You are on page 1of 36

BAGIAN I TINJAUAN PUSTAKA

A. STRUKTUR DNA DAN RNA DNA (asam deoksiribonukleat) dan RNA (asam ribonukleat) merupakan sebuah polimer dari nukleotida. Nukleotida terdiri dari gula pentosa, basa nitrogen dan fosfat. Nukleotida tanpa fosfat disebut nukleosida. Gula pentosa penyusun RNA adalah ribosa, sedangkan pada DNA berupa deoksiribosa yang merupakan ribosa yang kehilangan satu atom oksigennya. Basa nitrogen pada nukleotida dapat berupa purin dan pirimidin. Basa purin yaitu adenin (A) dan guanin (G), sedangkan pada pirimidin berupa sitosin (C), Timin (T), dan Urasil (U). Pada DNA, pirimidin hanya berupa sitosin dan timin, sedangkan pada RNA, basa timin diganti oleh urasil. Purin dan pirimidin ini merupakan komplementer dengan pasangan adenin timin atau urasil (pada RNA) dan guanin sitosin.

Gambar : struktur dari basa nitrogen purin dan pirimidin Model struktur DNA dikenal sebagai model tangga berpilin (double helix). Menurut model ini kedua untai polinukleotida saling memilin di
Laporan Kasus Thalasemia

30

sepanjang sumbu yang sama. Satu sama lain arahnya sejajar tetapi berlawanan (antiparalel). Basa-basa nitrogen menghadap ke arah dalam sumbu, dan terjadi ikatan hidrogen antara basa A pada satu untai dan basa T pada untai lainnya. Begitu pula, basa G pada satu untai selalu berpasangan dengan basa C pada untai lainnya melalui ikatan hidrogen. Oleh karena itu, begitu urutan basa pada satu untai polinukleotida diketahui, maka urutan basa pada untai lainnya dapat ditentukan pula. Adanya perpasangan yang khas di antara basa-basa nitrogen itu menyebabkan kedua untai polinukleotida komplementer satu sama lain.

Gambar : struktur DNA yang double helix

Setiap

pasangan

basa

berjarak

3,4

dengan

pasangan

basa

berikutnya. Di dalam satu kali pilinan (360) terdapat 10 pasangan basa. Antara basa A dan T yang berpasangan terdapat ikatan hidrogen rangkap dua, sedangkan antara basa G dan C yang berpasangan terdapat ikatan hidrogen rangkap tiga. Hal ini menyebabkan nisbah A+T terhadap G+C

Laporan Kasus Thalasemia

30

mempengaruhi stabilitas molekul DNA. Makin tinggi nisbah tersebut, makin rendah stabilitas molekul DNAnya, dan begitu pula sebaliknya. Gugus fosfat dan gula terletak di sebelah luar sumbu. Seperti telah disebutkan di atas, nukleotida-nukleotida yang berurutan dihubungkan oleh ikatan fosfodiester. atom C Ikatan nomor ini 3 menghubungkan

dengan atom C nomor 5 pada gula deoksiribosa. Di salah satu ujung untai polinukleotida, atom C nomor 3 tidak lagi dihubungkan oleh ikatan fosfodiester dengan nukleotida berikutnya, tetapi akan mengikat gugus OH. Oleh karena itu, ujung ini dinamakan ujung 3 atau ujung OH. Di ujung lainnya atom C nomor 5 akan mengikat gugus fosfat sehingga ujung ini dinamakan ujung 5 atau ujung P. Kedudukan antiparalel di antara kedua untai polinukleotida sebenarnya dilihat dari ujung-ujung ini. Jika untai yang satu mempunyai arah dari ujung 5 ke 3, maka untai komplementernya mempunyai arah dari ujung 3 ke 5. DNA 1. Hanya ditemukan dalam nucleus, yaitu di dalam kromosom.
2. Merupakan

rantai panjang ganda (double helix)

dan erat dan

RNA 1. Ditemukan di dalam sitoplasma, terutama pada ribosom. 2. Berupa rantai tunggal. pendek dan

3. Fungsinya berhubungan dengan penurunan sifat sintesis protein.

4. Kadarnya tidak dipengaruhi oleh sintesis protein.


5. Basa nitrogennya terdiri atas purin

3. Fungsinya berhubungan dengan sintesis protein.

erat

4. Kadarnya dipengaruhi aktivitas sintesis protein.


5. Basa nitrogennya terdiri atas

: adenine (A) dan guanine (G); pirimidin : timin (T) dan Sitosin

Laporan Kasus Thalasemia

30

(C). 6. Komponen gulanya deoksiribosa, yaitu ribose yang kehilangan satu atom oksigennya.

purin : adenine (A) dan guanine (G); pirimidin : timin (T) dan Sitosin (C). 6. Komponen (pentosa). gulanya ribosa

Tabel : perbedaan antara DNA dan RNA B. REPLIKASI DNA Sentral dogma biologi molekuler adalah sebagai berikut:
transkripsi translasi

replikasi

DNA

RNA

Protein

DNA dapat diperbanyak melalui proses replikasi. DNA mensintesis RNA melalui proses trankripsi dan RNA dapat diterjemahkan menjadi protein melalui proses translasi. Bila suatu protein dapat ditentukan rentetan asam aminonya, susunan mRNA dapat disusun dan DNA dapat disintesis dengan perantara enzim transcriptase balik. DNA yang disintesis dari mRNA disebut cDNA (complementary DNA). Prinsp informasi genetika yang merupakan molekul DNA diturunkan dari generasi yang terdahulu ke generasi berikutnya melalui proses replikasi. Pada dasarnya replikasi adalah proses menyalin atau mengkopi urutan basa yang ada pada DNA induk, sehingga terbentuk duplikasi pada molekul DNA anak. Adapun sintesis molekul DNA tersebut mengikuti aturan sebagai berikut : a) penambahan setiap nukleotida berurutan saru persatu pada ujung rantai yang disintesis; b) urutan basa yang terdapat pada setiap urutan DNA yang baru adalah komplemen urutan basa induk. Replikasi DNA menghasilkan pasangan yang terdiri dari 1 utas DNA lama dan 1 utas DNA baru, yang disebut replikasi semikonservatif. Komponen-komponen protein yang diperlukan untuk proses replikasi DNA ini adalah :

Laporan Kasus Thalasemia

30

Factor inisiasi; Helikase, yaitu enzim yang memisahkan kedua utas ganda pada replication forks (percabangan replikasi);

Protein-protein untuk mencegah menyatunya kembali kedua rantai DNA (reannealing);

Enzim-enzim yang mensintesis RNA primer; DNA polymerase; Enzim-enzim yang menghancurkan RNA primer; Enzim yang menghubungkan fragmen okazaki (ligase); Enzim yang membuka lilitan DNA (topoisomerase I dan II).

Laporan Kasus Thalasemia

30

Gambar : replikasi semikonservatif Semua organisme pada umumnya mempunyai syarat yang sama untuk sintesis DNA, yaitu :satu templat, satu primer, 4 deoksiribonukleotida triphosphat (dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP), DNA polymerase, dan protein lain (helikase, girase, dan ligase). Selain semikonservatif, ada beberapa cirri khusus pada proses replikasi ini, diantanyanya :

Bidireksional, yaitu melibatkan dua replication forks, dengan arah yang berlawanan

Semidiskontinus, yaitu rantai baru memiliki segmen-segmen (okazaki fragment) yang harus disatukan.

titik awal

Percabangan (growing fork)

Pertumbuhan dua arah

Gambar : replikasi bidireksional

C. TRANSKRIPSI Transkripsi adalah bagian urutan ekspresi gen yang mana informasi yang terdapat di dalam DNA disalin menjadi molekul RNA. Enzim yang mengkatalis sintesis RNA dari templat DNA dikenal sebagai RNA polymerase.

Laporan Kasus Thalasemia

30

Pada transkripsi

eukariotik terdapat 3 Rna polimerase yaitu,

RNA

polymerase I yang berfungsi untuk mentrankrip rRNA, RNA polymerase II untuk mentranskrip mRNA, dan RNA polymerase III untuk mentranskrip tRNA dan memproduksi dalam small nuclearRNAs (snRNA). Karateristik kimia yang penting pada sintesis RNA adalah :
1. RNA polymerase adalah enzim yang pertama megidetifikasikan dan

mengikat urutan basa spesifik yang disebut promoter. Setelah enzim mengikat promoter, ikatan holoenzim tersebut akan menyebabkan DNA doble heliks akan terbuka dan akan akan dipertahankan oleh protein SSB.

2. RNA disintesis pada arah 5 ke 3 mengikuti untaian DNA sebagai komplemenya., Nukleotida Rna pertama umunya purin. Ketika rangkain DNA-RNA panjangnya mencapai 10-12 nukleotida ujung 5 pada rantai RNA yang sedang tumbuh memisah dari komplemenya untaian DNA dan pembentukan kembali DNA menjadi double helix. Hasil dari proses transkripsi ini adalah primary transkcript yang dapat berupa mRNA,tRNA dan rRNA. Transkrip pertama sering dimodifikasi sebelum mencapai RNA matur yang siap untuk di translasi di ribosom. Transkripsi digambarkan dengan tiga step berbeda : inisiasi, elongasi dan terminasi. Inisiasi terjadi ketika enzim RNA polymerase mengikat urutan tertentu pada DNA, yang disebut protomer. seperti Protomer dan terdiri CAAT dari (pada urutan yang mengandung urutan TATA

Laporan Kasus Thalasemia

30

eukariot).

Penambahan

protein

kecil,

factor

sigma,

menempel

pada

polymerase dan menstabilkannya, menguncinya pada rantai DNA untuk ditranskripsikan. Lalu, polymerase membagi rantai ganda DNA untuk membentuk buble diikuti nukleosida pertama dipasangkan dengan nukleotida DNA komplementer. Elongasi dari rantai RNA merupakan penambahan berturut-turut nukleotida dari arah 5 ke 3. Terminasi terjadi ketika stop signal menunjukan akhir gen ditemukan. Sinyal terminasi pada umumnya urutan kaya akan GC membentuk ulangan yang menghentikan RNA.

POST TRANSKRIPSI Poliadenlasi mRNa pada eukariotik transkripsi terjadi pada DNA di dalam nucleus, terpisah dari translasi yang terjadi dalam sitoplasma. Yang dapat diketahui bahwa semua RNA transkrip disintesis oleh RNA polymerase II mengandung struktur cap pada ujung 5dari molekul mRNA. Capping mRNA terjadi pada saat transkripsi berlangsung. Setelah ditranskripsi mRNA akan diproses dengan penambahanpoli A di ujung 3 oleh enzim poly (a) polymerase. Fungsi cap dan polidenilasi adalah untuk menstabilkan mRNA dengan mempertahankannya dari digesti oleh ribonuklease. Splicing

Laporan Kasus Thalasemia

30

Transkrip RNA pada eukariotik mengandung bagian yang dikenal dengan exon dan intron, Exon adalah bagian RNA yang mempunyai kode untuk bisa ditranslasi, sedangkan Intron adalah bagian RNA yang tidak mempunyai kode. Pada mRNA mature bagian intron akan dibuang jadi akan ada hanya bagian exon yang sudah sambungkan pada exon lainnya. Proses pembuangan Intron disebut juga Splicing. Proses splicing akan dikatalis oleh kompleks ribonukleoprotein dinamakan spliceosome. Spliceosome mengandung small nuclear RNAs(snRNAs) terdiri dari lima buah snRNA.

snRNAs akan berinteraksi dengan ujung 5 terlebih dahulu lalu snRNas yang lainnya kan berinteraksi dengan ujung 3nya. Lalu dengan datangnya snRNA lainnya pada daerah intron, akan membuat lekukan pada intron. Kompleks dari kumpulan snRNAs disebut spliceoesome yang dapat menghubungkan antar ekson dan membuang intron yang sudah membuat lekukan. Setelah intron dibuang, snRNA yang mengikatnya akan di lepas. Dengan demikian proses terkadinya suatu RNA yang sudah matang. D. TRANSLASI/SINTESIS PROTEIN Biosintesis protein pada semua sel dikarakteristikan oleh tiga langkah yang berbeda, yaitu Inisiasi, elongasi, dan terminasi. Proses ini meliputi suatu rangkaian reaksi yang mana ribosom mengubah informasi yang dibawa oleh mRNA untuk sintesis protein. Bagaimanapun, kodon itu sendiri dengan tidak asam berikatan amino, langsung sehingga

pengikatan asam amino tersebut dilakukan oleh tRNA pada ujung 3nya. dengan tRNA Pengikatan tRNA dimuati asam amino oleh Ketika amino, dikatalisis sintetase. asam

aminoacyl-tRNA

Laporan Kasus Thalasemia

30

pasangan kodon-antikodon akan memandu tRNA menempati tempat yang benar pada ribosom. Start kodon AUG dikenali oleh aminoacyl-tRNA pertama yang ditunjukka oleh fMet-tRNAfMet pada prokariot dan Met-tRNAiMet pada eukariot.

Pada prokariot a. Inisiasi Komponen yang diperluakn untuk tahap inisiasi adalah : mRNA, subunit ribosom 30S dan 50S, faktor inisiasi, GTP dan tRNA aminoasil spesifik, f-Met-tRNAfMet. o Faktor inisiasi (IFs)dengan GTP dan subunit 30S membentuk kompleks preinisiasi.
o

Kompleks preinisiasi bersama dengan fMet-tRNAfMet mengikat mRNA membentuk kompleks inisiasi 30S.

Subunit 30S mengidentifikasi start kodon, lalu membiarkan fMet-tRNAfMet mengenali kodon pertama (AUG) yang terletak

Laporan Kasus Thalasemia

30

dekat dengan urutan Shine-Delagarno. tRNA terletak lebih dalam bagian 30S dari P site. o Kemudian pelepasan IF3, ini akan memudahkan subunit 50S mengikat kompleks inisiasi 30S membentuk kompleks inisiasi 70S. Pada struktur ini ribosom mempunyai P site atau peptidyl site ditempati oleh peptidyl-tRNA dan A site, atau reseptor site diisi dengan tRNA aminoacyl.

b. Elongasi o tRNA aminoacyl yang merupakan komplementer dari kodon terdekat dari kodon inisiasi (AUG) masuk ke A site, memulai proses elongasi. Tiga faktor elongasi (EF) : EF-Tu, EF-Ts dan EF-G. Terinsiasinya suatu tRNA-aminoacyl ke A site yang kosong pada ribosom dan ini merupakan hasil kerja sama EF-Tu, EF-Ts dan GTP. Selanjutnya ribosom masih tetap berasosiasi dengan mRNA dan bergerak sepanjang mRNA tersebut. Aminoacyl-tRNAs menambahkan satu asam amino pada setiap waktu berlangsung interaksi dengan kodon. A atau acceptor, menghasilkan tempat pengikatan untuk

aminoacyl-tRNA. P atau peptidyl ditempati oleh peptidil-tRNA. o Pembentukan ikatan peptida Asam amino yang melekat pada tRNA yang berada pada P site akan ditransfer ke gugus amino pada aminoacyl-tRNA pada A site.

Laporan Kasus Thalasemia

30

Pembentukan ikatan peptida dikatalisis oleh peptidil transferase. Hasil reaksi pada dua asam amino mengikat tRNA (dipeptidiltRNA) pada A site dan meninggalkan tRNA bebas (tidak mengandung asam amino) pada P site. o Translokasi Pada tahap ini ribosom memindahkan 3 nukleotida dari arah 5 ke 3 sepanjang mRNA. Hasil perpindahan ini berakibat seperti berikut : Pelepasan tRNA bebas dari P site. Perpindahan dipeptidil-tRNA ke P site. Perpindahan ribosom terjadi kontiyu sampai ribosom membaca stop codon.

c. Terminasi o Dipacu jika ribosom mencapai stop codon. Pada tahap ini satu stop codon dikenali oleh faktor pelepasan, RF-1 atau RF-2. o Rantai polipeptida dilepaskan o Subunit ribosom dipisahkan dari mRNA. Ketika faktor pelepasan mengikat signal berhenti (stop kodon). Peptidil transferase menghidrolisis polipeptida yang melekat pada tRNA di A site.

Pada Eukariot a. Inisiasi Inisiasi dimulai oleh pembentukan ternary compleks yang kemudian bergabung dengan subunit kecil (40S).
Laporan Kasus Thalasemia

30

o Faktor inisiasi mengikat subunit kecil atau ribosom. Faktor inisiasi eukariotik (eIF) terdiri dari beberapa protein yang berbeda, yaitu : eIF1, eIF2, eIF3, eIF4, eIF4B, eIF4C, eIF4F, eIF5, eIF6, dan CBP (cap binding potein). o Pengikatan mRNA oleh subunit kecil ribosm. Pengikatan ini diperantarai oleh pengenalan cap site pada mRNA.
o

Panggabungan partikel inisiasi aminoacyl-tRNA yang dikenal kodon pertama (AUG), dinamakan tRNAiMet. tRNA ini tidak diformilasi seperti inisiasi tRNA pada prokariot.

o Subunit ribosom besar kemudian bergabung dengan kompleks inisiasi. Tahap inisiasi : 1. Pembentukan ternary complex digabungkan oleh subunit 40S. Pemisahan ribosom menjadi dua komponen, yaitu subunit 60S dan 40S membiarkan faktor inisiasi mengikatnya. eIF-3 dan eIF-1A mengikat subunit 40S. eIF6 mengikat subunit 60S.

Laporan Kasus Thalasemia

30

2. Pembentukan kompleks preinisiasi Pengikatan GTP oleh eIF-2. Pengikatan GTP dengan kompleks eIF-2 dan met.tRNAi sebagai ternary complex. Pengikatan ternary complex dengan subunit 40S membentuk kompleks preinisiasi 43S (43S Pre-Initiation complex).

Laporan Kasus Thalasemia

30

3. Pembentukan kompleks inisiasi 40S Kompleks preinisiasi 43S mengikat mRNA, membentuk

kompleks inisiasi 40S.

Laporan Kasus Thalasemia

30

Laporan Kasus Thalasemia

30

4. Pembentukan kompleks inisiasi 80S Struktur tRNAiMet. ini terdiri dari ini subunit 40S dan 60S 80S yang yang

mengandung mRNA dan metionin pertama dalam bentuk MetStruktur dinamakan kompleks mempunyai P site dan A site. Langkah inisiasi berakhir pada struktur ini.

Laporan Kasus Thalasemia

30

b. Elongasi tRNA aminoacyl yang berkomplementer dengan kodon berikutnya setelah kodon inisiasi (AUG) akan berinisiasi pada A site. Tahap ini memerlukan faktor Sewaktu elongasi, yaitu eEF-1, eEF-1, dan eEf2. yang kedua memasuki A site, dia tRNA-aminoacyl

membawa faktor elongasi (eEF-1). Kompleks ini mengikat kodon kedua pada mRNA yang membutuhkan energi dari GTP. Dengan adanya Met-tRNAiMet sebagai pemula pada P site dan tRNA aminoacyl kedua pada A site, asam amino kedua tersebut bereaksi dengan methionin (asam amino pertama), membentuk ikatan peptida. Reaksi ini dikatalisis oleh peptidil transferase. Untuk asam amino selanjutnya ribosom akan bergerak ke arah ujung 3 mRNA.

c. Terminasi Faktor pelepasan tunggal dengan bantuan GTP mengenali tiga kodon terminasi. Pada akhir sintesis (tahap terminasi) ribosom mengenal stop codon (UAG) dan A site terisi oleh RF-GTP. Polipeptida, tRNA dan mRNA
Laporan Kasus Thalasemia

30

masing-masing bebas satu sama lain dan ribosom terpisah menkadi subunit besar dan subunit kecil.

E. EKSPRESI GEN Ada banyak tahapan antara ekspresi genotip ke fenotip. Gen-gen tidak dapat langsung begitu saja menghasilkan fenotip-fenotip tertentu. Fenotip suatu individu ditentukan oleh aktivitas enzim (protein fungsional). Enzim yang berbeda akan menimbulkan fenotip yang berbeda. Ekspresi gen itu sendiri ialah proses dimana informasi yang di kode di dalam gen diterjemahkan menjadi urutan asam amino selama sintesis protein. Dogma sentral mengenai ekspresi gen aialah DNA yang membaawa informasi genetik ditranskripsi menjadi RNA, dan RNA diterjemahkan menjadi polipeptida. Selama ekspresi gen, informasi genetik ditransfer secara akurat dengan DNA melalui RNA untuk menghasilkan polipeptida dengan urutan asam amino yang spesifik. Ekspresi gen merupakan sintesis protein yang terdiri dari 2 tahap, yaitu :
1. Urutan rantai nukleotida template (cetakan) dari DNA suatu untai ganda

disalin untuk menghasilkan satu rantai molekul RNA, disebut transkripsi.


2. Sintesis polipeptida dengna urutan spesifik berdasarkan rantai RNA yang

dibuat pada tahapan pertama, disebut translasi. Dimana proses tersebut membutuhkan pengikatan dan pergerakan ribosom di sitoplasma pada sepanjang rantai RNA untuk menterjemahkan urutan nukleotida rantai RNA tersebut menjadi urutan asam amino untuk membentuk rantai polipeptida. REGULASI EKSPRESI GEN Pada Prokariot Gula yang biasanya digunakan untuk pertumbuhan bakteri adalah glukosa. Jika glukosa tidak ada, E.Coli dapat menggunakan laktosa dan
Laporan Kasus Thalasemia

30

pada

keadaan

ini

bakterial

sel

menghasilkan

siclic

AMP

(cAMP).

Peningkatan kadar cAMP pada berbagai balteri menjadi tanda atau sinyal adanya metabolic stress. Hal ini karena ATP dipecah menjadi cAMP. cAMP akan membentuk kompleks dengan molekul protein lain yang disebut catabolic activator protein (CAP). Kompleks ini akan berikatan dengan daerah regulator upstream dari promoter. Operon yang terlibat di dalam regulasi tersebut tidak dapat bekerja kalau ada glukosa. Efek glukosa dalam merepresi operon tersebut dinamakan catabolic repression.

Pada Eukariot Molekul dasar untuk melaksanakan regulasi gen pada sel eukariot, terutama pada sel manusia, sekarang menjadi bidang yang paling aktif dipelajari dalam biologi molekuler. Tujuannya terutama untuk menerangkan bagaimana suatu gen berperan atau terlibat pada proses pengontrolan yang menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan sel. Regulasi ekspresi gen dapat terjadi pada tiga tahaapan genomik :
1). Tahap DNA. Contohnya modifikasi kmia pada basa DNA, modifikasi

histon, dan modifikasi lainnya.


2). Tahap transkripsi. Contohnya dengna melibatkan faktor transkripsi,

atau dapat pula dengan alternatif splicing, dan dengan mempengaruhi produk gen lain yang dapat mengikat RNA polimerase II pada DNA (gen) tertentu.
3). Tahap translasi. Sinyal dari luar sel dapat berpengaruh pada tahap

inisiasi. Tiga konsep yang harus diketahui untuk memahami ekspresi gen :
1). Sinyal molekuler. Beberapa molekul berinteraksi dengna sel, baik

melalui

permukaan

sel

protein

ataupun

reseptor

intrasel

Laporan Kasus Thalasemia

30

mempengaruhi sinyal transduksi, sehingga sel menyesuaikan dengan perubahan lingkungan.


2). Hierarki molekular. Pada tahap dogma sentral molekular biologi

tampak adanya tahap-tahap ekspresi gen. 3). Mekanisme molekuler.

F. SINTESIS HEMOGLOBIN Sintesis heme Heme disintesis di dalam sel hidup melalui sebuah lintasan yang sudah banyak diteliti. Dua buah bahan awalnya adalah suksinil-KoA yang berasal dari siklus asam sitrat di mitokondria, dan asam amino glisin. Produk reaksi kondensasi antara suksinil-KoA dan glisin adalah asam -amino--ketoadipat yang dengan cepat mengadakan dekarboksilasi untuk membentuk aminolevulinat (ALA). Rangkaian reaksi ini di katalis oleh enzim ALA sintase yang di sekresikan dalam sel hati. Sintesi ALA terjadi di mitokondria. Di dalam sitosol, dua buah molekul ALA mengalami kondensasi oleh enzim ALA dehidratase secara untuk membentuk hingga dua molekul air dan satu molekul yaitu porfobilinogen (PBG). Keempat molekul PBG mengadakan kondensasi kranial-ke-kaudal terbentuk tetrapirol linear, hidroksimetilbilana. Reaksi tersebut dikatalis oleh enzim uropofirinogen I sintase. Hidroksimetilbilana mengadakan reaksi siklisasi spontan untuk membentuk uroporfirinogen I, atau diubah menjadi uroporfirinogen III melalui kerja uroporfirinogen III kosintase. Uroporfirinogen III di ubah menjadi koproporfirinogen III melalui dekarboksilasi semua gugus asetat (A) yang mengubahnya menjadi substituen metil (M). Reaksi tersebut dikatalis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Koproporfirinogen III kemudian memasuki mitokondria dan di dalam mitokondria di ubah menjadi protoporfirinogen III serta kemudian menjadi protoporfirin III . beberapa tahap tampak terlibat dalam proses konversi ini. Enzim

Laporan Kasus Thalasemia

30

mitokondria membentuk dikatalis

koproporfirinogen protoporfirinogen. enzim Enzim

oksidase ini hanya

mengkatalis dapat bekerja

reaksi pada

dekarboksilasi dan oksidasi dua buah rantai samping propionat untuk koproporforinogen tipe III. Oksidasi protoporfirinogen menjadi protoporfirin oleh mitokondria lainnya, yakni protoporfirinogen oksidase. Di hati mamalia. Konversi koproporfirinogen menjadi protoporfirin memerlukan molekul oksigen. Tahap akhir sintesi heme meliputi proses penyatuan besi fero dengan protoporfirin di dalam sebuah reaksi yang dikatalis oleh enzim heme sintase atau feroketalase, yaitu enzim mitokondria lainnya. Kurang lebih 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel prekursor eritroid di dalam sumsum tulang dan mayoritas sisanya terjadi di dalam hepatosit.
Suksinil-KoA + Glisin 1.Ala sintase ALA Hemoprotein 2.Ala dehidratase Porfobilinogen 3.Uroporfirinogen Heme Hidroksi metilbilana 4.Uroporfirinogen III sintase Uroporfirinogen Protoporfirin III 5.Uroporfirinogen dekarboksilase Koproporfirinogen Protoporfirinogen III III 7.Protoporfirinogen oksidase 6.Koproporfirinoge oksidase 8.Feroketalase Fe2+ III Protein I sintase

Sintesis globin

Laporan Kasus Thalasemia

30

Rantai globin dibentuk pada RBC-specific cytoplasmic ribosom yang mana dimulai dari variasi struktur gen. Masing-masing menunjukkan dalam pembentukan rantai polipeptida specific. Masing-masing somatic diploid sel, termasuk RBC mengandung 4 alpha, 2 zeta, 2 beta, 2 delta, 2 epsilon dan 4 gamma gen. Alpha dan Zeta gen lokasinya di kromosom 16, Beta, Delta, Epsilon dan Gamma gen pada kromosom 11. Hasil produk gen yang ditunjukkan biasa disebut , , , , , globin chain. Pada seluruh perkembangan embrio dan janin, pergerakan dari globin genes berkembang dari ke dan dari ke dan ke . dan chain normalnya hanya muncul pada perkembangan embrio. Sejauh ini 2 rantai plus dan chain yang menjadi unsur pokok dari Hb embrio. Hb pertumbuhan 1 (2 , 2), Hb pertumbuhan 2 (2
,

2), dan Hb

portland (2, 2). Rantai dan diproduksi tinggi untuk kira-kira 3 bulan mengikuti pembuahan. Rantai sealu ada, produksi dari rantai aktif from the third fetal month until 1 year postnatally. Di dalam fetus, mayor Hb adalah 2 2 (Hb F). Rantai terjadi dari campuran dua tipe rantai, diferring only by one as.amino pada posisi 136. G-Gamma (G) mengandung glicyne, sedangkan A-Gamma (A) mengandung Alanine pada posisi 25. Ratio dari G ke A kira-kira 3:1 pada saat lahir dan 2:3 by one year of age. By the age of two year, Hb F terdiri dari kurang 2% dari total Hb. Produksi rantai naik secara berangsur-angsur sebelum melahirakan dan mencapai dewasa presentasenya antara 3 dan 6 bulan sebelum melahirkan. Bentuk 3-12 menggambarkan waktu rangkaian dari rantai globin synthesis selama pada waktu perkembangan janin, kelahiran dan pertumbuhan. Semua Hb dewasa normal terbentuk dari tetramer yang terdiri dari 2 rantai plus 2 rantai globin non . Normal adult RBC terdiri dari tipe Hb : 95% - 97% Hb A yang terdiri dari (2 2) 2% - 3% Hb A2 yang terdiri dari (2 2) 1% - 2% Hb F yang terdiri dari (2 2)

Laporan Kasus Thalasemia

30

Di dalam sitoplasma, beberapa sintesis rantai globin link dengan heme (ferroprothoporfirin IX) untuk membentuk Hb, yang mana utamanya tersusun atas 2 rantai , , 4 gugus heme. Rantai normal terdiri dari 141 as.amino residues linked together dalam linear fashion, sedangkan normal chain (sama seperti , dan ) terdiri dari 146 as.amino residues.

G. MUTASI DNA Mutasi adalah perubahan permanent pada urutan nukleotida DNA. Mutasi pada DNA dapat pula tidak berpengaruh pada ekspresi gen, maksudnya perubahan basa tidak merubah fenotip atau asam amino. Mutasi tersebut dinamakan Silent Mutation. Mutasi pada promotor atau enhancer dapat menghasilkan rangkaian DNA yang tidak dapat ditranskripsi. Dampak Mutasi terhadap Generasi Mutasi dapat diturunkan, mutagenesis spontan dapat disebabkan kesalahan saat replikasi DNA dan oleh perubahan basa yang spontan. Mutasi yang terjadi berdasarkan tipe sel antara lain : Mutasi pada sel gamet (sel telur/sel spermatozoa) tidak berpengaruh terhadap individu tersebut, namun dapat diturunkan dan menyebabkan penyakit pada generasi berikutnya. Mutasi pada sel atau jaringan yang terdiferensiasi (contoh: sel somatis) tidak diturunkan tetapi dapat berpengaruh pada individu yang bersangkutan. Tipe-Tipe Mutasi 1) Mutasi Titik
Laporan Kasus Thalasemia

30

Perubahan pada basa tunggal, dapat diklasifikasikan sebagai substitusi, delesi, dan insersi. Ketiganya mungkin berpotensi untuk menghasilkan mutasi missense, mutasi nonsense, dan mutasi frameshift. Substitusi basa : a. Transisi yaitu jika suatu purin diganti purin lain atau suatu pirimidin diganti pirimidin lain. b. Transversi yaitu jika purin diganti pirimidin atau sebaliknya. Contoh medik dari suatu substitusi basa adalah penyakit sickle sel. Mutasi GAG menjadi GTG menyebabkan glutamat diganti oleh valin. Baik transisi maupun transversi dapat menyebabkan mutasi missense yang dapat berakibat pada perubahan kodon dan menghasilkan perubahan saam amino pada produk gen protein. Delesi sepasang basa (kehilangan sepasang basa) Delesi sepasang basa yang merubah rangkaian DNA menyebabkan kesalahan susunan asam amino, keadaan ini dinamakan mutasi frameshift. Tetapi mutasi tersebut menimbulkan suatu stop signal, maka translasi akan terhenti. Mutasi ini disebut mutasi nonsense. Insersi satu pasang basa Sebagaimana delesi, insersi dari pasangan dalam suatu gen sangat berpengaruh pada mutasi frameshift. Contohnya pada penyakit thalasemia. 2) Delesi atau Insersi Segmen DNA Delesi atau insersi segmen DNA, yang merubah baik panjang maupun urutan DNA. Besarnya delesi menghasilkan kehilangan atau sebagian kecil gen dari kromosom. Insersi segmen DNA ke dalam sel manusia dapat merubah prilaku sel. Sebagai contoh sekuen promotor virus kedalam sel inang dapat menimbulkan kanker.

Laporan Kasus Thalasemia

30

3)

DNA Translokasi Pergerakan segmen DNA atau salah satu bagian kromosom dari posisi satu ke lokasi lain, baik pada kromosom yang sama maupun kromosom yang berbeda. Konsekuensi dari translokasi ini akan merubah kondisi DNA tersebut sehingga ekspresi gen dikendalikan oleh regulator gen yang berbeda. Contohnya, pada chronic myelogenous leukimia dikaitkan dengan kromosom translokasi antara kromosom 22 dan kromosom 9 menjadi kromosom philadelphia.

Gambar : translokasi 4) Inversi Inversi adalah pembalikan segmen DNA pada kromosom yang sama. Gen dapat dirusak pada tempat perpindahan tersebut atau dibawah kontrol sekuen regulator yang berbeda.

Laporan Kasus Thalasemia

30

Gambar : inversi

H. THALASEMIA

Thalasemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang secara umum terdapat penurunan kecepatan sintesis pada salah satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (, , ); dua kategori utama adalah -thalasemia dan -thalasemia.
1) Thalassemia Alfa

Thalassemia alfa merupakan penyakit yang timbul karena penderitanya tidak memiliki cukup rantai alfa dalam hemoglobinnya, dimana produksi rantai alfa dalam hemoglobin diatur oleh 2 gen globin alfa (terdiri dari 4 lokus). Thalassemia alfa dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: tipe delesi dan tipe nondelesi (Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler). a. Thalassemia Alfa Tipe Delesi Ditandai oleh delesi pada lokus yang berada pada gen globin alfa.
Laporan Kasus Thalasemia

30

Semakin banyak lokus yang rusak, maka semakin banyak gejala yang timbul. Delesi pada 1 lokus (silent carriers), tidak ada gejala Delesi pada 2 lokus (trait alfa thalassemia), mengalami anemia ringan Delesi pada 3 lokus (Penyakit Hb H/thalassemia alfa mayor), terdapat Hb Barts (rantai tetramic gamma) dan Hb H (rantai tetramic beta), anemia berat dan splenomegali Delesi pada 4 lokus (hydrops fetalis), mati beberapa saat setelah dilahirkan
b.

Thalassemia Alfa Tipe Nondelesi Pada bentuk ini tidak dijumpai delesi gen alfa, namun terjadi mutasi pada gen tersebut sehingga menyebabkan gangguan pada rantai globin alfa.

2) Thalasemia Beta thalasemia beta pada -thalasemia sintesis tantai berkurang atau tidak ada sama sekali, karena terdapat gangguan pada mRNA. Hb terdiri dari HbA2 dan HbF, dan jika masih terdapat sintesis rantai , maka masih terdapat HbA (Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2). Bayi baru lahir dengan thalassemia mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat spenomegali dan hepatomegali.

I. SIKLUS HIDUP ERITROSIT


1. Macrophage di dalam limpa, liver atau sumsum tulang akan mem-

phagosit sel darah merah yang telah mati.

Catatan : pada keadaan

Laporan Kasus Thalasemia

30

abnormal yang menyebabkan eritrosit mudah lisis dan terjadi di intravaskuler, Hb akan diikat oleh haptoglobin atau hemopexin yang mengikat gugus hem untuk kemudian ditransportasikan menuju ke sel hati. Adanya kompleks Hb-Haptoglobin atau Hem-Hemopexin mencegah terbuangnya substansi tersebut melalui urin. 2. Setelah sel darah merah tersebut akan dipecah menjadi dua bagian dari hemoglobin, yakni heme dan globin 3. globin akan dipecah kembali menjadi asam amino domana asam amino tersebut akan digunkan kembali untuk sintesis protein.

Gambar : siklus hidup sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh. (Principles of Anatomy and physiology 11th edition)
4. sedangkan heme yang mengandung besi di dalamnya dalam bentuk Fe 3+

, akan bergabung dengan plasma protein transferrin, yang berfungsi sebagai transport Fe 3+ di dalam darah

Laporan Kasus Thalasemia

30

5. di dalam jaringan otot, sel hati dan macrophage dalam spleen dan liver,

Fe 3+ tersebut akan pisahkan dari transferring dan akan bergabung dengan tempat penyimpanan protein-iron yang disebut dengan ferritin
6. setelah dilepas dari tempat penyimpanan atau telah di absorpsi dari

gastrointestinal tract, Fe 3+ akan bergabung kembali dengan transferring.


7. kompleks Fe 3+ transferrin ini akan dibawa ke sumsum tulang, dimana

awal sel darah merah dibuat dan digunakan untuk sintesis protein. Iron dibutuhkan untuk membentuk heme dan asam amino dibutuhkan untuk membentuk globin. Vitamin B12 di gunakan untuk sintesis hemoglobin. 8. setelah itu terbentuklah sel darah merah yang kemudian akan masuk ke sirkulasi darah.
9. saat heme dirubah menjadi bagian heme yang non-iron akan diubah

menjadi biliverdin atau pigmen hijau dan setelah itu akan diubah kembali menjadi bilirubin atau pigmen orange. 10. bilirubin ini akan masuk ke dalam darah dan akan

ditransportasikan menuju liver berikatan dengan albumin. 11. menuju usus besar. 12. di dalam usus besar ini terdapat bakteri yang akan di dalam liver, bilirubin akan dilepas oleh sel hati

menuju empedu, dan bilirubin ini akan melewati usus kecil kemudian

mengubah bilirubin menjadi urobilinogen 13. beberapa urobilinogen akan diabsorpsi kembali ke

dalam darah dan akan diubah menjadi pigmen kuning yang disebut urobilin, dan akan diekresikan di dalam urin 14. sebagian besar dari urobilinogen itu akan di eliminasi

dalam feses dalam pigmen coklat atau sterobilin, yang akan memberi warna pada feses tersebut.

Laporan Kasus Thalasemia

30

BAGIAN II PEMBAHASAN KASUS


A. KASUS

Ini adalah kunjungan rutin untuk Tata Semia, anak laki-laki berumur 5 tahun, ke klinik Thalasemia, Rumah Sakit Hasan Sadikin, untuk transfusi darah rutin. Sejarah Timbulnya Penyakit Pada umur 6 bulan, Tata telah diketahui memiliki thalasemia mayor dan telah menjalani transfusi darah setiap minggu untuk anemianya. Sejarah Pengobatan Sebelumnya Enam bulan setelah ia dilahirkan dengan persalinan normal dengan berat 3050 gr, orang tuanya mengamati bahwa bayinya terlihat pucat (pale) dan membawanya ke pediatrik. Dari pemeriksaan, diketahui bahwa Tata menderita thalasemia mayor. Sejak itu, Tata telah mengikuti transfusi darah
Laporan Kasus Thalasemia

30

rutin di klinik thalasemia, Rumah Sakit Hasan Sadikin. Pertama, dia menerima transfusidarah setiap 2 minggu, tetapi karena anemianya yang menjadi lebih parah, Tata sekarang datang ke klinik 2 kali seminggu untuk melakukan transfusi darah. Sejarah Keluarga Tata adalah anak kedua dalam keluarganya. Kakak perempuannya tidak memperlihatkan tanda-tanda thalasemia. Dari orang tuanya telah diketahui bahwa anggota keluarga dari kedua belah pihak memiliki penyakit yang sama seperti Tata. Pemeriksaan Fisik Berat badan Nadi 13,5 kg Tinggi Badan 100,5 cm

112 bpm

Respiratory rates 24/min

Dia menenjukan lemah dan pucat seperti lebih tua dari umurnya, dikarenakan darker skin pada beberapa tempat di tubuhnya dan bercirikan cooley face dikarenakan pelebaran tulang wajahnya. HEENT Jantung Paru-paru anemic conjunctiva dan sklera agak jaundice kardiomegali clear to auscultaton and resonant to percussion overall fields

Abdomen melebar dengan hepar agak empuk 4 cm di bawah costal margin dan limpa teraba pada schoeffner IV Extrimitas kurus, dengan sedikitnya otot Kulit gelap pada beberapa bagian tubuh

Laboratorium Laboratorium Hemoglobin (g/dl) Hb A2 (%) Hb F (%) Pasien 5 6 92 Normal 11,5 15,5 1,5 3 <2 Kondis i

Laporan Kasus Thalasemia

30

Bilirubin (mg%) Analisa Urin Bilirubin

0,2 1

2+

negative

B. PEMBAHASAN Mutasi yang terjadi pada Tata ini merupakan mutasi titik jenis insersi. Mutasi terjadi pada kromosom 11. Mutasi ini terjadi karena kesalahan pada proses transkripsi, khususnya pada proses postranskripsi yaitu pada saat splicing. Pada kasus ini, intron yang pada saat proses splicing harusnya dipotong, tidak ikut terpotong sehingga mRNA yang akan ditranslasikan masih mengandung intron dan menyebabkan mRNA tidak berfungsi dengan baik. mRNA yang akan diterjemahkan mengalami penambahan beberapa pasang basa (insersi ) sehingga kodon-kodon yang akan diterjemahkan menjadi asam amino urutannya menjadi salah sehingga tidak terbentuk / sedikit urutan asam amino untuk rantai globin dimaksud (globin ).

Laporan Kasus Thalasemia

30

Tata Semia ( 5 tahun ) laki-laki Mutasi pada kromosom 11 Rantai -globin tidak terbentuk (thalasemia mayor )

Pembentukan Hb A berpasangan akan membentuk Konsentrasi Hb keseluruhan mengendap di dlm sel darah merah

Hb F Hb A2

kelebihan rantai- Rantai- yg tidak Agregat tdk larut yg

Merusak membran sel kerusakan eritroblas Hipokromik difagosit Anemia oksigen dlm sum-sum tulang sel menjadi tdk fleksibel dan mdh

pengeluaran eritrosit abnormal Pale pemb ATP Weak Transfusi darah Eritropoiesis (inefektif) Spleen hiperaktif Biliverdin Eritropoietin Dark skin abnormal (wajah) Laporan Kasus Thalasemia Hepatomegali Bilirubin pada daerah Iron Splenomegali Non Iron Hemosiderosis feritin kerja jantung Cardiomegali Makrofag Heme RBC mudah lisis

30

Tdk larut air face Jaundice urine

larut air Feses

Cooley

Laporan Kasus Thalasemia

30

Hal ini mengakibatkan kurangnya jumlah hemoglobin A dalam tubuh, dimana hemoglobin ini merupakan hemoglobin utama dalam tubuh dengan konsentrasi 97 % pada keadaan normal yang tersusun dari 2 rantai polipeptida dan 2 rantai polipeptida . Konsekuensinya, jumlah hemoglobin A2 yang terdiri dari 2 rantai polieptida dan 2 rantai polipeptida serta hemoglobin F yang terdiri dari 2 rantai polieptida dan 2 rantai polipeptida meningkat dari batas normalnya. Hb A yang menurun mengakibatkan konsentarasi keseluruhan Hb fungsional dalam tubuh ikut menurun. Dan tes laboratorium menunjukan terjadinya abnormalitas bentuk dari eritrosit, diantaranya hipokromik, yaitu pucat berlebihan pada bagian tengah eritrosit, melebihi sepertiga diameternya yang disebabkan oleh hemoglobinisasi yang tidak mencukupi. Jumlah Hemoglobin yang menurun juga mengakibatkan gejala anemia ditandai dengan keadaan pasien yang pucat (pale). Defisit asupan O2 pun terjadi, sehingga pasien menjadi lemah dan kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh bagian tubuh menjadi lebih tinggi yang selanjutnya mengakibatkan kardiomegali. Rantai polipeptida yang tidak berpasangan membentuk endapan yang tidak larut dalam eritrosit. Akibatnya sel darah merah menjadi kurang deformable serta membrane sel yang mudah lisis. Hal ini diperparah dengan pengeluaran eritrosit muda yang abnormal, yang kesemuanya itu mudah difagositosis oleh makrofag di limpa, yang selanjutnya berakibat splenomegaly. Gugus hem dari eritrosit yang lisis ini akan dipecah menjadi gugus iron (Fe) dan non iron. Karena jumlah eritrosit yang lisis banyak, mengakibatkan gugus iron menjadi banyak pula dala tubuh, sehingga timbul darken skins pada beberapa bagian tubuh. Hal ini juga meningkatkan feritin dalam hepar sehingga hepar membengkak (hepatomegali). Berbeda dengan gugus iron, gugus non iron akan dirubah menjadi pigmen oranye atau bilirubin. Bilirubin yang banyak mengakibatkan jaundice pada pasien. Selain itu bilirubin yang berlebihan mengakibatkan dikeluarkannya melalui urine. Eritopoiesis yang inefektif pun terjadi sebagai kompensasi kurangnya eritrosit dalam tubuh. Hal ini mengkakibatkan sumsum tulang melebar karena tingginya eritopoiesis, dan pada pasien tampak di tulang wajah dan menampakan cooley face.

Laporan Kasus Thalasemia

30

You might also like