You are on page 1of 12

HISTAMIN DAN RESEPTORNYA PADA ORGAN TUBUH Rozaimah Zain Hamid and Yunaedi Anwar.

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara

Ringkasan Histamin adalah autokoid yang berperan penting pada aktifitas organ tubuh secara faali dan patologis. Penemuan adanya reseptor H2 di samping reseptor H1 yang sudah lama dikenal, membuka tabir untuk dimengerti keadaan faali dan patologis yang terjadi akibat histamine. Dengan mengetahui reseptor histamin yang dipunyai oleh organ tubuh, maka kita dapat memahami dan menanggulangi secara rasional hal-hal yang terjadi akibat histamin. Abstract. Histamine is an autocoid which has an important role for physiological and pathological activities of the body. The identification of another histamine receptor (H2 receptor) beside the already know histamine receptor (H1 receptor), can explain more clearly the physiological effects of histamine in the body. By knowing the histamine receptors at each organ, we have a better knowledge problems caused by histamine. Pendahuluan Dalam kehidupan sebagai seorang dokter, mungkin kita pernah menemukan penderita dengan reaksi hipersensitivitas. Untuk mengatasi hal ini diberikan preparat anti histamine klasik (anti H1) untuk mengatasinya. Ternyata hasilnya tidak sesuai

dengan harapan, bahkan timbul reaksi yang lebih gawat. Licthenstein dkk menyatakan, bahwa reseptor H2 juga memegang peranan penting pada keadaan immediate hypersensivity dan cellular immunity(1). Hal ini merupakan suatu contoh perlunya mengetahui dengan jelas reseptor histamine yang terdapat dalam organ tubuh, sehingga kemungkinan terjadi hal yang tidak diingini dapat diperkecil. Histamine adalah autokoid yang merupakan biologic yang aktif, dan dijumpai beberapa jaringan serta mempunyai efek fisiologis dan patologis yang kompleks. Di klinik histamin tidak dipakai dalam terapi penyakit, tetapi untuk mengdiagnosis keadaan tertentu, misalnya untuk mengetahui fungsi sekresi asam lambung. Sedangkan yang dipakai dalam terapi adalah antagonisnya. Histamine banyak terdapat pada tumbuhan dan hewan. Pada tahun 1907, histamine telah dapat disintesis dan diisolasi dalam jaringan mamalia. Dan pada tahun 1910. Berger dan dale menemukan histamine pada ergot(3). Efek yang ditimbulkan sangat bervariasi pada spesies yang berbeda pada manusia, histamine merupakan mediator penting pada reaksi alergi, sekresi asam lambung dan sebagai neurotrasmitor pada daerah tertentu diotak(3). Histamine dijumpai dalam konsentrasi tinggi pada kulit, mukosa usus, paru-paru, sumsusm tulang dan SSP(4). Folklow dkk menyatakan ada dua histamine sensitive reactive site, secara farmakologis, jenis reseptor ditemukan oleh adanya selektif yang menghambat

respon jaringan terhadap histamine dan analog histamin. Perkembangan adanya burimamid memengang peranan farmakologis yang penting untuk menyelidiki hipotesis dual histamin reseptor(4). Pembicaraan Histamin merupakan 2-(4 imidazolil) etilamin dan dibentuk oleh proses dekarboksilasi asam amino, L-histamin dengan bentuk enzim histidin dan dekarboksilase. Histamine dengan cepat diinfasi oleh enzim-aminoksidase dan mengalami proses metilasi(2). Histamine stabil dalam asam, seperti HCL, histamine

dapat dimasak lebih dari 2 jam tanpa mengurangi aktifitasnya. Histamin dijumpai pada mast cell dan basofil, terikat dan inaktif. Ikatan ini merupakan ikatan histamin dengan sulfat polisakarida, heparin, dan acidic protein. Disamping itu histamine dijumpai pada beberapa jaringan, termaksud otak, ipedermis dan lambung(2,4). Obat seperti morfin dan tobukarin dapat melepas ikatan histamin-protein. Pelepasan ini tidak memerlukan energy dan tidak ada hubunganya dengan kerusakan mats cell atau degranulasi. Komponen 48/80 yang merupakan polimer diamin dapat merangsang pembebasan histamin dari mats cell dengan proses ekositosik degranulasi yang membutuhkan energi dan kalsium. Tumor tertentu seperti mastositosis sistemik, urtikaria pigmentosa, korsinoid lambung dan leukemia mielositik berhubungan dengan peningkatan jumlah mast cell atau basofil dan peningkatan eksresi histamin dan metabolitnya(2). Mast cell dan basofil mengalami degranulasi bila disentisasi oleh anti body IgE. Pelepasan histamin disini memerlukan energi dan kalsium. Histamin merupakan mediator dari reaksi alergi tipe immediate (tipe I)(2). Histamin mengalami negative feed back control mechanism dimana histamin akan mengurangi reaksi alergi dengan menghambat pembebasan histamin dan mediator lain pada respon ini(1,2). Mekanisme kerja histamin Efek farmakologis histamin terutama dijumpai pada otot polos pembuluh darah, otot polos luar pembuluh darah, kelenjar esokrin, kelenjar lambung, jantung, medulla adrenal dan saraf(4). Histamine menimbulkan efek biologis melalui ikatannya dengan reseptor spesifik yang berada dipermukaan membran. Kerja dari antagonis histamin tergantung dari kedua tipe reseptor histamin yaitu reseptor H1 dan H2. Respon pada kedua tipe reseptor ini akan mempengaruhi perubahan permeabilitas membrane sel terhadap kalsium atau pelepasan penyimpanannya(4).

Ash dan schild (1966) menunjukan focus biologic dari reaksi terhadap histamin yang dikenal dengan reseptor H1. Pengaruh histamin ditempat itu dapat dihambat oleh mepiramin dan antihistamin lain, sedangkan pengaruh mepiramin terhadap reseptor bukan H1 (sekarang disebut reseptor H2), tidak dapat melawan efek histamin(4). Black dkk (1972) menunjukan respon histamine dosis besar dapat dihambat sempurna dengan pemberian kombinasi mepirin dan burimamid. Oleh karena itu mepiramin dan antagonis histamin lainnya dapat digunakan untuk mendeteksi adannya reseptor H2 juga diaktivasi. Aktivitas agonis menjadi antagonis melibatkan aktivasi struktur dari zat tersebut. Antagonis reseptor H1 dan H2 mempunyai struktur yang analog dengan histamin. Komponen yang menunjukan aktifitas reseptor H1 mempunyai ammonium atau residu etilamin dan komponen menunjukan aktifitas reseptor H2 mempunyai cincin imidazol(6) evaluasi dan hubungan antara struktur kimia dengan aktifitas biologic dari derivate imidazol, dimulai dengan mengembangkan buramid sebagai antagonis. H2 pertama (black 1972). Aktifitas penghambatan terhadap reseptor H1 disintesis dengan mensubstitusi komponen etilamin CH2.CH2 N =, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya substitusi pada cincin imidazol dan histamine mempunyaio peranan sangat penting untuk selektifitas terhadap reseptor H1 dan H2, contoh : 2-metil histamine sangat spesifik terhadap reseptor H1 sedangkan 4-metil histamine relative spesifik terhadap reseptor H2(7). Respon kedua reseptor H1 dan H2 melibatkan perubahan permeabilitas membrane terhadap kalsium atau pelepasan kalsium dari tempat penyimpanannya. Dousa dan Code 1973, menyatakan bahwa aktifitas reseptor H2 dipengaruhi oleh sistim adenilsiklase. Respon yang mempengaruhi aktifitas reseptor H2 berhubungan dengan meningkatnya siklik GMP(4). Perubahan siklik nukleatide dapat menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium di dalam sel(10). Pengaruh Terhadap Organ Tubuh

Aktivitas histamin terhadap organ dan jaringan sangat terhgantung dari spesies, misalnya tikus sangat resisten terhadap amin ini sedangkan marmot dan manusia sangat sensitive terhadapnya. Pada tikus, histamine menyebabkan relaksasi uterus sedangkan pada manusia menyebabkan kontraksi miometrium(4). Jantung dan Pembuluh Darah Koroner Efek perangsangan oleh histamin pertama kali ditemukan oleh Dale dan Laidlaw (1910). Pada otot jantung manusia dijumpai histamine dengan kadar 1,6

mikrogram pergram jaringan (Stone et al, 1955), kadar histamine jantung ini adalah 6 kali lebih besar dari kadar asetilkolin dan 5 kali lebih besar dari kadar noradrenalin(6). Histamine sangat penting dalam mempengaruhi fungsi jantung (Levi 1972). Fungsi jantung yang krisis ditandai dengan adanya sinus takikardi, hambatan konduksi atrioventrikuler, penurunan aliran darah koriner dan pembebasan histamine(13). Levi dan Capuro (1973) menyatakan bahwa reseptor H2 memegang peranan pada khoronotropik positif dan efek inotropik pada ventrikel serta dromotropik negative (impaired atrioventricular conduction). Sedangkan respon inotropik atrium dipengaruhi oleh reseptor H1 pada jantung marmut yang terpisah(8). Respon pembuluh darah koroner terhadap histamine pada jantung marmot melibatkan kedua tipe reseptor histamine, di mana reseptor H1 mempengaruhi vasodilatasi yang dapat diblok oleh mepiramin dan peningkatan blood flow coroner yang dipengaruhi reseptor H2, dapat dihambat oleh burimamid(4). Aritmia jantung yang terjadi karena adanyta histamine eksogen atau yang terjadi pada reaksi hipersensitivitas secara in vivo atau in vitro dikontrol oelh kombinasi anatagonis H1 dan H2(4,13). Pembuluh Darah dan Vascular Bed Parsons dan Owen (1973) menyimpulkan bahwa respon sirkulasi perifer terhadap histamine pada manusia diatur oleh reseptor H1 dan H2(3). Arteri temporalis

manusia hanya mempunyai reseptor H2, sedangkan arteri pada telinga kelinci mempunyai kedua reseptor histamine(16). Histamine merupakan zat vasoaktif yang kuat. Pada sebagian besar spesies, histamine menurunkan tekanan darah melalui rangkaian mekanisme yang kompleks dari interaksi efeknya terhadap jantung dan pembuluh darah(14). Chypman dan Glover (1976) mendukung dengan pasti adanya reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah kucing, kelinci dan anjing di mana kedua tipe reseptor menunjukkan respon terhadap histamine, seperti dilatasi arteri dan penurunan tekanan darah sistemik(15). Pada kodok, histamine menyebabkan peninggian tekanan darah sedangkan pada monyet, reseptor H1 dan H2 terlibat dalam proses vasodilatasi pembuluh darah akibat pembebasan histamine. Turker (1973), menyatakan bahwa pembuluh darah paru marmut mempunyai kedua reseptor histamine(4). Pembuluh darah di kepala dan pembuluh darah paru kucing dan anjing akan mengfalami vasokonstriksi akibat peregangan reseptor H1(14). Sebagian besar vascular bed mempunyai reseptor H1 dan H2. Perangsangan kedua reseptor itu secara sinergistik menyebabkan relaksasi otot polos(14). Bila histamine disuntikkan pada kulit, akan menyebabkan dilatasi kapiler dan arteriol di daerah sekitarnya. Dilatasi kapiler berhubungan dengan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan peningkatan eksudasi cairan ke jaringan sehingga terjadi edema. Ketiga efek, yaitu dilatasi kapiler, terbentuknhya edema, dan dilatasi arteriol dikenal dengan istilah triple respons. Dilatasi kapiler dan edema merupakan pengaruh langsung histamine, sedangkan dilatasi arteriol merupakan efek tak langsung yang disebabkan reflek akson. Triple respons pada kulit manusia pertama kali diselidiki oleh Sir Thomas Lewis (1927), di mana mediatornya adalah histamine(23,4). Histamine menyebabkan dilatasi pembuluh darah intracranial, sehingga timbul sakit kepala hebat. Otot polos

Histamin menyebabkan peningkatan otot tonus polos ileum dan bronkus marmut yang dihambat secara efektif oleh mepiramin dengan konsentrasi rendah, hal ini menunjukan bahwa kedua otot polos ini dipengaruhi oleh reseptor H1. Back (1972) menunjukan bahwa konsentrasi uterus yng disebabkan histamin dapart diantagonisasi oleh burimamid, ini berarti organ ini dipengaruhi oleh reseptor H2. Verma dan Mc Neil (1976), menytakan bahwa aktifitas reseptor H2 pada uterus tikus merangsang noradrenalin dan reseptor beta adrenergik hingga menyebabkan reaksi miometrium dan peningkatan siklik AMP pada uterus(4). Spingter esophagus bangian bawah (lower esophageal sphncingter) pada manusia dan monyet mempunyai reseptor H2. Tetapi efek yang ditimbulkan oleh perangsangan reseptor ini sangat bertolak belakang, dimana pada manusia menyebabkan efek stimulasi sedangkan pada monyet menimbulakan efek inhibisi. Sedangkan spingter esophagus bagian bawah dari baboon mempunyai reseptor H1 yang menimbulkan efek stimulasi pada pembahasan histamine. Kelenjar Eksokrin dan Endokrin Histamine menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung yang tidak dapat dihambat oleh antagonis reseptor H1.hal ini menyimpulkan bahwa sekresi asam lambung dipengaruhi oleh reseptor H2(18). Gastrin meningkatkan produksi asam lambung melalui pembebasan histamine. Histamin inilah yang merangsang sel lambung untuk mensekresi asam lambung(18). Sung dkk (1973) menyatakan bahwa pada sel parietal, antagonis reseptor H2 tidak hanya menghambat perangsangan oleh histamine tetapi juga perangsangan oleh gastrin. Histamine berperan sebagai activator dari adenil siklase, dan antagonis reseptor H2 menghambat efek histamine secara kompetitif pada reseptor histamine di sel parietal(19). Efek langsung histamine pada sel parietal, yaitu kelenjar lambung yang diisolasi adalah sama dengan efek yang terlihat pada percobaan in vivo. Hal ini memastikan bahwa reseptor histamine pada sel parietal berhubungan langsung

dengan sekersi asam lambung(19). Histamine dapat

merangsang pelepasan

katekolamin dari medulla adrenal yang diikuti efek hipotensif histamine pada kucing(14). Pada kelenjar submandibular, burimamid dapat menekan salivasi lebih lemah dari antagonis H1(20). Dari sekian banyak antagonis H1, hanya mepiramin yang tidak dapat menghambat sekresi kelenjar submandibular, malah merupakan stimulator yang kuat untuk terjadinya salivasi(20). Sumsum Tulang Byron (1977), menduga efektivitas stem sel dari sumsum tulang tergantung dari stimulasi terhadap reseptor H2nya. Jadi dengan menghambat reseptor ini mempunyai akibat gangguan pembentukan leukosit(4). Susunan Saraf Pusat Histamine berperan sebagai neurotransmitter sentral (Green 1970). Histamine dan histidin dekarboksilase dijumpai dalam konsentrasi tinggi pada hipotalamus, dan konsentrasi rendah pada korteks serebri, hipokampus, batang otak dan serebelum. Histramin disimpan dalam synaptic vesicle. Histamine dibebaskan dari sayatan otak oleh kalium yang menginduksi depolarisasi, reserpin dan teofilin(10). Kadar histamine meningkat pada pemberian precursor histidin atau oleh zat yang menghambat metabolisme histamine dan akan diturunkan oleh zat penghambat histidin dekarboksilase, reserpin, stress dan zat penekan aktivitas sentral tertentu. Pemberian histamine pada ventrikel otak atau pada lokus tertentu di otak dapat menyebabkan perubahan tingkah laku dan efek vegetative, seperti tidur, hipotermi, meningkatnya kebutuhan air, meningkatnya respirasi dan muntah. Efek perangsangan atau penghambatan oleh histamine tergantung dari tipe neuronnya. Neuron korteks serebri, sel Purkinye, serrebelum, neuron baatang otak dan spinal biasanya dihambat oleh histamine, sedangkan neuron hipotalamus dirangsang oleh histamine. Respon serebral neuron terhadap histamine dapat dihambat oleh kedua antagonis histamin, tetapi antagonis H1 tidak begitu spesifik. Histamine menyebabkan penumpukan siklik AMP

pada sayatan otak kelinci yang dapat diantagonisasi secara efektif dengan konsentrasi tinggi antagonis H1. Hal ini sangat berbeda dengan yang dijumpai di perifer di mana siklik AMP melibatkan reseptor H2. Roger dkk (1975), menemukan bahwa histamine merangsang pembentukan siklik AMP pada sayatan jaringan otak marmot, yang dapat dihambat oleh antagonis H1 dan H2(21). Efek perangsangan akibat pembebasan histamin sebagian besar di bawah pengaruh reseptor H1 dan efek penghambatan yang ditimbulkannya dipengaruhi oleh reseptor H2(21). Serabut saraf tidak bermyelin kaya akan histamine yang berhubungan dengan jaringan saraf murni dan tidak dengan bahan selubung saraf. Kadar histamine di otak tidak berhubungan dengan jumlah mast cell di otak(4). Jaringan Lemak Histamine mempunyai efek mobilisasi lemak yang kuat pada manusia dan anjing. Reseptor H2 dijumpai pada jaringan lemak anjing dan histamine pada jaringan ini menyebabkan peningkatan siklik AMP dai dalam sel lemak dan menghasilkan hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Ground dkk, 1975)(22). Pemberian histmin IV pada manusia juga meningkatkan kadar asam lemak bebas dan gliserol (Ground dkk, 1976)(2). Histamin tidak hanya menyebabkan pelepasan katekolamin dari medulla adrenal, tetapi mempengaruhi juga pelepasan insulin dari pankreas. Oleh karena itu dalam mempengaruhi mobilisasi lemak, histamine mempunyai beberapa mekanisme kerja. Suntikan histamine pada anjing,

menyebabkan peningkatan kadar insulin. Efek histamine dalam merangsang pelepasan katekolamin melibatkan reseptor H1. Besar kemungkinan bahwa reseptor H1 dalam jaringan lemak memegang peranan penting dalam mobilisasi lemak(22). Kulit Histamine dapat menginaktivasi enzim adenilsiklase pada kulit babi yang menghasilkan penumpukan siklik AMP, efek ini ditinggalkan secara nyata dengan

penambahn siklik AMP fosfodiesterase inhibitor (teofilin, papaverin). Metiamid dapat menghambat secara lengkap efek histamine pada jaringan kulit. Hal ini menyimpulkan bahwa reseptor histamine yang terdapat pada epidermis babi adalah reseptor H2(13). Kesimpulan dan Saran 1. Dari organ-organ yang dibicarakan di atas yang selama ini dianggap hanya mempunyai satu jenis reseptor histamine ternyata mempunyai dua reseptor histamin. 2. Denga mengetahui adanya reseptor histamine di organ tertentu, reaksi pada organ tersebut akibat pembebasan histamine dapat ditanggulangi secara rasional. 3. Kiranya masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai reseptor histamine pada organ dan reaksi tubuh dari spesies berbeda. Ucapan Terimakasih Terimakasih kami ucapkan kepada dr. Takdir A.Z. dan dr. H. Udin Syamsudin yang banyak memberikan bahan bacaan bagi penulis, hingga terwujudnya tulisan ini. Daftar Rujukan 1. Lichtenstein LM, Palut C, Henney C, Gilleapie E. The role of H2 receptor on the cells involved in hypersensitivity reactions. International Symposium of Histamin H2 Receptor Antagonists. London, 1973: 1-2 2. Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. Mauruzen Asian Edition: Lange medical publication, 1982 : 169-78. 3. Groosland J. Lewiss pharmacology. Fifth edition. Churchill Li-vingstone. Edinburg, London, Melbourne and New York, 1980:336. 4. Rossi VG. Histamine-A Review Of Physiology and pharmacology A.N. Richards Symposium. Philaldelphia, 1977:21-22.

5. Powell JR, Brody MJ. Identification of two vascular histamine receptors in the dog. International symposium on Histamine H2-Reseptor antagonists. London, 1973:1-2. 6. Durant GJ, Emment JC, Ganeltin CR Same Chemical aspects of receptors the dog. International symposium on Histamine H2-Reseptor antagonists. London, 1973:1-2. 7. Sachs G, Spenney JG, Shoemaker RL, sung CP, Jenkia BD, Wiebelhaose VD. Action Of H2-Reseptor antagonists. London, 1973:1-2. 8. Mc Neill JH, Verma DC. Cardiac Histamine receptors and cyclic AMP: Differences between guinea pig and rabbit heart. AN Richards symposium, phidelphia, 1977:21-22. 9. Schools P, Loe J, Mayor J, Walters M. Prostaglandin and histamine effect clict, A.N. Richards symposium, phidelphia, 1977:21-22. 10. Daly JW, McNeal ET, Creveling CR. Accumulation of cyclic AMP in brain tisse: Role of H1 and H2 Histamine. AN Richards symposium, phidelphia, 1977:21-22. 11. Levi R, Zabeez JH, Lot CH, Alan G. Histamine drug disease interaction and cardiac function. AN, Richards symposium, phidelphia, 1977:21-22. 12. Mansion PP. physiology and pharmacology 1972:196 64-75. 13. Levi R, Capurro N. Histamine H2 Receptors antagonist and cardiac anaphylaxis. International Symposium histamine H2 receptors antagonize. London,1973:1-2. 14. Brody MJ, Kneupfer M, Strait MR, Shafer RA. Histamine Receptors in Vascular smooth muscle: Mechanism vasodilatation. AN Richards

symposium, phidelphia, 1977:21-22. 15. Glover WE, Carool, Latt N. histamine in Human temporal and rabbit ear arteries. International symposium on histamine H2 receptors antagonize. London,1973:1-2.

16. Parsons Me, Owen DAA. Receptors involved in cardiovascular responses to histamine. International symposium on histamine H2 receptors antagonize. London,1973:1-2. 17. Schwartz JC, Palacios JM, Barbien G, Quch THT, Garbang M. Histamine receptors in mammalian brain: characteristics and modifications studied electrophysiologically phidelphia, 1977:21-22. 18. Grund VR, Hunninghake DB. Histamine receptors and cyclic nucleotides in adipose tissue. AN Richards symposium, phidelphia, 1977:21-22. 19. Lizuka H, Adachi K, Halprin KM, Levine V, Histamine (H) receptors adenylate cyclase system in pig skin epidermis biochemical et Biophysica Acta 1976;437 150-157. and biochemically. AN Richards symposium,

You might also like