You are on page 1of 27

5

BAB 2
DASAR TEORI

2.1 Sistem Tenaga Listrik
Secara umum sistem tenaga listrik dibagi menjadi beberapa bagian,
antara lain: generator, transmisi listrik, distribusi, dan beban [saadat].

2.1.1 Generator
Generator merupakan komponen penting dalam sistem tenaga
listrik. Generator yang sering digunakan dalam sistem tenaga listrik
adalah generator AC sinkron 3 phasa. Generator sinkron mempunyai 2
medan sinkron yang berputar. Medan pertama dihasilkan oleh putaran
rotor sinkron yang dieksitasi oleh arus DC, medan yang kedua adalah
medan yang dihasilkan oleh arus jangkar tiga phasa pada belitan stator.
Sistem kelistrikan modern umumnya menggunakan generator AC
dengan sistem eksitasi Brushless. Sumber tenaga mekanis yang
menggerakkan generator berasal dari tenaga mekanis turbin. Salah satu
jenis turbin adalah turbin uap, turbin uap digerakkan oleh energi yang
dihasilkan dari pembakaran batubara, gas dan bahan bakar nuklir.
Turbin uap beroperasi pada kecepatan 3600 atau 1800 rpm,
generator yang dapat dikopel adalah generator dengan rotor silindris, 2
kutub untuk 3600 rpm atau 4 kutub 1800 rpm. Turbin hidrolik yang
biasanya beroperasi pada tekanan rendah, dan kecepatan rendah
menggunakan generator tipe salient rotor dengan banyak kutub. Dalam
sistem tenaga beberapa generator dioperasikan secara parallel untuk
menyediakan permintaan beban yang dibutuhkan [Saadat].

2.1.2 Transmisi Listrik
Transmisi listrik bertujuan untuk menyalurkan energi listrik dari
pembangkit menuju sistem untuk menyuplai beban. Saluran transmisi
juga menghubungkan peralatan selama sistem bekerja normal, maupun
ketika terjadi gangguan.
Standart tegangan transmisi dikeluarkan oleh United State dalam
standar ANSI (American National Standards Institute). Tegangan
transmisi dioperasikan lebih dari 60 kV, yaitu dengan standart satuan 69
kV, 115 kV, 138 kV, 161 kV, 230 kV, 345 kV, 500kV, and 765 kV line-
to-line. Tegangan transmisi diatas 230 kV disebut sebagai tegangan
ekstra tinggi (Extra High Voltage-EHV). Saluran transmisi yang
6

menghubungkan jaringan tegangan tinggi melalui trafo step-down ke
jaringan distribusi biasa disebut subtransmisi. Tidak ada perbedaan level
tegangan antara jaringan transmisi dengan jaringan subtransmisi.
Industri besar dapat disuplai langsung dari jaringan subtransmisi
[Saadat].

2.1.3 Distribusi
Sistem distribusi adalah bagian yang menghubungkan gardu induk
distribusi ke konsumen. Besar tegangan saluran distribusi primer yaitu 4
kV sampai dengan 34.5 kV, dan menyuplai beban dalam area tertentu.
Beberapa industri kecil langsung mendapat suplai listrik dari feeder
primer.
Jaring distribusi sekunder dapat mengurangi tegangan pada
peralatan konsumen. Saluran dan kabel listrik tidak boleh melebihi
panjang beberapa ratus feet. Distribusi sekunder menyuplai tegangan
kepada konsumen dengan level tegangan 240/120 V, phasa tunggal
dengan tiga kawat; 208/120 V tiga phasa, empat kawat; 480/277 V, tiga
phasa, empat kawat.
Berdasarkan letaknya, sistem distribusi dibagi menjadi 2 yaitu,
Overhead dan Underground. Overhead berarti kabel atau kawat
transmisi listrik disalurkan di udara atau di atas tanah. Sedangkan
Underground berarti transmisi listrik terletak di bawah tanah [Saadat].

2.1.4 Beban
Beban pada sistem tenaga modern dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu skala industri, skala komersil, dan skala rumah tangga. Jika daya
beban industri sangat besar, maka akan disuplai oleh sistem transmisi
secara langsung dari jaring subtransmisi, sedangkan beban industri
tergolong kecil maka akan disuplai oleh jaring distribusi primer. Beban
industri merupakan beban campuran, dan beban yang mendominasi
adalah beban dari motor listrik. Beban campuran akan mempengaruhi
nilai dari frekuensi tegangan dan nilai daya reaktif. Sedangkan beban
komersial dan beban rumah tangga secara umum terdiri dari beban untuk
pencahayaan, pemanasan, dan pendinginan. Beban-beban tersebut tidak
mempengaruhi frekuensi dan nilai konsumsi daya reaktif.
Daya nyata dinyatakan dalam satuan kilowatt atau megawatt,
besarnya beban berbeda tiap waktu, dan daya yang dibangkitkan harus
menyesuaikan dengan kebutuhan beban.
7

Beban kurva harian dari peralatan listrik merupakan beban
komposit yang berasal dari penggunaan listrik yang berbeda. Beban
terbesar yang terjadi selama periode 24 jam disebut dengan beban
puncak atau permintaan maksimum. Generator dengan puncak yang
lebih kecil digunakan untuk mendapatkan beban puncak yang hanya
terjadi dalam beberapa jam saja. Agar pembangkitan lebih efesien, maka
faktor beban ditentukan. Faktor beban merupakan rasio dari nilai rata-
rata beban dengan beban puncak selama periode tertentu. Faktor beban
bisa didapat dalam periode waktu sehari, sebulan, bahkan setahun.
Untuk faktor beban harian di rumuskan sebagai berikut:

faktoi beban


(2.1)

Untuk mendapat faktor beban selama periode waktu 24 jam maka
persamaan diatas menjadi

faktoi beban







Sedangkan faktor beban selama setahun dinyatakan sebagai
berikut:

faktoi beban tahunan


(2.2)

Secara umum pembangkit tenaga listrik yang beroperasi dengan
efisiensi tinggi mempunyai faktor beban yang besar, nilai dari faktor
beban berkisar antara 55 %-60 % [Saadat].
2.2 Pengoperasian Sistem Tenaga Listrik
2.2.1 Karakteristik Pembangkit Thermal
Macam-macam karakteristik pembangkit thermal yang berhubungan
dengan penjadwalan operasi dan Economic dispatch adalah karakteristik
input-output, karakteristik heat rate, karakteristik increamental heat
rate, dan karakteristik increamental fuel cost.

8

2.2.1.1 Karakteristik Input Output Pembangkit
Hal yang paling mendasar dalam operasi ekonomi adalah membuat
karakteristik input-output dari unit pembangkit thermal. Karakteristik ini
diperoleh dari desain perencanaan atau melalui tes pembangkit. Adapun
definisi dari karakteristik input-output pembangkit itu sendiri adalah
formula yang menyatukan hubungan antara input pembangkit sebagai
suatu fungsi dari output suatu pembangkit. Sedangkan ciri dari unit
boiler turbin generator dapat digambarkan dalam Gambar 2.1, di mana
unit pembangkit ini memuat sebuah boiler yang menghasilkan uap untuk
menjalankan turbin yang dikopel dengan rotor dari generator.

Gambar 2.1 Pemodelan boiler-turbin-generator pada pembangkit
thermal

Pembangkit thermal sederhana terdiri dari boiler, turbin uap dan
generator. Input dari boiler adalah bahan bakar dan outputnya adalah
uap. Hubungan dari input-output boiler dapat direpresentasikan dalam
bentuk convex curve. Input dari turbin adalah adalah sejumlah uap dan
outputnya adalah daya listrik. Karakteristik dari keseluruhan sistem su-
atu pembangkit dapat diekspresikan secara langsung dengan meng-
gabungkan karakteristik input-output dari boiler dan turbin generator.
Batas minimum dari daya output generator diperhatikan, hal ini
disebabkan karena kondisi teknis atau faktor lain pada boiler dan turbin.
Pada turbin, kondisi teknis yang dimaksud adalah kondisi shell serta
perbadaan suhu metal rotor, exhaust hood temperature, rotor expantion
dan shell expansion. Pada boiler, kondisi teknis tersebut disebabkan
karena fuel combustion stability and valve. Sedangkan batas maksimal
dari daya output suatu pembangkit ditentukan dari desain kapasitas
boiler dan turbin generator.
9

Karakteristik input-output diekspresikan dalam persamaaan yang
merupakan pendekatan atau linearisasi dari biaya bahan bakar yang
masuk ke generator terhadap daya output generator yang diperoleh
berdasarkan beberapa cara, antara lain:
1. Berdasarkan percobaan tentang efisisensi dari pembangkit.
2. Berdasarkan data historis mengenai operasi dari unit generator.
3. Berdasarkan pada data desain dari unit generator yang diberikan
oleh pabrik pembuat generator.
Persamaan karakteristik yang diperoleh disebut sebagai biaya
pembangkitan energi listrik dari suatu pembangkit. Persamaan
karakteristik input-output pembangkit thermal pada umumnya dire-
presentasikan dalam persamaan orde dua. Tetapi persamaan tersebut
dapat juga memiliki orde lebih dari dua dan bisa menjadi lebih tidak
linear (non-convex) apabila perhitungan yang lebih sensitif dibutuhkan
dengan memperhatikan pengaruh-pengaruh seperti valve-point effect.
Pada pembangkit thermal, karakteristik input-output konsumsi
bahan bakar pembangkit merupakan dasar penyusunan fungsi biaya.
Pada umumnya karakteristik input-output pembangkit thermal berbentuk
Btu per hour input ke unit generator (Mbtu/h). Biaya pembangkitan
adalah perkalian dari biaya ($) kalori yang terkandung dalam bahan
bakar dengan kebutuhan kalori tiap jam dari generator (Btu/h). Hasil
daya yang dibangkitkan (Mega Watt) direpresentasikan dengan P
G
. Pada
Gambar 2.2 ditunjukkan bahwa kurva karakteristik input-output dari
pembangkit thermal memiliki batas minimal dan maksimal dari daya
output yang diproduksi.

10


Gambar 2.2 Kurva input-output pembangkit thermal

Selain biaya bahan bakar yang dikonsumsi, biaya operasi juga
meliputi biaya tenaga kerja, biaya pemeliharaan, biaya transportasi
bahan bakar, dan sebagainya. Biaya-biaya tersebut sulit
direpresentasikan secara langsung sebagai fungsi biaya dari daya output
yang dihasilkan generator [Allen]. Karena permasalahan tersebut, biaya-
biaya tersebut diasumsikan sebagai bagian fixed cost dari biaya operasi,
dan akan diabaikan dalam proses optimasi pada Tugas Akhir ini.

2.2.1.2 Karateristik Heat Rate
Karakteristik heat rate merupakan karakteristik yang menunjukkan
effisiensi dari pembangkit pada daya output tertentu. Karakteristik heat
rate sebuah unit pembangkit menunjukkan input kalor yang diberikan
untuk menghasilkan energy 1 kilo watt jam pada mega watt output dari
suatu unit [Allen]. Kurva dari karatersitik heat rate dapat dilihat pada
gambar 2.3




I
n
p
u
t

(
M
B
t
u
/
h

a
t
a
u

$
/
h
)

Output (MW)
P
Gmin P
Gmax
c
F
P
G

11

P rated P max
Output, P (MW)
H
e
a
t

r
a
t
e

(
B
t
u
/
k
W
h
)
















Gambar 2.3 Karakteristik heat rate pembangkit thermal


2.2.1.3 Karateristik Pembangkit Combined Cycle
Pada akhir tahun 1960an, konfigurasi pembangkit uap (steam plant)
yang mulai disukai adalah pembangkit combined cycle. Siklus sederhana
unit turbin gas yang terdiri dari sebuah turbin gas dan kompresor
terhubung pada single shaft ke unit pembangkit. Siklus sederhana turbin
gas memerlukan minyak atau gas sebagai bahan bakarnya, dan
digunakan terutama untuk beban puncak dalam sistem tenaga listrik. Gas
buang bertempratur tinggi dari siklus tersebut dilepas ke atmosfir.
Pembangkit combined cycle memanfaatkan gas buang bertemperatur
tinggi dari turbin gas dalam Heat Recovery Steam Generator (HRSG)
untuk membangkitkan uap yang digunakan untuk mengatur unit
pembangkit uap yang terpisah. Keuntungan dari pembangkit tipe ini
adalah bahwa pembangkit ini mempunyai effisiensi thermal cycle yang
tinggi. Gambar 2.4 menunjukkan karatkteristik heat rate dari
pembangkit combined cycle.
Karakteristik increamental heat rate dari pembangkit combined
cycle sangatlah sulit diketahui dengan pasti. Karakteristik increamental
heat rate menjadi monotonically decreasing sebagai fungsi dari output
pembangkit [Allen]. Adanya karakteristik yang bertipe diskontinyu ini
dan juga karakteristik increamental negative sloping menyebabkan
12

1 2 3 4
Output, P (MW)
H
e
a
t

r
a
t
e

(
B
t
u
/
k
W
h
)

Jumlah dari turbin gas yang beroperasi
penjadwalan secara optimal ekonomi dari pembangkit combined cycle
ini menjadi sulit.




















Gambar 2.4 Karakteristik heat rate dari pembankit combined cycle


2.2.2 Karakteristik Input-output Pembangkit Hydro
Unit pembangkit listirk tenaga air mempunyai karakteristik input-
output sama dengan unit pembangkit tenaga uap, input-nya berupa
volume air per unit waktu sedangkan output-nya adalah daya listrik.
Gambar 2.5 menunjukkan kurva input-output pembangkit tenaga air.
Karakteristik ini menunjukkan kurva yang hampir linier dengan
kebutuhan volume input air per waktu unit sebagai fungsi dari daya
output dengan daya output naik nilai minimum hingga beban nominal
[Allen]. Karakteristik ini menunjukkan kurva yang hampir linier, jadi
semakin besar nilai daya output, semakin besar pula volume air per
waktu. Karena tidak memerlukan bahan bakar, maka PLTA juga tidak
memiliki biaya bahan bakar.


13













Gambar 2.5 Kurva inputoutput pembangkit tenaga air

Karakteristik kenaikan rata-rata air ditunjukkan seperti pada
Gambar 2.6 berikut.













Gambar 2.6 Kurva kenaikan air pembangkit tenaga air


2.3 Economic Dispacth (ED)
Pengoptimalan model biaya dari pembangkitan energi listrik sangat
penting. Pengoptimalan permasalahan ED pada umumnya menggunakan
komputer untuk melakukan kalkulasi biaya yang lebih murah, kebutuhan
bahan bakar (fuel), ketersediaan bahan bakar, dan sebagainya.
Parameter-parameter tersebut sangat penting untuk melakukan
Input Q (kubik/jam)
Output P (MW)
Kenaikan Air dQ/dP
(kubik/kWh)
Output P (MW)
14

perencanaan jangka panjang dari sistem, penentuan porsi biaya bahan
bakar dan manajemen operasi pada pembangkit [Diktat].
Pada pembangkitan energi listrik, terdapat tiga komponen biaya
utama yaitu biaya pembangunan fasilitas, biaya kepemilikan dan biaya
operasi. Biaya operasi adalah biaya yang memiliki bagian yang paling
dominan pada sistem operasi tenaga listrik.
Salah satu komponen dominan pada biaya operasi adalah biaya
bahan bakar (fuel cost) dan setiap pembangkit memiliki karakteristik fuel
cost yang berbeda-beda sesuai dengan jenis bahan bakar dan efisiensi
dari pembangkit. Pengoptimalan biaya operasi dengan mem-
pertimbangkan fuel cost sangat mempengaruhi biaya produksi energi
listrik. Oleh sebab itu, walaupun pada kondisi operasi normal kapasitas
total dari pembangkit lebih besar dari daya beban (P load) dan rugi
transmisi (Ploss), penjadwalan kerja pembangkit tetap menjadi prioritas
untuk menekan biaya produksi.
Tujuan utama dari economic dispatch adalah meminimalkan
konsumsi bahan bakar dari pembangkit pada keseluruhan sistem dengan
menentukan daya output setiap unit pembangkit [9]. Penentuan daya
output pada setiap generator hanya boleh bervariasi pada batas-batas
tertentu (constraint).

2.3.1 Economic Dispatch dengan Mengabaikan Rugi-rugi Transmisi
Sistem dengan mengabaikan rugi-rugi transmisi dapat dilihat pada
Gambar 2.6 sistem ini terdiri dari N unit generator thermal yang
dihubungkan pada single bus bar yang melayani beban P
R
. Input dari
masing-masing unit ditunjukkan oleh F
i
yang mewakili biaya dari satu
unit generator dan output dari masing-masing unit P
i
adalah daya yang
dihasilkan oleh satu unit generator.
Total biaya rata-rata yang ditanggung sistem adalah jumlah biaya
dari masing-masing unit generator, dan pembatas yang paling penting
adalah bahwa jumlah output dari masing-masing unit generator sama
dengan beban konsumen (rugi transmisi diabaikan) [Allen].







15

1
2
N
F1
F1
FN
P1
P2
PN
PR











Gambar 2.7 N unit pembangkit melayani beban P
load
[allen]


2.3.2 Persamaan Matematis dalam Permasalahan Economic
Dispatch
Permasalahan ED merupakan permasalahan optimisasi yang rumit.
Pada optimisasi yang dilakukan adalah optimisasi dari segi biaya bahan
baku pembangkitan atau fuel cost yang memiliki karakteristik tidak
linear seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 1. Bentuk tipikal dari
persamaan biaya pembangkit pembangkit adalah persamaan polynomial
orde dua dan direpresentasikan sebagai berikut [Allen] :

2
) (
i i i i i i i
P c P b a P F ! (2.3)

Dengan
Fi = Besar biaya pembangkitan pada pembangkit ke-i (Rp)
Pi= Daya output dari pembangkit ke-i (MW)

Variabel a , b , dan c adalah koefisien biaya operasi produksi
dari suatu pembangkit. Koefisisien c juga merepresentasikan biaya
operasi pembangkit ketika tidak memproduksi energi listrik.
Dari persamaan (2.3), dapat diketahui bahwa hubungan antara daya
yang dibangkitkan dari generator tidak linear terhadap biaya pem-
bangkitannya. Kombinasi daya output yang dibangkitkan oleh tiap-tiap
generator pada sistem harus memenuhi kebutuhan daya dari sistem
tenaga listrik (equality constraint) dan memenuhi batas minimum serta
maksimum dari daya yang dapat dibangkitkan oleh generator (inequality
16

constraint) [saadat]. Karena rumitnya permasalahan ini, maka
permasalahan ED hanya bisa dilakukan dengan metode iterasi.
Parameter-parameter yang telah dijelaskan diatas dapat
direpresentasikan dalam persamaan (2.5-6).

2
( ) ( )
i i i i i i i
Min F P Min a b P c P !

(2.4)
min max
Gi G Gi
P P P e e
(2.5)

Dengan P
Gi
adalah besar daya yang dibangkitkan generator ke-i
atau disebut dengan inequality constraint.


(2.6)


Keterangan:
P
d
= daya permintaan konsumen (MW)
P
L
= rugi daya yang terjadi pada jaring transmisi (MW)
persamaan (2.6) dikenal dengan sebutan equality constaint.

Pada Permasalahan ED juga memperhitungkan adanya rugi
transmisi seperti pada persamaan (2.6). Rugi transmisi terjadi karena
adanya aliran daya yang melewati jaring transmisi dan besar rugi
transmisi yang terjadi bergantung pada besar aliran daya yang mengalir
pada jaring transmisi tersebut. Dapat disimpulkan bahwa besar kom-
binasi daya output yang dibangkitkan generator mempengaruhi besar ali-
ran daya yang mengalir pada jaring transmisi dan menentukan besar rugi
transmisi yang terjadi.
Optimisasi permasalahan ED menjadi rumit karena total kombinasi
daya output yang harus dibangkitkan generator merupakan daya
permintaan konsumen dan rugi transmisi, sedangkan rugi transmisi
diketahui besarnya setelah kombinasi daya output setiap generator
ditentukan.
Pada Tugas Akhir kali ini penghitungan enonomic dispatch
mengabaikan rugi-rugi transmisi, sehingga persamaan yang digunakan
2.7

i d L
P P P !

17

(2.7)

2.3.3 Iterasi Lambda
Iterasi lambda merupakan salah satu metode yang sering digunakan
dalam penyelesaian masalah Economic dispatch. Permasalahan utama
Economic dispatch adalah menyamakan daya yang dibangkitkan dengan
daya di sisi permintaan, jika ditulis



Pendekatan fungsi dengan pengali Lagrange


keterangan :
P
i
= daya yang dibangkitkan oleh pembangkit i
P
D
= permintaan beban
n
g
= jumlah pembangkit
C
t
= total biaya produksi

dengan,
C
t
=
i
+
i
.P
i
+
i
.P
i
2
(2.10)
maka didapat

i
+ 2.
i
.P
i
= (2.11)

Pada permasalahan ED, besar daya yang dapat dibangkitkan oleh
tiap pembangkit dibatasi oleh batas maksimum dan minimum (inequality
constraint) seperti yang dituliskan pada persamaan (2.9). Syarat Khun-
Tucker melengkapi syarat dari persamaan Lagrange untuk mengikuti
inequlity constraint. Syarat-syarat tambahan untuk menentukan
kombinasi daya output (P) dari pembangkit ditunjukkan persamaan
(2.12).

untuk

untuk



(2.12)

untuk




18


Dengan men-substitusi-kan persamaan (2.9) ke persamaan (2.11), maka
didapatkan



Lambda yang didapat kemudian disubstitusikan ke persamaan



Sehingga didapatkan nilai P
i
, nilai P
D
dihitung selisihnya dengan
i

sampai diperoleh P
i
dengan selisih terkecil terhadap P
D
. Jika sudah
selesai, maka nilai P
i
tersebut merupakan nilai daya output pembangkit.
Untuk flow chart metode iterasi lambda dapat dilihat pada Gambar 2.8





















19






Gambar 2.8 Flow charteEcnomicdDipstach dengan iterasi lambda dan
mengabaikan rugi-rugi transmis


20

2.4 Penjadwalan Pembangkit (Unit Commitment)
[Allen]

Karena aktifitas manusia mengikuti siklus waktu tertentu, maka
sistem yang mendukung keberadaan manusiapun akan mengikuti siklus
tersebut. Demikian pula dengan tenaga listrik akan mengikuti siklus
manusia. Untuk siklus harian misalnya, beban untuk waktu kerja dari
pagi sampai sore hari dan waktu di mana aktifitas manusia adalah
istirahat atau tidur maka beban sistem tenaga listrik akan rendah. Untuk
siklus mingguan juga tampak perubahan. Di mana untuk hari-hari kerja
maka tingkat kebutuhan daya listrik akan tinggi, sedangkan untuk hari
Sabtu dan Minggu maka penggunaan energy listrik cenderung lebih
rendah. Oleh karena itu dalam rangka koordinasi operasi dari pusat-pusat
pembangkit tersebut diperlukan penjawalan operasi unit pembangkit.
Penjadwalan ini menentukan mana pembangkit yang aktif dan unit mana
yang tidak aktif di dalam melayani beban sistem selama siklus waktu
tertentu. Dalam membuat penjadwalan tersebut menggunakan
pertimbangan teknis dan ekonomis. Penjadwalan ini dikenal dengan
istilah penjadwalan pembangkit (Unit Commitment).

2.4.1 Batasan pada Penjadwalan Pembangkit
Beberapa batasan yang diterapkan pada masalah penjadwalan
pembangkit. Berikut ini beberapa batasan yang dapat diterapkan pada
penjadwalan pembangkit.

2.4.1.1 Cadangan Berputar
Cadangan berputar merupakan cadangan daya yang harus
dipertimbangkan dari unit-unit yang beroperasi, di mana apabila ada
salah satu unit yang mengalami kegagalan operasi (trip) maka daya yang
berkurang akibat kegagalan operasi dari unit tersebut dapat diganti atau
ditanggulangi oleh cadangan daya tersebut. Umumnya cadangan daya
yang ada diperhitungkan untuk mampu menggantikan apabila unit yang
terbesar mengalami kegagalan operasi.
Selain hal itu cadangan berputar juga harus mempertimbangkan
beberapa hal. Pertama cadangan berputar harus dialokasikan dengan
mempertimbangkan adanya pembangkit dengan kecepatan respon tinggi
dan pembangkit dengan respon rendah. Hal ini untuk mengembalikan
frekuensi yang turun akibat pembangkit yang lepas dengan cepat. Kedua,
cadangan berputar juga harus disebar secara merata untuk menghindari
batasan kemampuan transmisi dan untuk mengantisipasi beroperasinya
sistem secara terpisah.
21

Pada Tugas Akhir ini mengabaikan cadangan berputar dari
pembangkit thermal karena kedua faktor pertimbangan cadangan
berputar tersebut sulit diekspresikan dalam program penjadwalan.
Dengan mengasumsikan PLTA dan IBT 500/150 kV pada sistem
kelistrikan 150 kV Jawa Timur sebagai sumber generator yang mampu
menanggulangi hilangnya daya akibat kegagalan operasi suatu unit
thermal. Selain itu pada Tugas Akhir ini kondisi sistem selalu dalam
keadaan normal dan tidak memperhitungkan apabila terjadi gangguan
(security dispatch).

2.4.1.2 Batasan Unit Thermal
Unit-unit thermal memerlukan operator untuk mengoperasikannya,
khususnya pada saat menghidupkan ataupun mematikan. Unit thermal
dapat bekerja dengan menaikkan temperature secara bertahap dan hal ini
mengubahnya ke dalam periode sistem dari beberapa jam yang
diperlukan untuk membuat unit-unit tersebut bekerja. Sebagai hasilnya
dari beberapa pembatasan dalam pengoperasian plant thermal, beberapa
batasan muncul sebagai berikut :
y Minimum Up Time
Adalah interval waktu minimum di mana saat unit yang baru
bekerja atau terhubung sistem tidak boleh dilepas atau
dimatikan kembali sebelum melewati batas up time.

Contoh :
Sebuah pembangkit memiliki minimum up time 2 jam.
Artinya :
Bila unit ini baru terhubung pada sistem sebelum 2 jam, maka
unit ini tidak boleh dilepas.
y Minimum Down Time
Adalah interval waktu minimum di mana suatu unit dalam
keadaan tidak bekerja tidak boleh dihubungkan pada sistem
sebelum melewati batas waktu down time pada saat unit tidak
bekerja, ada waktu minimum sebelum unir tersebut kembali
bekerja.
Contoh :
Sebuah pembangkit memiliki minimum down time 3 jam.
Artinya :
Bila unit ini baru dilepas dari sistem sebelum 3 jam, maka unit
ini dihubunungkan ke sistem.
22

y Batasan Kru (Crew Constraint)
Jika ada sistem yang terdiri dari dua ataupun lebih, unit-unit-
tersebut tidak dapat dihidupkan pada saat yang bersamaan.

Sebagai tambahan, dikarenakan temperatur dan tekanan maka pada
unit thermal harus dijalankan dengan pelan, sejumlah energi harus
dikeluarkan untuk membuat unit bekerja. Energi ini tidaklah dalam
bentuk beberapa MW pada pembangkit dari unit dan energi ini
dimasukkan pada masalah penjadwalan pembangkit dengan biaya start
up.
Biaya start up adalah biaya yang diperlukan oleh pembangkit untuk
start dari keadaan tidak beroperasi pada sistem tenaga listrik.
Ada 2 macam biaya start :
1. Biaya start pada kondisi dingin
Kondisi ini terjadi karena pada saat pembangkit dilepas dari
sistem, temperature boiler dibiarkan menurun dari
temperature kerjanya, sehingga saat akan dioperasikan
dilakukan pemanasan kembali.

(2.15)
Keterangan:
Cc = Biaya start kondisi dingin (Mbtu)
F = Fuel cost
Cf = Fixed cost
T = Waktu selama unit dingin (dihitung dari awal unit
tidak beroperasi
= Thermal times constant

2. Biaya start pada kondisi temperatur boiler dijaga pada
temperature kerja (Banking)
Kondisi ini terjadi saat pembangkit dilepas dari sistem,
temperatur boiler tetap dijaga pada temperatur kerja.

(2.16)

Keterangan :
C
t
= Biaya untuk mempertahankan temperatur (Mbtu/h)

23

1 2 3 4 5
Banking
Pendingin
Waktu (jam)
B
i
a
y
a

s
t
a
r
t

u
p

Sampai dengan beberapa jam tertentu biaya dari biaya start
pada kondisi temperatur boiler dijaga pada temperatur kerja (banking)
akan lebih murah daripada biaya start dingin. Hal itu tampak pada
Gambar 2.9

















Gambar 2.9 Biaya start up berbanding waktu

2.4.1.3 Batasan Unit Hydro
Penjadwalan pembangkit tidak dapat dipisahkan dari penjadwalan
unit hidro. Tetapi pda Tugas Akhir ini diasumsikan bahwa masalah
penjadwalan hydrothermal dipisahkan dari masalah penjadwalan
pembangkit. Sehingga tentu saja tindakan pada kondisi ini tidak akan
selalu menghasilkan hasil yang optimal. Selain itu batasan hidro terjadi
akibat karakteristik yang berbeda antara pembangkit hidro dengan
pembangkit thermal.

2.4.1.4 Unit yang Harus Bekerja (Must Run Unit)
Beberapa unit diberikan status harus bekerja selama waktu tertentu
sebagai alas an dukungan tegangan pada jaringan transmisi atau
beberapa tujuan sebagai sumber tegangan dari sistem yang digunakan
atau untuk keperluan lain dari sistem tenaga tersebut.


24

2.4.1.5 Batasan Bahan Bakar (Fuel Constraint)
Batasan bahan bakar terjadi karena adanya keterbatasan
tersedianya bahan bakar untuk suatu pembangkit.

2.4.2 Metode Penyelesaian Penjadwalan Pembangkit
Penyelesaian penjadwalan pembangkit ini sangatlah sulit
mengingat :
1. Harus dibuat pola pembebanan untuk M periode waktu
dalam suatu siklus.
2. Mempunyai N unit pembangkit yang harus dijalankan.
3. Tiap periode waktu mempunyai level beban tertentu yang
harus disuplai oleh unit-unit pembangkit, di mana setiap
pembangkit mempunyai peluang untuk mensuplai beban.

Dari jumlah unit pembangkit yang banyak, maka untuk
menentukan unit mana saja yang beroperasi dan tidak beroperasi pada
jam tertentu dapat diperhitungkan dengan membuat kombinasi operasi
dari unit-unit yang ada.
Dari hal tersebut dilihat dari besarnya jumlah persamaan yang
diperlukan, misalnya di dalam sistem terdapat N buah pembangkit. Maka
kombinasi pembangkit yang mungkin adalah

C(N,1) + C(N,2) + + C(N,N) = 2
N
-1 (2.17)
Di mana C(N,J) =

(2.18)

Di mana J! = 1x2x3x4x xJ

Bila dalam suatu M, ada M level beban maka jumlah persamaan
yang harus diperiksa adalah (2
N
-1). Misalnya dalam suatu sistem tenaga
ada 7 buah pembangkit dana dalam 24 jam ada 24 level beban maka :
y Maksimum kombinasi yang mungkin adalah 2
7
-1 = 127
y Maksimum jumlah persamaan yang diperiksa = 127
24


2.4.2.1 Metode Brute force
Metode ini memilih kombinasi yang menghasilkan total biaya
bahan bakar paling murah sebagai solusi optimalnya. Metode ini
mencari semua kemungkinan kombinasi pembangkit yang dijadwalkan
yang memenuhi permintaan beban dengan lengkap [Papper]. Jumlah
25

kemungkinan kombinasi yang diperiksa tergangtung pada jumlah unit
yang tersedia dengan jumlah kombinasi 2
N
-1. Banyaknya jumlah
kombinasi yang harus, sehingga memakan waktu komputasi yang sangat
besar sekalipun dengan jumlah pembangkit yang sedikit [Allen].
Pada setiap perubahan level beban, metode ini mampu mencari
kombinasi biaya termurah dengan memenuhi constraint. Algoritma
metode brute force untuk penjadwalan pembangkit sebagai berikut :
1. Pengumpulan data-data pembangkit yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah penjadwalan pembangkit yaitu,
persamaan karakteristik input output pembangkit batasan daya
minimum dan maksimum output pembangkit, harga bahan bakar,
increament heat rate, biaya start up, minimum up dan down time
unit, kondisi awal operasional setiap unit.
2. Memasukkan data beban yang ditanggung oleh unit thermal pada
hari tertentu selama 24 jam, dengan rentang waktu 1 jam untuk
setiap stage.
3. Menentukan kombinasi unit yang akan dioperasikan untuk setiap
level beban tertentu, dan menghitung total daya output minimum
dan maksimum dari setiap kombinasi.
4. Menentukan kombinasi pembangkit (feasible state) yang dapat
digunakan untuk mensuplai beban sistem pada setiap stage.
5. Menghitung pembebanan optimal (Economic Dispatch) dari
setiap kombinasi unit yang feasible pada setiap stage tersebut
dengan metode iterasi lambda dengan memperhatikan constraint.
6. Menghitung biaya produksi untuk tiap-tiap state, berdasarkan
pada pembagian beban untuk setiap unit ON yang dihasilkan,
kemudian dipilih kombinasi yang menghasilkan total biaya
produksi paling murah pada stage tersebut.
7. Menghitung biaya total dengan memperhatikan biaya start-up bila
terdapat unit yang baru ON.
8. Mengulangi langkah ke-4 sampai ke-7 mulai dari stage
selanjutnya sampai dengan stage terakhir.
9. Memilih jalur kombinasi dari stage awal sampai stage akhir
dengan biaya bahan bakar minimum, kemudian disusun hasil
penjadwalan pembangkit beserta hasil perhitungan biaya yang
paling optimal.


26

Keterangan :
State berisikan kombinasi unit-unit pembangkit yang beroprasi
dan tidak beroprasi
Stage menyatakan level beban pada jam-jam tertentu (interval
waktu).
Feasible state adalah state di mana unit-unit yang beroprasi
mampu mensuplai beban yang diperlukan.
Flow chart algortima brute force untuk penjadwalan operasi
pembangkit dapat dilihat pada Gambar 2.10















27

Mulai
Karakteristik I/O Generator,
Daya Min-Max Generator,
Minimum Up/Down Time,
Start up cost
Cost (K,I) = Min [ Pcost (K,I) + Scost (K,I)]
Biaya Produksi
Termurah?
K = K + 1
Cost (K,I) = Min [ Pcost (K,I) + Scost (K,I)]
+ Cost (K-1,L)
L = N state yang mungkin pada
interval K-1
Biaya Produksi
Termurah?
Jam terakhir ?
Jalur penjadwalan optimal
Selesai
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak




















Gambar 2.10 Flow chart algoritma untuk penjadwalan pembangkit
dengan metode brute force
28

Keterangan :
K = Menyatakan stage (jam ke-n) untuk level beban tertentu
I = Menyatakan state yang merupakan suatu kombinasi unit
pembangkit
COST (K,I) = Biaya kumulatif yang diperlukan untuk sampai state I
pada stage K
Pcost (K,I) = Biaya produksi pada state I untuk stage K
Scost (K,I) = Biaya Start up pada state I untuk stage K
N = Jumlah state yang harus diperiksa pada setiap stage

Adanya N di atas untuk membatasi jumlah kombinasi yang
diperiksa. Hal ini dikarenakan jumlah unit pembangkit yang terpasang
pada suatu sitem tenaga relatif banyak, dengan demikian jumlah
kombinasi unit yang mungkin ada untuk mensuplai beban akan semakin
banyak. Jumlah N strategi yang diambil dari beberapa state pada suatu
stage, dimana biaya kumulatif untuk sampai state tersebut rendah.
Jumlah N state yang akan diperiksa didasarkan pada state feasible yang
dapat mencukupi beban.
2.4.2.2 Metode Merit order
Jika karakteristik kenaikan biaya cenderung konstan pada suatu
pembangkit dengan mengabaikan rugi-rugi transmisi dan cadangan
berputar, hal ini memungkinkan untuk menyusun penjadwalan
pembangkit untuk mensuplai beban dengan merit order. Daftar merit
order disusun berdasarkan biaya bahan bakar perjam setiap unit yang
beroperasi pada output maksimumnya [Murty]. Selanjutnya disusun
urutan pembangkit sesuai dengan prioritasnya mulai unit yang termurah
sampai dengan unit yang termahal. Selanjutnya dapat disusun kombinasi
pembangkit berdasarkan daftar merit order yang telah ditentukan untuk
mensuplai beban [Papper].
Misalkan ada 4 buah unit dengan biaya produksi rata-rata untuk
daya output maksimum:
Unit 1 : Rp 330.000 /MWh
Unit 2 : Rp 400.000 /MWh
Unit 3 : Rp 350.000 /MWh
Unit 4 : Rp 300.000 / MWh

29

Urutan merit ordernya adalah :
1. Unit 4 : Rp 300.000 / MWh
2. Unit 1 : Rp 330.000 /MWh
3. Unit 3 : Rp 350.000 /MWh
4. Unit 2 : Rp 400.000 /MWh

Kombinasi pembangkit yang dapat digunakan untuk mensuplai beban
berdasarkan merit order adalah :
y Unit 4
y Unit 4 + unit 1
y Unit 4 + unit 1 + unit 3
y Unit 4 + unit 1 + unit 3 + unit 2

Algoritma merit order pada penjadwalan pembangkit adalah :
1. Pengumpulan data-data pembangkit yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah penjadwalan pembangkit yaitu,
persamaan karakteristik input output pembangkit batasan daya
minimum dan maksimum output pembangkit, harga bahan bakar,
increament heat rate, biaya start up, minimum up dan down time
unit, kondisi awal operasional setiap unit.
2. Memasukkan data beban yang ditanggung oleh unit thermal pada
hari tertentu selama 24 jam, dengan rentang waktu 1 jam untuk
setiap stage.
3. Menyusun daftar merit order berdasarkan biaya produksi rata-rata
setiap unit, dengan unit yang mempunyai biaya produksi paling
murah ditempatkan pada urutan pertama, sampai dengan unit
yang mempunyai biaya produksi termahal pada urutan terakhir.
Urutan pengoprasian unit berdasarkan pada daftar merit order.
4. Menyusun kombinasi unit berdasar daftar urutan merit order
untuk mensuplai beban.
5. Jika pada tiap-tiap jam ketika beban turun, tentukan unit mana
yang drop berikutnya pada daftar merit order (unit yang biaya
produksinya paling besar) dengan total pembangkitan yang cukup
untuk mesuplai beban. Jika lama unit ON lebih besar dari
minimum up time lanjut langkah ke-6, jika tidak unit commitment
tidak berubah.
30

6. Dari kombinasi yang direncanakan untuk dipilih, tentukan berapa
lama untuk unit yang dilepas (OFF) kemudian dioperasikan lagi
(ON) saat beban naik, misal H jam.
7. Jika H lebih kecil dari minimum down time, maka unit tersebut
tidak boleh dilepas dan tetap menggunakan kombinasi
sebelumnya, Jika H lebih besar dari minimum down time maka
unit tersebut boleh dilepas (OFF).
8. Menghitung pembebanan optimal (economic Dispatch) dari setiap
kombinasi unit pada level beban tersebut dengan metode iterasi
lambda dengan memperhatikan constraint.
9. Menghitung biaya produksi untuk tiap-tiap state, berdasarkan
pada pembagian beban untuk setiap unit ON yang dihasilkan pada
langkah sebelumnya.
10. Menghitung biaya total dengan memperhatikan biaya start-up bila
terdapat unit yang baru ON.
11. Mengulangi langkah ke-5 sampai ke-10 mulai dari stage
selanjutnya sampai dengan stage terakhir.
12. Memilih jalur kombinasi dari stage awal sampai stage akhir
dengan biaya bahan bakar minimum, kemudian disusun hasil
penjadwalan pembangkit beserta hasil perhitungan biaya yang
paling optimal.
Flow chart algortima merit order untuk penjadwalan operasi
pembangkit dapat dilihat pada Gambar 2.11

31



Gambar 2.11 Flow chart metode merit order untuk penyelesaian
penjadwalan pembangkit
Keterangan :
K = Menyatakan stage (jam ke-n) untuk level beban tertentu
I = Menyatakan state yang merupakan suatu kombinasi unit
pembangkit
COST (K,I) = Biaya kumulatif yang diperlukan untuk sampai state I
pada stage K
Pcost (K,I) = Biaya produksi pada state I untuk stage K
Scost (K,I) = Biaya Start up pada state I untuk stage K

You might also like