You are on page 1of 5

PENGEMIS BESI (IRON BEGGAR) DI IRAN

Oleh: A. Hafied A. Gany


gany@hafied.org
Cukup banyak hal yang pernah reporter Anda angkat menjadi tulisan dari pengalaman
berkunjung ke Iran di berbagai media, bahkan masih banyak lagi yang sedang dipersiapkan.
Namun, dalam kunjungan yang ke tiga ke Iran pada bulan Mei-Juni 2008, reporter Anda
tidak bisa menahan diri untuk tidak menuliskan temuan unik yang satu ini, meskipun dalam
kunjungan sebelumnya sudah berkali-kali bertemu dengan sang pengemis besi yang
menjadi obyek laporan kali ini, namun baru secara kebetulan pada kali ketiga berkunjung
ini sempat mengemuka. Pengemis besi (iron beggar), begitu kebanyakan orang
menyebutnya, tidak lain dari kotak besi, semacam kotak surat di Indonesia, yang tersebar di
seluruh pelosok negeri Persia, yang bertugas menerima sumbangan dari para dermawan,
untuk dibagi-bagikan kepada para pengemis dan warga negara yang memerlukannya. Hal-
ikhwal ini diceriterakan reporter dalam tulisan yang kali ini dimuat sebagai kumpulan
pengalaman peribadi (H@gny).
-----

Reporter Anda sedang berdiri di samping salah satu “pengemis besi” yang terletak di
pinggir saluran irigasi di kawasan perdesaan, jauh dipelosok desa dan dri pengawasan
petugas (Foto istimewa).

------
Salah satu hal yang tidak luput dari kesan awal setiap saya menginjakkan kaki di Iran
adalah keteraturan lalu lintas dan penataan kota yang meskipun terlek di kawasan kering
(gurun pasir) yang meliputi hampir 70% wilayahnya, namun tampilan tata kotanya
penuh dengan taman dengan pepohonan hijau diselingi aneka ragam bunga-bungaan.
Tidak pernah terbayang sebelumnya akan menemukan kota-kota yang hijau dengan
rerumputan bak permadani di kawasan Padang Pasir Timur Tengah. Bahkan tidak juga
sekalipun pernah membandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia, yang ternyata
sangat jauh berbeda dengan kota Theran, Rast, bahkan kota-kota di Provinsi Khozestan
di Kawasan Barat yang berbatasan dengan Irak. Memang tidak seindah dengan kota-
kota di Inggeris, Negeri Belanda atau Perancis Italia dsb, namun yang jelas jauh lebih
indah dibandingkan dengan Kota Bandung, yang masih melekat dengan predikat Paris
van Java atau Kota Kembang-nya sampai saat ini, meskipun kembangnya sudah
berganti dengan sampah, pengemis dan/atau pengamen serta pedagang asongan di
lampu-lampu merah.
Meskipun tidak seluruh kota ditanami kembang, tapi pemandangan kota kembang
seperti ini sangat mudah di temukan di taman-taman kota di Iran. (Foto: Koleksi
Peribadi).
------
Hal yang tidak luput dari pengamatan saya adalah bahwa saya tidak pernah menemukan
seorang pengemis-pun di jalan-jalan, di lampu merah ataupun di tempat tempat ramai
lainnya. Namun saya belum pernah sempat membicarakannya karena saya berkunjung
dengan target yang harus saya selesaikan sebelum sampai ke hal-hal yang keluar dari
bidang tugas profesi saya. Meskipun saya juga patut akui bahwa setiap kali, saya selalu
tidak punya kesempatan untuk membicarakannya dengan rekan saya, orang Iran yang
selalu setia mendampingi saat berkunjung sampai saat waktu kunjungan selesai.
Di suatu pagi menjelang siang yang terik dalam perjalanan berkendaraan bus ke
Provinsi Gilan, beberapa ratus kilometer dari Kota Theran ke Utara barat laut, salah
seorang teman saya meminta berhenti di kota kecamatan terdekat untuk membeli batu
batrei untuk kamera digitalnya yang dari tadi di jeprat-jepretkan ke hampir semua obyek
yang terlihat, seolah tak mau kehilangan momentum untuk mengabadikan memori
kunjungan yang sangat berkesan ini.
Sembari mobil minibus pariwisata, yang kami tumpangi, berhenti di bawah keteduhan
pohon mapel, pohon yang daunnya menjadi maskot kenegaraan pada bendera Kanada,
saya turun dari bus untuk menikmati udara segar kota kecamatan tersebut sambil
melemaskan otot-otot yang sejak jam 07 pagi sudah duduk dibawah terpaan AC minibus
yang bagi saya stelannya cukup dingin, meskipun mobil yang berkapasitas 24 orang
hanya dimuati dengan14 orang, dan lagi berbekal bermacam-macam minuman dingin
dengan kue-kue khas Iran dan banyak jenis buah-buahan yang tidak bisa tumbuh di
Indonesia – namun tetap bisa dipanen di supermaket yang sedang menjamur.
Sambil berdiri melemaskan otot, saya asyik bersandar di pohon mapel, yang besar
batangnya cukup untuk saya berlindung menghindari perhatikan oleh ibu-ibu dan gadis-
gadis Iran yang lalu lalang berbelanja, yang terus-menerus dalam pengamatan saya
tanpa berkedip.
Benar-benar menjadi pemandangan yang sangat mengasikkan saya, meskipun yang
dipandang tersebut kebanyakannya mengenakan busana hitam, yang hanya
menonjolkan muka yang tidak berkosmetik, rupanya karena dilarang, dan sedikit
rambut mencuat di dahi karena kerudungnya agak tertarik kebelakang. Rupanya ini
salah satu mode yang menambah daya tarik mereka, yang saya tahu kemudian setelah
tiba di hotel.

2
Gadis-gadis Iran yang ramah, apalagi setelah mengetahui bahwa kami adalah tamu dari
Indonesia (Foto: Koleksi Peribadi).
Hal yang membuat saya lebih betah, karena rupanya gadis-gadis tersebut senang dan
malu-malu tapi mau dipandang, dan ada diantaranya yang mampir bertanya-tanya,
tentang kenegaraan kami. Begitu mengetahui kami dari Indonesia, rupanya mereka
langsung memandang kami sebagai teman mereka. Begitu asyiknya menikmati
pemandangan ini, saya hampir lupa membidikkan kamera saya, kalau tidak dikagetkan
teman untuk segera naik ke mobil kembali untuk meneruskan perjalanan.
Sambil bermalas-malasan beranjak dari bawah rindangnya pohon mapel, saya masih
mencoba menjepretkan kamera ketika perhatian saya mendadak terusik, karena seorang
wanita muda maju, dengan profil yang sedikit malu-malu namun genit, mendekat
kearah saya, sehingga saya merasa serba kikuk. Segera saya menjadi lega namun sedikit
kecewa, rupanya dia bukan mengampiri saya yang sempat “ge-er” (istilah anak muda di
Jakarta untuk “besar kepala”), sambil mengampiri kotak besi berwarna biru tua dengan
gambar dua tangan berdempetan seperti pada postur berdoa, dengan warna kuning
persis di samping saya, sambil memasukkan sesuatu ke kotak tersebut, yang pasti bukan
surat, seperti dugaan saya selama ini bahwa kotak seperti itu adalah kotak surat.

Kotak biru di samping saya tempat wanita muda memasukan sesuatu lalu beranjak,
mereka samar-samar masih tertangkap kamera di latar belakang, di sebelah kiri ujung
daun mapel tempat kami berteduh (Foto: Koleksi Peribadi).

3
Teman saya sempat menjadi kesal menunggu saya, karena melihat peristiwa tersebut
saya urung bergegas menaiki mobil. Mereka menahan diri, di samping respek kepada
saya sebagai yang tertua dan juga sebagai ketua rombongan, rupanya Mr. Ehsani (teman
orang Iran yang mendampingi kami selama perjalanan), melihat kelagat keinginan
tahuan saya, sehingga malahan dia justru turun dari mobil mendekati saya, seolah
mengantisipasi berondongan pertanyaan keheranan yang segera saya akan ajukan
kepadanya. Dan benar, saya segera memberondongnya dengan pertanyaan untuk
mengetahui segala sesuatu tentang kotak biru tersebut. Sampai-sampai dia pindah duduk
di samping saya bersama Mr. Motevasseli (seorang mantan Dirjen Perdesaan Iran, yang
sebaya dengan saya, juga menyertai kami sebagai nara sumber), menjawab pertanyaan
saya dan diskusi selama hampir tiga jam dalam perjalanan berikutnya sampai ke kota
tujuan – Rast, ibu kota Provinsi Gilan yang berbatasan dengan Danau Laut Kaspia.
Rupanya “keusilan” saya memelototi wanita-wanita Iran tersebut membawa banyak
hikmah, karena kalau tidak, mungkin saya tidak pernah tahu mengenai rahasia
“pengemis besi” (iron beggar), sekaligus juga mejawab pertanyaan saya sebelumnya
“Kenapa saya tidak pernah melihat pengemis di Iran”. Karena pasti saya tidak pernah
tertarik perhatian untuk mengetahui kotak-kotak besi yang tersebar sampai ke pelosok-
pelosok pedesaan Iran tersebut – yang sebenarnya sudah banyak saya lihat pada waktu
kunjungan sebelumnya, tapi saya sangka itu kotak surat – juga karena tulisan yang
tertera pada kotak tersebut adalah dalam Bahasa Parsi yang saya tidak mengerti.
-----
Dari diskusi saya sepanjang perjalanan, hampir-hampir pokok pembicaraan didominasi
oleh pengemis besi, sambil saya berkali-kali terhenti bicara karena setiap ada kotak biru
yang terlihat dari mobil, silih berganti Mr. Ehsani dan Mr. Motevasseli menunjukkan
kepada saya. Rupanya mereka sangat entusias juga menerangkan kepada saya tentang
pengemis besi tersebut.
Rupanya ide pembuatan kotak biru tersebut secara nasional digagas oleh Imam
Khomaini sejak pada saat runtuhnya kekuasaan Syah Iran. Kotak tersebut berfungsi
sebagai kotak amal untuk membagi harta masyarakat yang berlebih untuk dibagikan
kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kotak tersebut tidak dikelola atau dimiliki
oleh Pemerintah, tetapi oleh masyarakat sendiri namun terdaftar secara nasional lokasi
dan penanggungjawab masing-masing kotak, yang jumlahnya jutaan tersebar di seluruh
negeri Kapan saja setiap orang yang berkeinginan, dapat mengisi kotak mana saja
dengan jumlah berapa saja yang mereka ingini tanpa ada keharusan – namun ada
himbauan untuk memberi sedeqah kepada sesama melalui “pengemis besi” tersebut.
Jadi tidak pernah terlihat ada pengemis berkeliaran di tempat-tempat umum.
Setiap kotak yang mencakup kira-kira mencakup setiap separuh kawasan RT di
Indonesia, mempunyai pengurus dan penanggungjawab, pemegang kunci; kotak mana
secara periodik dibuka dan dihitung isinya oleh pengurus tersebut untuk dibukukan dan
selanjutnya didistribusikan kepada yang berwenang dan layak menerimanya.
Penggunaan uang cukup dipertimbangkan oleh pengurus masing-masing kotak secara
otonom (yang mempunyai nomor identifikasi secara nasional) tanpa berbelit-belit,
namun mereka harus mengirim laporan pertanggungjawaban rutin secara struktural
terpusat.
Pada dasarnya, pengemis tidak dilarang melalui undang-undang atau peraturan daerah.
Namun bilamana seseorang kedapatan mengemis, maka mereka akan dibawa – bukan
ditangkap – oleh polisi, dibawa untuk diintrogasi dan diberikan bimbingan. Bilamana
seseorang mengemis karena memang sama sekali orang miskin yang tidak mempunyai

4
pendapatan dan tidak mempunyai keahlian atau kemampuan bekerja, maka mereka akan
didaftar di lokasi tempat tinggal mereka, dan mereka diminta untuk tinggal saya
berdiam di rumah tanpa mengemis. Mereka akan dibayar tunjangan hidupnya dari hasil
pengemis besi yang ada di daerahnya.
Jika sekiranya diketahui dari wawancara bahwa mereka masih mempunyai keahlian atau
kemampuan bekerja, maka mereka akan disalurkan melalui kelompoknya untuk bekerja
sesuai dengan bidang yang mungkin dilakukannya dan akan dibayar gajinya oleh hasil
yang terkumpul pada kotak besi tadi.
-----
Hasil “pengemis besi” bukan hanya terbatas untuk dibagikan kepada fakir miskin,
namun juga kepada anak-anak sekolah yang memerlukan biaya pendidikan (bea siswa),
ini justru diberikan perioritas – termasuk orang sakit yang tidak mampu memenuhi
biaya pengobatan. Juga kepada pasangan muda yang akan berumah tangga tetapi tidak
punya ongkos untuk menyelenggarakan pesta pernikahan. Kategori muda mudi sangat
diperioritaskan karena ini menurut mereka adalah penentu terciptanya generasi penerus.
Mereka dapat mengajukan masalahnya kepada ketua kelompok setempat, bisa juga
kepada gabungan beberapa kelompok, kalau dana yang dibutuhkan cukup besar (subsidi
lintas kelompok). Kelompok akan bersidang dan memutuskannya secara otonom, dan
segera merealisasikan bantuan tersebut dan mempertanggungjawabkan kepada jaringan
yang lebih tinggi.
Demikian juga untuk keperluan bersama lainnya, keperluan sosial, perbaikan fasilitas
sosial, fasilitas olah raga (yang cukup menarik dan akan saya sajikan dalam tulisan pada
kesempatan lain). Jadi semuanya dapat tertutupi dari hasil yang dikumpulkan oleh
“pengemis besi” tampa membebani anggaran pemerintah. Jangan harap bisa
menemukan pengemis di tempat-tempat umum, meskipun di Iran masih banyak juga
penganggur. Rakyat semuanya respek kepada Pemerintahnya, namun dalam kehidupan
sehari-hari kita tidak pernah melihat foto presiden atau wakil presiden terpampang di
kantor-kantor atau rumah-rumah penduduk. Yang kita bisa temukan adalah foto Imam
Khomaini dan Khamaini, terpampang di ruangan kerja resmi pemerintah sampai
presiden. Siapapun yang menjadi presiden, foto tersebut tetap akan terpampang disana
sebagai respek kepada tokoh reformasi, revolusi, dan pemersatu bangsa yang telah
mengantarkan Rakyat Iran ke tingkat kemandirian dan kemakmurannya.
Mudah-mudahan Negara kita tercinta akan segera keluar dari kemelut multi-
dimensional; hanya itu harapan yang memenuhi benak saya dalam lamunan di pesawat
Emirate yang mengantarkan kembali ke Jakarta. Semoga kunjungan berikutnya saya
sudah bisa berbangga menaiki pesawat Garuda Indonesia dan mendarat di Bandara
Internasional Imam Khomaini, dengan nyaman – juga pulangnya dengan aman dan
nyaman. Amiien. <H@gny, Oktober 2008>

You might also like