You are on page 1of 3

PEMIKIRAN EKONOMI AL-MAWARDI [364-450 / 974-1058M]

A. Riwayat Hidup
Abu Al-Hasan bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri Al-Syafii lahir di Basrah pd thn 364H. Mengenyam pendidikan di Basrah & Baghdad selama 2 tahun kemudian berkelana ke berbagai negeri Islam untuk menuntut ilmu. Diantara guru-guru Al-Mawardi ialah Al-Hasan bin Ali bin Muhammad, Muhammad bin adi bin Zuhar Al-Manqiri, Jafar bin Muhammad bin Al-Fadhl Al-Baghdadi dll. Al- Mawardi menjabat sebagai sebagai qadhi (hakim) di berbagai negeri secara bergantian dan memangku posisi sbg Hakim Agung di Bahgdad, dan juga sebagai mediator antara Bani Buwaihi dengan para musuhnya. Kitab-kitab karangan Al-Mawardi diantaranya : Tafsir al-Quran al-Karim, al-Amtsal wa alHakim, al-Hawi al-Kabir, al-Iqna, al-Adab ad-Dunya wa ad-Din, al-Ahkam as-Sulthaniyah dsb. Al-Mawardi wafat pd bulan Rabiul awwal tahun 450H di kota Baghdad pada usia 86 tahun.

B. Pemikiran Ekonomi
Dominasi pemikiran ekonomi Al-Mawardi tersebar kedalam tiga buah karya tulisnya, yaitu : 1. Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din yang membahas ttg perilaku ekonomi seorg Muslim dan empat jenis mata pencaharian utama (pertanian, peternakan, perdagangan, industri), 2. Kitab al-Hawi membahas ttg mudharabahdlm berbagai mazhab, 3. Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah membahas ttg sistem pemerintahan & administrasi negara Islam, dan kitab ketiga inilah yang paling komprehensif dlm merepresentasikan pokok-pokok pemikiran al-Mawardi. Sumbangan utama Al-Mawardi terletak pada pembahasan ttg pembebanan pajak tambahan dan diperbolehkannya peminjaman publik. Negara dan Aktivitas Ekonomi Pendapat-pendapat Al-Mawardi mengenai Negara dan aktivitas ekonomi Pelaksanaan imamah (kepemimpinan politik keagamaan) merupakan kekuasaan mutlak dan pembentukannya merupakan suatu keharusan demi terpeliharanya agama & pengelolaan dunia. Negara harus menyediakan infrastruktur yg diperlukan bagi perkembangan ekonomi & kesejahteraan umum. Menurut Al-Mawardi, tugas-tugas negara dlm kerangka pemenuhan kebutuhan dasar setiap warga negara adl sbb : a. Melindungi agama, b. Menegakkan hukum dan stabilitas, c. Memelihara batas negara Islam, d. Menyediakan iklim ekonomi yang kondusif, e. Menyediakan administrasi publik, peradilan, dan pelaksanaan hukum Islam, f. Mengumpulkan pendapatan dari berbagai sumber yg tersedia serta menaikkannya dengan menerapkan pajak baru jika situasi menuntutnya, dan g. Membelanjakan dana-dana Baitul Mal untuk berbagai tujuan yang telah menjadi kewajibannya.

Sumber-sumber pendapatan negara Islam terdiri dari zakat, ghanimah, kharaj, jizyah, & ushr. Mengenai pengumpulan zakat. Al-Mawardi membaginya menjadi 2, yakni : 1. Pengumpulan zakat atas kekayaan yg tampak (e.g: hewan & hasil pertanian) harus dilakukan oleh negara. 2. Pengumpulan zakat atas kekayaan yg tak tampak (e.g: perhiasan & brg dagangan) diserahkan kpd kebijakan kaum Muslimin. Negara boleh menetapkan pajak baru atau melakukan pinjaman publik apabila sumbersumber pendapatan negara tidak mampu memenuhi kebutuhan anggaran negara atau terjadi defisit anggaran. Pinjaman publik hanya diperbolehkan untuk membiayai kewajiban negara yang bersifat mandatory functions (e.g: pengadaan senjata, gaji para tentara). Adapun terhadap jenis kewajiban yg bersifat peningkatan kesejahteraan masyarakat, negara dapat memberikan pembiyaan yg berasal dr dana-dana lain seperti pajak. Pinjaman dilakukan jika didukung oleh kondisi ekonomi yg ada dan yg akan datang serta tidak bertujuan konsumtif. Dan merupakan solusi terakhir yang dilakukan negara dalam menghadapi defisit anggaran.

Perpajakan Berikut pendapat-pendapat Al-Mawardi mengenai perpajakan : Keadilan terhadap para pembayar pajak dapat terwujud apabila para petugas pemungut pajak mempertimbangkan 4 faktor berikut dalam melakukan penilaian suatu objek kharaj, yaitu : kesuburan tanah, jenis tanaman, sistem irigasi dan jarak tanah ke pasar. Tentang metode penetapan kharaj, Al-Mawardi mengungkapkan 3 metode yang dapat dipilih salah satunya yakni : a. Metode misahah (fixed-tax): metode penetapan kharaj berdsrkan ukuran tanah, terlepas dari apakah tanah itu ditanamai atau tidak, selama tanah itu memang bisa ditanami. Metode ini diterapkan pada masa Khalifah Umar ibn AlKhattab. b. Metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah yang ditanami saja. Dalam metode ini, tanah subur yg tidak dikelola tidak masuk dlm penilaian objek kharaj. c. Metode muqasamah (proportional tax) : metode penetapan kharaj berdasarkan presentase dari hasil produksi. Dalam metode ini, pajak dipungut setelah tanaman mengalami hasil panen. Metode ini pertama kali di terapkan pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya pada masa pemerintahan al-Mahdi dan Harun arRasyid. Baitul Mal Berbagai macam pendapat al-Mawardi mengenai Baitul Mal Mengenai pendistribusian harta Baitul Mal, Al-Mawardi berpendapat jika dana pos tertentu tdk mencukupi untuk membiayai kebutuhan yg direncanakannya, pemerintah dapat meminjam uang belanja tsb dr pos lain. Pendapatan dr setiap Baitul Mal provinsi digunakan untuk memenuhi pembiyaan kebutuhan publiknya masing-masing, jika trdapat surplus gubernur mengirimkan

sisa dana tsb kpd pemerintah pusat. Sebaliknya, pemerintah pusat atau provinsi yang memperoleh pendapatan surplus harus mengalihkan sebagian harta Baitul Mal kpd daerahdaerah yg mengalami defisit. Al-Mawardi mengungkapkan, Baitul Mal bertanggung jwb memenuhi kebutuhan publik. Ia mengklasifikasikan berbagai tanggung jwb Baitul Mal ke dlm 2 hal, yaitu : a. Tanggung jwb yg timbul dari berbagai harta benda yang disimpan di Baitul Mal sbg amanah untuk didistribusikan kpd mereka yg berhak. Dlm hal ini ialah tanggung jwb yg terkait dgn pendapatan negara yg berasal dari sedekah, karena sedekah diperuntukkan bagi kelompok masyarakat tertentu & tidak dpat digunakan untuk tujuantujuan umum. Negara hanya diberi kewenangan untuk mengatur pendapatan itu sesuai dng apa yg telah digariskan oleh ajaran Islam. b. Tanggung jwb yg timbul seiring dgn adanya pendapatan yg menjadi aset kekayaan Baitul Mal itu sendiri. Tanggung jawab ini terkait dngan pendapatan yang berasal dari fai. Al-Mawardi mengklasifikasikan kategori tanggung jwb ini ke dalam 2 hal yakni :1) tanggung jawab yang timbul sebagai pengganti atas nilai yang diterima, seperti untuk pembayaran gaji tentara dan biaya pengadaan senjata. Karena tanggung jawab ini ada seiring dg nilai yg diterima, negara harus menetapkan tuntutannya. 2) tanggung jwb yg muncul melalui bantuan & kepentingan umum. Jika terdapat dana yg cukup di Baitul Mal, tanggung jwb negara atas kepentingan publik hrs dipenuhi, sebaliknya apabila tidak ada dana yg cukup, maka pelaksanaan tanggung jwb tsb menjadi tanggung jwb sosial (fardhu kifayah) seluruh kaum Muslimin. Dasar pembelanjaan publik dalam negara Islam adalah mashlahah (kepentingan umum) Dalam hal pendistribusian zakat, negara berkewajiban mendistribusikan zakat kepada orangorang fakir & miskin hanya pada taraf sekedar untuk membebaskan mereka dr kemiskinan shngga tidak ada batasan jumlah tertentu untuk membantu mereka karena pemenuhan kebutuhan itu relatif. Zakat hrs didistribusikan diwilyah tmpt zakat itu diambil kecuali golongan mustahik zakat diwilayah tersebut telah menerimanya secara memadai. Apabila terjadi surplus dlm hal pendapatan zakat, maka wilayah yg berhak menerimanya adl wilayah yg paling dekat dgn tmpt zakat itu diambil. Untuk menjamin pendistribusian harta Baitul mal berjalan lancar dan tepat sasaran, negara harus memberdayakan Dewan Hisab semaksimal mungkin. Pembelanjaan publik akan meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan.

You might also like