You are on page 1of 18

PENERAPAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DIKALANGAN REMAJA

A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah media bagi terjadinya transformasi nilai dan ilmu yang berfungsi sebagai pencetus corak kebudayaan dan peradaban manusia. Pendidikan bersinggungan dengan upaya pengembangan dan pembinaan seluruh potensi manusia (ruhaniah dan jasadiyah) tanpa terkecuali dan tanpa prioritas dari sejumlah potensi yang ada. Dengan pengembangan dan pembinaan seluruh potensi tersebut, pendidikan diharapkan dapat mengantarkan manusia pada suatu pencapaian tingkat kebudayaan yang yang menjunjung hakikat kemanusiaan manusia. Pendidikan berwawasan kemanusiaan memberikan pengertian bahwa pendidikan harus memandang manusia sebagai subyek pendidikan, bukan sebagai obyek yang memilah-milah potensi (fitrah) manusia. Artinya, pendidikan adalah suatu upaya memperkenalkan manusia akan eksistensi dirinya, baik sebagai diri pribadi yang hidup bersama hamba Tuhan yang terikat oleh hukum normatif (syariat) dan sekaligus sebagai khalifah di bumi. Sabda Rasulullah saw menggambarkan bahwa umat Islam adalah umat yang mencintai ilmu pengetahuan. Banyak nash al-Qur'an maupun hadits Nabi yang menyebutkan juga keutamaan mencari ilmu dan orang-orang yang berilmu. Allah Swt antara lain berfirman: "Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat." (TQS al-Mujadalah [58]: 11). Nabi saw juga antara lain bersabda:

"Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan baginya untuk menuju surga." (HR. Muslim dan at-Turmudzi)

Konsep pendidikan yang mengenyampingkan dasar-dasar tersebut, adalah pendidikan yang akan mencetak manusia-manusia tanpa kesadaran etik, yang pada akhirnya melahirkan cara pandang dan cara hidup yang tidak lagi konstruktif bagi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan. Untuk itu perlu adanya konseptualisasi ilmu dalam pendekatan filsafati yang merupakan kerangka dasar dalam upaya memperjelas dan meluruskan cara pandang manusia, baik mengenai dirinya, alam lingkungan, maupun terhadap campur tangan Allah SWT. Belakangan ini banyak ditemukan pendidikan yang bobrok, realita ini banyak ditemukan di wilayah kota-kota besar. Memang dalam keilmuan non agama bisa dikatakan unggul, akan tetapi nilai spiritual yang ada sangatlah tidak cocok bila dikatakan sebagai seorang muslim. Pada dasarnya, Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pijakan yang jelas tentang tujuan dan hakikat pendidikan, yakni memberdayakan potensi fitrah manusia yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar ia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba (QS.As-Syams :8 ; QS. Adz Dzariyat:56). Oleh karena itu, pendidikan berarti suatu proses membina seluruh potensi manusia sebagai makhluk yang beriman dan bertakwa, berfikir dan berkarya, untuk kemaslahatan diri dan lingkungannya. Islam adalah panduan hidup manusia di dunia dan akhirat yang bukan sekedar agama seperti dipahami selama ini, tetapi meliputi seluruh aspek dam kebutuhan hidup manusia. Ilmu dalam Islam meliputi semua aspek ini yang bisa disusun secara hirarkis dari benda mati, tumbuhan, hewan, manusia hingga makhluk gaib dan puncak kegaiban. Susunan ilmu tentang banyak aspek ini bisa dikaji dari pemikiran Islam. Mengingat seluruh tradisi keagamaan dalam sejarah umat manusia mulai dari nabi Adam diklaim sebagai Islam dan seluruh alam natural dan humanitas sebagai ayat-ayat Tuhan, maka seluruh ilmu tentang hal ada, merupaka ilmu tentang ayat-ayat Tuhan dan Islam itu sendiri. Untuk itu diperlukan konseptualisasi ilmu dalam pendidikan, yang menawarkan adanya ilmu naqliyah yang melandasi semua ilmu aqliyah, sehingga

diharapkan dapat mengintegrasikan antara akal dan wahyu, ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama dalam proses pendidikan. Sehingga, melalui upaya tersebut dapat merealisasikan proses memanusiakan manusia sebagai tujuan pendidikan, yaitu mengajarkan, mengasuh, melatih, mengarahkan, membina dan mengembangkan seluruh potensi peserta didik dalam rangka menyiapkan mereka merealisasikan fungsi dan risalah kemanusiaannya di hadapan Allah SWT, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT dan menjalankan misi kekhalifahan di muka bumi, sebagai makhluk yang berupaya mengiplementasikan nilai-nilai ilahiyah dengan memakmurkan kehidupan dalam tatanan hidup bersama dengan aman, damai dan sejahtera.

B. Rumusan Masalah I. Umum Bagaimana Penerapan Pendidikan Agama Islam di kalangan remaja? II. Khusus
a. Apa itu Pendidikan?

b. Apa itu Agama Islam? c. Apa itu Remaja?


d. Bagaimana Penerapan Agama Islam di Lingkungan Keluarga? e. Bagaimana Penerapan Agama Islam di Lembaga Pendidikan? f. Bagaimana Penerapan Agama Islam di Lingkungan Masyarakat?

C. Tujuan Untuk membentuk akhlakul karimah.


Membantu kaum remaja dalam mengembangkan kognisi afeksi dan

psikomotori guna memahami menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai pedoman hidup sekaligus sebagai kontrol terhadap pola fikir pola laku dan sikap mental.
Membantu kaum remaja mencapai kesejahteraan lahir batin dangan

membentuk mereka menjadi manusia beriman bertaqwa berakhlak mulia memiliki pengetahuan dan keterampilan berkepribadian integratif mandiri dan menyadari sepenuh peranan dan tanggung jawab diri di muka bumi ini sebagai abdulloh dan kholifatulloh

D. Metode Metode yang digunakan untuk mencapai kesempurnaan makalah ini adalah dengan melakukan wawancara terhadap kaum remaja dan melihat kesenjangan yang ada di lingkungan terdekat.

E. Pokok Bahasan I. Konsep Pendidikan Berikut beberapa konsep mengenai pendidikan: Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata "didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara

dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Menurut bahasa Yunani : pendidikan berasal dari kata "Pedagogi" yaitu kata "paid" artinya "anak" sedangkan "agogos" yang artinya membimbing "sehingga " pedagogi" dapat di artikan sebagai "ilmu dan seni mengajar anak". Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Wikipedia, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

II. Konsep Agama Islam Islam (Arab: al-islm, " berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat milyar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: ,Allh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firmanNya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini

dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah. Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan didapat dari tatabahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari alQuran. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam..." Ayat lain menghubungkan Islm dan dn (lazimnya diterjemahkan sebagai "agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai perbuatan kembali kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan. Secara etimologis kata Islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salm yang berarti damai. Kata 'Muslim' (sebutan bagi pemeluk agama Islam) juga berhubungan dengan kata Islm, kata tersebut berarti orang yang berserah diri kepada Allah"

III. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang

dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah: masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 15 tahun = masa remaja awal, 15 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 12 tahun, masa remaja awal 12 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 21 tahun (Deswita, 2006: 192) Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.

IV. Penerapan PAI di Keluarga Keluarga didefinisikan sebagai unit masyarakat terkecil yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Setiap komponen dalam keluarga memiliki peranan penting. Dalam ajaran agama Islam, anak adalah amanat Allah. Amanat wajib dipertanggungjawabkan. Jelas, tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil. Secara umum inti tanggung jawab itu adalah menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak dalam rumah tangga. Allah memerintahkan : Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksaan neraka. [Al Ayah] Kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang mencintai anaknya. Ini merupakan sifat manusia yang dibawanya sejak lahir. Manusia diciptakan manusia mempunyai sifat mencintai anaknya. Harta dan anak-anak merupakan perhiasan kehidupan dunia. [AlKahfi ayat 46] Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa telah datang kepada Aisyah seorang ibu bersama dua anaknya yang masih kecil. Aisyah memberikan tiga potong kurma kepada wanita itu. Diberilah oleh anak-anaknya masing-masing satu, dan yang satu lagi untuknya. Kedua kurma itu dimakan anaknya sampai habis, lalu mereka menoreh kearah ibunya. Sang ibu membelah kurma (bagiannya) menjadi dua, dan diberikannya masing-masing sebelah kepada kedua anaknya. Tiba-tiba Nabi Muhammad SAW datang, lalu diberitahu oleh Aisyah tentang hal itu. Nabi Muhammad SAW bersabda : Apakah yang mengherankanmu dari kejadian itu, sesungguhnya Allah telah mengasihinya berkat kasih sayangnya kepada kedua anaknya. Uraian diatas menegaskan bahwa (1) wajib bagi orang tua

menyelenggarakan pendidikan dalam rumah tangganya, dan (2) kewajiban itu

wajar (natural) karena Allah menciptakan orang tua yang bersifat mencintai anaknya. Agama Islam secara jelas mengingatkan para orang tua untuk berhati hati dalam memberikan pola asuh dan memberikan pembinaan keluarga sakinah, seperti yang termaktub dalam QS Lukman ayat 12 sampai 19. Dan apabila kita kemudian kaji isi ayat diatas, maka kita akan menemukan beberapa point-point penting diantaranya adalah : 1. Pembinaan jiwa orang tua. Pembinan jiwa orang tua di jelaskan dalam Surah Luqman ayat 12 : Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. 2. Pembinaan tauhid kepada anak. Makna tentang pembinaan tauhid, Luqman Ayat 13 : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezhaliman yang besar. Luqman Ayat 16 : (Lukman berkata) : Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

Yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu begamana kecilnya. 3. Pembinaan akidah anak Mengenai pembinaan akidah ini, Surah Luqman memberikan gambaran yang begitu jelas. Dalam surat tersebut pembinaan akidah pada anak terdapat dalam empat buah ayat yaitu ayat 14, 15, 18 dan ayat ke 19. 4. Pembinaan jiwa sosial anak Pembinaan sosial pada anak dalam keluarga, dijelaskan dalam surat Luqman ini melalui ayat ke 16 dan ayat ke 17. Untuk ayat ke 16 telah disebutkan pada point ke dua. Sedangkan ayat ke 17 dari surat Luqman berbunyi : Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk halhal yang patut diutamakan. Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga dikatakan sebagai lingkungan pendidikan pertama karena setiap anak dilahirkan ditengah-tengah keluarga dan mendapat pendidikan yang pertama di dalam keluarga. Dikatakan utama karean pendidikan yang terjadi dan berlangsung dalam keluarga ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pendidikan anak selanjutnya. (Maman Rohman, 1991:24). Para ahli sependapat bahwa betapa pentingnya pendidikan keluarga ini. Mereka mengatakan bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan keluarga, membawa pengaruh terhadap lingkungan pendidikan selanjutnya, baik dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Tujuan dalam pendidikan keluarga atau rumah tangga ialah agar anak mampu berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan yaitu jasmani, akal dan ruhani. Yang bertindak

sebagai pendidik dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu si anak. Ingatlah selalu kepada apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadistnya: Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah. Maka ibu-bapanyalah yang menasranikanatau menyahudikan atau memajusikannya. (H.R. Bukhari Muslim) Dari hadist nabi tersebut tergambarkan bagaimana pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga. Dimana dalam hal ini keluarga berperan untuk membentuk pribadi anaknya ke arah yang lebih baik.

V. Penerapan PAI di Lembaga Pendidikan Salah satu ungkapan fisikawan terkenal, Albert Einstein adalah: ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh. Seorang Einstein menyadari bahwa antara ilmu dan agama memiliki kaitan yang erat sekali dan amat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Pentingnya ilmu dan agama juga terlihat jelas dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal 3 UU Sisdiknas tahun 2003 ditegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah "untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Kriteria pertama dan utama dalam rumusan tujuan tersebut adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada TYME serta berakhlak mulia. Rumusan ini menunjukkan sistem pendidikan kita justru meletakkan agama lebih dahulu dari pada ilmu pengetahun. Penempatan ilmu sesudah agama sesungguhnya logis dan relevan dengan karakter bangsa yang berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ketika ilmu yang lebih diutamakan akan dikhawatirkan lahirnya orang-orang pintar tetapi tidak beriman. Akibatnya, kepintaran mereka bisa menghasilkan mudharat yang lebih besar dari pada manfaat. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam (PAI)

memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan rumusan tujuan pendidikan di atas. Namun dalam kenyataannya, pendidikan kita masih sulit untuk mewujudkan tujuan tersebut. Munculnya berbagai kasus tindakan amoral yang tidak mencerminkan kepribadian yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia masih kerap ditemukan di negeri ini. Bahkan prilaku tersebut tidak hanya dilakukan oleh kalangan awam yang berpendidikan rendah, akan tetapi kalangan elit dan berpendidikan tinggi pun tidak luput darinya. Sebut saja seperti tindakan korupsi, kolusi, nepotisme, dan berbagai bentuk manipulasi lainnya yang merugikan orang banyak masih menjadi kasus yang memprihatinkan. Lain lagi dengan kasus tindak kriminal seperti pembunuhan serta perdagangan perempuan dan bayi juga menjadi catatan serius yang belum tertuntaskan. Lebih ironis lagi, banyak pula ditemukan perilaku amoral yang justru dilakukan oleh generasi muda yang masih berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa, seperti kekerasan, seks bebas (free sex), aborsi, dan penyalahgunaan narkoba. Munculnya fenomena di atas acap kali melahirkan imej negatif terhadap pendidikan agama. Pendidikan agama, termasuk PAI, dinilai gagal mewujudkan kepribadian peserta didik yang religius dengan karakter iman, ilmu, dan amal secara integral. Terutama di sekolah, dengan tatap muka yang relatif terbatas, PAI dianggap kurang berperan mewujudkan tujuan pendidikan yang religius. Padahal, minat masyarakat terhadap sekolah umum jauh lebih besar, karena dianggap lebih menjanjikan peluang kerja dan kesuksesan di masa mendatang. Oleh karena itu, PAI harus memperpertegas perannya di Sekolah, terutama mewujudkan rumusan tujuan pendidikan di atas. Jika tidak, bisa jadi PAI dianggap tidak perlu, bahkan tidak menutup kemungkinan dihapuskan. Untuk mempertegas peran PAI tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, PAI bukanlah mata pelajaran tambahan (suplement), akan tetapi sebagai mata pelajaran inti. Selama ini ada kesan bahwa PAI hanyalah mata

pelajaran tambahan, apalagi ketika PAI tidak masuk dalam Ujian Nasional (UN). Akibatnya, peserta didik kurang termotivasi untuk mengikuti pembelaran PAI dengan baik. Padahal PAI merupakan mata pelajaran inti. Sebagai mata pelajaran inti, pihak sekolah diharapkan memberi perhatian lebih terhadap PAI. Perhatian itu dapat diwujudkan dengan merumuskan dan menetapkan bebarapa aturan (regulasi) yang mendukung penerapan PAI, sehingga sekolah tersebut bernuansa agamis, bukan saja dalam bentuk formal, akan tetapi terjadinya proses penanaman nilai-nilai keberagamaan dalam perilaku dan kepribadian peserta didik. Selain itu, sekolah juga diharapkan menjadikan pendidikan agama sebagai bagian dari visi misi sekolah sehingga berbagai kegiatan yang dilakukan tidak terlepas dari nilainilai agama. Kedua, PAI harus lebih berorientasi kepada pengamalan dari pada pengetahuan dan pemahaman. Selama ini, pembelajaran PAI lebih berorientasi kepada aspek kognitif sehingga peserta didik mengetahui tentang benar dan salah, perintah dan larangan, akan tetapi tidak dapat menerapkannya dalam tindakan yang nyata. Untuk itu pembelajaran PAI harus berorientasi kepada pengamalan dan tindakan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, diperlukan pembiasaan, keteladanan, dan perubahan mindset peserta didik tentang pentingnya agama dalam kehidupan ini. Karenanya guru PAI mesti berupaya seoptimal mungkin untuk menjadi teladan (figur-central) bagi peserta didiknya dalam bersikap dan menerapkan agama di setiap tindakannya. Selain itu, guru dituntut pula mengembangkan pendekatan dan metodologi pembelajaran yang dapat merubah mindset peserta didik. Inovasi dan kreatifitas guru PAI tentu sangat diperlukan. Ketiga, PAI diharapkan mampu bekerja sama dengan seluruh komponen sekolah, baik dengan unsur pimpinan maupun dengan sesama guru bidang studi lain. Kerja sama ini penting dilakukan, khususnya dalam upaya penerapan sikap keberagamaan yang baik. Bentuk kerja sama itu dapat diwujudkan dengan kepedulian dan keikutsertaan guru lain untuk menerapkan ajaran agama di sekolah, seperti pelaksanaan shalat zhuhur berjamaah di sekolah, menegakkan

disiplin, membudayakan senyum, sapa dan salam, membudayakan kebersihan, dan sebagainya. Artinya, setiap guru dan komponen sekolah harus berupaya menjadi teladan bagi peserta didik dalam hal pengamalan ajaran agama. Selain itu, kerja sama juga diperlukan dalam menerapkan regulasi/aturan-aturan yang telah dibuat sebagaimana yang telah disinggung di atas. Dengan demikian, mengamalkan ajaran agama sejatinya tidak hanya tugas dan tanggung jawab guru agama an sich, akan tetapi tanggung jawab bersama guru-guru, pegawai serta komponen lainnya yang terlibat langsung di sekolah, khususnya yang beragama Islam dalam menerapkan ajaran Islam. Keempat, PAI harus mampu mewarnai mata pelajaran lain. Kemampuan PAI dalam mewarnai mata pelajaran lain diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berbasiskan agama, tentu dilakukan oleh guru yang beragama Islam. Artinya setiap guru yang beragama Islam, meskipun mengasuh mata pelajaran selain PAI, seperti Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, dan sebagainya diharapkan mampu mengajarkannya dengan pendekatan agama. Hal ini bisa dilakukan, mengingat seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah pada dasarnya termasuk dalam kategori pendidikan Islam. Bahkan alQur'an sebagai sumber ajaran Islam, mengandung isyarat-isyarat ilmiah serta beragam ilmu pengetahuan, termasuk berbagai ilmu yang berkembang dewasa ini. Karenanya, guru mata pelajaran selain PAI tersebut diharapkan mampu menggali isyarat-isyarat al-Qur'an tersebut lalu mengintegrasikannya dalam pembelajaran materi yang dibimbingnya. Kemudian guru-guru yang beragama Islam itu pun pada dasarnya telah mengetahui konsep-konsep ajaran Islam, meskipun dalam bentuk ilmu dasar. Kelima, partisipasi perguruan tinggi umum (PTU) dalam mempersiapkan guru berwawasan agama sesuai dengan spesifikasi keilmuan yang dimilikinya. Selama ini, PAI di PTU hanya dalam bentuk Mata Kuliah Umum (MKU) dengan materi-materi dasar keislaman. Sebaiknya, di samping PAI sebagai MKU, materi

PAI yang berkenaan dengan spesifikasi keilmuan masing-masing fakultas/jurusan juga patut diberikan. Khususnya fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, masingmasing jurusan diberikan pula mata kuliah PAI yang sesuai dengan materi jurusannya masing-masing. Dengan begitu, diharapkan mereka memiliki wawasan ilmu keislaman sesuai dengan spesifikasi keilmuan yang dimilikinya sehingga kelak menjadi bekal baginya sebagai guru mata pelajaran di sekolah untuk menerapkan pembelajaran berbasis agama. Partisipasi PTU seperti ini sangat diharapkan untuk memenuhi upaya keempat di atas. Dengan upaya seperti ini, peran PAI di sekolah umum di harapkan semakin jelas dan tegas dalam mewujudkan peserta didik yang mampu menerapkan ajaran agama dengan baik serta memiliki ilmu pengetahuan. Agama tidak hanya dipahami sebagai ajaran yang menentramkan dimensi spiritualitas manusia, akan tetapi agama (baca: Islam) sejatinya menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia secara komprehensif, holistik, dan universal, termasuk dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Ketika ilmu dimiliki dan dikembangkan berlandaskan kepada ajaran agama Islam, niscaya ilmu itu akan mendatangkan manfaat dan terhindar dari mudharat. Akhirnya bangsa ini pun dapat tampil lebih terhormat dan bermartabat serta mampu tampil terdepan, paling tidak sejajar dengan negera-negara maju lainnya. Insya' Allah.

VI. Penerapan PAI di Lingkungan Masyarakat Pelaksaan pendidikan Islam dalam masyarakat bertujuan untuk membentuk masyarakat yang sholeh (Langgulung, 1988). Masyarakat sholeh adalah masyarakat yang percaya bahwa ia mempunyai risalah (message) untuk umat manusia, yaitu risalah keadilan, kebenaran, dan kebaikan yang akan kekal selama-lamanya, tidak terpengaruh oleh faktor-faktor waktu dan tempat. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT : Kamu adalah ummah terbaik yang pernah diutus bagi umat manusia, sebab kamu mengajar kepada kebaikan, dan melarang

dari kejahatan (Q.S. Ali-Imran:110). Tugas pendidikan Islam berusaha menolong masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Langgulung (1988), tugas pendidikan Islam dalam masyarakat adalah sebagai berikut : a. Menolong masyarakat membina hubungan-hubungan sosial yang serasi, setia kawan, kerjasama, interdependen, seimbang, sesuai dengan firman Allah: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara (Q. S. AlHujarat: 10) b. Mengukuhkan hubungan di kalangan kaum muslimin dan menguatkan kesetiakawannya melalui penyatuan pemikiran, sikap, dan nilai-nilai. Ini semua bertujuan menciptakan kesatuan Islam. c. Memberi sumbangan dalam perkembangan masyarakat Islam Yang dimaksud perkembangan adalah penyesuaian dengan tuntutan kehidupan modern dengan memelihara identitas Islam, sebab Islam tidak bertentangan dengan perkemabngan dan pembaharuan. Peranan pendidikan Islam disini dapat disimpulkan dalam kata memberi kemudahan bagi perkembangan dalam masyarakat Islam. Hal ini dapat dicapai dengan : (1) menyiapakan individu dan kelompok untuk menerima perkembangan dan turut serta di dalamnya.; (2) menyiapkan mereka untuk membimbing perkembangan itu sesuai dengan tuntutan-tuntutan syariat, akhlak, dan aqidah Islam. d. Mengukuhkan identitas budaya Islam Hal ini dapat dicapai dengan pembentukan kelompok-kelompok terpelajar, pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan yang : i. bersemangat Islam, sadar, dan melaksanakan ajaran agamanya, sangat prihatin dengan peninggalan peradaban Islam, di samping bangga dan bersedia membelanya mati-matian, sehingga karyanya bercorak Islam sejati.

ii. Menguasai sains dan teknologi modern dan bersifat terbuka

terhadap peradaban dan budaya lain. iii. Bersifat produktif: mengarang membuat karya inovaitf,

menyelaraskan potensi-potensi yang ada, dan membimbing orangorang lain. iv. Bebas dari ketergantungan kepada orang atau budaya lain. F. Simpulan & Rekomendasi
I.

Kesimpulan Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. Kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.

II.

Rekomendasi Pendidikan agama islam haruslah menjadi sebuah pedoman dalam upaya

merealisasikan proses memanusiakan manusia sebagai tujuan pendidikan, yaitu mengajarkan, mengasuh, melatih, mengarahkan, membina dan mengembangkan seluruh potensi peserta didik khususnya remaja dalam rangka menyiapkan mereka merealisasikan fungsi dan risalah kemanusiaannya di hadapan Allah SWT, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT dan menjalankan misi kekhalifahan di muka bumi, sebagai makhluk yang berupaya mengiplementasikan nilai-nilai ilahiyah dengan memakmurkan kehidupan dalam tatanan hidup bersama dengan aman, damai dan sejahtera.

G. Kajian Pustaka http://blog.re.or.id/pendidikan-islam-indonesia.htm http://www.scribd.com/doc/13780963/Ilmu-Pendidikan-Islam-sebagaidisiplin-Ilmu http://pendidikan-islam.com/paradigma-pendidikan-islam.html http://zahrahm.wordpress.com/2008/03/18/islam-dan-pendidikan/ http://caspershaft.blogspot.com/2007/02/islam-dan-pendidikan.html http://mahardhikazifana.com/religion-philosophy-agama-filsafat/konsepislam-dalam-pendidikan-keluarga.html http://www.anneahira.com/artikel-pendidikan/pengertian-pendidikan.htm http://id.wikipedia.org/wiki/Islam http://www.khabarislam.com/pengertian-agama-islam-beserta-dalildalilnya.html http://www.g-excess.com/id/definisi-atau-pengertian-agama-islam.html Al- Maliki, M. Alawi, 2002, Prinsip-prinsip pendidikan Rasulullah, Jakarta: Gema Insani. Anam, M. Khoirul, 2003, Melacak Paradigma Pendidikan Islam (Sebuah Upaya Menuju Pendidikan Yang Memberdayakan). Azra, Azyumardi, 2001, Pendidikan Islam, Jakarta: Kalimah. Departeman Pendidikan Nasional, 2003, UU R.I. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: CV Mini Jaya Abadi. Feisal Amir Jusuf, Reorientasi Pendidikan Islam, GIP, Jakarta 1995 Hasbullah, 2006, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja grafindo Persada.

You might also like