You are on page 1of 20

MAKALAH TENTANG

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DISUSUN OLEH : NAMA : SAEFUL BAHRI NIM : 1111018200042

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb. Puji syukur tak pernah henti-hentinya Penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan begitu banyak nikmat, hidayah, serta inayah. Sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Solawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Suri tauladan Umat, yakni Nabi besar Muhammad SAW. yang telah menjauhkan umat manusia dari jurang kebodohan. Beserta keluagra beliau, sahabat, serta pengikutnya yang senantiasa patuh kepadanya. Makalah ini penulis susun demi memenuhi tugas akhir semester, pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Sebelumnya penulis haturkan terimakasih kepada dosen matakuliah ini Bapak Wahdi Sayuti, yang telah memberikan ilmu yang begitu berharga bagi penulis tentang Pendidikan Kewarganegaraan. Dan atas tugas dari beliau, maka makalah dengan judul Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia ini mudah-mudahan dapat menjawab tugas tersebut. Tentunya dalam makalah ini tidak luput dari kesalahan, dan itu akan menjadi batu loncatan untuk penulis agar lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini bermamfaat bagi semua pembaca umumnya, dan bagi penulis khususnya. Amien. Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Tangerang, 31 Desember 2011 Penulis

Saeful Bahri NIM : 1111018200042

DAFTAR ISI
COPER _____ 1 KATA PENGANTAR _____ 2 DAFTAR ISI _____ 3 BAB I PENDAHULUAN _____ 4 A. B. C. D. E. Latar Belakang Masalah _____ 4 Pembatasan Masalah _____ 4 Tujuan Penulisan _____ 4 Metode Penulisan _____ 5 Sistematika Penulisan _____ 5

BAB II KONSEP OTONOMI DAERAH _____ 6 A. B. C. D. Pengertian Otonomi Daerah _____ 6 Visi Otonomi Daerah _____ 6 Tujuan Otonomi Daerah _____ 8 Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Pemerintahan Daerah _____ 8

E. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah _____ 9 BAB III BERBAGAI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH _____ 10 A. Otonomi Yang Seluas-luasnya _____ 10 B. Otonomi Yang Real _____ 10 C. Otonomi Yang Bertanggung Jawab _____ 11 D. Kewenangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi daerah _____ 11 E. Partsipasi Masyarakat dalam Pemerintah Daerah _____ 13 BAB IV PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH _____ 14 A. Karakteristik Pengelolaan Keuangan Daerah Di Era Otonomi Daerah _____ 14 B. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan Daerah _____ 16 C. Reformasi Anggaran Daerah _____ 18 BAB V PENUTUP _____ 19 DAFTAR PUSTAKA _____ 20

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik yang dalam pelaksanaan pemerintahanya dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupeten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupeten dan kota mempunyai pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan asas pembantuan. Pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tidak terjadi begitu saja, melainkan berdasarkan asas desentralisasi yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat yang berada di ibu kota kepada pemerintah daerah. Terdapat beberapa alasan mengapa Indonesia membutuhkan desentralisasi. Pertama, kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta sebagai ibu kota. Sementara itu, pembangunan dibeberapa wilayah lain cenderung bahkan dijadikan objek perahan pemerintah pusat. Kedua, pembagian kekayaan secara tidak adil da merata. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam melimpah ternyata tidak menerima perolehn dana yang patut dari pemerintah pusat. Ketiga, kesenjangan social antara satu daerah degan daerah lain sangat mecolok. Oleh karena itu otonomi daerah merupakan langkah yang strategis yang diharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, disamping menciptakan

keseimbangan pembangunan antar daerah di Indonesia. B. Pembatasan Masalah Selanjutnya dari latar belakang permasalahan yang dipaparkan diatas, maka pemakalah dapat membatasi pembahasan makalah sebagai berikut: 1. Konsep dasar otonomi daerah 2. Asas, prinsip, dan tujuan otonomi daerah 3. Berbagai Pelaksanaan otonomi daerah C. Tujuan Penulisan Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut 1. Menambah wawasan kita terhadap pengertian otonomi daerah 2. Membekali mahasiswa dengan berbagai pengetahuan mengenai berbagai pelaksanaan otonomi daerah 3. Memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa pada dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
4

D. Metode Penulisan Penyusunan data-data yang berhubungan dengan materi dari buku-buku yang telah direferensi oleh pemakalah, serta buku-buku tambahan yang didapat dari perpustakaan. E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan makalh ini, pemakalah membagi menjadi tiga, yaitu : 1. Pendahuluan yaitu. latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan 2. Pembahasan yaitu, bab II tentang konsep otonomi daerah, bab III tentang berbagai pelaksanaan otonomi daerah , dan bab IV tentang pengelolaan keuangan daerah di era otonomi daerah 3. Penutup dan daftar pustaka

BAB II KONSEP OTONOMI DAERAH

A.Pengertian Otonomi Daerah Kata otonomi terdiri dari dua kata, auto yang berarti sendiri dan nomes yang berarti pemerintahan. Bagir Manan1 mendefinisikan sebagai kebebasan dan kemandirian satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. Kebebasan dan kemandirian merupakan hakekat isi otonomi. Sedangkan UU No.5 Tahun 1974 mendefinisikan otonomi (daerah) sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatu dan mengurus ruma tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi otonomi daerah adalah Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Yang menjadi wilayah otonomi daerah itu sendiri di sebut daerah otonom, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. B. Visi Otonomi Daerah Dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah tentunya harus mempunyai visi untuk proses implementasi pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri agar proses yang dijalankan sesuai yang direncanakan. Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dala tiga ruang lingkup utama yaitu: 1. Politik Di bidang politik, pelaksanaan otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yan dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas terutama kepentingan daerahnya, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik. Gejala yang muncul dewasa ini parisipasi masyarakat begitu besar dalam pemilihan Kepala Daerah, baik provinsi, kabupaten maupun kota. Hal ini bisa dibuktikan dari membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan Kepala Daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten atau kota.

2. Ekonomi
1

Bagir Manan, Perjalanan historis Pasal 18 UUD 1945, UNISKA, Karawang 1993, hlm 2

Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebjakan ekonomi nasional di daerah, dan pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regioanal dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu. 3. Sosial Budaya Di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus di kelola sebaik mungkin demi manciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai local yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa konsep otonomi daerah mengandung makna2 : y Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintah dalam hubungan donestik kepada daerah. y Penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah, menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah. y Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuia dengan kultur (budaya) setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas (kepercayaan) yang tinggi. y Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan intitusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan. y Peningkatan efesiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatn negara. y Perwujudan desentralisasi fiscal melalui pembesaran alokasi subsidi pusat bersifat block grant. y Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai losal yang bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni socsal.

C. Tujuan Otonomi Daerah

AT Sugeng Priyanto,dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidkan Nasional. hlm 43

Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Dengan demikian, pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau yang bersifat umum dan mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah aka terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat. Adapun tujuan pemberian otonomi daerah kepada daerah adalah sebagai berikut3: y y y y y y y Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semaikn baik Pengembangan kehidupan demokrasi Keadilan. Pemerataan Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah Mendorong untuk memberdayakan masyarakat Menimbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangakan peran dan fungsi DPRD. D. Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Pemerintahan Daerah Dalam pasal 18 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia tahu 1945 ditegaskan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dengan demikian terdapat dua asas yang digunakan dala penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu asas otonomi dan asas pembantuan. Asas otonomi dalam ketentuan tersebut memiliki makna bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri. Sedangkan asas tugas pembantuan tersebut dapat dilaksanakan melalui penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten / kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten / kota ke desa ( penjelasan UU Republik Indonesia No.32 Tahun 2004). Asas Otonomi sering disebut juga dengan asas desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah (pusat) kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan megurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No.32 Tahun 2004) . Asas yang kedua adalah tugas pembantuan yautu penugasan dari pemerintah (pusat) kepada daerah/desa, pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota, dan dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Jadi, urusan pemerintahan dalam tugas pembantuan bukan merupakan atas inisiatif dan prakarsa sendiri tetapi merupakan penugasan dari pemerintah yang ada diatasnya.

Ibid, hlm 45

Untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan diberikannya otonomi daerah, pemerintahan faerah ditintut lebih kreatif dan inisiatif menggali dan memanfaatkan segenap potensi daerah untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan didaerah. Oleh karena itu, dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 ditegaskan, bahwa pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan (UUD 1945 pasal 18 ayat 6) Adapun prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut: 1. Digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan 2. Penyelenggaraan asas desenralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota 3. Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, Daerah Kota dan Desa. E. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah Otonomi daerah sebagai komitmen dan kebijakan politk nasional merupakan langkah strategis yangdiharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, disamping menciptakan keseimbangan pembangunan antar daerah Indonesai. Kebijakan pembangunan yang sentralsistis pada masa lalu dampaknya sudah diketahui, yaitu adanya ketimpangan antar daerah. Namun demikian, pembangunan daerah tidak akan terjadi dengan begitu saja. tanpa prosesproses pelaksanaan pemerintahan yang akuntabel yang dilakukan oleh para penyelenggara pemerintahan di daerah, yaitu pihak legislative (DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota) dan eksekutif di daerah (gubernur, bupati, dan walikota). Kebijakan otonomi daerah memiliki implikasi sejumlah kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah. Selain itu terdapat faktorfaktor prakondisi yang diharapkan dari pemerintah daerah, antara lain4: 1. Fasilitasi 2. Pemerintah daerah harus kreatif 3. Politik lokal yang stabil 4. Pemerintah daerah harus menjamin kesinambungan berusaha 5. Pemerintah daerag harus komunikatif dengan LSM/NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.

A. Ubaidillah, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hlm. 150

BAB III BERBAGAI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH


A.Otonomi Yang Seluas-luasnya Rumusan formal mengenai otonomi yang seluas-luasnya pertama kali dijumpai dalam pasal 131 ayat 2 UUDS 1950 yang berbunyi kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluasluasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam proses penyusunan rancangan Pasal UUDS 1950 tersebut, Danurejo mengemukakan pendapatnya mengenai otonomi seluas-luasnya itu dengan mengatakan konsepsi tentang otonomi seluas-luasnya hendaknya diartikan sebagai hak/wewenamg daerah untuk menyelenggarakan ruma tangganya yang seluas-luasnya itu bersangkut paut dengan pekerjaan bebas dari pada daerah baik mengenai kualitas maupun kuantitasnya. Pengertian tersebut ditujukan kepada hak daerah, sehinga menjadi hak seluasluasnya. Bila demikian maka ini menjadi kekuasaan mutlak dari pada daerah. Ini terang tidak sesuai dengan sistem ketatanegaraan yang dianut bahwa di atas daerah-daerah masih ada pemerintah pusat. Pemberian otonomi seluas-luasnya pertama-tama berarti bahwa bilamana perkembangan telah memungkinkan, daerah-daerah akan mempunyai lapanga kerja dalam bidang pengaturan, pemerintahan, peradilan dan kepolisian. Selanjutnya konsepsi itu mengandung pengertian bahwa daerah-daerah berhak memperhatikan segala kepentingan dan meyelenggarakan segala sesuatu dalam lingkungan wilayahnya sendiri. Terhadap usaha daerah itu dapat saja pemerintah pusat dilakukan pembatasan menurut metode hierarchische taakafbakening. Tapi hendaknya daerah tidak dibatasi dalam pekerjaan bebas yang dapat diselenggarakannya atas inisiatif sendiri dengan suatu daftar perincian urusan-urusan daerah, apalagi kalau untuk memulainya daerah masih harus menunggu penyerahan urusan secara nyata dari pusat. Konsepsi tentang otonomi seluas-luasnya dimasukan dalam UUDS 1950 untuk memberi kepuasan segenap daerah RIS yang meleburkan diri menjadi Negara Kesatuan. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa otonomi yang seluas-luasnya memberikan hak/wewenang terhadap daerah untuk mengembangkan daerahnya masing-masing sesuai dengan kualitas dan kuantitas daerah tersebut, namun tetap ada batasan dari pemerintah pusat agar otonomi yang dijalankan setiap daerah tidak menyompang dari prosedur yang telah ada. B. Otonomi Yang Real Istilah ini dijumpai pada Penjelasan Umum Undang-Undang No.1 Tahun 1957. Menurut penjelasan umum ini pemecahan perihal dasar dan isi otonomi itu hendaknya didasarkan pada keadaan dan faktor-faktor yang real / nyata, sehinga dapat mewujudkan keinginan kepentingan umum dalam masyarakat. Sistem ketatanegaraa yang terbaik untuk melaksanakan tujuan tersebut adalah sistem yang bersesuaian dengan keadaan dan susunan masyarakat yang sewajarnya itu. Jadi, yang menjadi persoalan pada otonomi itu menurut Penjelasan Umum Undang-Undang No.1 Tahun 1957 ialah bagaimanakah sebaiknya kepentingan umum itu dapat diurus dan dipelihara,sehingga dapat dicapai hasil yang besar dan maksimal. Dalam memecahkan persoalan

10

tesebut perlu kiranya kita mendasarkan diri pada keadaan yang real, pada kebutuhan dan kemampuan yang nyata, sehingga dapat tercapai harmoni antara tugas dan kemampuan dan kekuatan, baik dalam daerah itu sendiri, maupun dengan pusat Negara. Oleh UU No.5 Tahun 1974, dalam penjelasan umumnya, otonomi yang nyata diartikan sebagai pemberian otonomi kepada daerah haruslah didasarkan pada faktor-faktor perhitunganperhitungan dan tindakan-tindakan atau kejadian-kejadian yang benar-benar dapat menjamin daerah yang bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangga sendiri. Penjelasan ini dapat diartikan sebagai pemberian otonomi harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah otonom. Hal ini dimaksukan agar pelaksanaan otonomi daerah dapat sesuai sasaran/ tujuan, yaitu mensejahterakan kehidupan masyarakat daerah. Maka dari itu kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh setiap pemerintah daerah janganlah bersifat statis, namun kebijakan itu harus dinamis, karena kebutuhan masyarakat setiap saat akan berubah sesuai dengan tuntutan perubahan zaman. pemerintah daerah harus benar-benar melihat kebutuhan yang saat ini diperlukan oleh masyarakatnya, agar kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah bisa dipergunakan dan dijalankan masyarakat yang di pimpinnya. pemerintah daerah diberikan kewenangan ini dikarenakan, pemerintah daerah lah yang paling tahu dan mengerti apa kebutuhan/kebijakan yang harus dijalankan oleh pemerintahannya, guna mensejahterakan kehidupan masyarakat yang ada didaerah tersebut. Pemerintah daerah juga harus memberikan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang terhadap kebutuhan masyarakat tersebut, agar kebutuhan-kebutuhan masyarakat senantiasa terpenuhi. C. Otonomi Yang Bertanggungjawab Otonomi yang bertanggung jawab ini baru dikenal pada UU No.5 Tahun 1974. Penjelasan Undang-undang ini menyebutkan bahwa otonomi yang bertanggung jawab adalah pemberian otonomi itu benar-benar sejalan dengan tujuannya, yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar di pelosok Negara, dan sesuai atau tidak bertentangan dengan pengarahan yang telah diberikan, sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa, menjamin hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan Daerah serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah. E. Kewenangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Dalam susunan pemerintahan di negara kita ada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, serta Pemerintahan Desa. Masing-masing pemerintahan tersebut memiliki hubunga yang bersifat hierarkis. Dalam UUD Negara Indonesia tahu 1945 ditegaskan, bahwa hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah [pasal 18 A (1)]. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang [pasal 18 A ayat (2)].

11

Berdasarkan kedua ayat tersebut dapat dijelaskan lebih spesifik , bahwa: 1. Antar susunan pemerintahan memiliki hubungan yang besifat hierarkis 2. Pengaturan hubungan pemerintahan tersebut memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah 3. Pengaturan hubungan sebagaimana disebutkan pasal 18A ayat (1) diatur lebih lanjut dalam UU Republik Indonesia No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 4. Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki hubungan keuangan, pelayanan umum, dan pemanfaatan sumber daya 5. Pengaturan hubungan sebagaimana disebutkan pasal 18 ayat (2) diatur lebih lanjut dalam UU Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kewenangan provinsi diatur dalam pasal 13 UU No. 32 Tahun 2004 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi meliputi: a) Perencanaan dan pengendalian pembangunan b) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang c) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat d) Penyediaan sarana dan prasarana umum e) Penanganan bidang kesehatan f) Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial g) Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten / kota h) Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten / kota i) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas kabupaten / kota j) Pengendalian lingkungan hidup k) Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten / kota l) Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil m) Pelayanan administrasi umum pemerintahan n) Pelayanan administrasi penanaman modal,termasuk lintas kabupaten / kota o) Penyeleggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten / kota p) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan

2. Urusan pemerintahan propinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
12

Kewenangan kabupaten / kota diatur dalam pasal 14 yang dapat diuraikan sebagai berikut: a) Perencanaan dan pengendalian pembangunan b) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang c) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat d) Penyediaan sarana dan prasarana umum e) Penanganan bidang kesehatan f) Penyelengggaraan pendidikan g) Penangulangan masalah social h) Pelayanan bidang ketenagakerjaan i) Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah j) Pengendalian lingkungan hidup k) Pelayanan pertahanan l) Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil m) Pelayanan administrasi umum pemerintahan n) Pelayanan administrasi penanaman modal o) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya p) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan F. Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah Partisipasi masyarakat sebenarnya mencakup peran serta dalam proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan penerimaan manfaat pembangunan dengan mempertimbangkan otonomi dan kemandirian masyarkat. Pandangan ini sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh Sjahir. Sjahir berpendapat5 bahwa pengertian partisipasi dalam pembangunan bukanlah sematamata partisipasi dalam pelaksanaan program, rencana, dan kebikjakan pembangunan, tetapi juga partisipasi yang emansifatif. Artinya, sedapat mungkin penentua alokasi sumber-sumber

ekonomi semakin mangacu pada motto pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat. Dengan demikian partispasi masyarakat dalam pemerintahan daerah dapat dimengerti sebagai keterlibatan langsung masyarakat secara sukarela dan mandiri, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kebijakan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.

BAB IV PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH


5

M.F.Khairul Muluk. 2007. Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintah Daerah. Malang: Bayumedia Publishing. hlm. 51

13

A.Karakteristik Pengelolaan Keuangan Daerah Di Era Otonomi Daerah Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia merupakan suatu strategi yang bertujuan ganda. Pertama, pemberian otonomi daerah merupakan strategi untuk merespon tuntutan masyarakat daerah terhadap tiga permasalah utama yaitu sharring of power, distribution o income, dan kemandirian sistem manajemen didaerah. Kedua, otonomi daerah dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian daerah dalam rangka memperkukuh perekonomian nasioanal untuk mengahadapi era perdagangan bebas. Pemberian otonomi daerah tidak berarti permasalahan bangsa akan selesai dengan sendirinya. Oleh karenanya juga harus diikiti dengan serangkaian reformasi sektor publik. Dimensi reformasi sektor publik tersebut tidak sekedar perubahan format lembaga, akan tetapi menyangkut pembaruan alat-alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lemabag-lembaga publik tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel sesuai dengan cita-cita reformasi yaitu menciptakan good governance benar-benar tercapai. Dalam konteks ini penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah aka terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti oleh pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Meski demikian, hal itu harus tetap mengacu pada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang besarbya disesuaikan dam diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, semua sumber keungan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahka kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan, antara lain: 1. Berupa kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan 2. Kewenangan memungut sekaligus mendayagunakan pajak dan retribusi daerah 3. Hak untuk mendapatkan bagi hasil dan sumber-sumber daya nasional yang berada didaerah dan dana perimbangan lainnya 4. Hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pembiayaan Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya pemerintah menerapkan prnsip uang mengikuti fungsi. Didalam undang-undang mengenai keuangan negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara merupakan bagian dari kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dan kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah daerah. Dengan demikian, pengaturan pengelolaan
14

dan pertanggung jawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan keuangan pemerintah daerah, hal itu tercantum dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah. Reformasi keuangan daerah berhubungan dengan perubahan sumber-sumber pembiayaan pemerintah daerah yang meliputi perubahan sumber-sumber penerimaan keuangan daerah. Dimensi reformasi keuangan daerah tersebut meliputi hal-hal berikut: a) Perubahan kewenangan daerah dalam pemanfaatan dana perimbangan keuangan b) Perubahan prinsip pengelolan angaran c) Perubahan prinsip penggunaan dana pinjaman dan deficit spending d) Perubahan strategi pembiayaan. Sejalan dengan perlunya reformasi sector public, d awal periode otonomi daerah telah keluar sejumlah peraturan pemerintah (PP) sebagai operasionalisasi dari UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999. PP untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah da desentralisasi, khususnya dalam pengelolaan keuangan daerah tersebut adalah sebagai berikut. 1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan 2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 tentang pemgelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah 3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan 4. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah 5. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggung jawaban Kepala Daerah 6. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 7. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kepala daerah telah diberi kewenangan yang luas sekaligus dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan kewenangan itu. Agar kewenangan dan dana tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, maka diperlukan kaidah-kaidah sebagai ramburambu dalam pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu, UU selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintah pusat, perbendaharaan negara juga berfungsi untuk memperkukuh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun kekuasaan pengelolaan keuangan daerah menurut Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2003 merupakan bagian dari kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Dalam hal ini presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pemgeolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, kemudian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Selanjutnya,
15

kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh masing-masing kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daeeah. Disini pejabat pengelola keuangan daerah mempunayi tugas sebagai berikut. a) Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD b) Menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD c) Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah d) Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah e) Menyusun laporan keuangan yang nerupakan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD Sedangkan kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna

anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut. a) Menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. b) Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran c) Melaksanakan angaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya d) Melaskanakan pemungutan penerimaan bukan pajak e) Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya f) Mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya g) Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan daerah yang dipimpinnya.

B. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan Daerah Prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan daerah tersebut adalah

transparansi, akuntabilitas, dan value for money. Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan angaran daerah. Transparansi memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan, masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban public yang berarti bahwa proses

penganggaran mulai fari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui angaran tersebut, tetapi juga berhak memutut

pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan angaran tersebut. Value for money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganngaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektifitas. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa pengunaan dana masyarakat tersebut menghasilkan output yang maksimal (berdaya
16

guna). Efektifitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik6. Dalam Pasal 66 UU No.33 Tahun 2004 dujelaskan bahwa asas umum manajemen keuangan daerah adalah sebagai berikut a. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertangung jawab dengan memerhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. b. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. c. APBD mempunyai fungsi otoritasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, dan distribusi. d. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dala tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. e. Surplus dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah tahun anggaran berikutnya. f. Penggunaan surplus APBD sabagaimana dimaskud pada ayat (5) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan dalam perusahaan daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD. Prinsip-prinsip lain juga dianut dalam pegelolaan keuangan daerah disebutkan dalam pasal 67 UU No. 33 Tahun 2004 sebagai berikut. a. Peraturan daerah tentang APBD merupakan dasar bagi pemerintah daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah. b. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada pengeluaran atas beban APBD, jika anggaran untuk mendanai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia. c. Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi, hibah, dan bantuan keuangan lain-lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah didanai melalui APBD d. Keterlambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda atau bunga. e. APBD disusun sesuai denga kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, dan kemampuan keuangan daerah. f. Dalam hal APBD diperkirakan defisit maka ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam peraturan daerah tentang APBD. g. Dalam hal APBD diperkrakan surplus, maka ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam peraturan daerah tentang APBD.

C. Reformasi Anggaran Daerah

Sony Yuwono, dkk. 2005. Penanggaran Sektor Publik. Dumai: Bayumedia Publishing. hlm 58-59

17

Aspek utama budgeting reform adalah perubahan dari tradisional budget ke performance budget. Traditional budget didominasi oleh penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism, proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran yang baru. Hal ini sering kali bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat. Dengan basis seperti ini, APBD masih terlalu berat menahan arahan, batasan, serta orientasi sobordinasi kepentingan pemerintahan atasan. Hal tersebut menunjukkan terlalu dominannya peranan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Besarnya domunasi ini sering kali mematikan inisiatif dan prakarsa pemerintah daerah sehingga memunculkan fenomena pemenuhan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari pemerintah pusat. Performance budget pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil kinerja. Kinerja tesebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan public, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan public. Merupakan kebutuhan masyarakat daerah untuk menyelenggarakan secara luas, nyata, dan bertanggung jawab. Otonomi daerah harus dipahami sebagai hak atau kewenangan masyarakat daerah untuk mengelola dan megatur urusannya sendiri. Aspek atau peran pemerintah daerah tidak lagi merupakan alat kepentingan pemerintah pusat melainkan alat untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah.7

Ibid, hlm 63-64

18

BAB V PENUTUP

Dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Otonomi daerah harus dipahami sebagai hak atau kewenangan masyarakat daerah untuk mengelola dan megatur urusannya sendiri. Aspek atau peran pemerintah daerah tidak lagi merupakan alat kepentingan pemerintah pusat melainkan alat untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah. Pemerintah daerah diharapkan mempunyai daya kreativitas dan tata pengelolaan pemerintahan yang baik dan benar guna memajukan kehidupan masyarakat dan berbagai pembangunan yang ada didaerah. Oleh karena itu otonomi daerah merupakan langkah yang strategis yang diharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, disamping menciptakan keseimbangan pembangunan antar daerah di Indonesia.

19

DAFTAR PUSTAKA Priyanto, AT Sugeng ,dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidkan Nasional.

Ubaedillah, A, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Muluk, M.F.Khairul. 2007. Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintah Daerah. Malang: Bayumedia Publishing.

Yuwono, Sony, dkk. 2005. Penanggaran Sektor Publik. Dumai: Bayumedia Publishing.

Mustari, Andi. 1998. Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI. Bandung: Gaya Media Pratama.

20

You might also like