You are on page 1of 55

SISTEM REPRODUKSI PRIA

Ditulis oleh yanpyuh di/pada 9 Februari 2009

Organ-organ reproduksi pria: 1. Testis o Fungsi : menghasilkan sperma o Testis dibungkus oleh skrotum dan digantung oleh funiculus spermaticus o Isinya: - Pleksus pampiniformis - Arteri testicularis - Arteri cremasterica - Ductus deferent - Fasa deferent - Nervus genitor femoralis - Fasa limfatika - Sisa prosesus vaginalis peritoneum 2. Epididimis 3. Ductus deferent

4. Prostat o Fungsi : menghasilkan cairan (seperti susu) untuk menetralkan asam vagina. o Memiliki 5 lobus: - Lobus anterior - Lobus posterior - Lobus media - Lobus lateral dextra - Lobus lateral sinistra 5. Penis Bagian-bagian penis: a. Radiks penis, tersusun oleh bulbus penis dan crus penis b. Pars libera penis, tersusun oleh corpora cavernosa dan corpus spongiosum c. Glan penis d. Corona glandis e. Preputium
http://sekolahperawat.wordpress.com/2009/02/09/sistem-reproduksi-pria/

Kamis, 07 Mei 2009

Benigna Prostat Hiperplasia

BENIGNA PROSTATE HYPERPLASIA 1. Definisi BPH Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) disebut juga Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.3 2. Anatomi Prostat Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.5 Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus : 1. lobus medius 2. lobus lateralis (2 lobus) 3. lobus anterior 4. lobus posterior 5,6 Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.6 Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang

letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.7,8 Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers. Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.6 Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari : 1. Kapsul anatomis Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar prostat. 2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler 3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian: 1. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang menghasilkan bahan baku sekret. 2. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatous zone 3. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami hipertrofi pada usia lanjut. Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis : 1. kapsul anatomis 2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul 3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat. BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.5,6 Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis. Vaskularisasi Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di

dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu: 1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar periurethral. 2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).9 Aliran Limfe Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.9 Persarafan Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis. 3. Fisiologi Prostat Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 4. Etiologi BPH Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).7 Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: 1. Teori Hormonal Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang

produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen. 2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan) Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor 1, yaitu: basic transforming growth factor, transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor. transforming growth factor 3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati 4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis) Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan. 5. Teori Dehidrotestosteron (DHT) Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.5,6,8,10 5. Patofisiologi BPH Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam

fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.7 Hiperplasi prostat Penyempitan lumen uretra posterior Tekanan intravesikal

Buli-buli Ginjal dan Ureter o Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter o Trabekulasi - Hidroureter o Selula - Hidronefrosis o Divertikel buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis - Gagal ginjal Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.6 6. Gambaran Klinis BPH Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih. 1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputusputus. Gejalanya ialah : 1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy) 2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

3. Miksi terputus (Intermittency) 4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling) 5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying). Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu : 1. Volume kelenjar periuretral 2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat 3. Kekuatan kontraksi otot detrusor7,10,11 Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.8 Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejalanya ialah : 1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency) 2. Nokturia 3. Miksi sulit ditahan (Urgency) 4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi : Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing <> Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin > 150 ml.8 Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: Ringan : skor 0-7 - Sedang : skor 8-19 - Berat : skor 20-35 Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

Faktor pencetus Kompensasi Dekompensasi (LUTS) Retensi urin Inkontinensia paradoksa International Prostatic Symptom Score Pertanyaan Jawaban dan skor Keluhan pada bulan terakhir Tidak sekali <20% <50% 50% >50% Hampir selalu a. Adakah anda merasa buli-buli tidak kosong setelah berkemih 0 1 2 3 4 5 b. Berapa kali anda berkemih lagi dalam waktu 2 menit 0 1 2 3 4 5 c. Berapa kali terjadi arus urin berhenti sewaktu berkemih 0 1 2 3 4 5 d. Berapa kali anda tidak dapat menahan untuk berkemih 0 1 2 3 4 5 e. Beraapa kali terjadi arus lemah sewaktu memulai kencing 0 1 2 3 4 5 f. Berapa keli terjadi bangun tidur anda kesulitan memulai untuk berkemih 0 1 2 3 4 5 g. Berapa kali anda bangun untuk berkemih di malam hari 0 1 2 3 4 5 Jumlah nilai : 0 = baik sekali 3 = kurang 1 = baik 4 = buruk 2 = kurang baik 5 = buruk sekali Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain: o Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan o Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut o Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.7 2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. 3. Gejala di luar saluran kemih Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.7 7. Diagnosis BPH a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus

spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan : 1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal) 2. Adakah asimetris 3. Adakah nodul pada prostate 4. Apakah batas atas dapat diraba 5. Sulcus medianus prostate 6. Adakah krepitasi Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi. Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis. c. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi. 1. Darah : - Ureum dan Kreatinin Elektrolit Blood urea nitrogen Prostate Specific Antigen (PSA) Gula darah 2. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik Sedimen Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan

kelainan persarafan pada vesica urinaria. d. Pemeriksaan pencitraan 1. Foto polos abdomen (BNO) BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat. 2. Pielografi Intravena (IVP) Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya: 1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis 2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish 3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi vesica urinaria 4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin 3. Sistogram retrograd Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi. 4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS) Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel. 5. Pemeriksaan Sistografi Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra. 6. MRI atau CT jarang dilakukan Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam potongan. e. Pemeriksaan Lain 1. Uroflowmetri Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh : daya kontraksi otot detrusor tekanan intravesica resistensi uretra Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju pancaran

mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan. 2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies) Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur. 3. Pemeriksaan Volume Residu Urin Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita prostat hipertrofi.3,6,8,10,11 8 Diagnosis Banding 1. Kelemahan detrusor kandung kemih 1. kelainan medula spinalis 2. neuropatia diabetes mellitus 3. pasca bedah radikal di pelvis 4. farmakologik 2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh : 1. kelainan neurologik 2. neuropati perifer 3. diabetes mellitus 4. alkoholisme 5. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik) 3. Obstruksi fungsional : 1. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor dengan relaksasi sfingter 2. ketidakstabilan detrusor 4. Kekakuan leher kandung kemih : Fibrosis 5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh : 1. hiperplasia prostat jinak atau ganas 2. kelainan yang menyumbatkan uretra 3. uretralitiasis 4. uretritis akut atau kronik

e. striktur uretra 6. Prostatitis akut atau kronis3,11 9. Kriteria Pembesaran Prostat Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah : 1. Rektal grading Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum : derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum 2. Berdasarkan jumlah residual urine derajat 1 : <> derajat 2 : 50-100 ml derajat 3 : >100 ml derajat 4 : retensi urin total 3. Intra vesikal grading derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter 4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi : derajat 1 : kissing 1 cm derajat 2 : kissing 2 cm derajat 3 : kissing 3 cm derajat 4 : kissing >3 cm6 10. Komplikasi Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut : 1. Inkontinensia Paradoks 2. Batu Kandung Kemih 3. Hematuria 4. Sistitis 5. Pielonefritis 6. Retensi Urin Akut Atau Kronik 7. Refluks Vesiko-Ureter 8. Hidroureter 9. Hidronefrosis 10. Gagal Ginjal11 11. Penatalaksanaan Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan

menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu: - Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml. - Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. - Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml - Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.3,11 Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan. Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara konservatif. Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif. Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.3,11 Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat 2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat 3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor 7,11 Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif. Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna7 Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal Watchfull waiting Penghambat adrenergik Prostatektomi terbuka TUMT TUBD Penghambat reduktase Fitoterapi Hormonal Endourologi 1. TUR P 2. TUIP 3. TULP (laser) Strent uretra dengan prostacath TUNA Terapi Konservatif Non Operatif 1. Observasi (Watchful waiting) Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.5 2. Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk: 1. mengurangi resistensi leher buli-buli blocker (penghambat alfa adrenergik) dengan obat-obatan golongan 2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dehidrotestosteron (DHT) Obat Penghambat adrenergik Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu 1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi,

pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat. Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia. 3,4,12 Fitoterapi Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam konteks watchfull waiting strategy. Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal: frekuensi nokturia berkurang aliran kencing bertambah lancar volume residu di kandung kencing berkurang gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang. Mekanisme kerja obat diduga kuat: menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase. 4,5 3. Terapi Operatif Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra. 1. Prostatektomi terbuka a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin) Keuntungan : Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal Mortaliti rate rendah Langsung melihat fossa prostat Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli Perdarahan lebih mudah dirawat Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka vesika Kerugian : Dapat memotong pleksus santorini Mudah berdarah

Dapat terjadi osteitis pubis Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis a.2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer) Keuntungan : Baik untuk kelenjar besar Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna minimal. Kerugian : - Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh Sulit pada orang gemuk Sulit untuk kontrol perdarahan Merusak mukosa kulit Mortality rate 1 -5 % Komplikasi : Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%) Inkontinensia (<1%) Perdarahan Epididimo orchitis Recurent (10 20%) Carcinoma Ejakulasi retrograde Impotensi Fimosis Deep venous trombosis a.3. Transperineal Keuntungan : Dapat langssung pada fossa prostat Pembuluh darah tampak lebih jelas Mudah untuk pinggul sempit Langsung biopsi untuk karsinoma Kerugian : Impotensi Inkontinensia Bisa terkena rektum Perdarahan hebat Merusak diagframa urogenital 3,6,7,8,1011 b. Prostatektomi Endourologi b.1.Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR. Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat. Keuntungan : Luka incisi tidak ada Lama perawatan lebih pendek Morbiditas dan mortalitas rendah Prostat fibrous mudah diangkat Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol Kerugian : Teknik sulit Resiko merusak uretra Intoksikasi cairan Trauma sphingter eksterna dan trigonum Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar Alat mahal Ketrampilan khusus Komplikasi: - Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

- Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik - Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura uretra. b.2.Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP) Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat. Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR. b.3.Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy) Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan. Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan laser nekrosis lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR. Keuntungan bedah laser ialah : 1. Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi 2. Teknik lebih sederhana 3. Waktu operasi lebih cepat 4. Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat 5. Tidak memerlukan terapi antikoagulan 6. Resiko impotensi tidak ada 7. Resiko ejakulasi retrograd minimal Kerugian : Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).6,8,11 3. Invasif Minimal 1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT) Cara memanaskan prostat C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun terakhirC 47sampai 44,5 ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang

membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin timbul. Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang. Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang radio frequency yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar. 2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD) Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka (transvesikal). Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar. Mekanismenya : 1. Kapsul prostat diregangkan 2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut 3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak 3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA) Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan. 4. Stent Urethra Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih

invasif. 2,7,8,11

DAFTAR PUSTAKA 1. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC, 1994. 2. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat - Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek Efek Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002. 3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997. 4. Majalah Illmu Bedah Indonesia: ROPANASURI Vol XXV, No. 1, Januari-Maret 1997; 37 5. Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997. 6. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK UNDIP. 7. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000. 8. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan, Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo, 1993. 9. Cockett A.T.K, Koshiba K : Manual of Urologic Surgery, New York, Springer Verlag, 5, 1979, 125-4 10. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama, Jakarta : Binarupa Aksara, 1995. 11. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998. 12. Mansjoer, A., dkk, Kapita Selekta Indonesia, Penerbit Media Asculapius, FK UI 2000; 320-3 http://keperawatantakim.blogspot.com/2009/05/benigna-prostat-hiperplasia.html

mustakim 11.54 WIB

Perawatan pasien BPH post operasi

Jan 10, '08 9:29 PM for everyone

Perawatan pada post TURP 1. Kelancaran Spool irigasi VU selama 24 jam post operasi 60 tts /menit atau lebih dan kalau perlu guyur 2 .Perawatan DC( tryway cateter),DC no : 24 3. Pengaturan spool irigasi : * Hari pertama 30 40 tts/mnt

Fixasi DC luar dilepas Hari kedua 20 30 tts/mnt * Hari ketiga Intermitent jika

baik spool dilepas

irigasi * Hari keempat Evaluasi * Hari kelima DC dilepas,

bila

baik / lancar. Perawatan BPH post Open Prostat 1. Kelancaran Spool irigasi VU selama 24 jam post operasi 60 tts /menit atau lebih dan kalau perlu guyur 2. * Hari I - Fixasi DC luar dilepas - Spool 40 60 tts/mnt * Hari II - Spool 40 30 tts/mnt * Hari III - Spool 30 -20 tts/mnt serta Drainase dilepas * Hari IV - Spool irigasi intermetent * Hari V - Spool irigasi dilepas / aff * Hari VI - Evaluasi dan hari ke VII DC dilepas 3.Bila spool irigasi dilepas hari ke III, maka pengaturan spool irigasi seperti pada TURP

Bila terjadi kemacetan spool irigasi Obs keadaan spool irigasi i Obs keadaan DC i Spool irigasi sementara NACL

DC dengan NACL minimal 20 ml Kunci dilepas DC


dimasukan sampai

pangka

Spool DC Rotasi DC Catatan : 1. Tekanan spool DC : Pelan-pelan dan diaspirasi dengan pelan-pelan. Tekanan kuat dan diaspirasi dengan kuat. Bergantian antara tekanan kuat dan pelan-pelan. Penggantian DC perlu dipertimbangkan dengan hatihatii.
http://trikurnianto.multiply.com/journal/item/8

2. Saat dilakukan Spool, DC jangan sampai lepas

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI/PLASI)


18 Februari 2010 Kapuk Online Tinggalkan komentar PENGERTIAN

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler

yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193). BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi . 2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen testoteron Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. 3. Interaksi stroma epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel. 4. Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat. 5. Teori sel stem Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (Roger Kirby, 1994 : 38). PATHWAY

Pathway Download DISINI


GEJALA BPH

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu : a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor bulibuli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 2. Gejala Iritasi yaitu : a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain


1. Anamnesa Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria. 2. Pemeriksaan Fisik a. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok septik. b. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin c. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. d. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis e. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu : Derajat I = beratnya 20 gram. Derajat II = beratnya antara 20 40 gram. Derajat III = beratnya > 40 gram. 3. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur. c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan. 4. Pemeriksaan Uroflowmetri

5. Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian : a. Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif. b. Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line. c. Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif. d. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik. IVP (Pyelografi Intravena). Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis. Pemeriksaan Panendoskop. Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli buli. PENATALAKSANAAN

Modalitas terapi BPH adalah :


1. Observasi Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien 2. Medikamentosa Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen. 3. Pembedahan a. Indikasi pembedahan pada BPH adalah : Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut. Klien dengan residual urin > 100 ml. Klien dengan penyulit. Terapi medikamentosa tidak berhasil. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif. b. Pembedahan dapat dilakukan dengan : TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 95 % ) Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy Perianal Prostatectomy Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy

4. Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik . DIAGNOSA & PERENCANAAN KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut : Pre Operasi :
I. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat. Tujuan : tidak terjadi obstruksi Kriteria hasil :Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih Rencana Tindakan:

No RENCANA TINDAKAN 1 Dorong pasien untuk berkemih


tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan

RASIONAL
Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih

2 Observasi aliran urina perhatian Untuk mengevaluasi obstruksi


ukuran dan kekuatan pancaran urina dan pilihan intervensi

3 Awasi dan catat waktu serta


jumlah setiap kali berkemih

Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri Mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

4 Berikan cairan sampai 3000 ml


sehari dalam toleransi jantung

5 Berikan obat sesuai indikasi


(antispamodik)

II.

Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. Tujuan :Nyeri hilang / terkontrol Kriteria hasil: Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat Rencana Tindakan:

No RENCANA TINDAKAN 1 Dorong pasien untuk berkemih


tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan

RASIONAL
Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih

2 Observasi aliran urina perhatian Untuk mengevaluasi obstruksi


ukuran dan kekuatan pancaran urina dan pilihan intervensi

3 Awasi dan catat waktu serta


jumlah setiap kali berkemih

Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri Mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

4 Berikan cairan sampai 3000 ml


sehari dalam toleransi jantung

5 Berikan obat sesuai indikasi


(antispamodik)

III.

Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis. Tujuan: Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara. Kriteria hasil: Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat. Rencana Tindakan:

No RENCANA TINDAKAN 1 Awasi keluaran tiap jam bila


diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/

RASIONAL
Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal

2 Pantau masukan dan haluaran


cairan

Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian

3 Awasi tanda-tanda vital,

Deteksi dini terhadap perhatikan peningkatan nadi dan hipovolemik sistemik pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat

4 Tingkatkan tirah baring dengan Menurunkan kerja jantung


kepala lebih tinggi memudahkan hemeostatis sirkulasi Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah

5 Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosit

IV.

Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah Tujuan: Pasien tampak rileks. Kriteria hasil: Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut Rencana Tindakan:

No RENCANA TINDAKAN 1 Dampingi klien dan bina


hubungan saling percaya

RASIONAL
Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu

2 Memberikan informasi tentang Membantu pasien dalam


prosedur tindakan yang akan dilakukan memahami tujuan dari suatu tindakan Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah

3 Dorong pasien atau orang


terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan V.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya Kriteria hasil: Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan Rencana Tindakan:

No RENCANA TINDAKAN 1 Dorong pasien menyatakan


rasa takut persaan dan perhatian

RASIONAL
Membantu pasien dalam mengalami perasaan

2 Kaji ulang proses


penyakit,pengalaman pasien

Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.

Post Operasi :
I. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil o Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang o Ekspresi wajah klien tenang. o Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi. o Klien akan tidur / istirahat dengan tepat. o Tanda tanda vital dalam batas normal

Rencana Tindakan: No RENCANA TINDAKAN 1 Jelaskan pada klien tentang


gejala dini spasmus kandung kemih

RASIONAL
Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih

2 Pemantauan klien pada


interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala gejala dini dari spasmus kandung kemih

Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat obatan bisa diberikan

3 Jelaskan pada klien bahwa

Memberitahu klien bahwa intensitas dan frekuensi akan ketidaknyamanan hanya berkurang dalam 24 sampai temporer 48 jam Mengurang kemungkinan spasmus.

4 Beri penyuluhan pada klien


agar tidak berkemih ke seputar kateter

5 Anjurkan pada klien untuk

Mengurangi tekanan pada luka

tidak duduk dalam waktu yang insisi lama sesudah tindakan TUR-P

6 Ajarkan penggunaan teknik


relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi

Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping

7 Jagalah selang drainase urine Sumbatan pada selang kateter


tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme

8 Observasi tanda tanda vital Mengetahui perkembangan lebih


lanjut.

9 Kolaborasi dengan dokter

Menghilangkan nyeri dan untuk memberi obat obatan mencegah spasmus kandung (analgesik atau anti kemih. spasmodik )

II.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi. Kriteria hasil: o Klien tidak mengalami infeksi. o Dapat mencapai waktu penyembuhan. o Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda shock

Rencana Tindakan: No RENCANA TINDAKAN 1 Pertahankan sistem kateter


steril, berikan perawatan kateter dengan steril

RASIONAL
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi

2 Anjurkan intake cairan yang

Meningkatkan output urine cukup (2500 3000) sehingga sehingga resiko terjadi ISK dapat menurunkan potensial dikurangi dan mempertahankan infeksi. fungsi ginjal

3 Pertahankan posisi urobag


dibawah

Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih

4 Observasi tanda tanda vital, Mencegah sebelum terjadi


laporkan tanda tanda shock shock. dan demam

5 Observasi urine: warna,


jumlah, bau.

Mengidentifikasi adanya infeksi.

6 Kolaborasi dengan dokter

Untuk mencegah infeksi dan untuk memberi obat antibiotik membantu proses penyembuhan

III.

Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan . Tujuan: Tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: o Klien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan . o Tanda tanda vital dalam batas normal . o Urine lancar lewat kateter .

Rencana Tindakan No RENCANA TINDAKAN 1 Jelaskan pada klien tentang


sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda tanda perdarahan

RASIONAL
Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda tanda perdarahan

2 Irigasi aliran kateter jika


terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter

Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih

3 Sediakan diet makanan tinggi Dengan peningkatan tekanan


serat dan memberi obat untuk pada fosa prostatik yang akan memudahkan defekasi mengendapkan perdarahan

4 Mencegah pemakaian
termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang

Dapat menimbulkan perdarahan prostat

kurangnya satu minggu

5 Pantau traksi kateter: catat


waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas

Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 6 jam setelah pembedahan

6 Observasi: Tanda tanda vital Deteksi awal terhadap


tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen

IV.

Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan Kriteria hasil: o Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun . o Klien menyatakan pemahaman situasi individual . o Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah . o Klien mengerti tentang pengaruh TUR P pada seksual.

Rencana tindakan : No RENCANA TINDAKAN 1 Beri kesempatan pada klien


untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR P terhadap seksual

RASIONAL
Untuk mengetahui masalah klien

2 Jelaskan tentang :

Kurang pengetahuan dapat kemungkinan kembali membangkitkan cemas dan ketingkat tinggi seperti semula berdampak disfungsi seksual dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)

3 Mencegah hubungan seksual 3- Bisa terjadi perdarahan dan


4 minggu setelah operasi ketidaknyamanan

4 Dorong klien untuk


menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan V.

Untuk mengklarifikasi kekhawatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik

Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan . Kriteria hasil: o Klien akan melakukan perubahan perilaku. o Klien berpartisipasi dalam program pengobatan. o Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan

Rencana tindakan: No RENCANA TINDAKAN 1 Beri penjelasan untuk


mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu

RASIONAL
Dapat menimbulkan perdarahan

2 Beri penjelasan untuk

Mengedan bisa menimbulkan mencegah mengedan waktu perdarahan, pelunak tinja bisa BAB selama 4-6 minggu; dan mengurangi kebutuhan memakai pelumas tinja mengedan pada waktu BAB untuk laksatif sesuai kebutuhan

3 Pemasukan cairan sekurang Mengurangi potensial infeksi dan


kurangnya 2500-3000 ml/hari gumpalan darah

4 Anjurkan untuk berobat


lanjutan pada dokter

Untuk menjamin tidak ada komplikasi Untuk membantu proses penyembuhan

5 Kosongkan kandung kemih


apabila kandung kemih sudah penuh VI.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi. Kriteria hasil: o Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.

o o

Klien mengungkapan sudah bisa tidur . Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .

Rencana tindakan: No RENCANA TINDAKAN 1 Jelaskan pada klien dan RASIONAL

Meningkatkan pengetahuan keluarga penyebab gangguan klien sehingga mau kooperatif tidur dan kemungkinan cara dalam tindakan perawatan untuk menghindari Suasana tenang akan mendukung, suasana tenang mendukung istirahat dengan mengurangi kebisingan Menentukan rencana mengatasi gangguan

2 Ciptakan suasana yang

3 Beri kesempatan klien untuk


mengungkapkan penyebab gangguan tidur

4 Kolaborasi dengan dokter


untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (Analgesik)

Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup

DAFTAR PUSTAKA 1. Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2. Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3. Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo. 4. Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya 5. Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta. http://kapukonline.wordpress.com/2010/02/

TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )

TURP adalah suatu operasi menggunakan resektroskop.

pengangkatan

jaringan

prostat

lewat

uretra

TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995). Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar. TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

http://ppni-klaten.com/index.php? option=com_content&view=article&id=64:bph&catid=38:ppni-akcategory&Itemid=66

Transurethral reseksi prostat (TURP)


Published by Bupa's health information team, April 2009. Diterbitkan oleh tim informasi kesehatan Bupa's, April 2009. This factsheet is for people who are planning to have a type of prostate surgery called transurethral resection of the prostate (TURP), or who would like information about it. factsheet ini adalah untuk orang-orang yang berencana untuk memiliki jenis operasi prostat disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP), atau yang ingin memperoleh informasi tentang hal itu. TURP is an operation to remove some of an enlarged prostate gland. TURP adalah operasi untuk menghapus beberapa kelenjar prostat membesar. Your care will be adapted to meet your individual needs and may differ from what is described here. perawatan Anda akan disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Anda dan mungkin berbeda dari apa yang dijelaskan di sini. So it's important that you follow your surgeon's advice. Jadi, sangatlah penting bahwa Anda mengikuti saran dokter bedah Anda.

About TURP Tentang TURP What are the alternatives to TURP? Apa saja alternatif untuk TURP? Preparing for your operation Persiapan untuk operasi Anda About the operation Tentang operasi What to expect afterwards Apa yang diharapkan setelah Recovering from TURP Memulihkan dari TURP What are the risks? Apa resikonya? Further information Informasi lebih lanjut Questions and answers Pertanyaan dan jawaban Related topics Topik terkait Sources Sumber

About TURP Tentang TURP


TURP is the most common operation for an enlarged prostate (benign prostatic hyperplasia or BPH). TURP adalah operasi yang paling umum untuk pembesaran prostat (benign prostatic hyperplasia atau BPH). BPH, sometimes known as benign prostatic hypertrophy, benign prostatic obstruction, is an overgrowth of cells of the prostate that blocks the flow of urine, making it difficult to pass urine. BPH, kadang-kadang dikenal sebagai hipertrofi prostat jinak, obstruksi prostat jinak, merupakan pertumbuhan berlebih dari sel-sel prostat yang menghalangi aliran urin, sehingga sulit untuk buang air kecil.

The prostate and surrounding structures Prostat dan struktur sekitarnya

What are the alternatives to TURP? Apa saja alternatif untuk TURP?
You may need surgery if your symptoms get worse and medicines don't help. Anda mungkin memerlukan pembedahan jika gejala-gejala menjadi lebih buruk dan obat-obatan tidak membantu. There are alternative procedures depending on the severity of your condition: Ada prosedur alternatif tergantung pada beratnya kondisi Anda:

transurethral incision of the prostate transurethral insisi prostat open prostatectomy terbuka prostatektomi minimally invasive or keyhole surgery such as microwave therapy, electrovaporisation and laser vaporisation minimal invasif atau pembedahan lubang kunci seperti terapi microwave, electrovaporisation dan penguapan laser

Your surgeon will discuss which procedure is most suitable for you. Anda dokter bedah yang akan membahas prosedur yang paling cocok untuk Anda.

Preparing for your operation Persiapan untuk operasi Anda

Your surgeon will explain how to prepare for your operation. Dokter bedah Anda akan menjelaskan cara mempersiapkan untuk operasi Anda. For example, if you smoke you will be asked to stop, as smoking increases your risk of getting a wound infection and slows your recovery. Misalnya, jika Anda merokok Anda akan diminta untuk berhenti, seperti merokok meningkatkan risiko Anda mendapatkan infeksi luka dan memperlambat pemulihan Anda. You will need to stay in hospital for about four days. Anda akan perlu tinggal di rumah sakit selama sekitar empat hari. The operation is usually done under general anaesthesia. Operasi ini biasanya dilakukan dengan anestesi umum. This means you will be asleep during the operation. Ini berarti Anda akan tidur selama operasi. Alternatively, you may prefer to have the surgery under spinal or epidural anaesthesia. Atau, Anda dapat memilih untuk memiliki operasi di bawah anestesi spinal atau epidural. This completely blocks feeling from the waist down and you will stay awake during the operation. Blok ini benar-benar merasakan dari pinggang ke bawah dan Anda akan tetap terjaga selama operasi. You may be offered a sedative with a spinal anaesthetic to help you relax during the operation. Anda mungkin menawarkan obat penenang dengan anestesi tulang belakang untuk membantu Anda rileks selama operasi. Your surgeon will advise which type of anaesthesia is most suitable for you. Dokter bedah Anda akan memberi tahu jenis anestesi yang paling cocok untuk Anda. If you're having general anaesthesia, you will be asked to follow fasting instructions. Jika Anda mengalami anestesi umum, Anda akan diminta untuk mengikuti petunjuk berpuasa. Typically you must not eat or drink for about six hours beforehand. Biasanya Anda tidak harus makan atau minum selama sekitar enam jam sebelumnya. However, some anaesthetists allow occasional sips of water until two hours before a general anaesthetic. Namun, beberapa dokter anestesi memungkinkan sesekali minum sedikit air sampai dua jam sebelum anestesi umum. At the hospital your nurse will explain how you will be cared for during your stay. Di rumah sakit perawat Anda akan menjelaskan bagaimana Anda akan dirawat selama Anda tinggal. Your nurse may check your heart rate, blood pressure and test your urine. perawat Anda dapat memeriksa denyut jantung, tekanan darah, dan tes urine Anda. Your surgeon will usually ask you to sign a consent form. Dokter bedah Anda biasanya akan meminta Anda untuk mengisi sebuah formulir persetujuan. This confirms that you understand the risks, benefits and possible alternatives to the procedure and have given your permission for it to go ahead. Ini menegaskan bahwa Anda memahami risiko, manfaat dan alternatif yang mungkin untuk prosedur dan telah diberi izin Anda untuk itu untuk terus maju. You may be asked to wear compression stockings to help prevent blood clots forming in the veins in your legs. Anda mungkin diminta untuk mengenakan kaus kaki kompresi untuk membantu mencegah pembekuan darah terbentuk di pembuluh darah di kaki Anda. You may need to have an injection of an anticlotting medicine called heparin as well as, or instead of, stockings. Anda mungkin perlu suntikan obat heparin anticlotting disebut juga, atau bukan, stoking.

About the operation Tentang operasi


The operation itself takes up to an hour and a half. Operasi itu sendiri memakan waktu sampai satu jam setengah. TURP is performed using a narrow, flexible, tube-like telescopic camera called an endoscope. TURP dilakukan menggunakan, sempit fleksibel, kamera teleskopik seperti tabung yang disebut endoskop. The endoscope is inserted into your urethra (the tube that carries urine from the bladder and out through the penis). endoskopi yang dimasukkan ke dalam uretra Anda (tabung yang membawa urin dari kandung kemih dan keluar melalui penis). Your surgeon will then cut out and remove the middle of your enlarged prostate using specially adapted surgical instruments. Dokter bedah Anda akan dipotong dan menghapus tengah prostat diperbesar Anda menggunakan instrumen bedah khusus disesuaikan. During the operation, your bladder is flushed with a sterile solution to remove the pieces of prostate tissue. Selama operasi, kandung kemih Anda memerah dengan larutan steril untuk menghapus potongan jaringan prostat.

What to expect afterwards Apa yang diharapkan setelah


You will need to rest until the effects of the anaesthetic have passed. Anda harus beristirahat sampai efek dari anestesi telah berlalu. You may not be able to feel or move your legs for several hours after a spinal or epidural anaesthetic. Anda mungkin tidak dapat merasakan atau memindahkan kedua kaki Anda selama beberapa jam setelah anestesi spinal atau epidural. You may need pain relief to help with any discomfort as the anaesthetic wears off. Anda mungkin perlu nyeri bantuan untuk membantu dengan ketidaknyamanan sebagai obat bius habis. You will have a catheter to drain urine from your bladder into a bag. Anda akan memiliki kateter untuk mengalirkan urin dari kandung kemih ke dalam tas. The catheter is also used to wash out your bladder with a sterile solution. kateter ini juga digunakan untuk mencuci kandung kemih dengan larutan steril. This helps to flush out any blood clots in your bladder. Hal ini membantu untuk flush out setiap gumpalan darah di dalam kandung kemih Anda. Tell your surgeon or nurse if your bladder starts feeling full - sometimes a small blood clot can block the catheter. Beritahu dokter bedah atau perawat jika kandung kemih Anda mulai merasa penuh - kadang-kadang gumpalan darah kecil dapat memblokir kateter. The catheter will be removed when your urine begins to run clear. kateter akan dihapus bila urin Anda mulai menjalankan jelas. This is usually within two to three days. Ini biasanya dalam dua sampai tiga hari. You may have a drip in your arm to prevent dehydration - this will be removed once you're drinking enough fluid. Anda mungkin telah infus di lengan Anda untuk mencegah dehidrasi - ini akan dihapus setelah Anda minum cukup cairan.

You will be encouraged to get out of bed and move around as this helps prevent chest infections and blood clots in your legs. Anda akan didorong untuk keluar dari tempat tidur dan bergerak di sekitar karena hal ini membantu mencegah infeksi dada dan pembekuan darah di kaki Anda. You will usually be able to go home after about four days. Anda biasanya akan bisa pulang ke rumah setelah sekitar empat hari. You will need to arrange for someone to drive you home. Anda akan perlu untuk mengatur seseorang untuk mengantarmu pulang. You should try to have a friend or relative stay with you for the first 24 hours. Anda harus mencoba punya teman atau kerabat yang tinggal bersama Anda selama 24 jam pertama.

Recovering from TURP Memulihkan dari TURP


If you need pain relief, you can take over-the-counter painkillers such as paracetamol or ibuprofen. Jika Anda perlu bantuan sakit, Anda dapat mengambil obat penghilang rasa sakit over-the-counter seperti parasetamol atau ibuprofen. Always read the patient information that comes with your medicine and if you have any questions, ask your pharmacist for advice. Selalu baca informasi pasien yang datang dengan obat Anda dan jika Anda memiliki pertanyaan, mintalah apoteker untuk nasihat. General anaesthesia can temporarily affect your coordination and reasoning skills, so you shouldn't drink alcohol, operate machinery or sign legal documents for 48 hours afterwards. anestesi umum sementara dapat mempengaruhi koordinasi dan keterampilan penalaran, sehingga Anda tidak harus minum alkohol, mengoperasikan mesin atau menandatangani dokumen hukum selama 48 jam setelah itu. You should drink enough fluid to flush out your bladder and help you to recover. Anda harus minum cukup cairan untuk flush out kandung kemih Anda dan membantu Anda untuk memulihkan. You should drink enough so that your urine appears pale yellow. Anda harus minum cukup sehingga Anda muncul urin kuning pucat. It can take up to six weeks to recover fully from TURP. Ini bisa memakan waktu hingga enam minggu untuk sembuh dari TURP. After two weeks you can resume your normal activities, including sex. Setelah dua minggu, Anda dapat melanjutkan aktivitas normal, termasuk seks. You shouldn't do any strenuous activity for about six weeks after the operation. Anda tidak harus melakukan aktivitas berat selama sekitar enam minggu setelah operasi. Follow your surgeon's advice about driving. Ikuti saran dokter bedah Anda tentang mengemudi. You shouldn't drive until you're confident that you could perform an emergency stop without discomfort. Anda tidak harus drive sampai Anda yakin bahwa Anda bisa menjalankan menghentikan darurat tanpa ketidaknyamanan. This is usually about six weeks after the operation. Hal ini biasanya sekitar enam minggu setelah operasi.

What are the risks? Apa resikonya?

TURP is commonly performed and generally safe. TURP biasanya dilakukan dan biasanya aman. However, in order to make an informed decision and give your consent to the procedure, you need to be aware of the possible side-effects and the risk of complications. Namun, untuk membuat suatu keputusan dan memberikan persetujuan Anda untuk prosedur ini, Anda harus sadar akan efek samping yang mungkin dan risiko komplikasi.
Side-effects of TURP Efek samping TURP

These are the unwanted, but mostly mild and temporary effects of a successful treatment. Ini adalah tidak diinginkan, tapi sebagian besar ringan dan sementara efek dari perawatan yang berhasil. For example, feeling sick as a result of the general anaesthetic and some discomfort from the catheter. Misalnya, merasa sakit sebagai akibat dari anestesi umum dan beberapa ketidaknyamanan dari kateter. Some specific side-effects can be expected as a result of this operation, including the following. Beberapa efek samping yang spesifik bisa diharapkan sebagai hasil dari operasi ini, termasuk berikut.

Blood in the urine or semen - this will clear up after about two weeks. Darah dalam urin atau air mani - hal ini akan jelas setelah sekitar dua minggu. An urgent need to pass urine. Kebutuhan mendesak untuk buang air kecil. You may also feel a burning sensation when you do pass urine - this will clear up after a few weeks. Anda juga dapat merasakan sensasi terbakar ketika Anda buang air kecil - hal ini akan jelas setelah beberapa minggu. Incontinence (urine leakage) - talk to your doctor if this happens, but it nearly always clears up. Inkontinensia (kebocoran urin) - berbicara dengan dokter Anda jika hal ini terjadi, tapi hampir selalu membersihkan up. Impotence - this isn't usually a problem and some men find their erections improve. Impotensi - ini biasanya tidak masalah dan beberapa orang menemukan mereka meningkatkan ereksi. Retrograde ejaculation - where semen passes into your bladder during orgasm instead of out of the penis. Retrograde ejakulasi - di mana air mani masuk ke dalam kandung kemih selama orgasme, bukan keluar dari penis. Retrograde ejaculation isn't usually a problem, but it may reduce fertility. Ejakulasi retrograd biasanya tidak masalah, tetapi dapat mengurangi kesuburan.

If you develop a fever, have pain when passing urine or if your urine is smelly, you should see your GP as you may have an infection. Jika Anda mengembangkan demam, merasakan sakit ketika lewat air seni atau jika urin Anda bau, Anda akan melihat dokter karena Anda mungkin memiliki infeksi.
Complications of TURP Komplikasi TURP

This is when problems occur during or after the operation. Ini terjadi ketika masalah terjadi selama atau setelah operasi. Most men aren't affected. Kebanyakan pria tidak terpengaruh. The possible complications of any operation include an unexpected reaction to the anaesthetic,

excessive bleeding or developing a blood clot, usually in a vein in the leg (deep vein thrombosis, DVT). Komplikasi yang mungkin timbul dari operasi apapun termasuk reaksi tak terduga untuk pendarahan, anestesi berlebihan atau mengembangkan suatu bekuan darah, biasanya dalam suatu pembuluh darah di kaki (deep vein thrombosis, DVT). Specific complications of this operation include those listed below. Khusus komplikasi operasi ini termasuk yang tercantum di bawah ini.

Infection. Infeksi. You will be given antibiotics before the operation if you're at high risk. Anda akan diberikan sebelum operasi antibiotik jika Anda berisiko tinggi. TURP syndrome. TURP sindrom. This is where the fluid used to flush your bladder during the operation is absorbed into your body. Di sinilah fluida yang digunakan untuk flush kandung kemih selama operasi yang diserap ke dalam tubuh Anda. This can cause low blood pressure (hypotension) and you may feel sick or vomit. Hal ini dapat menyebabkan tekanan darah rendah (hipotensi) dan Anda mungkin merasa sakit atau muntah. Repeating the operation. Mengulangi operasi. This may be required if your prostate grows back, or if too little was removed during the first operation. Hal ini mungkin diperlukan jika prostat Anda tumbuh kembali, atau jika terlalu sedikit telah dihapus selama operasi pertama.

The exact risks are specific to you and differ for every person, so we haven't included statistics here. Risiko tepat ditujukan khusus untuk Anda dan berbeda untuk setiap orang, jadi kami tidak termasuk statistik di sini. Ask your surgeon to explain how these risks apply to you. Mintalah dokter bedah Anda untuk menjelaskan bagaimana risiko tersebut berlaku bagi Anda.

Further information Informasi lebih lanjut


Health outcomes of Bupa operations Kesehatan hasil operasi Bupa www.bupa.co.uk/healthsurveys www.bupa.co.uk / healthsurveys Prostate UK Prostat Inggris 020 8877 5840 020 8877 5840 www.prostateuk.org www.prostateuk.org

Transurethral resection of the prostate (TURP) Q&As Transurethral reseksi prostat (TURP) Q & Sebagai
See our answers to common questions about transurethral resection of the prostate (TURP) , including: Lihat jawaban kami untuk pertanyaan umum tentang reseksi transurethral dari prostat (TURP) , termasuk:

I'm having an operation for benign prostatic hyperplasia (BPH). Saya mengalami operasi untuk benign prostatic hyperplasia (BPH). How long will it take to recover from my operation? Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pulih dari operasi saya?

I have heard about laser surgery for an enlarged prostate - what is this? Aku telah mendengar tentang operasi laser untuk diperbesar prostat - apa ini? What is TURP syndrome? Apa TURP sindrom?

Related topics Topik terkait


Caring for surgical wounds Merawat luka bedah Compression stockings Kompresi stoking Deep vein thrombosis Deep vein thrombosis Enlarged prostate (benign prostatic hyperplasia) Pembesaran prostat (hiperplasia prostat jinak) General anaesthesia Anestesi umum Impotence Ketidakmampuan Local anaesthesia and sedation Anestesi lokal dan obat penenang Low blood pressure Tekanan darah rendah Over-the-counter painkillers Over-the-counter obat pereda sakit Prostate cancer Kanker prostat Urge incontinence Inkontinensia

Sources Sumber

Wilt TJ, N'Dow J. Benign prostatic hyperplasia. Layu TJ, J. N'Dow jinak prostatic hyperplasia. Part 2: management. Bagian 2: Manajemen. BMJ 2008; 336:206210. www.bmj.com BMJ 2008; 336:206-210. www.bmj.com Guidelines on benign prostatic hyperplasia. Pedoman benign prostatic hyperplasia. European Association of Urology, 2004. www.uroweb.org Asosiasi Urologi Eropa, 2004. www.uroweb.org Transurethral microwave therapy for BPH. Transurethral microwave terapi untuk BPH. Bandolier. www.jr2.ox.ac.uk , accessed 3 September 2008 Bandolier. www.jr2.ox.ac.uk , diakses 3 September 2008 Hoffman RM, Monga M, Elliot SP, et al. Hoffman RM, M Monga, SP Elliot, et al. Microwave thermotherapy for benign prostatic hyperplasia. Microwave thermotherapy untuk benign prostatic hyperplasia. Cochrane Database of Systematic Reviews 2007, Issue 4. Cochrane Database of Review, Sistematik 2007 Issue 4. Art. Art. No: CD004135. No: CD004135. DOI: 10.1002/14651858. DOI: 10.1002/14651858. pub2. www.cochrane.org pub2. www.cochrane.org Transurethral electrovaporisation of the prostate. Transurethral electrovaporisation prostat. National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE), 2003, Interventional Procedure Guidance 14. www.nice.org.uk Institut Nasional untuk Kesehatan dan Klinis Excellence (NICE) 2003,, Pedoman Prosedur Intervensi 14. www.nice.org.uk Harkaway RC, Issa MM. Harkaway RC, Issa MM. Medical and minimally invasive therapies for the treatment of benign prostatic hyperplasia. Medis dan terapi invasif minimal untuk pengobatan benign prostatic hyperplasia. Prostate Cancer Prostatic Dis 2006; 9:204-214. www.nature.com/pcan Prostat Kanker prostat Dis 2006; 9:204-214. www.nature.com / pcan

Potassium-titanyl-phosphate (KTP) laser vaporisation of the prostate for benign prostatic obstruction. Kalium-titanyl-fosfat (KTP) penguapan laser dari prostat untuk obstruksi prostat jinak. National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE), 2005, Interventional Procedure Guidance 120. www.nice.org.uk Institut Nasional untuk Kesehatan dan Klinis Excellence (NICE) 2005,, 120 Interventional Prosedur Bimbingan. www.nice.org.uk BPH: Surgery. BPH: Bedah. Prostate UK. www.prostateuk.org , accessed 3 September 2008 Inggris prostat. www.prostateuk.org , diakses 3 September 2008 Allman KG, Wilson IH. Allman KG, IH Wilson. Oxford Handbook of Anaesthesia. Oxford Handbook of Anaesthesia. 2nd ed. 2nd ed. Oxford: Oxford University Press, 2006: 567-569 Oxford: Oxford University Press, 2006: 567-569 Hahn RG. Hahn RG. Fluid absorption in endoscopic surgery. Fluida penyerapan dalam bedah endoskopik. Br J Anaesthesia 2006; 96:8-20. http://bja.oxfordjournals.org Br J Anaesthesia 2006; 96:8-20. http://bja.oxfordjournals.org Some practical advice. Beberapa saran praktis. Prostate UK. www.prostateuk.org , accessed 3 September 2008 Inggris prostat. www.prostateuk.org , diakses 3 September 2008 Longmore M, Wilkinson IB, Rajagopolan S. Oxford Handbook of Clinical Medicine. Longmore M, IB Wilkinson, S. Rajagopolan Oxford Handbook Kedokteran Klinis. 6th ed. 6 ed. Oxford: Oxford University Press, 2004: 496497 Oxford: Oxford University Press, 2004: 496-497 Personal communication, Mr Raj Persad, Consultant Urologist, Spire Bristol Hospital, 10 October 2008 Komunikasi pribadi, Bapak Raj Persad, Konsultan urologist, Spire Bristol Rumah Sakit, 10 Okt 2008

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en| id&u=http://hcd2.bupa.co.uk/fact_sheets/html/turp.html

BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI Rapani

1. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ). BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ). 1. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain : 1). Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi . 2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen testoteron Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. 3). Interaksi stroma epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel. 4). Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat. 5). Teori sel stem Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ). 4. Gejala Benigne Prostat Hyperplasia Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu : 1. Gejala Obstruktif yaitu : a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 2. Gejala Iritasi yaitu : a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

2. Untuk

menegakkan

diagnosis

BPH

dilakukan

beberapa

cara

Diagnosis antara lain

1). Anamnesa Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria. 2) Pemeriksaan Fisik 1. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik. 2. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. 3. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. 4. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis 5. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu : a). b). c). Derajat Derajat Derajat I II = = III beratnya lebih beratnya antara = beratnya kurang 20 > 20 40 40 gram. gram. gram.

3) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.

4) Pemeriksaan Uroflowmetri Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian : a). Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif. b). Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line. c). Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif. 5) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang. b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,

transuretral dan supra c). IVP (Pyelografi Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan d) Pemeriksaan Untuk mengetahui keadaan uretra dan

pubik. adanya buli Intravena) hidronefrosis. Panendoskop buli.

3. Penatalaksanaan Modalitas terapi BPH adalah : 1). Observasi Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien 2). Medikamentosa Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen. 3). Pembedahan Indikasi pembedahan pada BPH adalah : a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut. b). Klien dengan residual urin > 100 ml. c). Klien dengan penyulit. d). Terapi medikamentosa tidak berhasil. e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif. Pembedahan dapat dilakukan dengan : a). TURP 90 95(Trans Uretral Reseksi Prostat % ) b). Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy c). Perianal Prostatectomy d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy 4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik . B. Diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut : Pre Operasi : 1). Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat. 2). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. 3). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.. 4). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah 5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Post Operasi : 1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. 3) Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan 4) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. 5) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi 6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

B. 1.

Sebelum

Perencanaan Operasi

a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat. 1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi 3) Kriteria hasil : Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih 4) Rencana tindakan dan rasional 1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih 2. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi 3. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal 4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung. R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri 5. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik) R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. 1). Tujuan Nyeri hilang / terkontrol. 2). Kriteria hasil Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat. 3). Rencana tindakan dan rasional a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 10 ). R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter

menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ). b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan. R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli buli. c). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut. d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik. R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. f) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan. R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan ( pendekatan perineal ). f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik R / Menghilangkan spasme c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis. 1). Tujuan Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara. 2). Kriteria hasil Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat. 3). Rencana tindakan dan rasional a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/. R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal. b). Pantau masukan dan haluaran cairan. R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian. c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat, R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik d). Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi. g). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah, d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah. 1). Tujuan Pasien tampak rileks.

2). Kriteria hasil Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut. 3). Rencana tindakan dan rasional a). Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu b). Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan. R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan. c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan. R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi 1). Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya. 2). Kriteria hasil Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan. 3). Rencana tindakan dan rasional a). Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian. R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan. b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi. II. Sesudah operasi

1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang. Ekspresi wajah klien tenang. Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi. Klien akan tidur / istirahat dengan tepat. Tanda tanda vital dalam batas normal. Rencana 1. Jelaskan R/ Kien tindakan klien tentang gejala dini spasmus mendeteksi gajala dini spasmus : kemih. kemih.

pada dapat

kandung kandung

2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala gejala dini dari spasmus kandung kemih. R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat obatan bisa diberikan 3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam. R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer. 4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter. R/ Mengurang kemungkinan spasmus. 5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P. R / Mengurangi tekanan pada luka insisi 6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi. R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang. R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme. 8. Observasi tanda tanda vital R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut. 9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat obatan (analgesik atau anti spasmodik ) R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih. 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi . Kriteria hasil: Klien tidak mengalami infeksi. Dapat mencapai waktu penyembuhan. - Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda shock. Rencana tindakan: 1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril. R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi 2. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi. R/ . Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. 3. Pertahankan posisi urobag dibawah. R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih. 4. Observasi tanda tanda vital, laporkan tanda tanda shock dan demam. R/ Mencegah sebelum terjadi shock. 5. Observasi urine: warna, jumlah, bau. R/ Mengidentifikasi adanya infeksi. 6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik. R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan

3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan . Tujuan: Tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: Klien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan . Tanda tanda vital dalam batas normal . Urine lancar lewat kateter . Rencana tindakan: 1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda tanda perdarahan . R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda tanda perdarahan 2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih 3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi . R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan . 4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang kurangnya satu minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat . 5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas . R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 6 jam setelah pembedahan . 6. Observasi: Tanda tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen .

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TURP. Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan Kriteria hasil: Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun . Klien menyatakan pemahaman situasi individual . Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah . Klien mengerti tentang pengaruh TUR P pada seksual. Rencana tindakan : 1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR P terhadap seksual . R/ Untuk mengetahui masalah klien . 2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu) R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual 3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi . R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan

4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan . R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik. 5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan . Kriteria hasil: Klien akan melakukan perubahan perilaku. Klien berpartisipasi dalam program pengobatan. - Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan . Rencana tindakan: 1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan . 2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan. R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB 3. Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari. R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah . 4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi . 5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh . R/ Untuk membantu proses penyembuhan . 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi. Kriteria hasil: Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup. Klien mengungkapan sudah bisa tidur . Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur . Rencana tindakan: 1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari. R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan . 2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan . R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat 3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur. R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan 4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ). R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .

DAFTAR

PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo. Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
http://www.rafani.co.cc/2009/08/benigna-prostat-hipertropi.html

You might also like