You are on page 1of 6

Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Orang Dewasa dan Usia Lanjut Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan

potensial. Dikatakan makhluk

eksploraatif, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagaai makhluk potensiall, karena pada diri manusia terdapat/tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan. Selanjutnya manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya. Karena itu, bimbingan yang tidak searah dengan potensi yang dia miliki akan berdampak negative bagi perkembangan manusia. Perkembangan negative tersebut akan dilihat dalam berbagai sikap dan tingkah laku yang menyimpang. Bentuk tingkah laku yang menyimpang ini terlihat dalam kaitannya dengan kegagalan manusia untuk memenuhi kebutuhan, baik yang bersifat fisik atau psikis. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam mempelajari perkembangan jiwa keagamaan perlu terlebih dahulu dilihat kebutuhan-kebutuhan manusia secara menyeluruh. Sebab, pemenuhan kebutuhan yang kurang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani akan menyebabkan timbul ketimpangan dalam perkembangan. Jiwa keagamaan yang termasuk aspek rohani (psikis) akan sangat tergantung dari perkembangan aspek fisik. Dan demikian puala sebaliknya. Para ahli psikologi perkembangan membagi perkembangan manusia bardasarkan usia menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan. Secara garis besarnya perkembangan psikologi terbagi menjadi: 1) Masa prenatal; 2) Masa bayi; 3) Masa kana-kanak; 4) Masa prapubertas; 5) Masa pubertas (remaja); 6) Masa dewasa; 7) Masa usia lanjut. Sehubungan dengan kebutuhan manusia dan periode perkembangan tersebut, maka dalam kaitannya denganperkembang jiwa keagamaan akan dilihat bagaimana pengaruh timbale ballik antara keeduanya. Dengan demikian, perkembangan jiwa keagamaan juga akan dilihat dari tingkat usia dewasa dan usia lanjut. A. Maacam-macam Kebutuhan Dalam bukunya pengantar psikologi criminal Drs. Gerson W. Bawean, S.H. mengemukakan embagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian atas yang dikemukakan oleh J.P Guilford sebagai berikut:

1. Kubutuhan Individual Tediri Dari: a. Homeostatis, yaittu kebutuhan yang di tuntut tumbuh dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan.
b. Regulasi temperature, adalah penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi

kebutuhan akan perubahan temperature badan. c. Tidur merupakan kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar dari gejala halusinasi. d. Lapar adalah kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk membangkitkan energy tubuh sebagai organis. e. Seks merupakan kebutuhan yang timbul dari dorongan mempertahankan jenis. Tidak terpenuhi kebutuhan seks ini akan mendatangkan gangguan kejiwaan dalam bentuk prilaku seksual yang menyimpang (abnormal) seperti:
1. Sadisme

2. Masochisme 3. Exbibitionisme 4. Scoptophilia 5. Voyeurism 6. Troilisme atau triolisme 7. Transvertisme 8. Sexualoralisme


9. Transsexualisme

10. Sodomy 2. Kebutuhan Sosial Kebutuhan social manusia tidak disebabkan pengaruh yang dating dari luar (stimulus), seperti pada manusia berbentuk nilai. Jadi, kebutuhan itu bukan semata-mata kkebutuhan biologis melainkan juga kebutuhan rohaniah. Bentuk kebutuhan ini menurut Guilford terdiri dari: a. Pujian dan hinaan b. Kekuasaan dan mengalah c. Pergaulan

d. Imitasi dan simpati e. Perhatian Selanjutnya Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya perana Agama Dalam Kesehatan Mental membagi kebutuhan manusia atas dua kebutuhan pokok yaitu: Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmaniah: makan, minu dan sebagainya Kebutuhan sekunder atau kebutuhan rohaniah: jiwa dan social. Selanjutnya beliau membagi kebutuhan sekunder menjadi enam bagian yaitu: 1. Kebutuhan akan rasa kasih sayang 2. Kebutuhan akan rasa aman 3. Kebutuhan akan rasa harga diri 4. Kebutuhana akan rasa bebas 5. Kebutuhan akan rasa sukses 6. Kebutuhan akan rasa ingin tahu 3 Kebutuhan Manusia akan Agama Selain berbaga macam kebutuhan yang disebutkan di atas, masih ada lagi kebutuhan manusia yang sangat perlu diperhatikan. Yaitu kebutuhan terhadap Agama. Manusia di sebut sebgai makhluk yang beragama (homo religious). Ahmad Yamani mengemukakan, bahwa tatkala Allah S.W.T membekali insane itu dengan nikmat dan daya penelitian, dibekali pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar alam sekitarnya sebagai timbangan atas rasa takut terhadap kegarangan dan kebengisan alam itu. Hal inilah yang mendorong insane tadi untuk mencari sesuatu kekuatan yang dapat melindungi dan membimbing di saat-saat gawat. Dalam ajaran Agama Islam, bahwa adanya kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia selaku makhluk Tuhan dibekali dengan berbagaio potensi (firah) yang dibawa sejak lahir. Salah satu fitrah tersebut adalah kecenderungan terhadap beragama.

B. Sikap Keberagamaan pada Orang Dewasa

Kemantapan jiwa orang dewasa ini setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan pada orang dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap system nilai yang dipilihnya, baik system nilai yang bersumbar dari agama, maupun yang bersumber dari norma-noram lain dalam kehidupan. Pokoknya, pemilihan nilai-nilai tersebut telah didasarkan atas pertimbang pemikiran yang matang. Berdasarkan hal ini, maka sikap keagamaan seseorang di usia dewasa sulit untuk di ubah. Jika pun terjadi perubahan mungkin prose situ terjadi setelah didasarkan atas pertimbangan yang matang. Sikap keberagamaanorang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilainilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahan tentang ajaran agama yang di anutnya. Beragama, bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan. Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki cirri-ciri sebagai berikut: Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbanng pemikiran yang matang, bukan seledar ikut-ikutan Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih ayak di aplikasikan dalam sikap dan tingkah laku Bersikap positif terhadap ajaran dan noma-norma Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas perimbangan dan tanggung jawab diri Bersikap lebih terbuka dan wawasan lebih luas Bersikap lebih kritis terhadap ajaran agama Sikap keberagamaannya cenderung lebih mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan social

C. Manusia Usia Lanjut dan Agama

kehidupan keagamaan pada usia lanjut ini menrut penelitian psikologi agama ternyata meningkat. M. Argle mengutip sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Cavan yang mempelajari 1.200 orang sampel usia 60-100 tahun. Temuan menunjukkan secara jelas kecenderungan untuk menerima poendapat keagamaan yang semakin meningkat pada umurumur ini. Sedangkan, pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul sam pai 100 persen setelah usia 90 tahun ( Robert H. Thouless, 1992:108). Dalam banyak hal, tak jarang para ahli psikologi menghubungkan kecenderungan peningkatan kehidupan keagamaan dengan penurunan kegairahan seksual.tetapi menurut Robert H. Thouless, pendapat ini yterlalu berlebihan. Mengenai kehidupan keagamaan pada usia lanjut ini Willam James menyatakan, bahwa umur keagamaan yang sangat luar biasa tampaknya justru terdapat pada usia tua, ketika gejolak kehidupan seksual sudah berakhir (Robert H. Thouless,1992: 107). Agaknya pendapat William James masih banyak dijadiakan rujukan dalam melihat korelasi antarakehidupan keagamaan dengan kehidupan seksual. Menganalisis hasil penelitian M. Argyle dan Elie A. Cohen, Robert H. Thouless cenderung berkesimpulan bahwa yang menentukan berbagai keagamaan di umur tua di antaranya adalah depersonalisasi.kecenderungan hilangnya identifikasi diri dengan tubuh dan juga cepatnya akan dating kematian merupakan salah stu faktor yang menentukan berbagai sikap keagamaan di usia lanjut ( Robert H. Thouless,1992: 117). Secara garis besarnya cirri-ciri keberagamaan di usia lanjut adalah: 1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjutsudah mencapai tingkat kemantapan 2. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan 3. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh 4. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur 5. Timbul rasa takut akan kematian 6. Perasaan takut kepada kematian ini berdampal pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi( akhirat)

You might also like