You are on page 1of 14

HASIL SURVEY TRANSPRANCY INTERNASIONAL

Penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia. Hasil survei itu memberikan nilai IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei. Survei Transparency International Indonesia berkesimpulan bahwa lembaga yang harus dibersihkan menurut responden, adalah: lembaga peradilan (27%), perpajakan (17%), kepolisian (11%), DPRD (10%), kementerian/departemen (9%), bea dan cukai (7%), BUMN (5%), lembaga pendidikan (4%), perijinan (3%), dan pekerjaan umum (2%). Survei terbaru Transparency International yaitu "Barometer Korupsi Global", menempatkan partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4,2 (dengan rentang penilaian 1-5, 5 untuk yang terkorup). Masih berangkat dari data tersebut, di Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9), Vietnam (8,67), Filipina (8,33) dan Thailand (7,33) Dengan adanya data tersebut, terukur bahwa keberadaan korupsi di Indonesia telah membudaya baik secara sistemik dan endemik.

Pengertian korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) Menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Menurut UU No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (pasal 2 ayat 1), adalah setiap orang yg secara melawan hukum memperkaya diri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

BEBERAPA PENGERTIAN UMUM


KORUPSI : Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tindak pidana korupsi KOLUSI : Permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dgn pihak lain yg mer5ugikan org lain, masyarakat, dan atau negara NEPOTISME : setiap perbuatan penyelenggara negara scr melawan hukum yg menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepetingan masyarakat, bangsa dan negara (UU NO.28/1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YG BERSIH DAN BEBAS DARI KKN) BENTUK LAIN KORUPSI : Penyuapan dan Pemerasan

Unsur-unsur korupsi
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut: 1. perbuatan melawan hukum; 2. penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; 3. memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; 4. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Jenis-Jenis Korupsi
1. Pemberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); 2. Penggelapan dalam jabatan; 3. Pemerasan dalam jabatan; 4. Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); 5. Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). 6. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.

Kondisi yang Mendukung Munculnya Korupsi


1. Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik. 2. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah 3. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal. 4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. 5. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama". 6. Lemahnya ketertiban hukum. 7. Lemahnya profesi hukum. 8. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. 9. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil. 10. Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum. 11. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".

CIRI-CIRI KORUPSI
melibatkan lebih dari 1 orang Melibatkan keserbarahasiaan, kecuali kalau sudah merajalela. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Menyembunyikan perbuatan mereka dengan berlindung dibalik pembenaran hukum Mempengaruhi pengambilan keputusan Mengandung penipuan/pengaburan Pengkhiatan terhadap kepercayaan Melibatkan fungsi ganda/kontradiktif Melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban

SEBAB-SEBAB KORUPSI
Kelemahan kepemimpinan dalam posisi kunci Kelemahan pengajaran agama dan etika Kolonialisme Kemiskinan Tidak ada tindakan hukum yang keras Lemahnya dukungan dan perilaku anti korupsi Struktur pemerintah (yang tumpang tindih dan posisi ganda) Kurang/lemahnya pendidikan Perubahan sistem secara radikal Keadaan masyarakat (terutama pada masyarakat vertikal keatas)

Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia.

Pemberantasan Korupsi Di Indonesia


ORDE LAMA : Dasar Hukum: KUHP (awal), UU 24 tahun 1960 Antara 1951 - 1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti Indonesia Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer. Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan Menteri Penerangan kabinet Burhanuddin Harahap (kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap. Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa Darurat Militer justru melahirkan korupsi di tubuh TNI. Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang ber Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan lahan korupsi paling subur. Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, Kepala Staffnya. Proses hukum Suharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Suharto ke Seskoad di Bandung. Kasus ini membuat DI Panjaitan menolak pencalonan Suharto menjadi ketua Senat Seskoad.

ORDE BARU : Dasar Hukum: UU 3 tahun 1971 Korupsi orde baru dimulai dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis. ORDE REFORMASI : Dasar Hukum: UU 31 tahun 1999, UU 20 tahun 2001 Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi: 1. Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi) 2. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) 3. Kepolisian 4. Kejaksaan 5. BPKP 6. Lembaga non-pemerintah: Media massa Organisasi massa (mis: ICW)

Kunci utama dalam pemberantasan korupsi Di Indonesia


Indonesia masyarakatnya sangat menghormati figur pemimpinnya karenanya perlu penanaman faktor Integritas yang akan mencegah manusia dari perbuatan tercela, entah itu "corruption by needs" (korupsi karena kebutuhan), "corruption by greeds" (korupsi karena keserakahan) atau "corruption by opportunities" (korupsi karena kesempatan). Pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.

CARA MENGATASI KORUPSI-1 (Preventif Strategy)


menetapkan standar pelayanan minimal dalam pekerjaan dan profesi penetapan standar minimal untuk hidup layak menerapkan peraturan secara konsesten dan tanpa kecuali memperkuat lembaga-lembaga legislatif dan hukum meneliti sebab-sebab korupsi secara terus menerus pembangunan kode etik pada semua sektor pelayanan publik, profesi dan parpol/ormas menegakkan aturan dalam komersialisasi uang dan informasi sosialisasi dalam menciptakan nilai anti KKN secara nasional dan terus menerus. Meningkatkan manajemen SDM dan Reward system Detective Strategy menciptakan dan meningkatkan partisipasi masyarakat tindak lanjut pelaporan kewajiban lapor transaksi keuangan dan kekayaan pejabat berpartisipasi dalam gerakan anti korupsi meningkatkan kemampuan SDM yang berfungsi pencegahan tindakan korupsi menerapkan tekhnologi yang mendukung akuntabilitas

CARA MENGATASI KORUPSI-2 (Refresif strategy)


pembentukan badan anti KKN penyidikan, penuntutan peradilan & penghukuman koruptor besar penentuan jenis dan bentuk KKN dan prioritas pemberantasannya. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi Pengaturan standar kerja dan fungsi petugas penyidik tindak pidana korupsi.

You might also like