You are on page 1of 14

TIPE / GAYA KEPEMIMPINAN Tanpa kita sadari bahwa sebetulnya kita masing-masing akan menjadi pemimpin, minimal akan

menjadi pemimpin diri kita sendiri. Tapi sebetulnya ada bemacam gaya kepemimpinan menurut pakarnya:

1. Gaya kepemimpinan otoriter atau otokrasi, artinya sangat memaksakan kehendak kekuasaannya kepada bawahan. 2. Gaya kepemimpinan demokratis, artinya bersikap tengah antara memaksakakan kehendak dan memberi kelonggaran kepada bawahan. 3. Gaya kepemimpinan laissez fasif, yakni sikap membebaskan bawahan; dan 4. Gaya kepemimpinan situasional, yakni suatu sikap yang lebih melihat situasi: kapan harus bersikap memaksa, kapan harus moderat, dan pada situasi apa pula pemimpin harus memberikan keleluasaan pada bawahan.

Nah sekarang kita lihat satu persatu ciri-ciri dari masing-masing gaya kepemimpinan tersebut:

1. Ciri-ciri Kepemimpinan Bertipe Otoriter: 1) Tanpa musyawarah 2) Tidak mau menerima saran dari bawahan 3) Mementingkan diri sendiri dan kelompok 4) Selalu memerintah 5) Memberikan tugas mendadak 6) Cenderung menyukai bawahan yang ABS (asal bapak senang) 7) Sikap keras terhadap bawahan Setiap keputusannya tidak dapat dibantah 9) Kekuasaan mutlak di tangan pimpinan 10) Hubungan dengan bawahan kurang serasi 11) Bertindak sewenang-wenang

12) Tanpa kenal ampun atas kesalahan bawahan 13) Kurang mempercayai bawahan 14) Kurang mendorong semangat kerja bawahan 15) Kurang mawas diri 16) Selalu tertutup 17) Suka mengancam 18) Kurang menghiraukan usulan bawahan 19) Ada rasa bangga bila bawahannya takut 20) Tidak suka bawahan pandai dan berkembang 21) Kurang memiliki rasa kekeluargaan 22) Sering marah-marah 23) Senang sanjungan.

2. Ciri-ciri Kepemimpinan Bertipe Demokratis: 1) Pendapatnya terfokus pada hasil musyawarah 2) Tenggang rasa 3) Memberi kesempatan pengembangan karier bawahan 4) Selalu menerima kritik bawahan 5) Menciptakan suasana kekeluargaan 6) Mengetahui kekurangan dan kelebihan bawahan 7) Komunikatif dengan bawahan Partisipasif dengan bawahan 9) Tanggap terhadap situasi 10) Kurang mementingkan diri sendiri 11) Mawas diri

12) Tidak bersikap menggurui 13) Senang bawahan kreatif 14) Menerima usulan atau pendapat bawahan 15) Lapang dada 16) Terbuka 17) Mendorong bawahan untuk mencapai hasil yang baik 18) Tidak sombong 19) Menghargai pendapat bawahan 20) Mau membirnbing bawahan 21) Mau bekerja sama dengan bawahan 22) Tidak mudah putus asa 23) Tujuannya dipahami bawahan 24) Percaya pada bawahan 25) Tidak berjarak dengan bawahan 26) Adil dan bijaksana 27) Suka rapat (musyawarah) 28) Mau mendelegasikan tugas kepada bawahan 29) Pemaaf pada bawahan 30) Selalu mendahulukan hal-hal yang penting

3. Ciri-ciri Kepemimpinan Bertipe laissez fasif : 1) Pemimpin bersikap pasif 2) Semua tugas diberikan kepada bawahan 3) Tidak tegas 4) Kurang memperhatikan kekurangan dan kelebihan bawahan

5) Percaya kepada bawahan 6) Pelaksanaan pekerjaan tidak terkendali 7) Mudah dibohongi bawahan Kurang kreatif 9) Kurang mawas diri 10) Perencanaan dan tujuannya kurang jelas 11) Kurang memberikan dorongan pada bawahan 12) Banyak bawahan merasa dirinya sebagai orang yang berkuasa 13) Kurang punya rasa tanggung jawab 14) Kurang berwibawa 15) Menjunjung tinggi hak asasi 16) Menghargai pendapat bawahan (orang lain) 17) Kurang bermusyawarah

4. Ciri-ciri Kepemimpinan Bertipe Situasional: 1) Supel atau luwes 2) Berwawasan luas 3) Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan 4) Mampu menggerakkan bawahan 5) Bersikap keras pada saat-saat tertentu 6) Berprinsip dan konsisten terhadap suatu masalah 7) Mempunyai tujuan yang jelas Bersikap terbuka bila menyangkut bawahan 9) Mau membantu memecahkan permasalahan bawahan 10) Mengutamakan suasana kekeluargaan

11) Berkomunikasi dengan baik 12) Mengutamakan produktivitas kerja 13) Bertanggung jawab 14) Mau memberikan tanggung jawab pada bawahan 15) Memberi kesempatan pada bawahan untuk mengutarakan pendapat pada saat-saat tertentu 16) Melakukan atau mengutamakan pengawasan melekat 17) Mengetahui kelemahan dan kelebihan bawahan 18) Mengutamakan kepentingan bersama, 19) Bersikap tegas dalam situasi dan kondisi tertentu 20) Mau menerima saran dan kritik dari bawahan

Setelah kita tahu ciri-ciri dari gaya kepemimpinan, pertanyaannya adalah, kita sebagai pimpinan entah di perusahaan atau di rumah atau di organisasi termasuk kategori yang mana? Hanya kita sendiri yangn bisa menjawab.

Semoga bermanfaat menambah wawasan.

Disusun oleh sriudin (Sahrudin & Sri Iriani) Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini. 1. Teori Genetis (Keturunan) Inti dari teori menyatakan bahwa Leader are born and nor made (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis. 2. Teori Sosial Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa Leader are made and not born (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.

3. Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segisegi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik.

Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.

Tipologi Kepemimpinan Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997). 1. Tipe Otokratis. Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan pengge-rakkannya sering memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum. 2. Tipe Militeristis Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang

lebih sering dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan. 3. Tipe Paternalistis. Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; dan sering bersikap maha tahu. 4. Tipe Karismatik. Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ganteng .

5. Tipe Demokratis. Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluasluasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.

Dari penelitian yang dilakukan Fiedler yang dikutip oleh Prasetyo (2006)ditemukan bahwa kinerja kepemimpinan sangat tergantung pada organisasi maupun gaya kepemimpinan (p. 27). Apa yang bisa dikatakan adalah bahwa pemimpin bisa efektif ke dalam situasi tertentu dan tidak efektif pada situasi yang lain. Usaha untuk meningkatkan efektifitas organisasi atau kelompok harus dimulai dari belajar, tidak hanya bagaimana melatih pemimpin secara efektif, tetapi juga membangun lingkungan organisasi dimana seorang pemimpin bisa bekerja dengan baik. Lebih lanjut menurut Prasetyo (p.28), gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan dalam proses kepemimpinan yang diimplementasikan dalam perilaku kepemimpinan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Selain itu menurut Flippo (1987), gaya kepemimpinan juga dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (p. 394). Menurut University of Iowa Studies yang dikutip Robbins dan Coulter (2002), Lewin menyimpulkan ada tiga gaya kepemimpinan; gaya kepemimpinan autokratis, gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan Laissez-Faire (Kendali Bebas) (p. 406)

Gaya Kepemimpinan Autokratis Menurut Rivai (2003), kepemimpinan autokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi (p. 61). Robbins dan Coulter (2002) menyatakan gaya kepemimpinan autokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasi partisipasi karyawan (p. 460). Lebih lanjut Sukanto (1987) menyebutkan ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis (pp. 196-198):

1. Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin. 2. Teknik dan langkah-langkah kegiatannya didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkatan yang luas. 3. Pemimpin biasanya membagi tugas kerja bagian dan kerjasama setiap anggota. Sedangkan menurut Handoko dan Reksohadiprodjo (1997), ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis (p. 304): 1. Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan bawahan.

2. Komunikasi hanya satu arah yaitu kebawah saja. 3. Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota. 4. Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan keahliannya

Gaya kepemimpinan Demokratis / Partisipatif Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri (Rivai, 2006, p. 61). Menurut Robbins dan Coulter (2002), gaya kepemimpinan demokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan(p. 460). Jerris (1999) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang menghargai kemampuan karyawan untuk mendistribusikan knowledge dan kreativitas untuk meningkatkan servis, mengembangkan usaha, dan menghasilkan banyak keuntungan dapat menjadi motivator bagi karyawan dalam bekerja (p.203). Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Sukanto, 1987, pp. 196-198): 1. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin. 2. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih. 3. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok. Lebih lanjut ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Handoko dan Reksohadiprodjo, 1997, p. 304): 1. Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas. 3. Pemimpin adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.

Gaya Kepemimpinan Laissez-faire (Kendali Bebas) Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai (Robbins dan Coulter, 2002, p. 460). Menurut Sukanto (1987) ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (pp.196-198) : 1. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin. 2. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberi informasi pada saat ditanya. 3. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas. 4. Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian. Ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (Handoko dan Reksohadiprodjo, 1997, p. 304): 1. Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri. 2. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum. 3. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok.

Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan instruksi, konsultasi, partisipasi dan gaya delegasi adalah: a. Gaya Instruksi (Gaya Bos) Adalah supervisor (kepala sekolah) membatasi peranan bawahan dan memberitahu mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana melakukan pekerjaan pada umumnya daya tersebut pemimpin membuat keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaanya. Gaya instruksi ini ditujukan bagi bawahan dengan tingkat perkembangan rendah, tidak mau dan tidak mampu memikul tanggung jawab untuk suatu pekerjaan karena mereka tidak yakin dan tidak kompeten. Oleh karena itu, gaya instruksi harus memberikan pengarahan yang jelas dan pengawasan ketat memiliki kemungkinan efektif yang paling tinggi. b. Gaya Konsultasi (Gaya Dokter) Adalah supervisor (kepala sekolah) masih banyak memberikan arahan dan masih mengambil hampir semua keputusan. Pada umumnya gaya tersebut pemimpin mulai banyak melakukan instruksi dengan bawahan. Dalam hal ini diperlukan tugas yng tinggi serta hubungan yang tinggi agar dapat memelihara dan meningkatkan kemauan dan kemampuan yang telah dimiliki. c. Gaya Partisipatif (Gaya Konsultan) Adalah supervisor (kepala sekolah) mengikut sertakan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pada umumnya gaya tersebut pemimpin cenderung memberikan kepercayaan pada bawahan untuk menyelesaikan tugas sebagai tanggung jawab, sambil tetap melakukan kontak konsultatif. Dalam hal ini upaya tugas tidak digunakan,

namun upaya hubungan senantiasa ditingkatkan dengan membuka komunikasi dua arah, dan iklim yang transparan. d. Gaya Delegasi (Gaya Bebas) Adalah Supervisor (kepala sekolah) dan bawahan hanya mendiskusikan batasan masalah bersama-sama, sehingga tercapai kesepakatan. Pada umumnya gaya tersebut pemimpin berusaha mendorong bawahan untuk mengambil inisiatif sendiri. Dalam hal ini tingkat kedewasaan yang tinggi, upaya tugas hanya diperlukan sekedarnya saja, demikian pula upaya hubungannya. Dalam penerapan ketiga atau keempat gaya tersebut sering dimiliki secara bersamaan oleh kepala sekolah, sehingga dalam melaksanakan kepemimpinannyaq sifat-sifat tersebut muncul secara situasional bisa saja bersifat demokratis atau dalam pengambilan keputusan bisa saja bersifat delegasi, partisipatif, konsultasi, dan instruksi. Meskipun kepala sekolah ingin selalu bersifat namun seringkali situasi dan kondisi menuntut untuk bersikap lain, misalnya: Otoriter. Dalam hal tertentu sifat otoriter lebih cepat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan.

You might also like