You are on page 1of 5

Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan kehakiman digunakan dalam pelaksanaan atau penegakan hokum. Tugas pokok kekuasaan kehakiman adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan. Seorang hakim diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Negara, yaitu Presiden Republik Indonesia. Kekuasaan kehakiman harus bebas, artinya bebas dari campur tangan pihak kekuasaan Negara atau kekuasaan ekstra yudisiil lainnya serta bebas untuk mengadili tanpa pengaruh kekuasaan manapun. Kebebasan kekuasaan kehakiman itu tidak mutlak, harus menegakkan keadilan berdasarkan Pancasila dan putusannya harus mencerminkan perasaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia. Dalam kekuasaan kehakiman terdapat beberapa asas. Peradilan Negara aadalah peradilan yang ditetapkan undang-undang oleh Negara, artinya tidak diperbolehkan adanya peradilan-peradilan yang bukan dilakukan oleh badan peadilan Negara. Pelaksanaan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan merupakan asas selanjutnya. Pengadilan juga harus mengadili menurut hokum tanpa membedakan orang. Kekuasaan kehakiman bersifat pasif dan menunggu dalam arti tidak mencari perkara, namun hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan. Jika terdapat undangundang yang yang tidak lengkap atau tidak ada, Ia wajib menemukan hukumnya dengan cara menafsirkan, menggali, dan mengikuti dan memahami nilai-nilai hokum yang hidup dalam masyarakat. Kekuasaan kehakiman juga harus objektif, oleh karena itu siding pemeriksaan peradilan bersifat terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang menentukan lain. Kehadiran pengunjung di persidangan merupakan social control. Putusan pengadilan juga harus obyektif dan berwibawa, karena itulah putusan harus didukung oleh pertimbangan atau alas an yang merupakan pertanggungjawaban hakim kepada masyarakat atas putusannya itu. Mahkamah Agung Dalam UUD pasal 24 terdapat hokum yang menetukan bahwa kekuasaan kehakiman itu dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Mahkamah Agung merupakan Lembaga Tinggi Negara yang berkedudukan di ibukota

Republik Indonesia. Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan peradilan. Hakim agung diangkat oleh Presiden. Tugas Mahkamah Agung adalah memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili perkara pengadilan antara lingkungan peradilan yang satu dengan lingkungan peradilan yang lain, antara dua pengadilan yang ada dalam daerah hokum peradilan tingkat banding yang berlainan dari lingkungan peradilan yang sama, dan dua pengadilan tingkat banding di lingkungan yang sama atau antara lingkungan peradilan yang berlainan (pas. 33) Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk mengkaji secara materiil suatu perkara terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Selain itu, Mahkmah Agung dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hokum, baik diminta maupun tidak, kepada Lembaga Tinggi Negara dan member nasihat hokum kepada Presiden untuk pemberian atau penolakan grasi. Wewenang lain yang dimiliki Mahkamah Agung adalah meliputi jalannya peradilan, pekerjaan pengadilan, dan tingkah laku para hakim di semua lingkungan peradilan. Lingkungan Peradilan Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh badan-badan peradilan dari empat lingkungan peradilan dengan Mahkamah Agung sebagai puncaknya. Empat lingkungan peradilan (sebagaimana diatur dalam Undang-Undang no.14 tahun 1970) itu adalah: a. Lingkungan Peradilan Umum Kekuasan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung yang merupakan puncaknya. Pengadilan Negeri merupakan pengadilan tingkat pertama, dibentuk oleh Keputusan Presiden, dan berkedudukan di kotamadya atau ibu kota kabupaten. Tugas dan wewenang dari Pengadilan Negeri adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding, dibentuk dengan undang-undang, dan berkedudukan di ibukota propinsi. Tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi adalah

mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya. Ketua Pengadilan Tinggi melakukan pengawasan jalannya peradilan di tingkat Pengadilan Negeri. Ketua Pengadilan Negeri melakukan pengawasan atas pekerjaan penasihat hokum dan notaries di daerah hukumnya. Apabila diminta, pengadilan dapat memberikan keterangan pertimbangan dan nasihat tentang hokum kepada instansi pemerintah di daerahnya. b. Lingkungan Peradilan Agama Yang dimaksud dengan peradilan agama adalah peradilan agama Islam. Kekuasaan kehakiman dalam peradilan agama dilakukan oleh Pengadilan Agama sebagai badan peradilan tingkat pertama yang mempunyai daerah hokum yang sama dengan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi Agama sebagai badan peradilan tingkat banding dan berpuncak pada Mahkamah Agung. Pengadilan Agama terdapat di setiap ibukota kabupaten. Tugas dan wewenang pokok Pengadilan Agama adalah memeriksa dan memutus sengketa antara orang-orang yang beragama Islam mengenai bidang hokum perdata tertentu yang harus diputus berdasarkan syariat Islam. Selanjutnya, ditegaskan dalam S 1973 no. 116 tahun 1973 mengenai kekuasaan Pengadilan Agama, yaitu: 1. Memeriksa perselisihan-perselisihan antara suami-isteri yang beragama Islam, 2. Perkara-perkara lain tentang nikah, talaq, ruju, dan perceraian antara seseorang yang beragama Islam, 3. Memutuskan perceraian dan menyatakan bahwa syarat untuk jatuhnya talaq yang digantungkan sudah ada, 4. Memeriksa tuntutan tentang maskawin dan tentang keperluan kehidupan isteri yang menjadi tanggungan suami. Peran Mahkamah Agung adalah melakukan pembinaan teknis peradilan. Adapun hokum acaranya adalah hokum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. c. Lingkungan Peradilan Militer

Kekuasaan kehakiman dalam peradilan militer dilakukan oleh Mahkamah Militer, Mahkamah Militer Tinggi, dan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi dalam peradilan militer. Peradilan militer memmiliki wewenang memeriksa dan memutus perkara pidana terhadap kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh seorang yang pada waktu melakukan adalah : 1. Prajurit ; 2. Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit; 3. Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit berdasarkan undang-undang ; 4. Seseorang yang tidak termasuk prajurit atau yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit atau anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai prajurit ber-dasarkan undang-undang; tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Mahkamah Militer mengadili dalam tingkat pertama perkara kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Angkatan Perang RI yang berpangkat kapten ke bawah. Mahkamah Militer Tinggi memutus dalam tingkat pertama perkara-perkara kejahatan dan pelanggaran pada terdakwa yang sedang atau pada waktu melakukan perbuatannya berpangkat mayor ke atas. Dalam fungsinya sebagai peradilan tingkat kedua, Mahkamah Militer Tinggi memeriksa dan memutus segala perkara-perkara yang telah diputus oleh Mahkamah Militer yang dimintakan pemeriksaan ulang. d. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Kekuasaan kehakiman dalam peradilan militer dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat banding, dan Mahkamah Agung sebagai putusan tingkat akhir peradilan dengan mengajukan permohonan kasasi. Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan wewenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Namun yang ada sekarang hanya peradilan tata usaha

Negara dalam sengketa pajak yang dilakukan oleh Majelis Pertimbangan Pajak. e. Lingkungan Peradilan Pelayaran Mahkamah Pelayaran adalah sebuah badan peradilan administrative di lingkungan Departemen Perhubungan yang berdiri sendiri, bersidang di Jakarta setiap kali diperlukan. Mahkamah Pelayaran memeriksa dan memutus dalam tingkat pertama dan terakhir tentang kecelakaan kapal yang agak berat. Selain jenis peradilan yang telah dijelaskan, masih ada dua peradilan lainnya yang tidak diatur dalam Undang-Undang no. 14 tahun 1970. Dua peradilan tersebut adalah: a. Peradilan Perumahan Wewenang peradilan perumahan meliputi perselisihan tentang harga sewa dan penghentian perjanjian sewa-menyewa. Namun dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 1981 wewenang peradilan dibatasi, tidak lagi menangani perselisihan sewa menyewa seluruhnya tetapi hanya penetapan harga sewa saja. Peradilan perumahan dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan Perumahan dalam tingkat peradilan pertama dan dilakukan oleh Kepala Daerah Tingkat II dalam tingkat banding. b. Peradilan Perburuhan Peradilan perburuhan mempunyai wewenang menyelesaikan perselisihan perburuhan, yaitu pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan. Pihak yang yang diberi wewenang untuk memeriksa dan menyelesaikan perkara adalah petugas yang khusus diangkat, oleh karena itu kedua peradilan tersebut lebih dikenal sebagai perdilan semu.

You might also like