara: Aljazair, Bangladesh, Mesir, Iran, Kuwait, Libya, Malaysia, Maladewa , Maroko, Qatar, Tunisia, Uni Emirat Arab. Dalam mengembangkan indeks keislaman penulis telah memilih pendekatan yang mencakup semua untuk merangkul semua negara-negara yang pemerintahannya mengakui ajaran Islam sebagai pedoman, atau salah satu prinsip utama,
1

Hal ini telah didiskusikan secara mendalam oleh Abbas Miakhor dan Hossein Askari, Islam and the Path to Human and Economic Development (Palgrave Macmillan, forthcoming 2010)

untuk pemerintahan. Untuk tujuan ini penulis memutuskan bahwa organisasi negara-negara Islam (OKI) memberikan representasi yang baik dari negara-negara yang menjadi anggota OKI yaitu (a) pemerintah yang telah mengadopsi Islam sebagai agama resmi negara, atau (b) Islam sebagai agama utama mereka, atau (c) populasi muslim yang signifikan, atau (d) hanya menyatakan diri sebagai republik Islam. Dalam indeks keislaman penulis melihat dua ratus dan delapan negara dan membandingkan mereka pada kelompok bagian dari negara-negara OKI. Kami mencoba untuk mengukur pembangunan ekonomi, sosial, hukum, dan politik dari negara-negara OKI, bukan hanya oleh standar Barat, yang didokumentasikan dengan baik dalam beragam ranking indeks yang populer, tapi oleh apa yang kita yakini sebagai standar Islam.

AJARAN ISLAM DAN INDEKS KEISLAMAN Hakikat Ajaran Islam


Islam adalah agama yang memiliki sistem berdasarkan aturan yang secara terbuka memberikan aturan yang sangat jelas serta petunjuk untuk mencapai kesuksesan dalam sistem ekonomi, pemerintahan yang baik, penghargaan terhadap hak-hak azasi, kebebasan untuk memilih dan penjagaan di bawah kode hukum yang jelas, dan kode perilaku yang mengatur hubungan dengan pihak eksternal (non-muslim). Islam, selain mengajukan kebebasan memilih dan kebebasan untuk melakukan praktek keagamaan, memberikan pengikutnya aturan yang lebih jelas, termasuk kode hukum, serta kejelasan bagi pemerintahan oleh negara dan pengaturan ekonomi serta hubungan sosial. Sumber prinsip Islam adalah Al Quran dan kehidupan, perilaku, dan perkataan Nabi Muhammad SAW sebagai tuntunan dalam hidup. Dua sumber ini dapat diperluas meliputi Ijma, yang merupakan kumpulan dari kesepakatan para mujtahid atau ilmuwan Islam, dan Qiyas yang merupakan pendapat berdasarkan doktrin dan perumpaan yang ada dalam Islam. Petunjuk ini melindungi namun tidak mengurangi pentingnya: pekerjaan, ekonomi berdasarkan pasar, berbagi, kompetisi, perpajakan, keuangan pemerintahan, perilaku institusi keuangan, pembagian pendapatan, kepemilikan pribadi, aturan hukum, sanksi kontrak, pengaturan sumber daya alam, termasuk menghabiskan sumberdaya alam, dan
4

kode perilaku terhadap non-muslim, penjagaan warisan dan anak-anak, pemerintahan yang baik, zakat bagi orang miskin, hak manusia dan hak warga sipil baik lelaki dan perempuan. Penulis membagi ajarah Islam ke dalam lima ranah yang lebih luas: Pertama, hubungan antara manusia dengan Tuhan dan balasan manusia merujuk kepada prinsip-prinsip tanggung jawab manusia. Kedua, sistem ekonomi, kebijakan-kebijakan, dan keadilan sosial-ekonomi. Ketiga, sistem hukum dan pemerintahan. Keempat, hak azasi manusia dan politik. Kelima, batas-batas hubungan di luar Islam (khususnya dengan non-muslim).

RINGKASAN AJARAN ISLAM UNTUK MENGUKUR KEISLAMAN


Aturan Islam mengingatkan memantau orang-orang yang memenuhi atau mengikuti perintahaNya dan memberikan balasan untuk mereka dan sanksi bagi mereka yang tidak mengikuti perintahNya. . Merujuk kepada hal tersebut, ketentuan yang diberikan Allah SWT dan dijelaskan serta diimplementasikan oleh para Nabi dan Rasul-Nya adalah aturan. Terdapat empat konsep fundamental yang mendukung Islam sebagai sistem berdasarkan aturan ini. Walayah Inti aktivitas dari Walayah adalah cinta yang dimanifestasikan melalui pengetahuan dan penegakan keadilan. Karamah Bahwa manusia diberkahi dengan kemampuan untuk mengetahui Penciptanya, untuk mengenali dan mengapresiasi alam semesta dan segala yang ada di dalamnya serta untuk memahami alasan dari keberadaannya sebagai kelompok yang berharap kepada Penciptanya. Diberikannya martabat kepada manusia dan kesucian bagi ciptaan Allah manusia - Semua manusia harus menghormati martabat dan hak azasi manusia orang lain.

Meethaq Manusia bersaksi bahwa mereka mengakui Allah yang satu dan satu-satunya Pencipta dan Penjaga keberlanjutan ciptaanya dan segala implikasi yang muncul.

Khilafa Bersama-sama dengan Walayahh dan Karamah menyediakan dasar untuk Khilafa. Cinta dari Sang Pencipta memberkati manusia dengan martabat dan kecerdasan agar supaya menjelma Walayah melalui instrumentalitas Khilafah. Khilafah merupakan penguasaan manusia oleh Sang Pencipta sebagai perantara untuk memperluas Walayahh satu dengan yang lain, secara materi melalui sumber-sumber yang disediakan oleh Sang Pencipta, dan secara non-materi melalui manifestasi cinta pada sesamanya.

Ada tiga aturan yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi, yakni sarana perlindungan hak, pelaksanaan perjanjian, dan tata-kelola pemerintahan yang baik, ditegaskan dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah (tradisi kenabian). Jaringan aturan dalam Islam yang menjamin pertumbuhan lebih lanjut; kaidah mencari pengetahuan, tidak boros, tidak melakukan tindak-kekerasan, giat bekerja dan tidak melakukan pengelapan, menipu atau penyalahgunaan kepemilikan. Kaidah tingkah-laku internasional yang mengatur pemenuhan dan partisipasi pasar dengan hal tersebut menjamin bahwa pasar akan menjadi mekanisme efisien untuk menciptakan keseimbangan dalam ekonomi. Karena kejujuran dan keadilan dijamin oleh taat aturan, harga yang muncul adalah harga yang pantas. Aturan yang mengenai perlakuan yang adil terhadap yang lain menjamin bahwa pihak yang berpartisipasi dalam tindakan produksi menerima bayaran yang pantas terhadap usaha mereka. Dengan demikian, distribusi yang berbasis pada pasar yang diatur oleh mekanisme harga juga akan adil. Semua transaksi ekonomi diatur oleh aturan atau kaidah yang

menuntut komitmen pada persyaratan dan syarat-syarat kontrak dan perjanjian sehingga kemungkinan informasi yang tidak simetrik dan resiko moral diminimalisir atau dikurangi. Aturan yang mengatur penggunaan tentang kekayaan dan pendapatan yang sudah digunakan (hal itu mengenai pendapatan dan kekayaan, setelah laporan terhadap hak-hak dan klaim terhadap yang lain) menjamin bahwa kekayaan tidak ditimbun dan disediakan dalam bentuk investasi dan pengeluaran yang sesuai dengan cara yang ditentukan oleh Allah.
6

Hal yang berkaitan skema ekonomi yang berbasis pasar dimana setiap individu yang dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik, yang menggunakan pengetahuan teknis untuk mengombinasikan dengan pekerja mereka dan sumberdaya yang diberikan oleh pencipta untuk memproduksi produk dan jasa untuk masyarakat. Aturan memerintah dengan kebajikan dan melarang kejahatan dapat digunakan untuk individu dan masyarakat, menjamin partisipasi penuh dan aktif terhadap semua bidang dalam masyarakat. Sunnah rasulullah atau tradisi kenabian telah memperingati bahwa kegagalan yang disebabkan manusia untuk mematuhi aturan tersebut dan untuk memperbaiki tata kelola yang tidak efektif akan mengarah pada sikap negara yang totaliter. Instrument ekonomi yang membangun hubungan walayahh adalah aturan redistribusi dan cenderung menyediakan kebutuhan materi untuk generasi selanjutnya melalui hukum warisan serta melalui instrument waqaf, dimana pemilik kekayaan melaksanakan sumbangan yang menciptakan dan memelihara infrastruktur social. Pada akhirnya, keberadaan dari kemiskinan yang mutlak dan relatif, bersama dengan ketidaksamaan pendapatan yang, merupakan bukti yang utama dalam pelanggaran hukum dan tata kelola yang gagal, dimana anggota masyarakat, individu maupun kolektif, bertanggungjawab bukan pada masalah seberapa kuat keinginan mereka pada keislaman. Islam mempersatukan prinsip etis dengan ukuranis institusional (hukum dan aturan) untuk menciptakan kerangka kerja pada bagaimana Islam mengilhami ekonomi dan masyarakat seharusnya berfungsi. Esensi dalam masyarakat Islam merupakan sistem yang berlandaskan pada aturan, yakni berpusat pada konsep keadilan (Al Adl). Ukuran luas untuk menunjuk kelangkaan sumber daya dan mencapai sebuah distribusi yang layak dari kesejahteraan dan sumber daya dibawah seperangkat instruksi keadilan meliputi 3 hal: Mengembangkan nilai moral dan etika seperti, keadilan, persamaan hak, kejujuran dan lain-lain, Instrument dan alat ekonomi seperti; zakat, sadaqah, dan hukum warisan dan property, dan terakhir Perkembangan politik dan kapasitas institusi untuk memastikan bahwa prinsipprinsip dan norma-norma diatas cukup menguatkan. Pada intinya, model tersebut adalah prinsip keadilan sementara keadilan prinsip, kebijaksanaan fiskal, penghargaan hak milik, dan kerja keras berkembang dari tema utama ini.
7

Sementara, keadilan dan hak akan keadilan merupakan pondasi ekonomi dan masyarakat Islam, hal itu juga diakui secara luar bahwa pasar bebas sebaiknya menjalankan aturan yang terkemuka dalam distribusi barang dan jasa, seklipun berfungsi dibawah hukum khusus yang telah ditentukan. Hukum Islam menyatakan secara jelas tentang pasar bebas dan transpraran, kejujuran dalam beriklan, dan bisnis yang beretika sebagai standar dasar dalam aktivitas perekonomian. Setelah penaklukkan Makkah dan sebagian Arab lainnya, aturan yang mengatur pasar dan partisipannya dilembagakan dan digeneralisasikan kepada semua pasar di Arab. Aturan-aturan berkaitan dengan tidak adanya pembatasan pada perdagangan internasional dan antar regional (termasuk tidak ada pajak impor maupun ekspor); gerakan bebas spasial pada sumberdaya, barang-barang dan jasa dari satu perdagangan ke perdagangan yang lain; tanpa hambatan untuk masuk dan keluar dari pasar; informasi yang transparan dan bebas yang mengenai harga, kualitas dan kuantitas barang, terutama sekali dalam kasus spot trade; spesifikasi perjanjian terhadap penyelesaian perdagangan dimana perdagangan terjadi dari waktu ke waktu; spesifikasi sarana dan hak-hak lainnya terhadap semua partisipan dalam setiap kontrak; pelaksanaan kontrak dijamin oleh negara dan aparatur legal lainnya; larangan menimbun komoditas dan sumberdaya produktif dengan maksud mendorong harga (Ihtikar); larangan penguasaan harga (Taseer); larangan pada penjual atau pembeli yang merugikan minat pelaku pasar lainnya, misalnya, membiarkan pihak ketiga untuk mengganggu negosiasi antara dua pihak (disebut najsh) dalam rangka untuk mempengaruhi negosiasi untuk kepentingan salah satu pihak; dan larangan pada perubahan sedikit terhadap pembeli, misalnya, tidak memberikan timbangan dan ukuran yang sebenarnya (tatfeef). Selain itu, pembeli dan penjual diberikan hak pembatalan dalam suatu transaksi, misalnya; Penjual dan pembeli dapat mengakhiri negosiasi sebelum meninggalkan lokasi dimana hal itu terjadi (Khyar Majlis). Ketika suatu pembeli tidak melihat komoditas atau barang dan setelah melihatnya diketahui itu tidak dapat diterima. (Khyar Rouyah). Ketika salah satu penjual atau pembeli menemukan bahwa produk tidak layak untuk dijual, atau dibeli lebih tinggi dari harganya. Ketika pembeli menemukan bahwa kualitas produk tidak diharapkan (Khyar Qashsh)

Ketika kondisi sepihak ditetapkan selama negosisasi dimana salah satu tidak terpenuhi (Khyar Shart).

Ketika periode pengiriman ditetapkan tetapi produk tidak diterima tepat waktu (Khyar Moddah).

Ketika subyek negosiasinya adalah hewan, pembeli memiliki hak untuk mengembalikan hewan tersebut tiga hari setelah kesepakatan dicapai (Khyar Haywan).

Korupsi dan tindakan korup tidaklah sesuai dengan nilai-nilai Islam dan secara spesifik Islam mengutuk perbuatan tersebut. Sebagai contoh, sebagaimana Hadits Nabi SAW, orang yang terkutuk adalah pelaku korupsi, penerimanya, dan dia yang menjadi penghubung antara keduanya, mengilustrasikan kerasnya pandangan Islam bagi perilaku seperti korupsi dan suap menyuap. Berdasarkan pada kode etik dan etika melakukan bisnis yang ada dalam ajaran Islam, menjalankan bisnis dan perdagangan dipertimbangkan sebagai tujuan yang mulia. Quran secara jelas menjelaskan tindakan etika bisnis sebagaimana ada dalam ayat, wahai orangorang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang tidak benar, baik melalui perdagangan maupun melalui saling menyetujui-dan janganlah kamu saling membunuh (4: 29). Ayat ini dan ayat lainnya dalam al-quran membuat jelas bahwa aturan yang dijelaskan membutuhkan bahwa transaksi ekonomi harus berdasarkan kebebasan memilih serta kontrak yang dapat digunakan sebagai mekanisme berjalannya perdagangan. Nabi SAW mengklarifikasi aturan hak kepemilikan yang berlebihan terhadap sumber daya alam. Untuk menjaga kepentingan masyarakat dan menjaga keteraturan serta stabilitas sosial, Nabi SAW memberikan aturan berdasarkan apa yang telah dijelaskan oleh Al-Quran, untuk memberikan prioritas bagi masyarakat yang memiliki hak tersebut di atas individu. Aturan ini, berhubungan pada hak kepemilikan, sementara hak untuk individu dapat dijaga, mereka tidak diperbolehkan merusak kepentingan masyarakat. Nabi SAW merujuk kepada aturan yang telah dijelaskan dalam Quran, melarang pencurian, penyuapan, bunga, perebutan hak kepemilikian dari orang lain melalui pemaksaan serta kegiatan yang dilarang secara moral maupun etika yang mendatangkan pendapatan maupun kekayaan. Tindakan-tindakan ini menciptkan kepemilikan yang instan tanpa kesetaraan dalam proses bekerja dan tidak produktif secara sosial dan merugikan.
9

Aturan ini secara jelas membentuk prioritas kepentingan masyarakat di banding kepentingan individu tanpa pengaruh yang merugikan bagi hasil pribadi, pertukaran dan konsumsi. Prinsip pertama dari hak kepemilikan menyatakan kepemilikan yang permanen, tetap, dan bermacam-macam dari seluruh kepemilikan Allah SWT. Prinisip kedua menyatakan, sejalan dengan Quran, perpindahan oleh Allah hak untuk memiliki kepada seluruh manusia. Prinsip ketiga menyatakan kesempatan yang sama untuk mengakses semua sumber daya alam yang disediakan oleh Sang Pencipta, yang dikombinasikan dengan pekerjanya untuk memproduksi barang maupun layanan. Karena manusia tidak benar-benar menciptakan satupun sumber daya alam yang ada di bumi, mereka tidak dapat memilikinya secara berlebihan. Perbedaan yang jelas telah dibuat antara hak kepemilikan dan hak untuk memiliki, khususnya dalam kasus tanah. Setiap orang dapat mengkombinasikan pekerjaan, modal, dan tanah yang tersedia untuk menghasilkan komoditas yang lebih di mana orang tersebut memiliki secara penuh hak kepemilikan. Tanah akan tinggal dalam kepemilikan seseorang sejauh tanah itu produktif. Tetapi, jika tanah tidak digunakan bagi produksi yang berkelanjutan, orang itu akan kehilangan hak memiliki, dan penghasil lain akan memiliki hak untuk mengambil kepemilikan tanah untuk digunakan dalam perkerjaan dan permodalan untuk menghasilkan komoditas. Dalam kasus sumber daya yang dapat habis /tak terbaharukan, kepemilikan secara jelas berada di tangan negara untuk mengaturnya dengan cara yang mengupayakan keuntungan yang sama bagi setiap anggota masyarakat. Keuntungan ini diterapkan secara merata bagi seluruh generasi. Gagasan kerja keras sebagai bagian dari individu dan masyarakat sebagai hal yang menyeluruh dipertimbangkan dalam Islam menjadi satu dari pengerak perkembangan ekonomi dan peningkatan sosial yang paling penting. Hukum Islam berupaya untuk membantu perkembangan pekerja, produksi, dan perniagaan ekonomi, serta menekankan pelarangan korupsi, kebiasaan meminta, dan berbagai hal lain yang dapat mempromosikan ketidakstabilan sosial atau politik, ekonomi, serta tekanan sosial. Berdasarkan Hadits, Nabi SAW menekankan kerja produktif, dan dia menggunakan kas negara untuk mengurangi kemiskinan, Nabi SAW akan dengan kuat menolak kemalasan serta ketergantungan untuk

10

meminta-minta. Nabi SAW mengatakan bahwa mendapatkan sesuatu dengan cara halal adalah bentuk ke-19 dari ibadah. Memerintahkan apa yang baik dan melarang kejahatan merupakan sebuah kewajiban. Kewajiban ini berada dalam tiap individu seperti halnya pada seluruh komunitas. Adanya tekanan, korupsi, ketidaksamarataan secara besar-besaran, dan kemiskinan dalam komunitas adalah bukti kuat untuk menduga terhadap ketidakpatuhan atau lalainya kewajiban ini pada bagian dari anggota kelompok. Kewajiban ini memberikan setiap anggota masyarakat hak dan membebankan pada mereka kewajiban berpartisipasi dalam urusan komunitas.

INDEKS KEISLAMAN

Metodologi Indeks Keislaman


Penulis berusaha membedakan apakah prinsip-prinsip Islam mendorong ke arah (a) performa pasar bebas dan ekonomi yang kuat (b) pemerintahan pemerintah dan aturan hukum yang baik (c) masyarakat dengan hak asasi dan sipil dan kesamarataan yang dibentuk dengan baik, (d) relasi hubungan yang ramah dan kontribusi penuh makna terhadap

komunitas global atau apakah hal tersebut, pada kenyataannya merupakan sebuah penghalang. Islam bukanlah penghalang pada ekonomi, politik, hukum, sosial, dan pembangunan yang baik. Dalam studi pertama penulis2 - menciptakan sebuah indeks keislaman ekonomi penulis mengukur ketaatan 208 negara pada prinsip-prinsip ekonomi Islam dengan menggunakan 113 variabel yang dapat diukur sebagai representasinya (dan tidak bersandar pada survey agama yang digeneralisasi sebagai praktik sekarang yang secara umum). Makalah ini merupakan kelanjutan terhadap makalah yang lebih awal tersebut pada Indeks Keislaman Ekonomi dan menyajikan sebuah indeks yang lebih luas dengan sebuah definisi Keislaman yang diperluas pada lebih dari sekedar Keislaman ekonomi. Penulis menginvestigasi 208 negara dan dipecah menjadi berbagai sub-kategori negara untuk perbandingan: Tinggi, Menengah-keatas, Menengah-kebawah, dan Negara
2

Rahman dan Askari. Sebuah Indeks Keislaman Ekonomi

11

dengan Pendapatan Rendah, Negara OECD3, Negara Non-OECD, Negara-Negara Teluk Persia, Negara OIC4, dan Negara Non-OECD Non OIC. 4 indeks individu yang menyusun Indeks Keislaman (I): (1) Indeks Keislaman Ekonomi (EI) (2) Indeks Keislaman Hukum dan Pemerintahan (LGI) (3) Indeks Keislaman Hak Asasi dan Politik (HPI) (4) Indeks Keislaman Hubungan Internasional (IRI) Dengan indeks-indeks di atas yang dikombinasikan penulis menciptakan Indeks Keislaman I=(EI)+(LGI)+(HPI)+(IRI)

(1) Economic Islamicity Index (EI) / Indeks Ekonomi Keislaman (EI) Indeks EI mencoba untuk meranking negara yang mendeklarasikan diri negara Islam seperti tingkat kebijakan mereka, pencapaian, dan realitas menurut seperangkat prinsip ekonomi Islam. Esensi dari prinsip ekonomi Islam dapat diwujudkan menjadi 3 tujuan fundamental: (a) Prestasi/penghargaan keadilan ekonomi dan prestasi/penghargaan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (b) Luas Kesejahteraan dan penciptaan lapangan kerja. (c) Pemakaian ekonomi Islam dan praktik keuangan.

12 Prinsip Ekonomi Keislaman Yang Mendasar Dari Indeks Ekonomi Keislaman (1) Persamaan kesempatan ekonomi untuk semua anggota masyarakat dan kebebasan ekonomi. (2) Keadilan ekonomi. (3) Hak kepemilikan individu dan kesakralan perjanjian.

Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development) merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Berawal tahun 1948 dengan nama Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi Eropa (OEEC - Organisation for European Economic Co-operation), dipimpin oleh Robert Marjolin dari Perancis, untuk membantu menjalankan Marshall Plan, untuk rekonstruksi Eropa setelah Perang Dunia II. Kemudian, keanggotaannya merambah negara-negara non-Eropa, dan tahun 1961, dibentuk kembali menjadi OECD oleh Konvensi tentang Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi. 4 Organisasi Kerja Sama Islam

12

(4) Penciptaan kerja untuk semua yang mampu dan mau bekerja & ketersedian ketenagakerjaan yang sama. (5) Ketersediaan pendidikan yang sama. (6) Pencegahan dan pengurangan kemiskinan; pemenuhan kebutuhan dasar sandang, pangan, dan papan. (7) Perpajakan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi dari masyarakat dan untuk menunjuk isu sosial secara umum. (8) Manajemen sumber daya yang alami dan dapat habis pada manfaat seluruh anggota generasi sekarang dan yang akan datang secara tepat. (9) Penghapusan praktik korupsi. (10) Penegakan sistem keuangan pendukung. (11) Praktik keuangan yang meliputi penghapusan kepentingan. (12) Keefektifan dari negara dalam mencapai atas (kesejahteraan ekonomi umum).
TABEL II Indeks Ekonomi Keislaman (EI) AREA A KESEMPATAN EKONOMI DAN KEBEBASAN EKONOMI

SUB KATEGORI A) Indikator Persamaan Gender B) Indikator non-diskriminatif lain C) Indikator Pasar Tenaga Kerja D) Indikator Ketenangan dalam Melakukan Bisnis E) Indikator Kebebasan Ekonomi F) Indikator Kebebasan Pasar dan Bisnis A) A) A) B) C) D) Hak Kepemilikan dan Perjanjian Ketenagakerjaan dan Penciptaan Pekerjaan yang Sama Indikator Indeks Pendidikan Indikator Pengeluaran/Belanja Pendidikan Publik Indikator Persamaan Pendidikan Indikator Keefektifan Pendidikan Indikator Keefektifan Kemiskinan Indikator Persediaan Pelayanan Kesehatan Indikator Amal

B C D

HAK KEPEMILIKAN DAN KESAKRALAN PERJANJIAN PENCIPTAAN PEKERJAAN DAN AKSES PADA KETENAGAKERJAAN YANG SAMA AKSES PADA PENDIDIKAN YANG SAMA

KEMISKINAN, BANTUAN DAN KEBUTUAN DASAR MANUSIA

A) B) C)

F G

KEADILAN EKONOMI PERPAJAKAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Tidak Tersedia A) Indikator Kebebasan Fiskal B) Indikator Tingkatan Pajak C) Indikator Tingkatan Perpajakan D) Indikator Kebebasan dari Pemerintah A) B) A) B) Kualitas Belanja Ekonomi Indikator Tabungan/Simpanan Indikator Internasional Transparansi Indikator Bebas Korupsi

H I

MANAJEMEN SUMBER DAYA YANG ALAMI DAN DAPAT HABIS KORUPSI

13

SISTEM FINANSIAL YANG MENDUKUNG

A) B) C) D)

Kebebasan Investasi + Kebebasan Finansial Indikator Sektor Perbankan Indikator Resiko Pasar Keuangan Indikator Investasi, Portfolio dan Aliran Modal Indikator Tidak Adanya Kepentingan Indikator Ekonomi Makro Indikator Kesuksesan Pembangunan Ekonomi Indikator Derajat Globalisasi dan Perdagangan Indikator Kesejahteraan Umum

K L

SISTEM FINANSIAL ISLAMI (PRAKTIK FINANSIAL YANG MELIPUTI PENGHAPUSAN KEPENTINGAN) KESELURUHAN KEEFEKTIVITASAN NEGARA DALAM MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI (KESEJAHTERAAN EKONOMI SECARA UMUM)

A) A) B) C) D)

(2) Legal and Governance Islamicity Index (LGI) / Indeks Keislaman Hukum dan Pemerintahan Indeks ini merupakan sebuah usaha untuk menangkap dua area kunci dari lingkungan hukum dan pemerintahan sebuah negara. Dalam pelaksanaannya, hal ini mengukur tingkat kefektifan fan kempetensi pemerintahan pemerintah dan integritas hukum (juga meliputi tingkat campur tangan militer). Tabel II mendekripsikan beragam pengukuran, variabel dan perwakilan untuk Indeks Keislaman Hukum dan Pemerintahan.
TABEL III Indeks Keislaman Hukum dan Pemerintahan (LGI) AREA Sub-kategori A PEMERINTAHAN A. Pemerintahan Pemerintah

Representasi Pengukuran

Indikator Suara dan akuntabilitas Indikator Kestabilan Politik dan Tidak Adanya Kekerasan Indikator Keefektifan Pemerintah Indikator Kualitas Pengaturan/Regulator Indikator Peran Hukum Indikator Pengontrolan Korupsi B INDIKATOR INTEGRITAS HUKUM A. Indikator Integritas Hukum & Pengadilan Kemerdekaan Yang Berkaitan Dengan Pengadilan Pengadilan Yang Independen Dan Tidak Mengotrol Pada Interfensi Oleh Pemerintahan Atau Partai Dalam Pertentangan. Pengadilan Yang Tidak Berat Sebelah Sebuah Kerangka Kerja Hukum Yang Terpercaya Ada Pada Bisnis Pribadi Untuk Menghadapi Tantangan Legalitas Tindakan Dan Regulasi Pemerintah. Integritas Sistem Hukum Indeks Campur Tangan Militer Dalam Aturan Hukum Dan Proses Politik.

B.

Indikator Interfensi Militer

14

(3) Human and Political Rights Islamicity Index (HPI) / Indeks Keislaman Hak Asasi Manusia dan Politik (HPI) Indeks ini merepresentasikan sebuah usaha untuk mengukur tingkatan Hak Asasi Manusia dan Politik pada 208 negara. Hal ini menggunakan pengukuran yang spesifik untuk hak sipil dan politik, hak wanita, hak-hak lain, resiko politik, dan pencegahan genosida/pemusnahan masal, yang dapat ditemukan secara lebih detail pada Tabel IV.
TABEL IV Kemanusiaan dan Hak-Hak Politik dalam Indeks tentang Keislamian/Human and Political Rights IslamicityIndex (HPI2) AREA Subkategori Model Pengukuran A. HAK-HAK WARGA NEGARA DAN POLITIK A. Indikator Hak-Hak Warga Indeks Kebebasan Negara B. Indikator Hak-Hak Politik B. HAK-HAK PEREMPUAN A. Hak-Hak Perempuan Proporsi perempuan yang duduk di parlemen (%) Posisi UN HDI di lower house/DPR dipegang oleh perempuan (persentase dari keseluruhan) Posisi UN HDI di parlemen dipegang oleh perempuan (persentase dari keseluruhan) Posis UN HDI di upper house/DPD dipegang oleh perempuan (persentase dari keseluruhan) Pososi UN HDI perempuan di pemerintahan pada tingkat kementrian (persentase dari keseluruhan) UN HDI tahun di mana perempuan mendapatkan hak untuk memilih C. HAK-HAK LAINNYA A. Indikator Kebijakan Pelayanan Militer Penggunaan wajib milter untuk memperoleh personel militer Indeks Kebebasan

D.

RISIKO POLITIK A. Risiko Politik Risiko politik-Kelompok PRC-Risiko Negara

E.

PENCEGAHAN B. GENOSIDA/PEMUSNAHAN RAS/GOLONGAN TERTENTU C. D. E. F. G. H. A. Pencegahan Genosida/ Pemusnahan Ras/Golongan Tertentu Konvensi Internasional UN HDI tentang Pencegahan dan Hukuman bagi kejahatan genosida

15

(4) International Relations Islamicity Index (IRI2) / Indeks Keislaman Hubungan Internasional (IRI2). Indeks ini berusaha untuk memotret hubungan sebuah negara dengan komunitas global berangkat dari penghargaan terhadap beberapa hal penting menyangkut kontribusi terhadap lingkungan, globalisasi, hubungan militer, dan risiko negara secara keseluruhan. Tabel V menggambarkan macam-macam ukuran, variabel, dan indikator untuk hubungan sebuah negara dengan komunitas global seperti yang ada dalam Indeks Keislaman Hubungan Internasional/International Relations Islamicity Index (IRI2).

TABEL V Hubungan Internasional dalam Indeks tentang Keislamian/International Relations IslamicityIndex (IRI2). AREA A. Subkategori INDEKS PERFORMA LINGKUNGAN SEKITAR C. Indeks Lingkungan Sekitar Kesehatan Lingkungan Kualitas Udara Sumber-sumber air Sumber Alam yang Produktif Keanekaragaman Hayati dan Habitat Energi yang Berkelanjutan B. INDEKS GLOBALISASI A. Indikator Globalisasi Ekonomi Indeks Globalisasi Pembatasan-pembatasan B. Indikator Globalisasi Sosial Hubungan Personal Arus Informasi Kedekatan Budaya Indeks Globalisasi Politik Representasi Pengukuran

C. D. C. KEMILITERAN/PERANG

C. Indikator Globalisasi Politik A. Indikator Proporsi dari Pengeluaran untuk Kemiliteran B. Indikator Pengeluaran untuk Kemiliteran

(Persentase belanja militer dari GDP/Total Angkatan Bersenjata) dan indeks Angkatan Bersenjata Persentase belanja militer dari GDP/persentase personel militer dari total pekerja

D.

RISIKO NEGARA SECARA KESELURUHAN A. Risiko Negara Indeks Risiko Negara Secara Keseluruhan

16

HASIL DARI INDEKS KEISLAMAN

Tabel VI di bawah merupakan paparan kesimpulan akhir dari Indeks Keislaman (I 2), pengurutan dari 208 negara dikelompokkan menjadi: pendapatan tinggi, pendapatan menengah ke atas dan menengah ke bawah, pendapatan rendah, OECD dan Non-OECD, negara-negara OIC, negara-negara non-OECD sekaligus non-OIC, dan negara-negara Teluk Persia. Hasil dari Indeks Keislaman (I2) dari 208 negara, yang dipisahkan dalam empat peringkat indeks: (1) Indeks Keislaman Ekonomi (EI) (2) Indeks Keislaman Hukum dan Pemerintahan (LGI) (3) Indeks Keislaman Hak Asasi dan Politik (HPI) (4) Indeks Keislaman Hubungan Internasional (IRI)

TABEL VI Ringkasan Detail dari Indeks tentang Keislamian/Islamicity Index (I2) SUBKELOMPOK (#DARI NEGARA-NEGARA) EI2 LGI2 SELURUH NEGARA (208) OECD5 (30) PENDAPATAN TINGGI (60) PENDAPATAN MENENGAH KE ATAS(41) NON-OECD NON-OIC (123) TELUK PERSIA (7) PENDAPATAN MENENGAH KE BAWAH (55) NON-OECD (178) OIC (56) PENDAPATAN RENDAH (54) 104 24 60 83 111 94 116 118 133 170 96 28 40 84 101 104 124 112 136 154

HPI2 104 29 84 88 110 138 115 116 130 126

IRI2 75 37 40 87 89 109 112 99 115 107

TOTAL PERINGKAT I2 104 25 60 85 108 112 122 118 139 153

Indeks ini merupakan hasil awal tetapi angka-angka yang terdapat di dalamnya sudah cukup untuk menunjukkan kenyataan bahwa negara-negara yang menyebut dan mendeklarasikan dirinya sebagai negara Islam secara umum tidak menerapkan prinsipprinsip Islam. Seperti yang ditunjukkan dalam Tabel VI, peringkat rata-rata dari 56 negara Islam adalah 139. Negara-negara Islam tidak menunjukkan performa yang baik sebagai sebuah kelompok. Jika dibandingkan dengan 178 negara-negara non-OECD (dengan peringkat rata-rata 118) , 41 negara dengan pendapatan menengah ke atas (peringkat rata5

Termasuk, Australia, Austria, Belgia, Kanada, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Korea, Luxemburg, Meksiko, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Republik Slowakia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris, dan Amerika

17

rata 85), dan 123 negara-negara yang termasuk dalam non-OECD non-OIC (dengan peringkat rata-rata 108), performa kelompok negara Islam (OIC) adalah yang paling buruk, dengan peringkat rata-rata 139. Tingkat kelalaian dari negara-negara OIC paling jelas terlihat dari kenyataan bahwa negara-negara Islam buruk pada pemeringkatan daripada 55 negara dengan pendapatan menengah ke bawah, yang berada di peringkat rata-rata 132. Peringkat keseluruhan secara rata-rata I2 dari negara-negara OECD adalah 25 sementara negara-negara dengan pendapatan tinggi adalah 60 dibandingkan dengan negara-negara OIC yang berperingkat rata-rata 139. Tidak jauh dari prediksi bahwa negaranegara OECD akan memberikan performa yang baik pada indeks penulis dengan prinsipprinsip Islami yang tidak hanya sesuai, namun juga menunjukkan, pasar bebas dan penataan ekonomi yang baik, sistem ekonomi dan kebijakan yang mendorong keadilan sosial dan ekonomi, sistem perundang-undangan/hukum dan pengaturan yang adil bagi seluruh anggota masyarakat dan juga yang termasuk standar global dari hak-hak kemanusiaan dan politik, dan yang terakhir, namun sama-sama pentingnya adalah mendorong dan mengembangkan hubungan internasional yang lebih baik dengan komunitas global. Demikian Negara-negara industri berperingkat tinggi dalam Indeks Keilsaman menekankan bahwa hukum Islam sungguh mendorong gagasan bahwa pemerintah bertugas untuk menyediakan ekonomi, keuangan, politik, hukum, penataan sosial, kebijakan, dan hasil akhir yang baik, yakni performa yang terukur

KESIMPULAN DAN KOMENTAR

Telah diuraikan apa yang diyakini sebagai ajaran dasar Islam tentang apa yang mendasari masyarakat Islam dan sistem ekonomi Islam. Seorang pengamat biasanya akan menyimpulkan bahwa adopsi dan implementasi sistem tersebut -menghormati hak asasi manusia, keadilan sosial dan ekonomi, kerja keras, kesempatan yang sama bagi semua untuk berkembang, tidak adanya korupsi, tidak adanya limbah dan penimbunan, praktek bisnis yang etis, pasar berfungsi dengan baik, otoritas politik yang sah- seharusnya menghasilkan ekonomi yang berjalan dengan baik. Ajaran-ajaran ini, bukanlah praktek yang
18

sebenarnya dari mereka yang diberi label sebagai Muslim, harus menjadi dasar untuk menilai pretensi masyarakat terhadap keislaman. Hasil yang sangat awal memperlihatkan bahwa negara-negara Islam adalah tidak Islam dalam praktik mereka sebagaimana yang diharapkan, sebaliknya tampak bahwa sebagian besar negara maju cenderung berada di tempat yang lebih tinggi dalam permulaan Indeks Keislaman. Seseorang dapat menduga bahwa kurangnya ekonomi, keuangan, politik, hukum, dan pembangunan sosial dapat dikaitkan dengan masalah lama negara-negara berkembang, seperti lembaga tidak efisien, kebijakan ekonomi yang buruk, korupsi, aturan hukum terbelakang dan ekuitas , ekonomi serta sistem sosial perempuan dan anak yang gagal, serta penyakit traditional negara berkembang lainnya. Hal ini, pada kenyataannya merupakan kekurangan dari pemerintah dan kebijakan mereka masing-masing, bukan agama, catatan tentang perekonomi yang suram, keuangan, politik, hukum serta

perkembangan dan kemajuan sosial di Timur Tengah (meskipun mereka diberkati dengan minyak). Hal ini lebih diperkuat oleh ekonomi syariah, keuangan, politik, hukum, dan prinsip-prinsip sosial yang direpresentasikan oleh 67 representasi yang digunakan dalam Indeks Keislaman. Jika diteliti dengan seksama, ke-67 representasi indeks adalah praktik standar tata kelola yang baik dan ekonomi yang baik, keuangan, politik, hukum dan kebijakan sosial, berlaku untuk semua negara terlepas dari orientasi keagamaan. Yang perlu ditekankan juga, bahwa penelitian ini dapat dikatakan masih merupakan hasil awal yang membutuhkan data tambahan untuk variabel-variabel yang mewakili prinsip-prinsip Islam dan juga perbaikan yang lebih luas dalam hal metodologi.

19

KOMENTAR DAN CATATAN PERESUME

Makalah ini cukup menarik dan dapat dikatakan memiliki stopping power yang tinggi bahkan dari judul yang ditampilkan. Namun dari sisi judul sebenarnya sudah dapat ditebak mengenai konten penelitian dan bahkan hasilnya. Dalam kajiannya mengenai ajaran Islam, peneliti lebih banyak mengarahkan pada ajaran-ajaran Islam yang dikaitkan dengan masalah ekonomi. Nampak sekali bahwa dalam makalah ini atau mungkin sebenarnya dalam ajaran Islam begitu determinis ekonomi. Ekonomi menjadi semacam causa prima dari kehidupan (baik antar individu maupun antar negara). Hal keadilan, hukum, politik negara-negara yang diteliti dikaitkan dengan ajaran Islam di atas lebih mengarah pada hal yang berkaitan dengan ekonomi. Bagi orang-orang yang menjadi bagian dari negara Islam, penelitian ini tentunya dapat dianggap sebagai penelitian yang memojokkan mereka di tengah semakin menajamnya dikotomi barat dan Islam. Hal ini dapat dimaklumi, karena peneliti menyarikan beberapa ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran kebenaran yang universal. Masih terdapat begitu banyak ajaran-ajaran Islam yang mungkin berbeda dan menjadi karakter khas dari Islam itu sendiri. Hal menarik yang muncul dari penelitian ini adalah bahwa sebenarnya Islam memiliki ajaran-ajaran yang begitu menjunjung asas demokrasi, keterbukaan, keadilan dan nilai kebenaran yang universal. Muncul semacam dikotomi antara Islam sebagai sebuah label dengan ajaran Islam itu sendiri yang didasarkan pada 2 hal yakni Al Quran dan Nabi Muhammad. Hal ini menjadi mirip jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari pada individu-individu pemeluk agama, dapat pula nampak ada perbedaan antara orang yang melabeli dirinya sebagai orang Islam dengan orang Islam yang benar-benar menjunjung tinggi ajarannya. Yang menjadi masalah dalah kehidupan sehari-hari umumnya dikaitkan dengan ajaran agama adalah masalah penafsiran mengenai ajaran itu sendiri. Dalam penafsiran ajaran agama itulah terkadang sering terjadi bias makna, dimana kajian hermeneutika di sini harusnya memang harus mendalam, melihat suatu teks (kejadian) sesuai dengan kondisinya (waktu dan tempatnya). Jika dikaitkan, entah benar atau tidaknya

20

tarikan ini, suatu text tidak dapat dilepaskan dari context. Context di sini merupakan singkatan dari condition of text. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai kehidupan yang lebih baik secara berkelanjutan, nilai-nilai kebenaran yang universal memanglah harus menjadi landasan setiap individu maupun negara dalam menjalankan kehidupan atau roda kebijakannya.

_____________^_^_____________

21

You might also like